Kategori
Teaching Tugas 1 - Get to Know Your Self

Syekhan Dia Ulhaq – Get to Know Your Self

Nama ku Syekhan Dia Ulhaq. Aku lahir dan besar di Jakarta pada 1 Agustus 2004. Aku memiliki dua orang adik. Adik ku yang pertama laki-laki dan mengidap autisme. Seharusnya dia kelas 2 SMA kalau saja dia tidak austime. Walau tidak bersekolah di sekolah formal, dia tetap bersekolah di SLB. Lalu, adik ku yang kedua perempuan. Masih berusia 9 tahun, kelas 4 SD. Memang jarak kita berbeda 10 tahun, namun tidak menjadi halangan untuk kita dapat bersenda gurau. Kedua orang tua ku berprofesi sebagai dokter. Ibu ku seorang ketua divisi di salah satu puskesmas di jakarta. Sedangkan ayah ku di kementrian kesehatan.

Sejak kecil aku selalu mendapatkan pertanyaan; “kok anak dokter begini?”. ya, dulu aku bertolak belakang dengan kedua orang tua ku. Aku tidak suka hitung-hitungan (sekarang untuk yang berhubungan dengan arsitektur aku suka 😊). Aku tidak suka terlalu banyak menghafal, aku tidak suka bermain dengan logika, dan aku tidak suka apapun yang berhubungan dengan dunia kesehatan seperti jarum suntik, alat tensi, stetoskop atau apapun itu. Entah kenapa aku tidak suka akan hal-hal semacam itu. Yang aku sukai hanya menggambar dan membuat suatu kerajinan. Aku gemar sekali dalam hal yang memerlukan kreativitas. Dan sedari kecil aku juga mempunyai pemikiran bahwa, kemampuan dan bakat ku dalam menggambar dan menciptakan sesuatu harus aku kembangkan, karena aku mau berkutat dengan hal itu sepanjang hidupku.

Saat aku menginjak dunia SD, aku cenderung pemalu. Pada awalnya aku susah terbuka ke orang baru. Namun seiring berjalannya waktu, aku mendapat teman. Walau jumlahnya tidak banyak, tapi kita teman dekat. Kita sering bercanda ketika guru sedang menjelaskan pelajaran, sampai-sampai ibuku dipanggil kesekolah hanya karena aku terlampau berisik dikelas. Yang aku ingat waktu itu, aku hanya ingin menuangkan ide-ide dikepala ku. Jika tidak aku bagi ke teman dekat ku, aku menuangkan ide ku di buku tulis atau di buku paket pelajaran. Namun, itu tidak disukai guru ku dan tentu saja kedua orang tua ku. Tapi aku tidak perduli waktu itu. Yang aku inginkan hanyalah menuangkan ide ku. Lalu, ketika UN datang, jelas aku tidak mendapat nilai terbaik versi ku. Sebenarnya aku yakin aku bisa lebih dari itu, namun entah kenapa saat ujian aku tidak terlalu bisa mengerjakan ujian itu. Dan pada saat itu aku sadar. Ada sesuatu yang harus aku ubah.

Sesaat masa SD berlalu, aku beranjak ke SMP. Aku tidak bersekolah di SMP Negeri seperti yang ayah dan ibu ku inginkan. Aku ingin sesuatu yang baru. Aku ingin bebas. Aku ingin berkehendak atas kemauan ku sendiri tanpa ada yang bisa mengaturku. Aku ingin berubah menjadi orang yang lebih bebas. Maka dari itu, aku memilih untuk bersekolah di boarding school. Orang-orang menyebutnya sebagai pesantren moderen. Memang ada dua jenis pesantren yang ku tahu. Ada pesantren salafi, yang mengajarkan lebih banyak pelajaran agama dibanding pelajaran umum. Dan ada pesantren moderen yang mengutamakan pelajaran umum dan dibarengi dengan pelajaran agama. Sebenarnya, kedua orang tua ku terkejut atas pilihanku yang memilih pesantren dibanding sekolah negeri dan mengira bahwa pilihan ku adalah akibat dari pengaruh teman-teman ku yang rata-rata memilih pesantren juga. Namun tidak begitu. Aku memlilih pesantren hanya karena aku ingin bebas dan berkehendak atas diri ku sendiri. Tapi nyatanya aku salah. Ketika awal SMP aku masih mempunyai tekat untuk bebas. Namun, setelah beberapa bulan disana, aku baru bisa menerima kenyataan bahwa aku tidak bisa bebas dan wajib mengikuti semua jadwal kegiatan di pesanten itu yang ketat dan teratur. Memang awalnya tidak terbiasa akan hal itu, tapi lambat laun aku terbiasa dan menikmati itu semua. Aku berubah dari orang yang ingin mendapatkan kebebasan menjadi orang yang paling taat peraturan. Sampai-sampai aku pernah dinobatkan sebagai santri paling disiplin dalam semester pertama aku bersekolah disana. Tentu ayah dan ibuku bangga akan hal itu. Aku juga bangga bisa membuat mereka bangga.

