Kategori
Teaching Tugas 2 - Reflection

 Feren Fresilia – Reflection

Bagi saya arsitektur adalah seni dan ilmu perancangan bangunan yang mencakup segala aspek dari konsep, perencanaan, dan konstruksi. Episteme merujuk pada pengetahun ilmiah dan prinsip-prinsip dasar yang mendasari arsitektur, seperti prinsip-prinsip matematika dan fisika yang digunakan dalam perencanaan struktur bangunan. Techne, di sisi lain, mencakup aspek teknis dalam merancang dan membangun bangunan, yang melibatkan keterampilan dan metode Teknik. Phronesis sendiri adalah pengetahuan praktis dan etis yang dibutuhkan dalam membuat keputusan dalam merancang bangunan. Sophia atau keberanian, muncul dalam estetika dan makna yang mendalam yang dibawa oleh arsitek dalam menciptakan bangunan yang memadukan fungsi, keindahan, dan kualitas sejati. Dengan mengintegrasikan semua empat kuadran pengetahuan ini, arsitek dapat menciptakan bangunan yang bukan hanya berfungsi, tetapi juga mencerminkan kebijaksanaan dan kualitas yang mendalam.

Empat kuadran pengetahuan menurut Aristotle (300 SM) dalam konteks Pendidikan Arsitektur bisa di mulai dari Episteme sendiri memiliki porsi paling besar, karena dalam dunia Pendidikan sendiri kita lebih banyak belajar dengan mendengarkan seorang akademisi. Menurut definisi sendiri Episteme adalah istilah yang digunakan dalam filsafat untuk merujuk pada pengetahuan atau pemahaman. Istllah epistemology, yaitu cabang filsafat yang berkaitan dengan pengethuan berasal dari kata episteme. Dari riset yang saya temukan, Episteme bisa juga diartikan menjadai pengetahuan historis yang berdasarkan kebenaran dan wacana, sehingga mewakili kondisi kemungkinannya dalam kurun waktu tertentu.

Hampir semua umat manusia ingin memahami dunia tempat mereka tinggal, kerja, atau belajar, dan banyak dari mereka membangun berbagai macam teori untuk membantu mereka memahaminya. Namun, karena banyak aspek di dunia ini yang tidak dapat dijelaskan dengan mudah, kebanyakan orang cenderung menghentikan upaya mereka pada suatu saat dan puas dengan tingkat pemahaman apa pun yang berhasil mereka capai. Hal tersebut yang dapat membedakan seorang filsafat dan orang biasa pada umumnya, seorang filsafat umumnya mereka memiliki insting untuk terus menerus mencari arti hidup dan menggali terus pengetahuan yang mereka miliki dan mereka tak cepat merasa puas dengan hasil keberhasilan pertama. Beberapa orang mungkin mengatakan para filsafat debagai individu yang terobsesi oleh gagasan memahami dunia dalam istilah umum.

Bagi saya dari definisi Episteme ini sendiri kita dapat melaksanakan studi Arsitektur dengan menggunakan prinsip filsafat yaitu, tidak cepat merasa puas dengan pengetahuan yang kita dapati sekarang, lebih dalam menggali pengetahuan pribadi tentang arsitektur adalah kunci dalam kesuksesan studi arsitektur itu sendiri. Dalam perjalanan melakukannya sendiri tidak akan luput dengan kata keraguan yang tentu dapat menimbulkan anomaly-anomali tertentu dalam pengalaman semua orang terhadap dunia. Dua dari anomali-anomali tersebut bisa dijelaskan untuk mengilustrasikan bagaimana seseorang mempertanyakan klaim umum atas pengetahuan tentang dunia.

Phronesis merupakan kecerdasan taktikal dalam bertindak. Phronesis menyiraktan penilaian yang baik dan keunggulan karakter dan kebiasaan, hal ini menjadi menjadi celah yang sulit untuk ditutup dalam ruang belajar. Karena dalam awal pembelajaran arsitektur, para mahasiswa lebih di tuntut bisa mengerjakan contoh gambar yang sudah diberikan, hal itu sendiri dapat menghambat proses membiasakan diri dalam bertindak sebagai desainer. Karena Phronesis berkaitan dengan bagaimana bertindak daam situasi tertentu. Seseorang dapat mempelajari prinsip-prinsip Tindakan, namun menerapkannya di dunia nyata, dalam situasi yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya, memerlukan pengalaman dunia. Misalnya, jika seorang arsitek tahu bahwa ia harus jujur dan transparan mengenai budget, makai ia harus bisa membandingkan budget dan goals kepada seorang client agar menimbulkan rasa percaya dan mengandalkan ke seorang arsitek.

