Perjalanan masa remaja biasanya menjadi kisah yang lekat di memori setiap orang. Mulai dari manis hingga pahit pengalaman hidup satu per satu mulai dilalui dalam rangka pendewasaan untuk menempuh hidup yang lebih bermakna di kemudian hari. Menjadi mahasiswa baru adalah salah satunya, walaupun dalam kasus saya, Universitas Bina Nusantara adalah gerbang kedua yang saya masuki setelah sebelumnya pernah menempuh pendidikan dalam jenjang yang setara di manca negara, lebih tepatnya negara Jerman.
Kehidupan seorang mahasiswa tentu berbeda dari yang pernah dialami selama sekolah dasar. Menempuh pendidikan di universitas bukan sekedar memperdalam ilmu atau mencari gelar hanya untuk mengejar status akademik yang dinilai tinggi bagi kebanyakan orang. Lebih dari itu, sejatinya kita sebagai individu membiasakan diri untuk mengolah pikir dan rasa demi dipergunakan untuk kebermanfaatan sosial dan memaknai hidup yang lebih baik. Menyambungkan pula dari terjemahan dasar filsafat, induk dari segala ilmu, yaitu mencintai kebijaksanaan. Maka dalam teori dan praktiknya, salah satu indikator keberhasilan utama sebagai mahasiswa adalah seberapa berpengaruh dampak baik yang dapat diberikan untuk perkembangan ilmu pengetahuan yang mengarah pada majunya peradaban manusia.
Tulisan ini saya mulai dengan sudut pandang pribadi mengenai makna menjadi seorang mahasiswa. Lalu dilanjutkan perkenalan diri dan rekam jejak singkat dari beberapa titik pengalaman yang menjadi milestone dalam kehidupan saya pribadi. Poin terkait tujuan hidup dan bidang arsitektur akan menjadi sorotan utama demi menjaga arah tulisan yang sesuai dengan topik Introduction to Architecture. Di samping itu, saya menambahkan beberapa hal terkait Sustainable Development Goals sebagai contoh yang akan dikaitkan langsung dengan ilmu STEM.
Nama saya Daffa Tyora Hamedya, akrab dengan sapaan Daffa atau bisa juga dipanggil Hamedya. Saya lahir pada tanggal 12 April tahun 2002, di Kota Malang, salah satu kota besar di Jawa Timur yang terletak di selatan Ibu Kota Provinsi Surabaya. Saya anak tengah dan satu-satunya laki-laki dari 3 bersaudara. Ayah saya seorang dokter, konsultan bedah lebih spesifiknya. Ibu saya seorang karyawati di salah satu institusi keuangan di Indonesia. Sedari kecil, sekitar usia 10 tahun, saya biasa hidup sehari-hari hanya bersama ibu, kakak, dan adik saya, karena ayah saya berdinas di rumah sakit di luar kota yang cukup jauh, sehingga hanya bisa pulang di akhir pekan. Sayangnya, tepat ketika saya memulai studi di luar negeri, ayah saya pindah kerja di Kota Malang dan bisa berkumpul bersama keluarga inti kembali. Keadaan ini seakan menjadi garis waktu yang tidak menyenangkan karena kebersamaan yang tidak bisa saya dapatkan sebagai bagian dari sebuah keluarga. Dari kondisi ini pula, saya seperti tidak memiliki sosok panutan yang bisa dicontoh secara langsung untuk berkembang khususnya sebagai seorang laki-laki yang baik.
Lompat jauh pada pengalaman hidup rantau di negeri asing. Sendiri sudah menjadi hal yang lumrah bagi saya, bahkan menjadi salah satu ciri kepribadian. Namun demikian, tetap saja mandiri adalah hal yang berbeda. Bertahan hidup di suatu tempat yang asing bersama orang-orang asing pula memberikan banyak pelajaran kehidupan berharga. Jika perlu diringkas, maka hal paling penting bagi saya adalah bagaimana dalam proses ini selalu mengarah pada hasil kemajuan terhadap kecerdasan emosional. Ketika kita sebagai manusia meluangkan waktu yang cukup untuk mengenali diri sendiri dan sekitar, pada waktu itulah kita bisa menyadari tujuan hidup masing-masing yang sebenarnya. Hal ini bisa dimanifestasikan untuk pribadi maupun ke orang lain dalam konteks berempati.
