Nama saya Jassica Machdalena Machlon, saya lahir di Tanjung Pinang yang terletak di Kepulauan Riau namun saya harus pindah ke Batam disaat saya berumur enam tahun di karenakan ada urusan kerjaan papa saya yang harus membuat kita pindah semua kesana. Saya lahir pada hari Rabu, 29 Januari 2003. Saya adalah anak ke – empat dari lima bersaudara. Saya mempunyai 3 kakak perempuan dan 1 adik laki – laki. Kami kakak beradik memiliki keturunan dayak dan juga jepang. Suku dayak datang dari mama saya, dan darah jepang datang dari papa saya. Umur kami kakak beradik berjarak jauh. Para kakak – kakak saya sudah memiliki keluarga sendiri sehingga tersisa saya dan adik saya yang masih duduk di kelas satu smp yang masih harus di tanggung oleh orang tua saya. Kakak pertama dan kakak kedua saya tinggal di Kalimantan dan di Singapura. Saya, kakak ketiga, dan adik saya tinggal di jakarta. Meskipun kami bertiga di sama – sama di jakarta, kami tidak tinggal bersama dikarenakan saya harus tinggal di kos karena tempat tinggal saya jauh dengan tempat kampus saya. Tetapi bukan karena kami tinggal di tempat berbeda kami menjadi menjauh, melainkan kami semakin menyatu dengan kakak – kakak saya yang jauh disana.Setiap hari kami selalu berbicara lewat video call maupun voice call untuk menanyakan kabar, menanyakan keadaan, dan lain lain.
Saya terlahir di keluarga yang sangat hangat yang dimana saya dan saudara – saudara saya tumbuh dengan penuh kasih sayang dari kedua orang tua saya. Jarang sekali kami anak – anak nya melihat kedua orang tua kami bertengkar di karenakan mereka berdua cukup sibuk dengan pekerjaan mereka masing – masing dan kami pun melihat orang tua kami sebagai panutan kami supaya kami juga bisa mendapatkan calon atau pun pasangan hidup seperti kedua orang tua kami nanti nya.
Saat pertama kali kami pindah ke pulau Batam, semuanya terasa asing karena saya dan kakak – kakak saya masih belum familiar dengan tempat tersebut. Tetapi lama kelamaan kami mencoba untuk beradaptasi perlahan – lahan sehingga kami akhirnya nyaman dengan tempat tinggal kami yang di Batam itu. Lalu lahir lah adik saya , yang satu – satu nya anak laki – laki di keluarga saya. Kami sangat amat menyayangi dia karena selama ini kami mengharapkan sebuah adik laki – laki, begitu juga dengan kedua orang tua kami yang mengharapkan sebuah anak laki di keluarga kami. Jarak umur saya dan adik laki – laki saya yang bungsu adalah delapan tahun. Cukup jauh umurnya, tetapi kami sangat lah dekat.
Selama saya duduk di bangku SD, saya selalu mengikuti ekstrakurikuler seperti taekwondo, basket, dance , dan yang terakhir pemain drama di setiap adanya event atau pun pentas seni. Saya juga sering mengikuti lomba seperti lomba menggambar, lomba mewarnai di karenakan saya mempunyai hobi menggambar dan juga mewarnai.
Lalu saat saya duduk di bangku SMA, saya mengikuti ekstrakurikuler seperti basket,dance dan saya juga mengikuti organisasi OSIS pada masa itu. Saya sangat enjoy sekali dengan momen itu, namun semua nya berubah saat ada nya virus covid 19. Semua kegiatan saya sangat amat terbatasi pada saat itu di karenakan sekolah juga tidak boleh tatap muka seperti biasanya. Saya dan yang lainnya sangat amat sedih karena seharusnya SMA adalah momen yang sangat dinanti – nantikan semua anak remaja pada saat itu. Jadi mau tidak mau kami semua harus mengikuti pelajaran melalui zoom. Saya ingat sekali kalau itu adalah saat saya duduk di bangku SMA kelas satu semester dua.
