Kategori
Teaching Tugas 2 - Reflection

Ghina Syifa Nabila – Reflection

Bagi saya, Nous memiliki arti pemikiran manusia yang berakal dan memberikan kesan spiritual didalamnya. Tetapi dalam arsitektur, nous merujuk kepada aspek penting dalam perumusan kebijakan dan desain arsitektur yang mengacu kepada pemahaman mendalam, pengetahuan atau intuisi yang dimiliki oleh arsitek atau perancang terkait dengan proyek arsitektur tertentu. “Nous” melibatkan lebih dari sekedar keahlian teknis. Maksud dari keahlihan teknis adalah pemahaman yang lebih dalam tentang konpleksitas yang ada dalam menciptakan ruang fisik yang berfungsi, berkelanjutan dan berarti. 

Pemahaman mendalam mencangkup berbagai aspek. Pertama, “nous” mencakup pemahaman mendalam tentang lingkungan fisik, termasuk topografi, iklim dan sumber daya alam. Seorang arsitek yang memiliki “nous” memahami berbagai aspek-aspek ini yang dapat mempengaruhu desain dan bagaimana menciptakan bangunan yang dapat berbaur dengan lingkungan sekitarnya. Kedua, “nous” juga mencangkup pemahaman tentang konteks budaya dan sejarah dimana proyek tersebut berada. Ini termasuk memahami nilai-nilai budaya, warisan arsitektur, dan identitas lokal. Seorang arsitek yang memiliki “nous” mampu menggabungkan elemen- elemen ini ke dalam desain yang menghormati dan memperkaya konteks budaya. Selain itu, “nous” mencakup pemahaman tentang aspek sosial, termasuk bagaimana desain bangunan mempengaruhi kehidupan sehari-hari masyarakat. Ini melibatkan pertimbangan seperti keamanan, aksesibilitas dan kualitas hidup penghuni. Pentingnya “nous” terletak dalam kemampuannya untuk menciptakan solusi arsitektur yang melebihi sekedar pandangan teknis atau estetika. Ia memungkinkan arsitek untuk mengambil keputusan yang lebih berkelanjutan dan relevan, memungkinkan bangunan untuk menjadi bagian yang harmonis dalam lingkungan fisik dan sosialnya. Dengan “nous”, arsitek dapat menciptakan karya yang tidak hanya estetik, tetapi juga berdampak positif pada kehidupan masyarakat dan menjaga keberlanjutan lingkungan. Intinya, “nous” adalah pemahaman mendalam dan pencerahan yang memandu pengambilan keputusan dalam arsitektur, memastikan bahwa desain dan kebijakan mencerminkan kebutuhan, nilai, dan tujuan yag lebih besar dalam menciptakan ruang yang bermakna dan berdampak positif bagi masyarakat dan lingkungan. Noun sendiri didalamya terdiri dari 4 elemen, yaitu Techne, Phronesis, Episteme, Sophia. 

Elemen pertama yaitu Techne, Techne adalah yang merujuk pada seni, keterampilan, atau keahlian dalam menciptakan sesuatu, termasuk desain arsitektur. Konsep techne menyoroti aspek teknis dan keterampilan yang diperlukan dalam proses perancangan dan pembangunan bangunan. Dalam arsitektur, techne melibatkan penerapan ilmu pengetahuan, matematika, teknik, dan keterampilan seni untuk merancang dan membangun bangunan yang berfungsional, estetis, dan berkelanjutan. Ini mencangkup pemahaman tentang bahan bangunan, struktur, tata letak, dan aspek-aspek teknis lainnya yang diperlukan untuk menciptakan bangunan yang aman, efisien, dan sesuai dengan tujuan dan kebutuhan penggunanya. Techne juga mencerminkan bagaimana arsitek menggunakan alat dan teknologi modern dalam perancangan arsitektur, seperti perangkat lunak desain komputer, perhitungan struktural, dan teknologi konstruksi yang canggih. Ini memungkinkan mereka untuk mengoptimalkan desain menganalisis dampak lingkungan, dan merancang bangunan yang ramah lingkungan. Namun, techne bukan hanya tentang aspek teknis semata. Hal ini juga melibatkan unsur seni dan kreativitas dalam mengekspresikan visi desain. Seorang arsitek dengan techne yang baik mampu menggabungkan keahlian teknik dengan visi estetis, menciptakan bangunan yang indah dan bermakna. Dalam perkembangan arsitektur modern, techne telah menjadi semakin penting dengan adanya tuntutan untuk menciptakan bangunan yang efisien energi, berkelanjutan dan beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Ini menuntut arsitek untuk terus memperbarui pengetahuan teknis mereka dan mengintegrasikan teknologi terbaru dalam desain mereka. Dengan demikian, techne adalah konsep sentral dalam arsitektur yang mencerminkan perpaduan antara aspek teknis dan seni dalam proses perancangan dan kontruksi bangunan. Hal ini menggambarkan keterampilan dan keahlian yang diperlukan dalam menciptakan lingkungan binaan yang memenuhi kebutuhan manusia sambil menghadiahkan nilai estetis dan berkelanjutan. 