Ketika masuk kelas 8 SMP, aku ingin lebih “bersinar”. Aku haus akan pengakuan, rasa menang dari yang lain, dan rasa mendominasi. Aku menjadi ambisius dalam pelajaran, berorganisasi, dan yang lainnya. Dan pada akhirnya, seperti yang kita ketahui, segala sesuatu yang berlebihan itu tidak baik. Sesaat aku mendapatkan peringkat 3 besar di kelas, aku mulai mendapat perlakuan tidak baik dari teman-teman ku. Mereka seakan tidak suka dengan pencapaian ku. Mereka menganggap aku penjilat ke guru, aku sok tahu, dan sok bisa dalam segala hal. Dulu aku memang seperti itu. Terlampau berlebihan. Hingga klimaksnya, aku difitnah. aku difinah telah melakukan masturbasi di ranjangku saat malam hari karena ditemukan sesuatu seperti mani diatas kasurku. Reaksi ku seperti “ayolah, itu bisa jeli atau semacamnya”. Namun mereka yang terlanjur membenciku tetap memaki. Memanggilku mesum yang tak bisa mengontrol hawa nafsuku. Aku tidak menyukai perlakuan mereka namun aku tidak melakukan perlawanan sedikit pun sehingga mereka berspekulasi bahwa aku lemah. Aku seperti mangsa yang mudah diserang dari segala arah. Makin lama ku biarkan mereka, semakin jadi perlakuan merea terhadap ku. Hingga akhirnya peristiwa yang membuat ku trauma terjadi.

Ketika aku bersiap untuk sholat ashar di masjid kala itu, seorang teman datang menghampiri ku. Aku didorong dengan mudah dari belakang olehnya, secara badannya lebih besar dari ku. Terus didorong hingga pojok kamar. Saat itu aku hanya berdua dengannya sehingga aku tidak bisa meminta tolong pada siapapun. Aku dimaki habis-habisan oleh nya. Disebut “pengocok” dan sebutan lainnya. Aku tidak tahan. Dan seperti bendungan overload yang retak karena terlalu banyak air yang ditampungnya, perlahan-lahan aku pun retak dan mulai tak bisa mengendalikan emosi. Dia memaki lagi dan lagi sampai-sampai membawa nama ayah ku. Dan aku pun “meledak”. Aku tarik bajunya, aku seret dia ke dalam kamar mandi, dan aku pukuli dia. Berkali-kali sampai aku puas. Rasanya aku tak ingin berhenti sampai dia meminta maaf pada ku. dan ujung-ujungnya dia tetap tidak mau meminta maaf. Aku pun berhenti memukulnya. Dia terjatuh dikamar mandi dengan bibir yang berdarah.

Setelah kejadian itu. Tepatnya esok harinya, aku didatangi olehnya. Bedanya dia bawa kawannya yang murka atas perlakuan ku kemarin. Dan tebak apa yang mereka lakukan? Tanpa basa-basi mereka melakukan hal yang sama pada ku kemarin. Memojokan ku, memaki ku, dan mengeroyok ku. pada akhir cerita dia di DO dari sekolah ku dan aku menjadi lebih terkenal. Bukan karena prestasiku namun karena aku telah mengeluarkan satu santri dari pesantren itu.

