Kategori
Teaching Tugas 2 - Reflection

Golfei Huang – Reflection

Bagi saya Nous itu sangat berpengaruh serta bekerja di dalam kehidupan perkuliahan saya. Hal yang saya bicarakan ini berkorelasi dengan pendidikan di dunia arsitektur, Nous itu sebuah konsep yang ada di dalam kehidupan sehari-hari setiap individu. Nous itu dibagi menjadi 4 kecerdasan yang terdiri dari Episteme, Phronesis, Techne, dan Sophia. Yang pertama merupakan kecerdasan Episteme, yang dimana Episteme ini merupakan daya tangkap seorang individu terhadap ilmu pengetahuan, dan ilmu pengetahuan ini memiliki pengaruh yang paling besar di kehidupan tiap individu, karena di dunia pendidikan tinggi kita ini kita itu bertujuan untuk mendapatkan ilmu bukan hanya sekedar nilai, nilai hanyalah sebuah angka namun ilmu pengetahuan itulah yang berdampak besar di kehidupan kita. Ilmu pengetahuan yang saya dapatkan semasa saya berkuliah tidaklah sedikit, ilmu pengetahuan inilah yang membantu saya dalam membuka pikiran saya akan dunia arsitektur yang lebih luas. Di pendidikan tinggi arsitektur ini saya mendapatkan ilmu pengetahuan itu lebih banyak belajar dengan metode mendengarkan, dan di pendidikan arsitektur itu saya tidak hanya mendapatkan ilmu pengetahuan dari dosen, saya juga dapat ilmu pengetahuan dari berbagai hal.

 Mulai dari pengalaman teman-teman saya, kakak tingkat saya, serta narasumber yang kemarin saya wawancarai yaitu pak Dana. Memang ilmu pengetahuan itu kita dapatkan dengan orang-orang yang mempunyai pengalaman yang mungkin belum pernah kita alami atau jelajahi, oleh karena itu ilmu pengetahuan itu merupakan hal yang paling besar dan kebanyakan kita itu belajar nya melalui cara mendengarkan dari orang-orang yang lebih berpengalaman. Ilmu pengetahuan ini sangat berdampak di kehidupan saya, semakin hari semakin lebih tau sedikit demi sedikit, dengan cara mendengarkan itu tadi. Ilmu pengetahuan bukan hanya soal matematis, atau penalaran dan lain sebagainya. Sama seperti arsitektur, arsitektur tidak hanya sekedar berbicara tentang tata ruang, bangunan, yang bersifat konstruktif, namun masih banyak elemen lainnya yang berhubungan dengan arsitektur

.

Ilmu pengetahuan bisa dari hal-hal kecil lainnya di luar akademis, tanpa adanya ilmu pengetahuan maka tidak akan adanya perkembangan cara pola pikir yang bermanfaat untuk kehidupan kita. Selanjutnya ada kecerdasan Phronesis, kecerdasan yang satu ini merupakan kecerdasan secara taktikal, praktik atau dalam hal bertindak. Phronesis ini pada umumnya dapat ditemukan di dunia praktik atau pekerjaan seperti magang dan lain sebagainya, yang dimana otomatis sangat berbanding terbalik dengan kecerdasan Episteme, yang dimana Episteme itu kita lebih banyak mendengarkan dari pengalaman dan mendapatkan ilmu pengetahuan tapi tidak melakukan praktik, dan Phronesis ini merupakan kecerdasan praktik yang dimana kita itu dilatih untuk bertindak atau melakukan sesuatu. Otomatis akan ada gap atau jarak antara pengajaran yang dilakukan di dunia pendidikan dengan dunia praktik atau dunia kerja. Dikarenakan di pendidikan tinggi arsitektur itu didominasi oleh gaya belajar dengan cara mendengarkan, maka dari itu kesempatan atau sebuah ruangan untuk belajar praktik dan taktikal itu tergolong kecil.