Elemen kedua ada Phronesis, Phronesis adalah kebijaksanaan praktis atau pengetahuan moral yang digunakan dalam pengambilan keputusan etis. Dalam konteks arsitektur, phronesis memainkan peran penting dalam memastikan bahwa desain dan praktik arsitektur memenuhi nilai-nilai etis, keberlanjutan, dan tujuan sosial. Dalam praktik arsitektur, phonesis melibatkan kemampuan seorang arsitek untuk memahami implikasi estis dari keputusan desain mereka. Ini mencangkup pertimbangan etika dalam hal seperti aksesbilitas, keselamatan, dan kualitas lingkungan. Seorang arsitek yang memiliki phonesis yang baik mampu memutuskan dengan bijak bagaimana memenuhi kebutuhan klien dan masyarakat sambil menghormati nilai-nilai etis. Selain itu, phonesis uga berhubungan dengan kebijaksanaan dalam hal keberlanjutan. Ini mencakup pemahaman tentang dampak lingkungan dari desain dan material bangunan, serta bagaimana menciptakan bangunan yang berkelanjutan dari sudut pandang ekologis. Phonesis memungkinkan seorang arsitek untuk memilih solusi yang ramah lingkungan dan meminialkan jejak karbon dalam hal tujuan sosial, phonesis juga dapat mencakup pemahaman tentang bagaimana desain bangunan dapat memengaruhi komunitassekitarnya. Ini melibatkan pertimbangan seperti bagaimana bangunan tersebut dapat berkontribusi pada kualitas hidup dan keberlanjutan masyarakat, serta cara membangun hubungan yang baik dengan komunitas yang terkena dampak. Dengan kata lain, phronesis adalah kemampuan seorang arsitek untuk mengintegrasikan aspek estika, keberlanjutan, dan tujuan sosial dalam praktik arsitektur mereka. Ini memastikan bahwa desain dan praktik arsitektur tidak hanya efektif dari segi teknis, tetapi juga mendukung nilai-nilai etis, keberlanjutan, dan keseahteraan masyarakat. Dengan memiliki phronesis, arsitek dapat mengambil keputusan yang bijak dalam menciptakan lingkungan binaan yang lebih baik dan lebih manusiawi.

Elemen ketiga ada Episteme, Episteme adalah pengetahuan yang sistematis, ilmiah dan teoritis. Dalam konteks arsitektur, episteme mencerminkan pemahaman mendalam tentang prinsip-prinsip teoritis yang mendasari desain dan praktis arsitektur. Episteme melibatkan pengetahuan yang bersifat universal dan abstrak, yang dapat membentuk landasan bagi pengambilan keputusan dalam perancangan bangunan. Ini mencakup pengetahuan tentang sejarah arsitektur, teori arsitektur, estetika, serta prinsip-prinsip desain yang telah berkembang dari waktu ke waktu. Dengan pemahaman episteme, seorang arsitek dapat merujuk pada pengetahuan teoritis untuk menghadapi tantangan desain. Mereka dapat mendasarkan keputusan desain mereka pada dasar-dasar ilmiah dan teoritis yang telah terbukti. Ini dapat memungkinkan mereka untuk menciptakan solusi yang lebih kokoh, berdasarkan pemahaman yang mendalam tentang sejarah, budaya, dan teori yang relevan dalam arsitektur. Episteme juga mencakup pemahaman tentang perkembangan teknologi dan inovasi dalam arsitektur. Ini mencakup pengetahuan tentang material bangunan terbaru, teknik konstruksi canggih, dan perkembangan dalam teknologi digital yang memengaruhi desain arsitektur. Dengan pemahaman ini, seorang arsitek dapat memanfaatkan perkembangan teknologi terbaru untuk menciptakan bangunan yang lebih efisien dan inovatif. Selain itu, episteme juga dapat membantu arsitek dalam memahami tren dan perubahan dalam arsitektur yang berkembang seiring waktu. Mereka dapat merancang bangunan yang relevan dengan tuntutan aman dan memahami bagaimana arsitektur berkontribusi pada isu-isu kontemporer seperti keberlanjutan, keamanan, dan kualitas lingkungan. Dengan demikian, episteme adalah konsep yang penting dalam arsitektur karena membentuk dasar pengetahuan teoritis yang membimbing desain dan praktik arsitektur. Ini memungkinkan arsitek untuk menggabungkan aspek teori, sejarah, teknologi dan inovasi dalam penciptaan bangunan yang relevan dan bermakna dalam lingkungan mereka.