Menurut Ellett,2012. Dalam praktis social diartikan bahwa jika seseorang mampu bertindak dengan cara yang paling rasional, maka tindakan itu yang akan mereka lakukan. Hal itu juga dapat di aplikasikan saat seorang arsitek diberikan kebebasan oleh client untuk mendesain suatu bangunan dengan harapan tetap memberikan pilihan desain yang tetap realistis dan tidak sepenuhnya hanya memikirkan Impian pribadi. Phronesis juga berkaitan dengan inovasi, inovasi yang dapat menyeimbangkan desain teori dan metode realistis. Dimana kedua hal tersebut jika digabung dengan seimbang dapat menghasilkan sebuah pemikiran atau desain yang sempurna.

Techne disimulasikan kedalam studio deain, atau bisa disebut pengetahuan praktik. Jika Phronesis dikenal dengan Tindakan, maka techne dikenal dengan ciptaan, menurut Aristotle sendiri, techne berada di bawah phronesis. Karena walau menciptakan itu suatu hal yang lebih terasa membanggakan, tetapi dalam dunia arsitektur, mengambil Tindakan dam pemikiran rasional itu lebih dibutuhkan. Walau menurut banyak orang praktik bekerja seperti magang itu masih terhitung opsional, tetapi menurut saya dalam berpraktik pada dunia nyata lah yang dapat benar benar mengajarkan seorang arsitek dalam menjalani trial and error mereka dalam mendesain. Dari wawancara saya kepada arsitek pun mereka banyak menyimpulkan bahwa masa masa internship itu masa yang paling membuat mereka seutuhnya mengerti esensi terbesar dalam menjalana studi arsitektur.

Techne bagi saya sebagai mahasiswa arsitektur mencakup berbagai aspek, seperti kemampuan dalam mmebuat gambar teknik, pemahaman prinsip-prinsip structural dalam banguna, mengelola proyek kontruksi, dan berkolaborasi dengan berbagai pihak terkait dalam industry konstruksi. Hal ini juga melibatkan pemahaman umum tentang kode bangunan, peraturan, dan standar keselamatan bangunan yang sudah diterapkan oleh pemerintah. Karena techne dapat diasosiasikan dengan ciptaan, maka dalam arsitektur, techne merupakan pondasi yang diperlukan untuk mengubah ide-ide desain menjadi realita fisik yang berfungsi. Ini melibatkan penerapan keterampilan teknis seorang arsitek yang juga berdampingan dengan tingkat phronesis yaitu bertindak dalam mengatasi tntangan teknis yang mungkin munculselama proses mendesian, konstruksi, sehingga dapat menghasilkan sebuah bangunan yang efisien, aman, dan sesuai dengan standar yang berlaku.

Sophia merupakan ranah yang lebih personal yang membentuk keberanian dan kecintaan dalam berkarya. Sophia sendiri adaah salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia yang disebutnya sebagai “eudaimonia,” yang dapat diterjemahkan sebagai “kebahagiaan yang sejati” atau “kehidupan yang baik.” Aristotle sendiri percaya bahwa mencapai eudaimonia adalah tujuan utama dalam hidup, dan kebijaksanaan adalah salah satu unsur utama yang membantu manusia mencapai Sophia. Bagi saya sendiri mencapai kuadran Sophia pada bidang arsitektur adalah saat dimana seorang individu mulai mencakupkan kesehariannya dengan konteks arsitektur. Dimana rasa penasaran atau rasa ingin mengkritik sebuah bangunan menjadi hal yang menarik bagi orang itu. Sophia bisa juga di pandang sebagai stages of acceptance, dimana  hal tersebut sangat krusial bukan hanya dalam dunia arsitektur, bahkan dalam filsafat kehidupan itu sendiri.

