Perkenalkan, nama saya adalah Glen Caleb Gunawan, dan sekarang saya sedang menempuh perkuliahan semester pertama di Universitas Bina Nusantara yang berlokasi di daerah Kemanggisan, Jakarta. Di universitas ini, saya mengambil jurusan Arsitektur yang berpusat di Kampus Syahdan. Kehidupan saya sebagai seorang mahasiswa adalah sesuatu yang baru dan berbeda dari yang sebelumnya. Saya ditantang untuk mengatasi berbagai macam permasalahan akademis maupun non-akademis. Saya juga ditantang untuk mengatur waktu saya yang dapat saya gunakan secara efisien untuk mengerjakan berbagai macam tugas dan tanggung jawab tanpa mengurangi waktu untuk beristirahat. Meskipun saya bertempat tinggal di Bekasi, saya menyewa sebuah ruangan kos untuk memudahkan akomodasi dan transportasi saya menuju kampus, sekaligus melatih kemandirian saya. Setelah saya melihat kurikulum jurusan Arsitektur di Bina Nusantara, saya merasa yakin bahwa ilmu yang saya dapatkan akan sangat berguna. Sebelumnya, saya berpikir bahwa arsitektur hanyalah sebuah ilmu yang mempelajari tentang desain dan konstruksi dari sebuah bangunan. Namun, setelah beberapa pemaparan materi dari dosen-dosen, saya menyadari bahwa ilmu arsitektur lebih dari hal-hal tersebut. Saya berharap bahwa Bina Nusantara dapat membantu saya dalam mewujudkan cita-cita saya menjadi seorang arsitek yang mempunyai karakter dan ilmu.
Kehidupan saya dimulai ketika saya terlahir di Jakarta pada 30 Maret 2005 dari kedua orang tua yang sangat menyayangi saya. Saya adalah anak kedua dari dua bersaudara, dan memiliki seorang kakak perempuan yang terlahir pada tahun 1999. Saya terlahir di keluarga yang berkecukupan, baik dalam kondisi finansial maupun sosial. Dari sejak saya lahir, saya bertempat tinggal di daerah Klender, Jakarta Timur sampai dengan umur 12 tahun, sebelum akhirnya saya pindah dan tinggal di daerah Bekasi Barat sampai dengan hari ini. Ayah saya bekerja sebagai karyawan swasta dan freelancer, sedangkan ibu saya adalah seorang ibu rumah tangga. Ibu saya sempat bekerja menjadi seorang audit di salah satu perusahaan bank di Indonesia. Menjadi seorang anak bungsu dalam hidup saya membuat saya jadi mempunyai keinginan untuk meneladani kakak saya, dari segi sikap maupun akademis. Bertumbuh besar dengan kakak saya, saya melihat ambisinya dalam mencapai cita-citanya menjadi seorang dokter gigi. Perjuangan tersebut dimulai dari mengikuti les untuk masuk ke dalam perguruan tinggi sampai di masa perkuliahannya, dimana dia menempuh 4 tahun perkuliahan dan 2 tahun koas sebelum akhirnya menjadi seorang dokter gigi. Saya menempuh pendidikan di satu lembaga pendidikan swasta Kristen yang ternama di Indonesia dari TK sampai dengan SMA. Bersekolah di lembaga swasta merupakan suatu pengalaman yang sangat berharga bagi saya, namun juga menjadi kekurangan karena saya tidak mendapatkan banyak kesempatan untuk berinteraksi dengan siswa di luar sekolah saya.