Adapun menurut saya pribadi, salah satu cara untuk bisa membantu menentukan tujuan hidup adalah dengan memaknai nama diri kita sendiri. Hal tersebut didasarkan oleh keyakinan bahwa nama yang diberikan oleh orang tua adalah doa atau harapan yang diamanahkan kepada kita ketika lahir ke dunia ini. Sebagai contoh nama saya sendiri secara singkat artinya pembela kebenaran atau kebaikan. Dari nama ini, apapun hal yang menjadi target dalam hidup saya akan dilandasi oleh sikap menjunjung tinggi nilai kebenaran dan kebaikan. Kemudian, hal abstrak ini dapat saya urai kembali pada konteks inteligen atau kecerdasan secara umum. Benar dan salah dalam ranah kecerdasan intelektual. Baik dan buruk dalam lingkup kecerdasan emosional. Maka dari itu, tujuan hidup saya adalah untuk mencerdaskan diri sendiri dan orang lain secara intelektual dan emosional sebagai upaya untuk memajukan peradaban manusia yang penuh dengan manfaat.
Dari uraian sebelumnya, mengetahui tujuan hidup memang membuat saya lebih terarah dalam menentukan aktivitas yang perlu dikerjakan sehari-hari. Namun, bukan berarti jalan untuk mencapainya menjadi mudah, karena selalu ada ujian baru yang berada di depan. Titik terendah sebetulnya saya alami ketika mencoba menggapai tujuan tersebut. Pada waktu usia 19 tahun ketika berkuliah di Jerman, saya mulai mendirikan organisasi independen bernama COM, akronim dari company and community. Organisasi ini bertujuan untuk menjadi wadah bagi mahasiswa Indonesia khususnya agar dapat berelasi tanpa batas wilayah sebagai opsi sarana pengembangan diri di luar kegiatan akademis pada umumnya. Lebih spesifik yaitu company dalam bidang kewirausahaan (ekonomi bisnis) dan community dalam bidang kepemimpinan (politik hukum). Ada saat di mana saya bersama kurang lebih 150 orang yang tergabung dalam tim telah selesai dalam merumuskan setiap target yang ingin dicapai dalam program kerja masing-masing. Namun, masalah muncul dalam tahap eksekusi. Pada puncaknya, terjadi perpecahan besar yang dipicu oleh beberapa hal dan saya pribadi menerima efek buruk secara langsung karena semuanya otomatis menjadi tanggungjawab saya sebagai pemimpin. Singkatnya, hal ini berefek pada kehidupan saya pribadi sampai kepada kondisi kesehatan yang menjadi sangat buruk baik fisik maupun mental. Hingga pada akhirnya, karena kondisi kesehatan yang sangat parah dan telah melalui serangkain proses medis di Jerman, saya terpaksa mengambil keputusan untuk kembali pulang dan melanjutkan perawatan di Indonesia. Alasan paling sederhana yang bisa saya ungkapkan adalah bahwa saya tidak ingin memberi beban terlalu berat pada keluarga yang selalu khawatir ketika menunggu kabar dari jauh dan tidak bisa berbuat apapun secara langsung.
Satu tahun di Indonesia, saya berada dalam kondisi medis khusus dan hanya bisa melakukan aktivitas yang terbatas sembari perlu rutin mengonsumsi obat. Dokter juga mengharuskan saya berada dalam kondisi yang tenang, karena fungsi tubuh saya berkurang secara drastis. Perlu waktu dalam hitungan bulan untuk bisa mengembalikan kemampuan berpikir saya secara normal. Karena semua hal tersebut, ada satu keputusan yang diberikan bahwa saya tidak boleh melanjutkan kuliah atau kegiatan yang perlu berpikir sedemikian rupa untuk sementara waktu. Hal ini membuat saya seakan kehilangan motivasi dan intensi untuk menggapai tujuan hidup saya. Dunia akademis yang sangat saya pedulikan harus terhenti untuk waktu yang lama.