Sophia dalam arsitektur juga melibatkan kemampuan untuk mengenali dan menghargai sejarah arsitektur, budaya, dan konteks local, serta untuk menggabungkan elemen-elemen ini dengan visi kreatif yang unik. Arsitek yang mencaai tingkat Sophia dalam karyanya mungkin dapat menciptakan bangunan yang tidak hanya memenuhi fungsi praktisnya, tetapi juga memberikan pengalaman emosional, menginspirasi, dan mencerminkan nilai-nilai yang lebih dalam. Selain itu, Sophia dalam arsitektur juga dalam meranah pada kemampuan untuk mempertimbangkan dampak lingkungan dan keberlanjutan dalam perancangan bangunan. Ini mencakup pemahaman detail tentang cara menggunakan material dan sumber daya secara bijak, serta bagaimana menciptakan bangunan yang ramah lingkungan.

Ke empat pengetahuan tersebut membentuk sebuah Nous, kapasitas untuk membangun wawasan, kecerdasan, Tindakan, dan kemampuan memperoleh kebijaksanaan secara intelektual. Nous sendiri adalah konsep dari filosofi klasik tentang pikiran manusia yang penting untuk menegaskan apa yang benar. Bukan hanya benar, tetapi juga harus mementing pilihan rasional. Empat kuadran kecerdasan Aristotle bukannya satu satunya kuadran yang dapat dijadikan pedoman bagi seorang arsitek. Ada juga diagram profesi yang mencakup:

A. Desainer

B. Developer

C. Kontraktor

D. Akademisi

Jika dibuat dalam diagram arah mata angin, north diartikan sebagai capitalism, west di asosiasikan dengan power, east sebagai tradisi, dan south sebagai socialism. Dari ke empat profesi tersebut, semua mencakupi bagiannya dalam kuadran dengan rata. Seperti akademisi sendiri dapat di kelompokkan ke dalam bidang tradisi dan sosia, karena melanjutkan Pendidikan turun temurun sudah menjadi tradisi yang tak akan bisa dihilangkan samapi kapanpun, itulah yang membuat manusia bisa berkembang hingga sekarang. Dalam hal social dapat diartikan bahwa seorang akademisi lebih mementingkan ranah socialism dibandingkan capitalism, bisa dilihat dari jumlah pemasukan dari profesi lain bahwa akademisi cenderung mendapatkan pemasukkan yang lebih kecil dibandingkan praktisi seperti desainer, developer, dan kontraktor. Tetapi bukan uanglah yang jadi hal pendorong inti bagi seorang akademisi, tradisi dan nilai social lah yang mendorong mereka untuk menjalani profesi tersebut.

Untuk desainer dan kontraktor akan selalu kerja berdampingan karena keduanya membutuhkan satu sama lain untuk menyelesaikan sebuah project. Profesi ini cenderung di anggap sebagai seorang risk taker, karena profesi tersebut sangat sering mendapat klien dengan budget yang ternyata tidak memadai dari goas sebuah project. Maka bisa disimpulkan bahwa profesi ini sangat kuat di bidang power dan juga capitalism, karena dengan capitalism tinggi lah yang dapat menggerakkan usaha seorang dengan dua profesi ini. Bahkan hingga membuat orang orang sungkan untuk hire seorang arsitek atau kontraktor yang memang bersertifikat untuk mengerjakan proyek mereka karena mereka tak melihat hasil yang worth it dari jumlah uang yang akan mereka keluarkan untuk semua hal kecil saat berhubungan dengan kontraktor atau arsitek. Seorang Arsitek dan kontraktor penting untuk memiliki pride karena dengan pride itu yang memasuki mereka dalam kuadran pwer yang dapat membut mereka bertindak dengan tegas dalam menyelesaikan masalah dalam proyek. Untuk developer sendiri menurut saya terasa penuh di titik capitalism, karena pekerjaan mereka sendiri adalah sebagai instansi yang menyediakan dan membuat lahan atau tempat tinggal dengan jumlah proyek yang besar sesuai dengan permintaan pasar. Mereka cenderung tidak memikirkan keinginan klien secara individu, melainkan hanya memenuhi syarat kebutuhan khalayak umum. Banyak kita temukan kompleks perumahan dengan desain rumah yang sama membentang jauh mereka bangun dan pasarkan untuk di kontrakan, dan biasanya tidak diperbolehkan untuk di perjual belikan guna untuk memastikan pemasukkan dari kompleks tersebut terus berjalan seiring waktu berjalan. Maka dari contoh seperti itulah mengapa developer adaah profesi yang berperan paling tinggi dalam capitalism.