Setelah saya berulang kali mengambil tes MBTI (tes kepribadian), dapat disimpulkan bahwa saya adalah seorang ambivert yang lebih mengarah kepada extrovert. Terkadang tes MBTI saya menunjukkan kecenderungan saya kepada extrovert maupun introvert, namun perbandingannya sangat tipis, sehingga saya mengklasifikasikan diri saya sebagai seseorang yang suka berinteraksi dengan orang lain, namun saya juga dapat menjadi seseorang yang pendiam dan menjauhi keramaian untuk ketenangan. Saya menyadar bahwa saya adalah orang yang sangat menghargai seni dalam bentuk apapun. Saya menyukai seni abstrak maupun konkret. Di beberapa waktu liburan sekolah, saya pernah menyempatkan diri saya untuk mendatangi museum indoor dan outdoor, dan saya tidak pernah merasa begitu terhubung dan sekagum itu. Selain itu, saya juga sangat tertarik dengan bentuk-bentuk bangunan yang ‘out of the box’, seperti desain bangunan yang tidak mengikuti bentuk dasar, seperti sekedar kotak, persegi panjang, segitiga, dan lainnya. Seni lainnya yang menarik hati saya adalah seni musik. Saya telah mempelajari piano semenjak saya duduk di taman kanak-kanak. Orang tua saya memfasilitasi saya dengan membelikan saya piano dan menyekolahkan saya di salah satu yayasan musik ternama di Indonesia. Hal tersebut menghasilkan 3 kejuaraan yang saya ikuti dalam kurun waktu kurang dari 5 tahun. Salah satu diantaranya adalah saya memenangkan juara 2 pada Yamaha Piano Competition tingkat Nasional ketika saya masih berusia 8 tahun. Saya sangat menyukai bagaimana musik dapat mempengaruhi kondisi pikiran dan jiwa saya. Tidak ada satu hari dalam hidup saya dimana saya tidak mendengarkan musik, baik itu musik kontemporer maupun klasik. Genre yang saya sukai antara lain adalah musik klasik, pop, jazz, dan disco-pop. Fakta unik tentang saya adalah bahwa saya gampang terjebak di dalam suatu fenomena yang sering disebut sebagai ‘earworm’, dimana seseorang menjadi terus terngiang-ngiang akan suatu lagu. Hal tersebut mengakibatkan saya memiliki lagu kesukaan terberat yang berbeda-beda setiap bulannya, bahkan setiap minggu. Salah satu lagu yang berpengaruh dalam hidup saya adalah “Bohemian Rhapsody” yang dipopulerkan oleh Queen. Lagu-lagu lainnya yang berpengaruh dalam hidup saya adalah “Killer Queen” oleh Queen, “bad guy” oleh Billie Eilish, dan “Flowers” oleh Miley Cyrus. Artis favorit saya sekarang adalah Taylor Swift dan Billie Eilish.
Dikarenakan saya adalah orang yang gampang terinspirasi oleh kesuksesan suatu orang melalui karyanya, saat saya masih duduk di bangku kelas 8 SMP, saya mulai menciptakan, merekam, dan memproduksi sejumlah lagu bersama teman saya sebagai partner penulis lagu. Meskipun saya hanya mempunyai laptop dan microphone dari handphone, saya tetap dapat menghasilkan musik dengan kualitas yang tidak buruk. Tidak pernah terbayang bahwa hari perilisan lagu perdana saya akan menjadi salah satu momen yang melekat dalam hidup saya. Saya mendapatkan pengakuan dan penerimaan yang sangat baik oleh seluruh teman, kerabat, serta pendengar-pendengar saya dari seluruh dunia. Momen yang membahagiakan tersebut ditambah lagi ketika di saat yang bersamaan, saya mendapatkan centang biru di Spotify, serta Music Artist Badge di YouTube.
