Kategori
Teaching Tugas 2 - Reflection

 Muhammad Daniel Ardani – Reflection

Bagi saya Nous adalah kapasitas ; kemampuan mengembangkan pemahaman, kecerdasan dan kemampuan memperoleh kecerdasan intelektual. Apa itu kecerdasan intelektual? Kecerdasan atau Intelligence Quotient atau IQ adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan kepribadian dan pemikiran yang mencakup berbagai kemampuan seperti kemampuan berpikir, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir jernih, memahami gagasan, menggunakan bahasa, memahami dan belajar. Kecerdasan erat kaitannya dengan kemampuan intelektual seseorang. Kadar Nous setiap manusia dapat berbeda-beda satu sama lain sebab kemampuan dalam memahami, memecahkan masalah, mengembangkan pemahaman seseorang berbeda-beda. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan seseorang akan memiliki kadar Nous yang sama. Sebagai contoh saya dengan sahabat saya memiliki kemampuan yang berbeda dalam memahami materi pembelajaran, sangat mudah bagi saya memahami materi yang berkaitan erat dengan sains seperti biologi, fisika, kimia, matematika, dan lain sebagainya sedangkan sahabat saya tidak mudah untuk cepat mengerti materi yang berkaitan erat dengan sains. Dia dengan sangat cepat memahami materi yang berkaitan erat dengan ilmu rumpun sosial seperti ekonomi, sosiologi, geografi, sejarah, dan lain sebagainya. Tidak menutup kemungkinan juga bahwa ketika kami ingin memecahkan suatu masalah kami memiliki kesamaan solusi untuk memecahkan masalah tersebut. Nous juga dapat dipahami sebagai pikiran intuitif sebagai pusat keseimbangan intelektual yang bijak, deskriptif, artistik, dan praktis. 

Selain itu Nous merupakan sebuah konsep dari filsafat ternama Aristoteles yang menganggap bahwa pengetahuan dan keterampilan sebagai definisi kebajikan -manusia bukan hanya sekadar kebenaran sederhana tentang keindahan rasional, akan tetapi kualitas yang menginspirasi kreativitas dan mampu membuat seseorang menjadi cemerlang-. Nous sangat berkaitan erat dengan Episteme, Phronesis, Techne, dan Sophia. Apa yang membuat Nous berkaitan erat dengan ke-empat kecerdasan tersebut? karena keseimbangan ke-empat kecerdasan tersebutlah yang membentuk sebuah Nous. Selain itu ke-empat kecerdasan tersebut bukan untuk dilihat siapa yang lebih pintar namun kecerdasan di sini sebuah kapasitas yang membuat seseorang mampu dalam membuat pilihan-pilihan yang benar. Sebagai contoh ketika saya wawancara seorang arsitektur beliau berkata bahwa kita belajar arsitektur tidak hanya untuk tahu arsitektur tetapi mampu membuat pilihan-pilihan dalam membuat desain. Episteme atau ilmu pengetahuan memiliki porsi paling besar sebab di dalam dunia pendidikan, kita lebih banyak belajar dengan mendengarkan. Selain itu Episteme merupakan keleluasan ilmu dan ide dengan menjelajahi batas-batas pengetahuan dalam arsitektur saat ini. 

Pertanyaan tentang pengetahuan adalah pertanyaan tentang batasan. Wacana umum yang beredar penuh batasan antara mengetahui atau tidak mengetahui. We know what we know, we know what we don’t know, we don’t know what we don’t know, and what is often missed is: we don’t know what we know. Dalam arsitektur pun episteme mengenai batas, arsitektur pun merupakan salah satu cabang ilmu dari banyak nya ilmu-ilmu di dunia perkuliahan, materi dan karya para arsitek yang peduli terhadap bentuk dan fungsinya. Kecerdasan juga merupakan suatu jenis aktivitas berpikir jadi kita harus pegang teguh hal itu. Tingkat kecerdasan dan pengetahuan ini pada akhirnya juga merupakan tanda kepercayaan diri dalam menghadapi situasi di masa mendatang. Selain itu juga pengetahuan terkait dengan pengalaman, pengalaman pun yang menjadi guru pertama kita dan mungkin sekaligus sebagai guru terakhir kita sebelum ajal menjemput kita dari muka bumi ini, Kita juga sebagai manjsia belajar dengan cara mencari tahu, mencari pemahaman, mencari kebijaksanaan, mencari apapun selagi menambahkan broaden knowoledge kita dari orang lain. Sebagai contoh, misalnya dalam kehidupan mahasiswa arsitektur, kita sebagai mahasiswa arsitektur pasti dekat dengan cara mencari sebuah preseden atau mendapatkan desain. 

