Kategori
Teaching Tugas 2 - Reflection

 Jason Nathanniel Wang – Reflection

Bagi saya, semester pertama adalah awal dari perjalanan panjang menuju menjadi seorang arsitek yang kompeten. Pada awal kuliah, kami diperkenalkan kepada dasar-dasar arsitektur, konsep ruang, dan prinsip-prinsip desain. Sebagai seorang mahasiswa, saya menemukan diri saya terpesona oleh kemungkinan-kemungkinan yang tak terbatas dalam menciptakan ruang yang indah dan fungsional. Saya juga belajar untuk melihat dunia dengan mata yang lebih kreatif, memahami bagaimana bangunan memengaruhi kehidupan sehari-hari, dan merasa terinspirasi untuk menciptakan karya-karya yang dapat memperkaya lingkungan kita. Semua ini adalah langkah awal yang membawa saya ke dalam dunia arsitektur yang menarik, di mana saya bisa menggabungkan pengetahuan teknis dengan imajinasi kreatif untuk menciptakan solusi-solusi yang berdampak positif pada masyarakat dan lingkungan.

Dalam arsitektur, ini sendiripun saya bisa bagikan beberapa poin penting yang saya pelajari, yang menurut saya sangat penting jika ingin memahami, menguasai, dan menggeluti bidang arsitektur dengan baik, yaitu, Sophia, Techne, Pronesis, dan Episteme.

Yang pertama adalah pemahaman tentang Sophia atau kebijaksanaan, yang menurut saya memainkan peran penting dalam perkuliahan arsitektur. Kami diajarkan untuk perlu memahami prinsip-prinsip etika dalam desain dan konstruksi bangunan. Selain hanya sekedar menciptakan bangunan yang indah, kami harus mempertimbangkan dampak lingkungan, sosial, dan budaya dari proyek arsitektur kami. Kebijaksanaan ini membantu kami untuk mengambil keputusan yang benar-benar bermakna dalam desain arsitektur kami. Kami merasa bertanggung jawab untuk menciptakan bangunan yang tidak hanya berfungsi dengan baik, tetapi juga memperhitungkan berbagai aspek etis dalam pembangunannya.

Kemudian, Techne atau keterampilan praktis dalam merancang dan membangun bangunan adalah inti dari perkuliahan arsitektur. Kami diajar untuk perlu memahami teknik konstruksi, ilmu material, dan desain arsitektur. Ini bukan hanya tentang merancang bangunan yang tampak indah di atas kertas, tetapi juga tentang membuatnya menjadi kenyataan dengan menggunakan material yang tepat dan teknik konstruksi yang efektif. Saya juga harus mengembangkan keterampilan menggambar teknik, model 3D, dan perangkat lunak desain arsitektur. Ini adalah bagian integral dari Techne yang membantu kami untuk menjadi arsitek yang kompeten di masa depan. Kami belajar untuk mengkombinasikan imajinasi dan keterampilan teknis untuk menciptakan bangunan yang memenuhi kebutuhan fungsional dan estetika.

Selanjutnya, Pronesis adalah kemampuan yang sangat penting dalam perkuliahan arsitektur. Kemampuan ini berkaitan dengan kemampuan untuk membuat keputusan yang tepat dalam situasi yang sering kali kompleks dan bervariasi. Dalam konteks perkuliahan arsitektur, Pronesis membantu kami untuk mengambil keputusan yang bijak dalam merancang dan mengelola proyek-proyek arsitektur. Kami harus mempertimbangkan berbagai faktor seperti anggaran, waktu, kebutuhan klien, dan peraturan lingkungan. Pronesis membantu kami untuk mengintegrasikan pengetahuan kami dalam situasi praktis dan menjadi arsitek yang mampu mengatasi tantangan dalam dunia nyata.

Terakhir, Episteme adalah pengetahuan ilmiah yang penting dalam perkuliahan arsitektur. Episteme mencakup pengetahuan tentang teori arsitektur, sejarah arsitektur, dan konsep-konsep dasar yang menjadi dasar dari praktik arsitek. Kami belajar tentang perkembangan arsitektur dari masa lalu hingga masa kini, dan bagaimana teori-teori arsitektur dapat memengaruhi desain dan pembangunan bangunan. Pengetahuan ilmiah ini membantu kami untuk memahami alasan di balik keputusan desain, serta mengapa suatu pendekatan tertentu digunakan dalam suatu proyek. Episteme memberikan dasar yang kokoh bagi pemikiran kritis dan inovasi dalam desain arsitektur.