Terlepas dari hal tersebut, saya harus tetap memikirkan kemana arah kehidupan saya, dimana saya tidak bisa hanya berpegang kepada satu opsi karir. Saya kemudian memikirkan kembali peminatan saya. Satu-satunya hal yang tidak pernah hilang dari diri saya adalah kecintaan saya terhadap arsitektur. Minat saya terhadap arsitektur sudah dimulai dari awal sekolah dasar. Orang tua saya menceritakan bahwa dulu saya memiliki rasa ingin tahu yang lebih tentang arsitektur. Dulu, saya selalu membawa kotak pensil saya kemanapun saya pergi dengan harapan bisa menggambar. Saya pernah beberapa kali menggambar bangunan di balik kertas menu yang ada di meja restoran. Di antara tugas-tugas sekolah dan pekerjaan rumah, saya kerap kali mengisi waktu luang saya dengan menggambar berbagai macam bangunan beserta detailnya, puluhan denah tata kota, dan sebagainya. Beberapa hal yang memperlihatkan kecintaan saya dengan arsitektur adalah seperti mencatat setiap ketinggian bangunan yang ada di dunia dan memasukannya kedalam tabel Microsoft Excel, menyukai pengambilan fotografi arsitektur, dan saya merasa jeli dalam hal detail pada proporsi suatu desain. Hal-hal tersebut mungkin menjadi alasan yang kuat mengapa saya memilih kuliah jurusan arsitektur. Saya ingin mengasah lebih kemampuan saya dalam bidang arsitektur yang sudah ada di dalam diri saya sejak dahulu. Maka dengan itu, saya sangat berharap bahwa jurusan dan perguruan tinggi Bina Nusantara dapat membantu saya dalam mewujudkan hal tersebut. Meskipun saya tertarik dengan arsitektur, saya sebenarnya tidak bisa menilai sejauh apa saya mencintai arsitektur, karena saya tidak bisa dibilang tidak mencintai ataupun terlalu mencintai arsitektur. Saya telah mengetahui hal-hal dasar tentang arsitektur dan memiliki kemampuan visualisasi desain dan ruangan, namun saya belum banyak mengetahui hal-hal teoritis mengenai arsitektur serta hal lainnya yang lebih kritis dan expert seputar dunia arsitektur.
Saya memiliki banyak sekali tujuan hidup yang saya ingin capai, baik itu untuk diri saya sendiri maupun untuk orang lain. Tujuan hidup yang pertama untuk diri saya sendiri adalah menjadi orang yang bahagia luar dan dalam dengan cara apapun itu karena hanya saya sendiri yang dapat membuat diri saya bahagia. Kedua, belajar untuk menjadi orang yang lebih berani dalam berkomunikasi serta meningkatkan kepercayaan diri saya. Dan yang ketiga, seperti salah satu poin dari Binusian Values, saya ingin berusaha untuk mencapai keunggulan (Striving for Excellence). Namun, bersama dengan semua hal tersebut, tujuan hidup yang sekarang saya ingin raih untuk diri saya sendiri adalah menemukan dan menetapkan arah dan jati diri saya, mempertimbangkan keputusan pemilihan karir dan penghasilannya, serta memikirkan tentang kehidupan setelah kuliah, dimana saya tidak bisa bergantung terus kepada orang tua untuk membiayai saya, sehingga saya harus menentukan arah hidup saya sendiri sedari sekarang. Sedangkan, tujuan hidup saya untuk orang lain adalah menjadi orang yang bermanfaat, kontributif, dan menyenangkan, serta menjadi sosok yang disukai dan tidak disegani oleh orang lain. Saya selalu memiliki keinginan untuk menjadi seseorang yang menonjol dalam suatu komunitas namun tetap menjaga kerendahan hati, serta menjadi seseorang yang selalu diingat oleh kerabat dan teman saya. Dalam lingkup pekerjaan, saya ingin menjadi seorang arsitek yang dikenal ramah, memiliki pola pikir yang kompleks, serta memiliki desain yang unik. Sedangkan, dalam lingkup pertemanan, saya ingin menjadi seorang teman yang membuat ‘ruangan’ menjadi hidup atau ramai dengan kehadiran saya. Dari dalam diri saya, saya juga memang senang sekali menyebarkan kebahagiaan kepada orang lain.
Sampai dengan saat ini, saya memang belum mempunyai cerita yang terbilang unik dan menarik untuk didengar oleh teman saya ataupun cerita yang selalu diminta oleh kerabat saya untuk saya ulangi. Namun, saya adalah tipe orang yang menceritakan/membagikan sesuatu secara berlebihan (oversharing) ketika ditemukan dalam percakapan dengan seseorang yang saya rasa nyaman untuk berbagi. Hal tersebut menimbulkan munculnya berbagai macam cerita dalam satu perbincangan. Beberapa teman saya pernah menyebut saya sebagai “gudang topik” karena perbincangan yang terus mengalir ketika berbincang dengan saya. Sejauh ini, saya sangat bersyukur bahwa saya tidak mempunyai trauma atau kesedihan dalam kehidupan saya, dan saya berharap dan berdoa hal tersebut tidak mendatangi saya maupun orang lain.