Pertanyaannya adalah bagaimana kita sebagai mahasiswa arsitektur tahu bahwa preseden itu merupakan preseden yang indah dan fungsional? Berdasarkan hal tersebut, maka apa yang kita pikirkan sebagai mahasiswa arsitektur dan anggap sebagai preseden yang indah dan fungsional merupakan desain yang indah dan fungsional. Selain itu ketika saya wawancara dengan seorang arsitek, beliau sempat mantion mengenai broaden knowledge atau memperluas wawasan dengan beliau waktu itu ngabantuin apa saja disuruh ini disuruh itu kan soalnya beliau selalu paling muda -selalu paling kecil- jadi dianggapnya paling anak-anak, jadi beliau ketika itu disuruh buat poster karena ada acara, beliau hanya menjawab “iya pak iya bu”. Walaupun extra time beliau tetap mengerjakannya, walaupun mesti harus ngerjain tugas yang sangat takes time ya arsitektur gambar dan lain sebagainya bikin 3d, bikin autocadnya, tapi beliau coba sempet-sempetin mau kontribusi, beliau seneng aja dan tapi lama-lama ternyata ada gunanya. Beliau ketemu lebih banyak orang, beliau mendengar cerita di sana-sini ternyata ada yang arsitek bener ada yang arsitek tapi spesialisnya project rumah-rumah, spesialisnya project rumah sakit, ada yang hotel, ada yang apa. Beliau ketemu bapak ibu dari mana-mana yang sangat senior dong ya -pasti ya- atau mas mba yang mungkin tetap masih muda tapi orang-orang itu juga udah pengalaman, beliau dapet input ini itu ini itu, beliau jadi punya broaden knowledge karena mendengar hal itu. 

Phronesis merupakan kecerdasan taktikal dalam bertindak, tetapi di dalam dunia akademisi yang didominasi oleh mendengarkan, hanya ada sedikit peluang untuk melatih kecerdasan, hal ini yang menciptakan kesenjangan antara kurikulum universitas dengan dunia praktis. Selain itu juga Phronesis sebuah gaya strategis yang menggunakan kebijaksanaan berdasarkan pengetahuan dan prinsip-prinsip yang masuk akal dan bijaksana dalam mempertimbangkan kepentingan pribadi sekaligus mempertimbangkan kepentingan umum. Sebagai keterampilan strategis, Phronesis hanya dapat diperoleh melalui latihan situasional -karena kebijaksanaan dasar memberinya kedekatan dengan moralitas manusia. Phronesis erat dikaitkan dengan kemampuan mempersepsikan suatu situasi secara akurat, diikuti dengan kemampuan menganalisis situasi secara cerdas-. Manusia mengambil keputusan tentang apa yang harus dilakukan dan melaksanakannya dengan maksimal. Mungkin kalau kita kaitkan dengan arsitektur yang kerap erat dengan desain sebagai suatu aktivitas nyata banyak kaitannya dengan Phronesis baik dalam perencanaan maupun pekerjaan kontruksi, jelas bergantung pada kemampuan mengambil keputusan dalam situasi yang kompleks dan unik. Praktek penggunaan arsitektur juga mencakup Phronesis yang memanfaatkan ruang pada bangunan. Pada saat yang sama, praktik pemahaman arsitektur dapat dipahami sebagai suatu jenis rencana apresiasi yang dimaksudkan untuk membangun suatu hal yang benar yang akan menjadi dasar perencanaan dan pengorganisasian. Sebagai contoh ketika saya mewawancarai narasumber -seorang arsitek, kontraktor, lecturer, dan salah satu aktivis IAI Daerah Istimewa Yogyakarta- mantion mengenai melaksanakan apapun dengan maksimal. “Pokoknya kita maksimal aja deh dalam melakukan sesuatu itu aja sih yang aku pegang. Karena waktu engga bisa diulang kalau kita engga maksimal kita nyesel, jadi kalau misal gagal oke ada yang biasanya gagal itu adalah keberhasilan yang tertunda -iya- tapi kalau dari awal engga berusaha ya sama aja. Tapi kalau kita udah maksimal dan gagal itu mungkin ada faktor yang lain kayak tadi gitu mungkin oke saya percaya itu tapi bukan gagal karena sesuatu yang kita belum coba.” Itu lah yang beliau katakan ketika wawancara berlangsung dan beliaupun tidak sekali dua kali mantion kata maksimal. Beruntungnya di dalam dunia akademisi terdapat Techne yang dikembangkan dan diperkuat dengan kuliah praktik dan profesi. Meskipun studi ini dianggap opsional, kebijakan atau gaya pembelajaran setiap universitas berbeda-beda. Apakah Techne dapat disebut sebagai keterampilan? sejatinya Techne berkaitan atau berhubungan dengan seni atau keterampilan. 