Kategori
Teaching Tugas 2 - Reflection

 Mahabir Singh – Reflection

Perkenalkan, Nama saya Mahabir,

Bagi saya, konsep Nous adalah salah satu gagasan paling menarik dan berpengaruh dalam filsafat, khususnya dalam bidang filsafat Yunani kuno. Saat saya menavigasi perjalanan akademis saya, terlihat jelas bahwa konsep Nous, dengan empat elemen penting – Sophia (kebijaksanaan), Techne (keterampilan), Pronesis (kebijaksanaan praktis), dan Episteme (pengetahuan), memainkan peran penting dalam membentuk perkembangan intelektual dan pribadi saya. Dalam esai ini, saya akan menelusuri makna Nous dan mendalami empat elemen penyusunnya. Selain itu, saya akan mengkaji bagaimana Nous memiliki dampak besar pada kehidupan akademis saya, meningkatkan kemampuan saya untuk berpikir kritis, mengembangkan keterampilan praktis, membuat keputusan, dan memperoleh pengetahuan.

 I. Pemahaman Nous: Hakikat Keunggulan Intelektual dan Moral

Nous, istilah yang berasal dari filsafat Yunani kuno, memiliki makna filosofis yang beragam. Ini dapat diterjemahkan sebagai “intelek”, “kecerdasan”, atau “pikiran”. Dalam bidang filsafat, Nous mewujudkan bentuk keunggulan intelektual dan moral tertinggi yang dapat dicapai manusia. Ini mencakup kemampuan untuk memahami konsep-konsep abstrak, membedakan batas antara benar dan salah, dan memandang dunia dari perspektif yang mendalam.

Konsep Nous secara intrinsik terkait dengan karya-karya filsuf Yunani terkemuka, khususnya Plato dan Aristoteles. Bagi Plato, Nous dianggap sebagai alam realitas tertinggi, mewakili alam Bentuk yang sempurna dan tidak berubah. Aristoteles, sebaliknya, mendefinisikan Nous sebagai bentuk pengetahuan tertinggi, yang menggabungkan kebijaksanaan praktis dan teoretis.

II. Empat Elemen Nous

A. Sophia (Kebijaksanaan)

Sophia, komponen penting dari Nous, berkaitan dengan kebijaksanaan atau kemampuan untuk membuat penilaian yang masuk akal berdasarkan pemahaman mendalam tentang prinsip-prinsip etika dan moral. Dalam konteks kehidupan akademis, Sophia mengajak saya untuk merenungkan persoalan etika dalam berbagai disiplin ilmu. Sebagai mahasiswa, kiita diharapkan untuk merenungkan konsekuensi etis dari tindakan saya, baik dalam penelitian, pengambilan keputusan, atau interaksi sehari-hari. Kebijaksanaan memberdayakan saya untuk menumbuhkan pemahaman mendalam tentang nilai-nilai yang mendasari pendidikan saya, yang memandu perilaku dan pilihan saya.

Dalam lingkungan akademis, Sophia memengaruhi kemampuan saya untuk terlibat dalam wacana moral dan etika. Hal ini membekali saya dengan kapasitas untuk mengevaluasi isu-isu kompleks, menavigasi dilema moral, dan membuat keputusan etis. Saat saya merenungkan pilihan akademis saya, Sophia-lah yang mendorong saya untuk menjunjung standar perilaku etis tertinggi, baik dalam upaya keilmuan saya maupun dalam interaksi saya dengan rekan, mentor, dosen dan teman-teman.

B. Teknologi (Keterampilan)

Techne adalah elemen integral lain dari Nous, yang menunjukkan keterampilan atau keahlian yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan. Dalam dunia akademis, mahasiswa terus ditugasi untuk mengembangkan berbagai keterampilan, mulai dari kemahiran meneliti dan analisis kritis hingga kemampuan komunikasi yang efektif. Keterampilan ini sangat diperlukan dalam memahami dan menerapkan konsep-konsep yang diperoleh dalam berbagai mata kuliah. Penguasaan Techne memungkinkan siswa untuk menumbuhkan kompetensi dalam bidang studi masing-masing, secara aktif berkontribusi terhadap kemajuan pengetahuan.

Techne khususnya diucapkan dalam bidang studi praktis seperti teknik, kedokteran, dan seni. Melalui Techne siswa mendapatkan pengalaman langsung, menyempurnakan keahlian mereka, dan menerapkan keterampilan mereka dalam skenario dunia nyata. Baik mahasiswa kedokteran yang mempelajari seluk-beluk pembedahan atau calon seniman yang menguasai teknik mereka, Techne menggarisbawahi pentingnya keterampilan praktis dalam perjalanan akademis.

