Kategori
Teaching Tugas 2 - Reflection

Andika Jantoni- Reflection

Bagi saya, dalam perjalanan manusia menuju kebijaksanaan dan keunggulan intelektual, konsep Nous ini menjadi pijakan penting dalam memahami akal budi atau intelek yang membedakan manusia dari binatang. Khususnya dalam pendidikan arsitektur, konsep ini memperkenalkan mahasiswa seperti saya pada dimensi filosofis dan moral dalam merancang dan membangun ruang lingkup manusia. Dalam konteks ini, keempat kebajikan Nous, yaitu Episteme, Phronesis, Sophia, dan Techne menjadi pedoman esensial bagi mahasiswa arsitektur dalam mengembangkan pengetahuan dan keterampilan mereka, serta memahami peran etika, moralitas, dan seni dalam praktik arsitektural. 

Episteme adalah pengetahuan praktis atau kebijaksanaan yang berkaitan dengan tindakan manusia. Dalam arsitektur, episteme ini tercerminkan dalam penyelidikan rasional dan logis berdasarkan pada bukti dan argumen dalam mengembangkan konsep, teori, dan kritik arsitektur. Episteme ini juga mencakup pengetahuan tentang sejarah, konteks, dan perubahan arsitektur. 

Episteme sebagai bentuk pengetahuan praktis ini memperkenalkan kepada saya sebagai mahasiswa mengenai landasan teoritis dan praktis arsitektur. Dalam kelas, saya diajarkan oleh dosen mengenai konsep-konsep fundamental, mulai dari sejarah arsitektur hingga teknologi terkini. Melalui kajian ini, mahasiswa membangun pemahaman mendalam tentang perubahan budaya, sosial, dan teknologi yang membentuk arsitektur. Saya juga belajar menerapkan logika rasional dan metodologi berbasis bukti untuk merancang dan memahami bentuk arsitektural secara lebih mendalam. Selain dalam bentuk pelajaran di kelas dengan dosen, techne ini juga tercerminkan dalam kegiatan membaca buku mengenai konsep bangunan yang dibuat oleh seorang arsitek ataupun materi mengenai arsitektur, bisa melalui pameran seni arsitektur di mana para desainer atau arsitek memamerkan hasil karya mereka dengan media kertas ataupun maket, kunjungan ke bangunan bersejarah dan mempelajari bangunan tersebut, serta berinteraksi dengan dosen atau bahkan arsitek yang berpengalaman, entah itu bertanya tentang proses menjadi arsitek,  membahas proyek – proyek yang dilakukan oleh arsitek di dunia ataupun sekedar menanyakan tips berkarir dan menghadapi arsitektur. Semua ini menjadi dasar pengetahuan yang kuat dan dapat saya bawa dalam proyek desain nantinya. Namun, episteme tidak hanya sebatas pada pengetahuan teoritis. Episteme ini juga mencakup penerapan pengetahuan dalam konteks praktis, seperti melalui proyek-proyek desain dan simulasi kehidupan nyata. Saya sebagai mahasiswa diajak untuk merancang solusi berbasis bukti yang relevan terhadap masalah-masalah arsitektur kontemporer. Inilah yang memberi mereka keterampilan praktis yang kuat, yang merupakan dasar bagi pengalaman belajar yang holistik 

Contohnya sendiri adalah saat saya mewawancarai pak Baskoro Tedjo. Pada wawancara dengan pak Baskoro Tedjo tersebut, saya mendapatkan sangat banyak pengetahuan, mulai dari bagaimana arsitektur di zaman dulu yang pada saat itu belum ada software untuk modelling, kemudian mengenai arsitektur – arsitektur terkenal di dunia mulai dari Indonesia hingga Jepang, juga mengenai pengalaman pak Baskoro Tedjo sebagai arsitek dan prosesnya mulai dari alasan beliau menjadi arsitek dan hal apa saja yang beliau lakukan saat menjadi pelajar. Pak Baskoro juga mengutarakan pendapat – pendapatnya mengenai arsitektur di Indonesia, serta buku – buku yang sering beliau baca saat menjadi seorang arsitek, yang di mana beliau sering kali membaca buku yang ditulis oleh arsitek Jepang. Beliau juga menjelaskan kepada saya hal yang dilakukan oleh Jepang, yang bisa diaplikasikan ke Indonesia. Beliau menjelaskan bahwa Jepang, meskipun luas negaranya sendiri kecil, mereka mampu memanfaatkannya dengan baik. Mereka mampu memanfaatkannya untuk membuat perumahan yang efisien, dan juga membangun perkonomian negara mereka maju seperti saat ini. Pak Baskoro Tedjo mengatakan itu adalah salah satu hal yang bisa dipelajari Indonesia dari Jepang, yaitu memanfaatkan ruang dengan baik dan efisien. 