Kejadian seperti ini saya alami di pendidikan tinggi arsitektur, karena ada beberapa materi ajar yang disampaikan dan setelah saya pahami arsitektur itu tidak hanya sesimpel itu dan sangat berbeda di dunia kerja atau praktik nanti. Ibarat kita semasa perkuliahan masih diberi makan bubur terus menerus saat melaju ke dunia praktik kita diberi makan nasi dan lauk keras, otomatis kita akan kesusahan dalam hal tersebut. Di pendidikan tinggi arsitektur diajarkan itu bagaimana sebuah konsep terbentuk, sebuah bangunan itu terbentuk dari berbagai bentuk-bentuk dasar, namun kenyataan nya tidak semudah itu untuk mengimplementasikan hal tersebut ke dunia praktik atau kerja karena akan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi sebuah arsitektur itu terbentuk, bukan hanya dari perubahan bentuk-bentuk dasar yang disatukan. Pada awalnya memang pendidikan arsitektur itu bagi saya cukup rumit dan saya cukup kewalahan di awal-awal, dikarenakan saya masih awam dan tidak tahu apa apa tentang arsitektur, namun seiring berjalannya waktu dengan adanya Episteme tadi itu membantu saya, namun hal tersebut tidaklah cukup dikarenakan kurangnya latihan praktik yang dipakai di dunia kerja nanti atau disebut juga Phronesis. Maka dari itu di pendidikan tinggi arsitektur ada yang namanya simulasi studio atau bisa kita sebut sebagai stupa, beruntungnya di dalam dunia pendidikan ada Techne, yang menjadi sebuah simulasi dalam bentuk studio desain atau stupa, yang bantu dengan kuliah praktik agar dapat mencicipi sedikit bagaimana nanti dunia praktik itu bekerja.

 Di studio desain ini, para pelajar juga belajar untuk berpikir kritis serta mengembangkan ide-ide yang ada, dimulai dari merancang sebuah konstruksi yang dibilang masih tergolong kecil namun hal tersebutlah yang membantu para pelajar untuk menjadi lebih tahu hal-hal dasar dan hal dasar tersebutlah yang dapat menjadi pondasi utama untuk para pelajar terus berkembang ke arah yang lebih baik. Namun pembelajaran seperti ini itu terhitung opsional tergantung dari Universitas itu, karena setiap Universitas memiliki ciri khas nya masing-masing dalam melakukan proses belajar mengajar. Selanjutnya ada Sophia, Sophia merupakan keberanian dan kecintaan dalam berkarya, Sophia ini merupakan ranah yang lebih personal dan bersifat pribadi yang membentuk kecintaan dan keberanian dalam berkarya. Sophia ini lebih mengarah pada personal bagaimana kita bisa mengenali diri kita sendiri dengan baik, dan di situasi seperti ini kita bisa mencari sebuah role model yang mirip dengan kita. Yang bisa kita jadikan acuan, ataupun sebuah inspirasi dalam menciptakan karya-karya kita. Maka dari itu kita perlu kenal baik dengan diri kita terlebih dahulu agar kita bisa mencari sosok model yang lebih berpengalaman yang bisa membagikan pengalaman nya untuk kita jadikan sebuah acuan ataupun inspirasi kita dalam berkarya. 

Dengan demikian setelah kita dapat mengerti masing-masing elemen yang ada di Nous, kita harus mampu menyeimbangkan keempat elemen tersebut. Sebelum saya mengetahui konsep ini, jujur saja saya kehilangan arah dalam melakukan pendidikan di arsitektur, namun seiring berjalannya waktu saya mulai mencari cara dan menemukan pace saya dalam menjalani pendidikan arsitektur ini. Tentunya kadar Nous yang ada di setiap pribadi sudah pasti berbeda, namun hak tersebut lah yang bisa membantu kita melihat dari berbagai sudut pandang dari tiap individu.

Saya akan berbagi sedikit pengalaman saya, jujur pada saat awal memasuki pendidikan tinggi di arsitektur, saya merasa kewalahan dikarenakan saya tidak terlalu tahu dengan apa itu arsitektur. Jadi saya betul betul kosong pikiran saya tentang apa itu arsitektur, saya sangat ingat kali pertama saya sebelum menjalani perkuliahan di arsitektur, ada yang namanya TKH atau Temu Keakraban Himpunan yang diadakan oleh himpunan mahasiswa arsitektur. Sejak saat itu saya merasa sangat banyak hal yang tidak saya ketahui, dan banyak istilah-istilah baru yang membuat saya merasa tertekan dalam fase memasuki perkuliahan arsitektur. Saya betul-betul merasa down dan merasa takut akan tidak sanggup dalam menjalani perkuliahan di arsitektur, merasa bimbang dan merasa saya orang yang tidak kompeten dalam hal tersebut. Setelah memasuki perkuliahan pun saya masih merasakan hal yang sama, yang dimana saya masih selalu meragukan diri saya sendiri, saya sering merasa takut dan merasa tidak berkembang dalam melakukan hal-hal yang berkaitan dengan perkuliahan di arsitektur. 