C. Pronesis (Kebijaksanaan Praktis)

Pronesis, unsur kebijaksanaan praktis, mencakup kapasitas untuk membuat keputusan yang tepat dan bijaksana dalam situasi nyata. Di bidang akademik, siswa sering kali menghadapi tantangan yang memerlukan keterampilan pengambilan keputusan. Pronesis membekali saya untuk mengidentifikasi solusi optimal dan efektif terhadap masalah yang kompleks. Kemampuan ini sangat berharga dalam konteks proyek penelitian, tugas kursus, dan proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan akademik dan karir.

Penerapan Pronesis meluas ke perencanaan dan strategi akademik. Siswa sering menghadapi pilihan mengenai jalur pendidikan, pilihan kursus, dan arah penelitian mereka. Kebijaksanaan praktis memandu saya dalam mengevaluasi keputusan-keputusan ini, mempertimbangkan implikasi jangka panjang dari pilihan-pilihan, dan memilih opsi-opsi yang paling sesuai dan bermanfaat.

D. Episteme (Pengetahuan)

Episteme adalah elemen terakhir dari Nous, mewakili pengetahuan atau pemahaman mendalam tentang dunia dan beragam disiplin ilmu. Dalam konteks akademis, perolehan Episteme merupakan tujuan utama. Mahasiswa diharapkan dapat memahami konsep, teori, dan prinsip yang mendasari bidang studi pilihannya. Pengetahuan ini berfungsi sebagai landasan untuk menghasilkan ide-ide baru, perluasan teori-teori yang ada, dan pengembangan solusi inovatif terhadap masalah-masalah kompleks.

Episteme adalah inti dari penelitian akademis. Hal ini mendorong siswa untuk mengeksplorasi batas-batas pengetahuan, terlibat dengan penelitian mutakhir, dan berkontribusi pada pemahaman manusia. Melalui Episteme, mahasiswa memperoleh kemampuan mengevaluasi secara kritis pengetahuan yang ada, melakukan penelitian orisinal, dan memajukan batas-batas pemahaman manusia di bidangnya masing-masing.

III. Pengaruh Nous dalam Kehidupan Akademik

Konsep Nous dengan empat unsur penyusunnya memberikan pengaruh yang besar terhadap kehidupan akademik mahasiswa. Di bawah ini, saya mengeksplorasi bagaimana Nous membentuk pengalaman saya di paruh pertama semester ini:

A. Mengembangkan Keterampilan Berpikir Kritis: Unsur Sophia dan Pronesis memainkan peran penting dalam pengembangan keterampilan berpikir kritis. Siswa didorong untuk merenungkan dan menganalisis isu-isu kompleks baik dalam kursus teoritis dan praktis. Kapasitas ini memungkinkan saya untuk memahami dan menghargai beragam perspektif, serta mengevaluasi implikasi etis dari tindakan saya.

Dalam konteks perkuliahan, Nous merangsang saya untuk mendalami mata pelajaran yang ada. Saya didorong untuk mempertanyakan asumsi, menilai bukti secara kritis, dan berpikir kreatif. Pemeliharaan keterampilan berpikir kritis ini penting tidak hanya untuk keberhasilan akademis tetapi juga untuk pertumbuhan dan perkembangan pribadi.

B. Mengoptimalkan Proses Pembelajaran: Techne sebagai elemen penting memberdayakan siswa untuk mengoptimalkan proses belajarnya. Pencatatan yang efektif, manajemen waktu, dan pengorganisasian informasi adalah keterampilan yang diperoleh siswa. Kemampuan ini sangat diperlukan untuk memahami dan mempertahankan materi luas yang disajikan dalam berbagai mata kuliah.

Techne juga memupuk kemampuan beradaptasi dan pemecahan masalah, saat siswa belajar menggunakan beragam strategi pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan unik mereka. Keterampilan ini memungkinkan siswa untuk unggul secara akademis dan terbawa ke dalam kehidupan profesional mereka.

C. Memperluas Wawasan dan Pengetahuan: Episteme, unsur pengetahuan, mendorong siswa untuk memperluas wawasan dan memperdalam pemahaman mereka di berbagai disiplin ilmu. Siswa diberi kesempatan untuk mengeksplorasi berbagai bidang pengetahuan dan mempelajari mata pelajaran yang membangkitkan rasa ingin tahu mereka.