Phronesis adalah pengetahuan pengetahuan praktis atau kebijaksanaan yang berkaitan dengan tindakan manusia. Dalam arsitektur, phronesis diaplikasikan dengan membuat keputusan yang tepat dan bermoral dalam situasi yang dihadapi oleh arsitek dan pengguna atau pemilik bangunan. Phronesis juga mengandung nilai – nilai etis, sosial, dan budaya yang menjadi landasan arsitektur.  

Dalam situasi kehidupan nyata, arsitek dihadapkan pada berbagai dilema etika yang melibatkan tanggung jawab terhadap lingkungan, masyarakat, dan budaya. Phronesis membimbing untuk mengembangkan kemampuan membedakan antara keputusan yang etis dan yang tidak etis, serta memahami implikasi jangka panjang dari setiap keputusan yang diambil dalam konteks arsitektur. Melalui studi kasus, perdebatan etika, dan proyek-proyek yang menekankan nilai-nilai sosial dan budaya, mahasiswa dapat memahami kompleksitas moralitas dalam arsitektur. Di mana mahasiswa diajak untuk menggali pertanyaan-pertanyaan fundamental seperti bagaimana arsitektur dapat mendukung keberlanjutan lingkungan, mempromosikan inklusivitas sosial, dan menghormati warisan budaya. Dengan demikian, mahasiswa tidak hanya menjadi perancang yang terampil tetapi juga agen perubahan sosial yang bertanggung jawab. 

Contohnya sendiri saat saya menemani teman saya untuk mewawancarai arsiteknya, saya ada ikut bertanya mengenai pendapat beliau mengenai pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur. Saya bertanya apa tanggapan beliau mengenai pemindahan tersebut, dan beliau menjawab banyak sekali hal yang harus dipertimbangkan dalam pemindahan ibu kota ini, jadi sangat sulit dilakukan. Kita harus mempertimbangkan sirkulasi manusia, jalur pipa, para investor, bangunan apa saja yang dibutuhkan dan lain sebagainya. Mereka harus memikirkan bagaimana membuat kotanya tidak terasa panas dan sempit, bagaimana membuat sistem air kota tersebut baik dan masih banyak lagi. Nah ini merupakan pencerminan dari phronesis, di mana mereka harus memikirkan keberlanjutan kota tersebut. 

Contoh lagi di luar arsitektur, saya ada membuka komisi, yaitu menjual jasa menggambar entah itu digital atau tradisional. Pada komisi ini saya harus memikirkan apa yang diinginkan oleh customer. dia mau pose yang bagaimana, warna yang bagaimana, dan style yang bagaimana. Saya juga harus memilih mana komisi yang saya terima dan tidak, karena terkadang ada saja customer yang menginginkan gambar tidak senonoh, dan tentu saja saya tolak. Ini merupakan contoh dari phronesis di mana saya mempertimbangkan dampak dari karya saya kedepannya. 

Sophia adalah kebijaksanaan tertinggi yang mencakup pengetahuan tentang hal – hal ilahi dan manusiawi serta keberanian pribadi. Dalam arsitektur, sophia tercerminkan dengan menggabungkan pengetahuan ilmiah dan teoritis (Episteme) dengan pengetahuan praktis dan bermoral (Phronesis) dalam merancang dan membangun ruang – ruang yang harmonis, indah, dan bermanfaat bagi manusia dan lingkungan. 

Dalam praktiknya, ini berarti memahami hubungan antara manusia dan alam, dan mencari cara untuk membangun bangunan yang berinteraksi secara ramah lingkungan. Mahasiswa diajak untuk menjelajahi pendekatan-pendekatan inovatif seperti desain berkelanjutan, arsitektur hijau, dan integrasi teknologi terbaru untuk menciptakan lingkungan binaan yang ramah lingkungan. Dengan menggabungkan kebijaksanaan ilmiah dan nilai-nilai manusiawi, mereka menghasilkan rancangan yang tidak hanya estetis tetapi juga berdaya tahan dan relevan dengan kebutuhan masyarakat. Sophia ini juga mencakup keberanian kita dalam mendesain, di mana kita bereksplorasi membuat bentuk – bentuk yang unik tanpa menghilangkan fungsinya. 

