Kategori
Teaching Tugas 2 - Reflection

Raffi Wiratama – Reflection

Bagi saya, dunia perkuliahan arsitektur adalah sebuah perjalanan yang menarik yang membawa mahasiswa ke dalam dunia desain dan konstruksi bangunan. Dalam perkuliahan ini, mahasiswa belajar mengenai berbagai aspek yang terkait dengan arsitektur, seperti survey lokasi, perencanaan lokasi, konsep rancangan, dan estetika.

Mahasiswa arsitektur belajar untuk tidak hanya mendesain sebuah bangunan, namun juga bagaimana bangunan tersebut dapat berfungsi baik tanpa menghilangkan unsur estetika pada bangunan itu sendiri. Menggali pengetahuan tentang bagaimana bangunan di bangun, mulai dari gambar konsep hingga pembuatan maket. Selain itu, mahasiswa juga belajar tentang berbagai gaya arsitektur dari berbagai periode waktu sejarah.

Proses belajar ini tidak selalu mudah. Mahasiswa belajar untuk mendalami pengetahuan tentang cara menggabungkan elemen – elemen desain pada design arsitektur, teknik konstruksi pada teknologi bangunan, dan kreativitas untuk menciptakan bangunan yang memenuhi kebutuhan manusia. 

Dalam konteks ini, Nous, yang berasal dari tradisi ajaran Yunani kuno, memiliki peran yang penting. Untuk memahami peran filosofi nous dalam konteks arsitektur, kita harus menggali lebih dalam. Dalam arsitektur, nous berarti menggabungkan ide dan kreativitas dalam merancang sebuah bangunan.

Dunia perkuliahan arsitektur, kita belajar untuk memahami kebutuhan dan fungsi dari bangunan serta menciptakan desain yang sesuai dengan keadaan lingkungan sekitar. Nous membantu kita menggabungkan berbagai elemen ini dengan baik, menghasilkan bangunan yang dapat berfungsi maksimal namun juga tidak lupa dari segi estetik.

Selama kuliah, mahasiswa arsitektur belajar menganalisis data, merencanakan konsep, dan mengerjakan tugas – tugas arsitektur yang mencerminkan pemahaman mahasiswa secara tidak langsung mengenai nous. 

Terdapat empat bagian nous yang penting dalam pemahaman dunia arsitektur, yaitu episteme, phronesis, techne, dan sophia. Kita akan menghubungkan konsep – konsep ini dengan dunia arsitektur dan memberikan contoh – contohnya bila di implementasikan ke dunia arsitektur.

1.Episteme (Ilmu Pengetahuan)

Episteme adalah salah satu dari bagian nous. Episteme merupakan pengetahuan yang didasarkan pada fakta dan logika. Ini adalah pengetahuan yang bersifat universal dan objektif. Dalam konteks arsitektur, episteme mengacu pada prinsip – prinsip dasar desain yang kita pelajari pada mata kuliah desain arsitektur, teknik konstruksi pada mata kuliah teknologi bangunan, dan teori arsitektur. Contohnya adalah pemahaman tentang pondasi, dinding, dan kuda – kuda atap yang memungkinkan kita untuk merancang bangunan yang kokoh dan aman. Hal ini secara singkat menjelaskan bahwa proses pembelajaran di dunia perkuliahan menjadi salah satu contoh dalam episteme.

Episteme juga diperoleh karena adanya penelitian yang dilakukan dalam studi secara sistematis, didasarkan pada pengetahuan ilmiah dan menggunakan metode ilmiah dalam menganalisis data. Terdapat kuadran north (power), east (tradition), west (capitalism), south (socialism) dalam sebuah episteme.

Di perkuliahan saat ini, episteme memegang porsi paling besar diantara empat bagian nous lainnya. Karena dalam proses pembelajaran, mahasiswa lebih banyak mendengarkan materi – materi yang disampaikan. Sehingga bobot yang kita dapat tidak seimbang.