Saya merasa saya sangat tertinggal jauh dibelakang teman-teman saya, mulai dari teknik menggambar, menggunakan software, pengetahuan tentang arsitektur dan lain sebagainya. Namun seiring berjalannya waktu, saya selalu mendapat support dan kata kata yang memotivasi diri saya dari kedua orang tua saya, dan saya perlahan menyadari bahwa saya itu hanya tidak percaya diri, dan saya hanya memerlukan waktu untuk menjadi lebih baik lagi kedepannya. Banyak hal yang saya dapatkan selama menjalani pendidikan arsitektur di Bina Nusantara, bukan hanya sekedar ilmu pengetahuan tentang arsitektur namun juga ada ilmu pengetahuan lainnya yang bisa membantu saya untuk mendevelop diri. Di binus ada beberapa mata kuliah yang saya anggap sangat membantu saya dalam proses pengembangan diri saya serta, mengembangkan pemahaman saya. Seperti Architectural Design, dan Introduction to Architecture. Mata kuliah ini berhubungan dengan hal Techne dan Episteme, yang dimana di mata kuliah Architectural Design atau kita sebut sebagai stupa itu lebih ke arah techne, karena disitulah kita dilatih untuk merancang untuk membangun sebuah konstruksi namun bukan hanya sekedar merancang semerta-merta begitu saja, namun banyak hal yang perlu diperhitungkan dimulai dari 3 aspek yang terdiri dari Venustas, Firmitas, dan Utilitas. Di stupa ini juga diajarkan untuk berpikir kritis, seperti kenapa bentuknya harus begini kenapa struktur nya begini, itu semua dibuat dengan sebuah alasan. Karena setiap hal yang dibuat pasti memiliki sebuah maksud. Masuk ke mata kuliah Introduction to Architecture, di mata kuliah ini saya mendapatkan sebuah insight lebih akan dunia arsitektur, mata kuliah ini membantu saya untuk memahami bahwa arsitektur itu tidak hanya sebuah part kecil, namun banyak part-part lainnya yang bisa berkorelasi dengan arsitektur yang tidak kalah penting. 

Saya juga mendapatkan tugas dari pak Rich untuk mewawancarai arsitek dan mencari role model. Hal tersebut semakin membuka mata saya, dan membantu saya mengembangkan pikiran saya. Pada waktu itu saya mewawancarai pak Dana yang saya jadikan role model, beliau menyampaikan pengalamannya berkarir di dunia arsitektur, serta menjalani pendidikan arsitektur itu sangatlah berkesan bagi saya. Dikarenakan beliau juga sempat struggle dalam menjalani perkuliahan arsitektur, dan hal tersebut tidaklah membuat beliau menjadi down namun beliau justru bangkit. Kadar Nous memang sangat mempengaruhi pribadi orang-orang, selama menjalani perkuliahan arsitektur selama kurang lebih sudah setengah semester, saya merasa banyak yang mempengaruhi insight atau pandangan saya akan suatu hal. Dikarenakan perbedaan Nous, tentu akan mempengaruhi cara berpikir juga, maka dari itu saya juga merasa tingkat Nous yang bervariatif pada tiap orang itu yang bisa membuat pola pikir kita semakin berkembang. Dari keempat elemen yang ada di Nous, kita harus mampu menyeimbangkan semuanya, dampaknya kepada kita jika kita berhasil menyeimbangkan Nous itu pun akan sangat bermanfaat dari aspek kehidupan kita, dan bisa juga untuk membantu orang-orang yang ada di sekitar kita.

avatar Realrich Sjarief

Oleh Realrich Sjarief

Founder of RAW Architecture

Tinggalkan komentar