Techne adalah pengetahuan tentang cara membuat atau melakukan sesuatu dengan baik. Dalam arsitektur, techne tercerminkan dalam penguasaan keterampilan, seni, atau kerajinan yang diperlukan untuk mewujudkan ide – ide arsitektural menjadi kenyataan. Techne juga melibatkan pemahaman teoritis tentang prinsip – prinsip, metode, dan teknik yang mendasari proses kreatif arsitektur. 

Dalam lingkungan pendidikan arsitektur, saya sebagai mahasiswa diberdayakan untuk mengembangkan keterampilan teknis dalam menggunakan perangkat lunak desain, memahami teknologi konstruksi terbaru, dan menguasai teknik pembuatan model fisik. Saya diajarkan untuk mengeksplorasi berbagai media, dari gambar tangan tradisional hingga desain grafis dan simulasi 3D, sehingga mereka dapat menyampaikan ide-ide mereka secara efektif.  Contohnya adalah saat mengerjakan tugas Pavilion. Di mana kami ditugaskan untuk membuat isometri, potongan, tampak dan perspektif dari desain yang kami buat, serta membuat maket dari desain kami tersebut. Selain itu juga kami ada ditugaskan untuk meniru denah, tampak dan potongan, memperbaiki apa yang salah dari contoh tersebut dan mempelajari strukturnya. 

Selain menggambar tangan, saya juga ada ditugaskan oleh dosen membuat model bangunan di komputer. Mulai dari yang 2D hingga 3D. Kami dibebaskan untuk menggunakan software yang ada untuk modelling arsitektur. Meskipun saya baru ditugaskan untuk mengikuti langkah – langkah yang ada di buku, tetapi tetap saja saya belajar dan melatih keterampilan saya. Ini adalah contoh pencerminan dari Techne, di mana saya melatih keterampilan menggambar dan modelling. 

Dalam keseluruhan, konsep Nous dengan empat kebajikan utamanya yaitu Episteme, Phronesis, Sophia, dan Techne, memberikan kerangka kerja yang komprehensif untuk pendidikan arsitektur. Kadar Nous ini pastinya akan berbeda pada setiap diri mahasiswa, meskipun begitu Nous ini tetap berperan penting bagi mahasiswa. Mahasiswa arsitektur dipersiapkan untuk menjadi arsitek yang tidak hanya terampil dalam merancang bangunan, tetapi juga memiliki pemahaman mendalam tentang sejarah arsitektur, etika dalam desain, peran arsitektur dalam masyarakat, dan keterampilan teknis yang kuat. 

Pentingnya konsep Nous dalam pendidikan arsitektur adalah bahwa itu tidak hanya menciptakan arsitek yang kompeten, tetapi juga individu yang memiliki pikiran terbuka, bertanggung jawab secara sosial, dan kreatif. Mahasiswa arsitektur yang memahami keempat kebajikan Nous mampu menggabungkan pengetahuan, etika, kebijaksanaan, dan keterampilan untuk menciptakan bangunan yang tidak hanya fungsional dan indah, tetapi juga memiliki dampak positif pada masyarakat dan lingkungan. 

Ketika mereka merancang bangunan, mereka mempertimbangkan aspek keberlanjutan, merancang untuk masa depan yang lebih baik. Mereka juga memahami pentingnya memelihara warisan budaya dan sejarah dalam desain mereka. Dengan demikian, mereka membawa konsep Nous ke dalam praktik mereka, menciptakan bangunan yang mencerminkan pengetahuan, etika, kebijaksanaan, dan keterampilan mereka. 

Dalam dunia yang terus berubah, di mana tantangan lingkungan dan sosial semakin mendesak, arsitek yang terlatih dengan prinsip-prinsip Nous memiliki peran yang sangat penting. Mereka bukan hanya merancang bangunan, tetapi juga berkontribusi pada pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif. Mereka menghubungkan masa lalu dengan masa depan, membawa kebijaksanaan Nous ke dalam karya mereka, dan menciptakan dunia yang lebih baik bagi semua. Dengan pemahaman mendalam tentang Episteme, Phronesis, Sophia, dan Techne, mahasiswa arsitektur tidak hanya siap menghadapi tantangan dunia nyata, tetapi juga memiliki potensi untuk mengubah dunia melalui desain dan kontribusi mereka pada masyarakat dan lingkungan. Prinsip-prinsip Nous menjadi panduan yang kokoh dalam membimbing generasi arsitek masa depan menuju kebijaksanaan dan keunggulan intelektual yang sejati. 

avatar Realrich Sjarief

Oleh Realrich Sjarief

Founder of RAW Architecture

Tinggalkan komentar