2.Phronesis (Taktikal dalam bertindak)

Phronesis merupakan kecerdasan taktikal dalam bertindak yang berkaitan dengan etika dan moral. Phronesis adalah kemampuan untuk membuat keputusan bijaksana berdasarkan pengalaman yang ada. Dalam dunia arsitektur, phronesis akan membantu seorang arsitek dalam membuat keputusan mengenai proyek – proyeknya, seperti bagaimana memperhatikan keberlanjutan lingkungan yang ada dalam mata kuliah sustainable architecture.

Phronesis dilatih untuk memimpin dan memahami dinamika tim serta sikap ketika mengambil keputusan bila berada di lapangan. Cara kita mengambil keputusan etis dalam keadaan kompleks menjadi peranan krusial bagi seorang arsitek. Karena terbiasa mengambil keputusan etis, lama kelamaan seorang arsitek akan muncul sikap impulsive, sikap dimana kita tidak lagi berfikir panjang mengenai sebuah keputusan. Hal ini timbul karena pengalaman yang sudah kita lalui contohnya seperti magang.

Namun di dunia Pendidikan, gaya belajar mendengarkan masih mendominasi seperti yang sudah dijelaskan pada episteme sebelumnya. Ruang untuk melatih kecerdasan taktikal sangat sedikit. Sehingga menimbulkan jarak antara pelajaran yang di dapat di universitas dan realita di dunia praktik.

Phronesis, secara konseptual, merujuk pada kemampuan seseorang untuk melakukan Tindakan dengan bijak dan taktik. Ini melibatkan pemahaman yang mendalam dan pola piker yang matang dalam menjalankan suatu Tindakan. Dalam dunia pendidikan, menurut pandangan saya, phronesis seringkali kurang ditekankan. Pendidikan cenderung fokus pada teori dan pemahaman tanpa memberikan cukup kesempatan untuk praktik.

Berdasarkan pemahaman yang telah saya peroleh, pendidikan tidak selalu mendukung pengembangan phronesis secara optimal. Ini bukan berarti pendidikan menghalangi seseorang untuk memiliki phronesis, tetapi lebih kepada kurangnya fasilitas untuk mengembangkan pemikiran dan pemahaman tersebut sehingga bisa diterapkan dalam kehidupan sehari – hari.

Mahasiswa yang memiliki phronesis cenderung lebih mahir dalam menghadapi situasi dengan cepat dan terorganisir, dan dianggap sebagai orang yang berpengetahuan dan bijak. Bagaimana seseorang menghadapi situasi dengan keteraturan dan ketertiban adalah inti dari konsep phronesis.

Dalam dunai arsitektur, phronesis sangat penting, terutama bagi seorang arsitek. Tanpa phronesis, perencanaan yang teliti dapat berantakan jika tidak dikelola dengan baik, terutama dalam situasi darurat yang tidak terduga. Ini menekankan pentingnya memiliki kemampuan taktis dan bijak dalam menghadapi situasi di luar perencanaan.

3.Techne (Simulasi studio)

Techne merujuk pada keterampilan praktis yang diperoleh melalui pelatihan dan latihan. Dalam arsitektur, techne melibatkan kemampuan fisik dan teknis untuk merancang dan membangun sebuah bangunan. Sehingga kemampuan hard skill dan soft skill bagi seorang arsitek harus selalu di tingkatkan dan di latih. Di dunia arsitektur, studio menjadi tempat, dimana kita bisa mengasah kemampuan kita. Tidak semua universitas memiliki fasilitas tersebut namun biasanya dari kebanyakan arsitek, bekerja dan khususnya berlatih hard skill di studio. Bila dijelaskan secara singkat, techne menerapkan ilmu yang sudah diajarkan dan menerapkannya di dunia nyata.

Techne adalah elemen fundamental bagi individu, karena mencakup dasar – dasar yang diperlukan untuk mengimplementasikan pengetahuan (episteme) ke dalam dunia professional. Secara umum, techne menjadi lebih terikat ketika seseorang memasuki dunia karir mereka. Techne berperan sebagai pelengkap terhadap keterbatasan phronesis. Dalam konteks pendidikan, techne memainkan peran penting dalam memudahkan pemahaman individu terhadap pengetahuan phronesis saat diterapkan.