Pada pertengahan tahun 2023 barulah saya bisa kembali memulai aktivitas dalam standar normal manusia. Tanpa berpikir panjang, saya memutuskan untuk kembali masuk jenjang perkuliahan dan tibalah sekarang saya menjadi bagian dari Universitas Bina Nusantara. Saya memilih jurusan arsitektur berdasarkan tujuan jangka panjang pribadi untuk mampu mendalami ilmu filsafat lingkungan. Dimulai dari ilmu tata ruang atau planologi dan lebih spesifik terhadap ranah arsitektur. Sehingga dalam perjalanan saya di arsitektur, green building menjadi salah satu hal yang ingin saya pelajari secara mendetail. Ketertarikan saya terhadap arsitektur juga dilandasi alasan kecocokan pribadi terhadap bidang ilmu yang bersifat lebih general dibanding spesifik. Menjadi seorang yang expert generalist lebih sesuai dengan prinsip saya dalam menempuh pendidikan tingkat lanjut.
Perihal ilmu yang bersifat lebih horizontal dibandingkan vertikal juga saya terapkan selaras dengan pengetahuan saya terhadap Sustainable Development Goals. Menurut analisa saya dalam beberapa bulan ke belakang, ada setidaknya 10 dari 17 poin SDG yang berkaitan erat dengan ilmu STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics). Poin-poin yang saya maksudkan adalah Zero Hunger; Good Health and Well-Being; Clean Water and Sanitation; Affordable and Clean Energy; Industry, Innovation and Infrastructure; Sustainable Cities and Communities; Responsible Consumption and Production; Cilmate Action; Life Below Water; Life on Land. STEM sendiri adalah ilmu yang erat kaitannya dengan ilmu lingkungan atau ilmu pasti yang menjadi minat dan bakat saya sejak awal. Jika melihat dari sudut pandang makro misalnya, dari segi tata ruang kita tidak hanya berfokus pada poin spesifik terkait pemerataan pembangunan, tapi juga bagaimana kita mengatur agar sektor-sektor vital bisa diposisikan di tempat yang sesuai.
Pada kesempatan kedua saya untuk berkuliah ini, saya yakin ilmu dan pengalaman yang pernah saya dapatkan bisa menjadi modal utama dalam jalan kesuksesan yang saya pilih lewat arsitektur. Saya percaya bahwa bukan tujuan hidup saya sebelumnya yang salah, hanya masalah prioritas untuk bisa lebih efisien dan efektif dalam menyelaraskan kegiatan akademis dan non-akademis. Saya bertekad untuk memodifikasi organisasi independen yang saya dirikan sebelumnya agar lebih bisa mendukung pilihan saya di program studi arsitektur. Tujuan dan nilai organisasi saya rumuskan berdasarkan poin-poin STEM yang tercantum dalam Sustainable Development Goals. Riset, pengembangan, dan proyek akan dilakukan beriringan dengan kurikulum yang telah ditetapkan oleh Universitas Bina Nusantara. Strategi dan inovasi dibuat dalam rangka memberikan solusi atas permasalahan yang ada pada dunia arsitektur, tata ruang, dan lingkungan hidup.
Sebagai penutup dari essay singkat ini, kembali saya ingin menuliskan simpulan singkat. Bahwa menjadi mahasiswa, artinya kita berusaha untuk selalu aktiv dalam proses mengolah pikir dan rasa untuk digunakan ilmunya dalam rangka memajukan peradaban manusia. Pengertian ini searah dengan tujuan hidup saya yang didedikasikan dalam dunia ilmu pengetahuan, khususnya untuk berkontribusi dalam perkembangan kecerdasan intelektual dan emosional. Hal ini akan saya capai melalui kurikulum akademis program studi arsitektur Universitas Bina Nusantara. Dan sebagai tambahan, saya sebagai mahasiswa akan bersikap proaktiv dalam menginisiaisi dan merealisasikan ide serta konsep yang pernah dan akan terus saya kembangkan bersama sesama rekan terkhusus dalam bidang arsitektur, tata ruang, dan lingkungan hidup.