Dengan demikian, pengembangan empat elemen Nous dalam perkuliahan arsitektur, yaitu Sophia, Techne, Pronesis, dan Episteme, memainkan peran penting dalam membentuk kami menjadi arsitek yang komprehensif dan berpengetahuan luas. Kami belajar untuk melihat lebih dari sekadar estetika dalam desain, mempertimbangkan nilai-nilai etis, menggabungkan keterampilan teknis dengan visi kreatif, membuat keputusan bijak dalam situasi yang kompleks, dan memahami dasar-dasar teori arsitektur. Semua ini membentuk landasan yang kuat untuk memasuki dunia praktik arsitektur dan memberikan kontribusi positif dalam membangun lingkungan yang lebih baik dan berkelanjutan. Kekuatan empat elemen Nous ini memberi kami landasan yang kokoh untuk menghadapi tantangan di dunia nyata dan menjadi arsitek yang kompeten serta berpengaruh.

Dengan adanya semua noun ini, kita dapat meningkatkan kualitas diri kita sendiri, dan dapat membantu kita dalam masa perkuliahan kita, baik itu secara sosial maupun dalam bidang lainnya. Salah satu contohnya adalah bahwa kita lebih mudah berkomunikasi dengan orang-orang di sekitar kita, kita lebih percaya diri untuk bertindak, baik ketika ada masalah atau jika tidak ada masalah dalam belajar. Selain itu, kita juga bisa mengembangkan ilmu berdasarkan pengetahuan yang kita miliki.

Namun, selain 4 noun ini ada juga beberapa poin yang menurut saya penting agar diri kita menjadi lebih baik lagi yaitu Original Mind, Conventinal Mind dan Juga Dimensional Mind

Original mind adalah sebuah kemampuan batin yang memungkinkan kita untuk menggali dan memahami dengan mendalam esensi dari diri kita sendiri. Melalui pemahaman ini, kita mampu bersikap jujur terhadap diri sendiri ketika menilai apa yang kita telah capai dalam hidup dan menghadapi dengan bijak apa yang kita sebut sebagai rasa takut. Ini merupakan kemampuan untuk menjalani proses introspeksi yang mendalam dan membuka diri pada keterbukaan yang memungkinkan kita untuk terus berkembang secara pribadi dan spiritual.

Conventional mind adalah pendekatan yang berfokus pada bagaimana kita dapat menciptakan citra diri yang dapat diterima oleh masyarakat. Citra diri ini sering kali mengarah pada standar dan norma sosial yang umum diterima, yang mencakup bagaimana kita memandang diri kita sendiri dan bagaimana kita ingin dilihat oleh orang lain. Untuk mencapai citra diri yang sesuai dengan konvensi ini, kita sering kali berusaha untuk mencapai pencapaian materiil yang dianggap penting oleh masyarakat dan memilih berada dalam lingkungan sosial yang dianggap “layak” oleh norma-norma tersebut.

Conventional mind pada dasarnya membahas tentang pandangan kita terhadap masa depan. Bagaimana kita merencanakan dan merajut masa depan tanpa terlalu banyak kekhawatiran. Ini mencakup ide bahwa kita perlu memiliki imajinasi dan harapan bahwa ketika kita memandang ke depan, kita melihat diri kita menjadi lebih baik dari hari ini. Ini melibatkan pencarian passion dan kebahagiaan dalam hidup, sehingga kita dapat mencapai potensi penuh kita dan meraih kebahagiaan yang lebih besar di masa depan.

Dimensional mind merupakan sebuah konsep yang menggabungkan prinsip-prinsip dari original mind dan conventional mind. Dalam konsep ini, kesadaran mengenai pentingnya menikmati kehidupan saat ini, yang merupakan bagian dari kehidupan dimensi saat ini, sangat ditekankan. Kehidupan saat ini adalah titik fokus di mana kita memiliki kendali atas waktu dan sumber daya yang kita miliki.

Dalam dimensi ini, kita berhenti membandingkan masa lalu dan masa depan kita. Kehidupan saat ini adalah sumber kebahagiaan, karena kita memahami bahwa kebahagiaan sejati hanya bisa ditemukan dalam kondisi saat ini. Dengan menyadari bahwa kita hidup dalam saat ini, kita dapat menghentikan pikiran yang terlalu banyak terjerat dalam angan-angan yang belum terwujud dan juga trauma yang selalu ada. Hasilnya, muncul perasaan puas dan cukup dalam hidup kita.