Mungkin dalam bidang arsitektur Techne ada keterkaitan dengan keteknikan dan juga Techne secara suatu proses atau teknik yang digunakan, untuk mengembangkan ide atau informasi dengan lebih detail atau mendalam, serta mengetahui bagaimana membuat sesuatu yang sudah dipraktikkan terus menerus hingga menjadi mahir dalam titik sadar maupun bawah sadar. Jika kita mempertimbangkan, merancang, dan mengembangkan arsitektur dengan mengacu pada konsep Techne yang dipelajari secara cermat, maka Techne dapat memberikan dampak multidisiplin terhadap arsitektur. Techne tidak hanya memadukan aspek seni, aspek teknologi, dan aspek teknik, akan tetapi juga aspek lingkungan, sustainable, dan lain sebagainya. Sebagai contoh ketika saya wawancara dengan seorang arsitek beliau berkata “Saya memang suka karya arsitektur yang ada di Singapur, kenapa? karena mereka itu keindahannya dapet, fungsinya dapet, dan pemikiran yang few step forwardnya dapet. Jadi kadang kita arsitek indah-indah iya tapi kalau kita harus mikir fungsional kadang indahnya lupa, tapi kalau di Singapur kebanyakan yang saya lihat mereka bener-bener mikir tentang sustainable desain. Mereka memang bener-bener pikir bagaimana bangunan itu dari atas sampai bawah semua spacenya bisa berguna untuk mengsokong hidup manusia”. Itu lah yang beliau katakana kepada saya, dan ternyata menjadi seorang arsitek tidak hanya dilihat dari keindahan tetapi memikirkan apakah bangunan terseut akan berdampak baik kepada lingkungan sekitar atau malah memperburuk lingkungan sekitar. 

Sophia merupakan ranah yang lebih personal yang membentuk keberanian dan kecintaan dalam berkarya. Apakah Sophia dapat disebut sebagai Transformasi? Sophia dikaitkan dengan transformasi dan pemahaman serta bersifat reflektif -suatu kegiatan berpikir yang terarah, gigih, dan terus-menerus dengan mempertimbangkan secara seksama dalam penyelesaian masalah baru yang berkaitan dengan pengetahuan dan pengalaman lama yang telah diketahui untuk menentukan langkah yang berurutan dan saling terhubung- dan kebajikan ini bersifat teoretikal -menyusun abstraksi dari hasil-hasil penelitian-. Dalam bidang arsitektur, kebajikan teoretikal juga dapat dijumpai pada karya-karya arsitek dari early beginning > ancient Egypt architecture > Greece architecture > Rome architecture > middle age architecture > transition of middle age architecture > renaissance architecture > modern architecture > post modern architecture > deconstruction architecture. Dari penjelasan tersebut kita dapat mengetahui bahwa konsep kebajikan ini ada didalam kehidupan kita sehari-hari, terutama dalam konteks pendidikan arsitektur. Manusia juga harus membuat pilihan dan tindakan serta menurut Aristoteles rasionalitas sebagai fenomena jiwa biasanya rasionalitas kita mengetahui sebagai fenomena pikiran. Bagaimana manusia dapat membuat keputusan yang baik dalam menentukan pilihan dan bagaimana rasionalitas bekerja dengan baik? Dari situlah manusia belajar dengan tipe-tipe pengetahuan yang telah dijelaskan seperti Episteme, Phronesis, Techne, dan Sophia. Jika ke-empat pengetahuan tersebut dapat diinternalisis -penghayatan, pendalaman, penguasaan secara mendalam- maka orang itu akan memiliki wawasan yang kemudian digambarkan oleh Aristoteles sebagai Nous.

avatar Realrich Sjarief

Oleh Realrich Sjarief

Founder of RAW Architecture

Tinggalkan komentar