Elemen terakhir ada Sophia, Sophia adalah kebijaksanaan, kebijakan atau kecerdasan yang mendalam dalam perancangan dan praktik arsitektur. Dalam konteks arsitektur, sophia melibatkan pemahaman yang luas dan mendalam tentang aspek-aspek kompleks yang terkait dengan desain, termasuk aspek teknis, estetika, budaya dan etika. Sophia mencakup pemahaman tentang kebijaksanaan dalam menghadapi berbagai aspek desain arsitektur, termasuk pengetahuan tentang prinsip-prinsip arsitektur, sejarah arsitektur, dan teori desain. Ini memungkinkan seorang arsitek untuk merancang bangunan dengan dasar pengetahuan yang kuat, memanfaatkan warisan arsitektur yang telah ada, dan mengabungkannya dengan gagasan-gagasan inovatif. Selain itu, sophia juga mencakup pemahaman tentang budaya dan konteks lokal dimana bangunan akan dibangun. Seorang arsitek yang memiliki sophia memahami bagaimana desain mereka dapat memengaruhi masyarakat dan budaya di sekitarnya, serta bagaimana menciptakan bangunan yang merespon kebutuhan dan nilai-nilai masyarakat tersebut. Pentingnya sophia juga terkait dengan etika dalam praktik arsitektur. Seorang arsitek dengan sophia yang baik mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan dari desain mereka dan berusaha untuk menciptakan bangunan yang etis, berkelanjutan, dan ramah lingkungan. Sophia juga mencerminka aspek estetika dalam arsitektur, yaitu pemahaman tentang keindahan dan harmoni dalam desain. Ini melibatkan kemampuan untuk menciptakan bangunan yang tidak hanya fungsional tetapi juga indah dan memuaskan mata. Dalam dunia arsitektur yang terys berkembang, sophia adalah kualitas yang penting bagi seorang arsitek. Ini memungkinkan mereka untuk merancang bangunan yang bukan hanya teknis, tetapi juga menginspirasi, berkelanjuran dan etis. Sophia mencerminkan kebijaksanaan dalam meciptakan lingkungan binaan yang bermakna dan berdampak positif pada masyarakat dan lingkungan. 

Cara menentukan kebijakan dalam praktik seorang arsitek melibatkan penerapan prinsip-prinsip techne, phonesis, episteme, dan sophia. Berikut adalah cara menentukan kebijakan untuk masing-masing dari empat aspek ini dalam praktik seorang arsitek. Yang pertama Kebijakan Techne, seorang arsitek yang memiliki akses ke teknologi terbaru dan keterampilan teknis yang mutakhir, ini melibatkan pelatihan berkelanjutan dan integrasi alat dan perangkat lunak desain terkini dalam praktik. Selanjutnya, arsitek yang menggunakan material dan teknik konstruksi yang ramah lingkungan dalam desain, ini dapat mencangkup persyaratan atau insentif untuk sertifikasi berkelanjutan. Selanjutnya, seorang arsitek yang menentapkan standar keamanan yang ketat untuk melindungi penghuni bangunan. Pastikan bahwa kualitas bangunan tidak dikompromikan demi efisiensi.

Yang kedua ada Kebijakan Phonesis, seorang arsitek yang menegakkan kode etik yang kuat dalam praktik arsitek untuk memastikan kebijaksanaan dalam pemenuhan nilai-nilai etis dan keberlanjutan. Selanjutnya, arsitek yang terlibat dalam dialog dengan komunitas dan pemaku kepentingan terkait dengan proyek arsitektur. Selanjutnya, arsitek yang mempertimbangkan dampak sosial dari desain arsitektur, seperti aksesibilitas dan kualitas hidup penghuni. 

Yang ketiga ada Kebijakan Episteme, seorang arsitek yang melanjutkan pendidikan mereka dalam teori arsitektur, teknologi, dan inovasi melalui pelatihan dan pengembangan profesional. Selanjutnya, arsitek yang mempelajari kajian kasus sejarah arsitektur untuk memahami prinsip-prinsip desain yang sukses. Selanjutnya, arsitek yang menekankan pentingnya integrasi teknologi terbaru dalam desain, termasuk BIM (Building Information Modelling) dan teknologi berkelanjutan

.

Yang keempat ada Kebijakan Sophia, seorang arsitek yang menciptakan budaya dimana kreativitas dan inovasi dihargai dalam desain arsitektur. Selanjutnya, arsitek yang menanamkan penghargaan terhadap keindahan dalam desain arsitektur dan dorongan eksperimen estetika yang inovatif. Selanjutnya, arsitek yang berfokuskan pada dampak budaya dalam desain, seperti pemahaman konteks budaya dan upaya untuk meresponnya.

Menurut saya, menetapkan kebijakan-kebijakan ini dalam praktik seorang arsitek akan membantu memastikan bahwa mereka memadukan dengan bijaksana aspek-aspek techne, phonesis, episteme dan sophia dalam setiap proyek mereka. Ini akan menciptakan lingkungan binaan yang lebih baik, berkelanjutan, etis, dan indah bagi masyarakat dan lingkungan.

avatar Realrich Sjarief

Oleh Realrich Sjarief

Founder of RAW Architecture

Tinggalkan komentar