Lalu disaat masa masih adanya virus covid 19, saya dan kawan saya masih mengikuti kegiatan ekstrakurikuler basket dari sekolah meskipun ekstrakurikuler tersebut semakin sedikit peminat nya di karenakan masih rawan penyakit. Di saat saya mengikuti ekstrakurikuler tersebut, saya merasa bahwa kaki saya ada yang tidak beres. Tetapi saya anggap remeh saja karena saya kira cuman mungkin terkilir biasa akibat saya sering jatuh saat kegiatan basket. Namun lama kelamaan saya merasa kalau tiap hari, sakit nya semakin terasa, saat itulah saya melapor ke kedua orang tua saya dan besok nya pun mereka memaksa saya untuk pergi health check up di Johor Malaysia. Saya kira mungkin cuman sakit biasa , namun ternyata salah. Ketika saya mendengar hasil diagnosa yang diberikan dokter tersebut ke saya dan kedua orang tua saya, kami semua kaget dan di saat itu juga saya melihat kedua orang tua saya meneteskan air mata lalu memeluk saya dengan sangat amat erat. Pertama saya tidak terlalu peduli dengan hasil diagnosa tersebut, namun di karenakan saya melihat reaksi dari orang tua saya, saya pun akhir nya penasaran dengan hasil nya dan hasil diagnosa yang diberikan oleh dokter tersebut adalah Osteosarcoma atau bisa juga disebut dengan kanker tulang. Reaksi pertama kali saat saya mendengar tersebut adalah kaget dan juga denial. Karena di keluarga saya tidak ada yang memiliki penyakit turunan seperti kanker. Namun, saya pun tertampar oleh kenyataan ketika dokter tersebut menyuruh orang tua saya menandatangani sebuah formulir bahwa saya harus mengikuti terapi seperti chemotherapy di rumah sakit johor, Malaysia.
Di hari itu juga, saya sama sekali tidak mempunyai semangat atau pun selera dan nafsu untuk makan. Orang tua saya dan juga saudara – saudara saya selalu memberi saya semangat dan juga selalu berdoa supaya tidak ada hal yang tidak di inginkan di keluarga kami. Sejak itulah saya semakin rajin beribadah, berdoa , dan mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Namun, meskipun saya sudah melalukan itu semua, pikiran di otak dan juga hati saya sangat amat tidak tenang karena saya tahu, jikalau sudah memiliki penyakit itu, persen untuk hidup adalah sedikit apalagi saya memiliki jenjis kanker yang bisa dibilang sangat ganas namun di karenakan saya check up lebih awal, saya masih di stadium pertama yang masih bisa diatasi. Hari pertama kali saya mengikuti chemotherapy adalah hari dimana saya berulang tahun ke 16 tahun. Saya sangat sedih sekali karena saya garus melakukan perawatan yang intensif di hari yang dimana saya seharusnya pergi bersama dengan keluarga dan juga dengan teman – teman saya sambil tertawa, bercerita , dan melakukan hal – hal yang menyenangkan hati saya di hari ulang tahun saya. Tetapi saya malah harus meniup kue ulang tahun saya yang ke enam belas di rumah sakit. Ketika saya meniup kue tersebut, hati dan pikiran saya tercampur aduk antara sedih dan juga terharu. Sedihnya karena saya menjalankan chemotherapy di hari ulang tahun saya, terharu nya karena masih ada keluarga saya yang masih meng – support saya dan rela mengambil cuti kerja mereka demi merayakan ulang tahun saya sekalian juga dengan berkumpul bersama di hari pertama kali saya menjalankan chemotherapy. Pasien – pasien yang ada disana pun juga ikut merayakan hari ulang tahun saya dan saya pun menjadi makin terharu. Pertama kali saya menjalankan chemo, pikiran saya sudah kemana – mana. Lalu seminggu setelah chemo, mulai lah dampak setelah chemo datang. Rambut mulai rontok, muntah setiap hari , tidak ada selera makan , dan lain lain. Saya malu sekali untuk keluar rumah maka dari itu, teman saya pada masa itu hanya internet. Semua anggota keluarga saya selalu memberi saya semangat setiap saat dan setiap waktu. Mereka tidak pernah mengeluh ketika menjaga saya namun mereka malah memanjakan saya dengan kebaikan. Lalu setelah ketiga kali nya saya menjalankan chemo, akhirnya saya pun diputuskan untuk melakukan pembedahan operasi di bagian tulang paha sampai di tulang lutut.