Sebagai contoh, techne dapat ditemukan dalam praktik studio desain arsitektur. Dalam arsitektur, seorang arsitek harus memiliki tujuan perancangan dan melaksanakannya dengan menggabungkan pengetahuan teknis, baik dalam hal keterampilan “softskill” maupun “hardskill,” yang kemudian di implementasikan dengan presisi.

Ketika seseorang berhasil menguasai techne, dapat dianggap bahwa mereka telah mencapai tahap puncak pengetahuan yang mereka pelajari selama pendidikan mereka. Meskipun mengembangkan techne dapat dimulai sejak masa pendidikan, namun pengaplikasian praktis menjadi kunci untuk mendorong perkembangan techne individu.

4.Sophia (Keberanian)

Sophia adalah jenis pengetahuan yang mendalam dan berhubungan dengan pemahaman filosofis. Sophia merupakan ranah yang lebih personal yang membentuk keberanian dan kecintaan dalam berkarya. Dalam konteks arsitektur, sophia dapat ditemukan dalam pemikiran dan konsep – konsep yang menginspirasi desain arsitektur yang unik dan berbobot. Seorang arsitek mungkin menggunakan sophia untuk menciptakan karya – karya yang menggabungkan makna filosofis dengan estetika bangunan.

Sophia lebih fokus pada sifat individu dan bagaimana seseorang dapat terus mendorong perkembangan pribadinya, terlepas dari profesi yang mereka gemari. Sophia melibatkan penggabungan prinsip dasar dengan pengetahuan yang mengikuti prinsip – prinsip tersebut. Pemahaman saya tentang Sophia adalah tentang bagaimana kita sebagai mahasiswa bisa memberikan makna pada hidup, menghargai, menikmati dan mencintai perncapaian kita, serta memahami makna hidup itu sendiri.

Sophia merupakan keyakinan yang mendorong mahasiswa untuk lebih memahami diri sendiri dan aspek – aspek lain dalam diri. Oleh karena itu, Sophia lebih menekankan aspek – aspek yang bersifat pribadi dan individual. Seseorang yang memiliki Sophia cenderung memiliki keyakinan diri yang kuat dan dapat menikmati hidup. Kecintaan dalam berkarya menjadi motivasi yang mendorong mereka untuk mengekspresikan peraasan dan aspirasi dalam kehidupan.

Dalam konteks arsitektur, Sophia menjadi elemen fundamental bagi kehidupan pribadi seorang arsitek. Mencintai karya dan proses adalah hal yang sangat penting untuk mengasah keterampilan dan keberanian dalam mengungkapkan perasaan melalui karya seni. Selain itu, mahasiswa yang memiliki Sophia lebih mudah menerapkan kecerdasan episteme, phronesis, dan techne karena menikkmati apa yang meraka lakukan

.

Bagi saya sebagai mahasiswa arsitektur, episteme berarti pemahaman yang mendalam tentang prinsip – prinsip dasar dalam arsitektur yang saya pelajari, seperti struktur, material, estetika, dan fungsi. Saya diajarkan untuk memahami episteme untuk mengembangkan pengetahuan yang kuat. Saya harus belajar tentang Sejarah arsitektur, teori desain, dan metode konstruksi yang telah dipelajari sepanjang perkuliahan. Dengan episteme, saya dapat memahami mengapa beberapa gaya arsitektur berbeda – beda pada setiap negara sebagai salah satu contohnya.

Namun episteme juga menantang saya untuk selalu mencari pengetahuan yang baru. Memahami bahwa desain dan teknologi terus berkembang. Selain itu, dalam pandangan saya sebagai mahasiswa arsitektur, episteme juga berbicara tentang tanggung jawab dalam merancang sebuah bangunan. Saya harus mempertimbangkan dampak lingkungan dan sosial dari desain saya. Dengan memahami episteme ini, saya dapat menjadi mahasiswa arsitek yang lebih berpengetahuan, kreatif, dan bertanggung jawab.