Dalam perjalanan pengembangan diri kita, diperlukan usaha dan dedikasi yang besar untuk mencapai kesuksesan. Upaya ini mengarah pada pengembangan keterampilan dan kemampuan kita, dan ketika keterampilan ini terus ditingkatkan, kita mencapai pencapaian-pencapaian pribadi yang lebih besar dalam hidup kita. Dengan demikian, upaya yang konsisten dalam pengembangan diri adalah kunci untuk mencapai kesuksesan dan pencapaian pribadi yang signifikan.

Berikut adalah cerita saya ketika saya melakukan wawancara dengan seorang arsitek yang dimana 4 noun ini menurut saya terdapat didalam semua proses-proses saya dalam mewawancarai arsitek ini.

Ketika saya mendapat tugas wawancara yang mengharuskan setiap mahasiswa mewawancarai seorang arsitek dan menjadikannya sebagai model, awalnya saya bingung dengan tugas tersebut. Namun, saya memutuskan untuk mengambil tindakan untuk mendukung pelaksanaan proyek ini. Pilihan ini menunjukkan phronesis, kebijaksanaan praktis untuk melakukan hal yang benar. Saya memutuskan untuk memilih arsitek yang saya sukai dan ingin saya wawancarai.

Dalam proses ini, saya merasakan perlunya keberanian, yang merupakan bagian dari diri Sophia. Keyakinan ini mendorong saya untuk melakukan hal-hal yang diperlukan untuk menyelesaikan proyek ini. Setelah memilih arsitek, langkah selanjutnya adalah menjadwalkan wawancara. Metode ini melibatkan penggunaan techne, yaitu pengetahuan dan keterampilan teknis dalam melakukan wawancara. Wawancara ini merupakan pintu gerbang menuju pemahaman yang lebih dalam tentang visi dan kebutuhan proyek, serta kesempatan untuk berkolaborasi dengan arsitek yang dipilih untuk menciptakan desain yang memenuhi harapan dan tujuan kami.

Sebelum wawancara, saya berusaha mempersiapkan diri dengan baik agar wawancara berjalan dengan baik dan lancar. Saya menghabiskan beberapa menit sebelum wawancara untuk mempersiapkan beberapa pertanyaan yang akan saya ajukan dan aspek lain untuk didiskusikan. Ini adalah contoh techne, dimana saya berlatih dan mendorong peningkatan keterampilan teknis saya dengan menerapkan pengetahuan tersebut. Hari pertemuan wawancara pun tiba dan wawancara dilakukan secara online melalui aplikasi Zoom. Saya merasa saya perlu mencoba menerapkan langkah-langkah teknis ini untuk memastikan semuanya berfungsi dengan baik. Pada saat wawancara, saya mencoba untuk melakukan noun episteme, yaitu upaya untuk mendapatkan wawasan dan pemahaman dari arsitek yang saya wawancarai.

Saya mendengarkan baik-baik perkataannya, mencoba memahami setiap bagian pesan yang disampaikannya. Pertanyaan berlanjut hingga akhir wawancara, dimana saya berterima kasih kepada arsitek yang telah meluangkan waktu untuk diwawancarai oleh saya. Ini menunjukkan kebaikan dan rasa hormat terhadap orang lain. Selama wawancara ini berlangsung, saya merasa wawancara ini merupakan pengalaman yang berharga bagi saya. Saya tidak hanya memperoleh pengetahuan berharga dari seorang arsitek yang saya kagumi, tetapi saya juga dilatih di berbagai bidang seperti phronesis, Sophia, techne, dan episteme. Wawancara ini telah membantu saya dalam pengembangan pribadi dan pemahaman saya tentang dunia arsitektur.

Karena tindakan saya, baik dalam pemilihan arsitek, maupun dalam persiapan wawancara dan ketika sedang mewawancarai seorang arsitek. Saya rasa tugas ini membantu saya meningkatkan kemampuan saya dalam komunikasi dan teknologi. Yang menurut saya, semua hal ini merupakan hal yang penting dalam perjalanan saya sebagai mahasiswa BINUS dan calon arsitek dimasa depan.

avatar Realrich Sjarief

Oleh Realrich Sjarief

Founder of RAW Architecture

Tinggalkan komentar