Di saat itu, saya takut sekali karena saya tidak mau ada hal yang tidak di inginkan namun karena saya tidaj bisa apa – apa, saya cuman bisa meminta pertolongan dari Tuhan dengan berdoa dan pasrah. Sebelum saya memasuki ruangan operasi, semua nya memeluk saya dengan erat lalu kami semua berdoa bersama supaya operasi saya berjalan dengan lancar dan akhirnya memang lancar operasi tersebut. Keluar dari ruang operasi, saya masih terbaring dan tidur karena obat bius yang diberikan. Dan ketika saya sudah bangun, saya ingat bahwa kedua orang tua saya memegang kedua tangan saya dengan erat. Lalu selama satu minggu full itu,saya dijaga oleh kakak saya dan juga oleh kedua orang tua saya. Mereka menjaga saya dengan penuh kasih sayang. Namun di saat itu, papa saya akhirnya terbaring sakit dikarenakan terlalu memikirkan saya sehingga papa saya sendiri pun tidak menjaga tubuh dia dengan sehat. Papa saya selalu baring di samping saya sambil berkata bahwa saya harus semangat menjalankan hidup saya dan diberikan banyak sekali amanah. Lalu seminggu kemudian, akhirnya papa saya di panggil oleh Tuhan dan meninggalkan saya,kakak – kakak, adik, dan juga mama saya. Momen tersebut sama sekali tidak bisa saya lupakan karena momen itu adalah kami sekeluarga mendapatkan trauma yang sama sekali tidak bisa kami lupakan. Saya sangat menyesal karena saya belum bisa membanggakan papa saya, saya juga belum menunjukkan kepada papa saya kalau sekarang saya sudah survive dari kanker ini.
Saya sangat amat terpuruk karena yang seharusnya selama saya menjalankan proses chemotherapy aman – aman saja, tetapi saya malah mendapatkan berita duka dari papa saya sendiri. Saya menjadi tidak ada lagi semangat hidup ketika mendapatkan kejadian tersebut tetapi saya ingat amanah dari papa saya sebelum dia pergi, bahwa saya harus semangat dan membuktikan kalau saya bisa kalahkan kanker ini. Lalu dua tahun setelah saya menjalankan proses seperti chemotherapy, radiotherapy, dan pergi berkonsultasi dengan psychiatrist akhirnya semangat untuk hidup saya kembali lagi. Mama saya sangat bangga sekali dengan saya karena saya berjuang terus sampai akhir.Lalu sebelumnya amanah yang diberikan oleh papa saya adalah bahwa saya harus menjadi dokter supaya saya bisa merawat banyak orang yang memerlukan bantuan dan karena kakak – kakak saya semua berprofesi sebagai dokter juga. Namun saya berpikir bahwa passion saya tidaj ada di bidang obat obatan atau pun hal yang berbau dengan medical makan dari itu saya ingin mengikuti jalan papa saya sebagai arsitektur.
Saya sangat tertarik dengan jurusan arsitektur karena papa saya juga dulu nya adalah seorang arsitek, dan mama saya adalah seorang kontraktor maka dari itu, saya sudah sedikit familiar dengan struktur struktur bangunan dan juga material. Sejauh ini, yang membuat saya sangat mencintai arsitektur adalah karena saya ingin mengikuti jalan papa dan mama saya di bidang ini.
Tujuan hidup saya untuk diri saya sendiri adalah saya ingin menjadi sukses, tidak perlu memikirkan tentang keuangan, dan membanggakan keluarga saya.Tujuan hidup saya untuk orang lain adalah saya bisa membantu orang lain sebisa mungkin tanpa adanya unsur paksaan dan mengerjakan nya dengan senang hati.