Sebagai seorang mahasiswa arsitektur, saya dapat mengembangkan phronesis dengan menggabungkan teori dan praktik. Hal ini melibatkan saya pembelajaran tentang prinsip – prinsip desain, teknik konstruksi, dan estetika, tetapi juga melibatkan pengalaman, seperti kunjugan ke lokasi site, menganalisis aktivitas yang ada, dan pembuatan konsep sesuai dengan aktvitas pada lokasi tersebut. Phronesis juga membuat saya untuk terus berpikir kritis, mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan dari sesain saya.

Dalam arsitektur, phronesis juga dapat membantu saya menghindari kesalahan desain yang tidak efisien. Hal ini membuat saya untuk merancang bangunan yang lebih kreatif, nyaman, dan paling penting fungsional. Selain itu, phronesis membantu saya berkontribusi menciptakan bangunan yang memenuhi kebutuhan masyarakat.

Selanjutnya techne, bagi saya dalam kehidupan mahasiswa arsitektur, techne mencerminkan kemampuan saya dalam merancang dan membangun bangunan di dalam studio kampus sebagai contohnya. Techne melibatkan penerapan pengetahuan dan keterampilan yang saya pelajari dalam desain dan teknologi bangunan. Saya di latih untuk menggunakan keterampilan saya tidak hanya dalam bentuk pengetahuan saja, namun juga di kolaborasikan dengan praktik di studio. Dengan cara itulah saya sebagai mahasiswa dapat melatih kemmapuan hardskill saya. Melalui kombinasi yang terjadi antara pengetahuan dan keterampilan yang seimbang, saya dipersiapkan untuk melatih kemampuan saya sebelum memulai karir di dunia kerja.

Dan terakhir adalah Sophia dalam kehiduapan saya sebagai mahasiswa arsitektur. Sophia memiliki arti mendalam pada perjalanan saya sendiri seorang mahasiswa arsitektur. Bagi saya, Sophia mengacu pada kebijaksaan atau pengetahuan dalam dunia arsitektur dan desain. Sophia adalah teman setia yang membimbing saya dalam menciptakan karya arsitektur dan fungsi bangunan yang memenuhi kebutuhan manusia.

Sophia mengajarkan saya untuk berpikir lebih tentang segala hal yang saya kerjakan. Sebagai mahasiswa arsitek, saya perlu memahami bahwa setiap rancangan memiliki dampak pada lingkungan dan masyarakat. Sophia mengingatkan saya untuk tidak hanya berfokus pada estetika visual, tetapi juga pada prinsip – prinsip etika dan keberlanjutan. Sehingga, saya perlu menjadi mahasiswa yang bijaksana dalam mengambil keputusan.

Selain itu, Sophia juga mengajarkan saya pentingnya kreativitas dan imanjiansi dalam merancang. Sebagai mahasiswa arsitektur, saya sering kali dihadapkan pada masalah kompleks yang memerlukan pemikiran kreatif. Sophia menginspirasi kita untuk berpikir dan menciptakan solusi yang inovatif.

Sophia juga mengingatkan saya bahwa pembelajaran dan pertumbuhan adalah proses selama saya hidup di dunia ini. Harus terus belajar dan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan. Sophia mengajarkan saya untuk mencari pengalaman, baik yang positif maupun yang negatif, sebagai bagian dari perjalanan pribadi saya dalam dunia arsitektur.

Pada akhirnya, filosofi nous adalah konsep filosofis yang memiliki empat komponen penting, yaitu episteme, phronesis, techne, dan sophia. Masing – masing komponen ini memiliki peran dan makna tersendiri dalam pemahaman saya khususnya sebagai mahasiswa arsitektur. Dalam kesimpulan, Nous menawarkan pandangan tentanf berbagai aspek. Episteme, phronesis, techne, dan Sophia mewakili dimensi berbeda dari pengetahuan dan pemahaman, mulai dari pengetahuan yang diperoleh dari pembelajaran, taktik dalam menyelesaikan masalah, praktik yang dilatih untuk meningkatkan keterampilan, serta bagaimana sikap pribadi kita dalam mengenal hal tersebut.

avatar Realrich Sjarief

Oleh Realrich Sjarief

Founder of RAW Architecture

Tinggalkan komentar