Setelah lulus dari boarding school itu, aku kembali memutuskan untuk memilih hal yang berbeda. Toh hidup hidup cuma sekali. Aku memilih untuk bersekolah di SMA Negeri. Yang tidak aku sadari, budaya di sekolah negeri berbeda dan lebih beragam dari apa yang sudah aku jalani. mulai dari lebih banyak anak yang ambis dari ku semenjak SMP, anak yang ‘bodo amat yang penting sekolah’, anak jendral yang bersifat diktator, dan berbagai macam budaya dan sifat lainya. Tapi sebelum itu, aku bercerita dahulu soal bagaimana dunia saat itu.

Aku lulus dari SMP saat dunia sedang dilanda wabah. Mengharuskan aku tetap bersekolah namun secara virtual. Hal itu mempengaruhi banyak hal. Mulai dari tidak bersemangat dalam bersekolah, merasa terkurung dalam rumah, ditambah perasaan khawatir aku terhadap kedua orang tua ku. secara mereka berdua menjadi nakes yang berhadapan langsung dengan virus itu. Pada intinya, aku terlalu banyak menghabiskan masa SMA ku dengan penyesalan, ketidak seriusan, dan kekhawatiran. Dan itu yang menyebabkan aku menjadi orang yang tidak kompeten saat itu. Pada akhirnya aku dinyatakan tidak lolos perguruan tinggi negeri yang aku harapkan. Memang aku telah bekerja keras. Namu karena ketidak seriusan ku dalam memenuhi kewajiban ku, aku tertinggal. Sebenarnya ada faktor lain yang aku percaya adalah peyebabkan aku tidak lolos perguruan tinggi negeri manapun. Semenjak aku merasa tertekan dalam kehidupan SMA ku, aku mulai menunjukan perilaku paling negatif dalam hidup ku. aku mulai mengenal rokok, tidak mempunyai semangat hidup, dan yang paling aku sesali adalah aku mulai tidak mempertanyakan keberadaan tuhan. Seakan semua yang aku pelajari semasa aku dipesantren hilang. Aku merasa depresi dan terlalu khawatir akan masa depan. Aku mulai meninggalkan waktu ibadah, lebih memilih rokok dibanding tugas, dan tidak mendengarka apa yang disampaikan orangtua. Singkatnya aku membangkang. Sulit untuk mengingat kembali apa yang aku rasakan saat itu. Namun, untuk kedua kalinya aku merasa aku jatuh terlalu jauh. Titik balik dimana aku sadar adalah ketika ibuku menemukan rokok ku ketika aku tertidur di pagi hari. Aku baru tahu juga saat itu, betapa dia membenci rokok. Karena itu yang menyebabkan hidup ibuku sengsara karena kakek ku sakit karena itu dan dia berusaha melawan rokok dengan semboyan kesehatan miliknya. Dan bayangkan betapa sedihnya dia mengetahui bahwa justru anak nya sendiri telah terikat dengan rokok. Ibuku menangis di depan ku dan mengatakan bahwa dia tidak akan ridha atas apapun pilihan ku kalau aku tetap merokok. Dan itu terbukti. Dengan betapa susahnya aku mencari perguruan tinggi negeri. Ditolak oleh semua PTN yang aku daftar padahal nilai SNBT ku mencapai 25% teratas.

Pada intinya aku sadar aku telah melakukan hal bodoh. Dan dari semua hal yang telah aku jalani dikehidupan ku, aku bisa mengambil banyak sekali pelajaran. Banyak yang aku sesali dan banyak yang aku syukuri. Bagaimana pun hidup tetap berjalan sebagaimana mestinya. Yang bisa kita lakukan adalah terus melangkah maju dan jadikan apa yang sudah terjadi menjadi pelajaran. Terus merefleksi diri dan mengevaluasi atas apa yang kita lakukan dimasa lalu dan tetap memberikan yang terbaik versi kita.

Kita adalah manusa, wajar bila tak sempurna. Sekarang aku hanya ingin menjadi lebih baik. Untuk mencapai kebahagiaan jangka panjang yang aku impikan, dan bisa membaginya ke orang-orang disekitar ku. terimakasih

avatar Realrich Sjarief

Oleh Realrich Sjarief

Founder of RAW Architecture

Tinggalkan komentar