Melalui Episteme, siswa tidak hanya memperoleh pengetahuan yang luas tetapi juga keahlian yang mendalam di bidang studi pilihan mereka. Landasan pengetahuan ini memberdayakan siswa untuk secara aktif terlibat dalam wacana intelektual, berkontribusi pada bidang minat mereka, dan menumbuhkan budaya pembelajaran dan penemuan berkelanjutan.

D. Menghadapi Tantangan Praktis: Pronesis, elemen kebijaksanaan praktis, membekali siswa untuk mengatasi tantangan praktis dalam kehidupan akademik. Siswa sering dihadapkan dengan pilihan mengenai jalur pendidikan mereka, pilihan kursus, dan pengelolaan proyek penelitian. Kebijaksanaan praktis membantu dalam mengevaluasi keputusan-keputusan ini, mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang dari pilihan-pilihan, dan memilih pilihan-pilihan yang paling sesuai dan bermanfaat.

E. Kesadaran dan Tanggung Jawab Etis: Unsur Sophia, yang menekankan kebijaksanaan dan penilaian moral, meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab etis kita sebagai siswa. Dalam kegiatan akademis kita, Nous mengingatkan kita akan pentingnya perilaku etis dalam penelitian, kolaborasi, dan penyebaran pengetahuan. Kita didorong untuk berperilaku dengan integritas, kejujuran, dan rasa tanggung jawab yang mendalam terhadap masyarakat dan civitas akademika.

Saat kita terlibat dalam proyek penelitian dan kerja kolaboratif, Nous mendorong kita untuk mempertimbangkan implikasi etis dari tindakan kita. Hal ini memperkuat pentingnya mengutip sumber, menghindari plagiarisme, dan menjunjung tinggi integritas akademik. Kesadaran etis ini, yang ditanamkan melalui Sophia, mempersiapkan kita untuk menavigasi medan etika yang kompleks di dunia akademis dan, pada akhirnya, dunia profesional.

F. Pemikiran Interdisipliner: Unsur Episteme yang mewakili pengetahuan mendorong siswa untuk menganut pemikiran interdisipliner. Dalam dunia akademis modern, batasan antar disiplin ilmu menjadi semakin keropos, dan solusi terhadap permasalahan dunia nyata yang kompleks sering kali memerlukan pendekatan multidisiplin. Melalui Episteme, siswa memperoleh kemampuan untuk menarik hubungan antara bidang studi yang tampaknya tidak berhubungan dan untuk mensintesis pengetahuan dari berbagai bidang.

Perspektif interdisipliner ini sangat berharga dalam mengatasi tantangan dunia nyata, seperti perubahan iklim, krisis kesehatan masyarakat, dan kesenjangan sosial. Nous mendorong pengembangan siswa yang dapat berpikir secara holistik, mengintegrasikan beragam perspektif, dan berkontribusi terhadap solusi inovatif dan lintas disiplin.

G. Kemampuan beradaptasi dan Pemecahan Masalah: Techne, unsur keterampilan, membekali siswa dengan kemampuan beradaptasi dan memecahkan masalah secara efektif. Dalam lanskap kehidupan akademis yang dinamis, tantangan tak terduga dan permasalahan kompleks tidak bisa dihindari. Techne membekali mahasiswa dengan perangkat untuk menghadapi tantangan-tantangan ini, baik yang berkaitan dengan teknologi yang berubah dengan cepat, pergeseran paradigma penelitian, atau persyaratan akademis yang terus berkembang.

Saat kita menghadapi gangguan dan ketidakpastian, Nous mendorong kita untuk menghadapi tantangan dengan pola pikir berkembang. Kami belajar beradaptasi, memperoleh keterampilan baru, dan mengembangkan strategi pemecahan masalah yang inovatif. Elemen keterampilan memungkinkan kita untuk bertahan dalam menghadapi kesulitan dan keluar dari rintangan akademis dengan ketahanan dan keserbagunaan yang lebih besar.

H) Kepemimpinan dan Inisiatif: Kombinasi Pronesis dan Sophia menginspirasi siswa untuk mengambil peran kepemimpinan dan mengambil inisiatif dalam upaya akademis mereka. Kepemimpinan adalah sifat berharga yang melampaui kehidupan akademis dan karir masa depan. Nous memperkuat gagasan bahwa pemimpin harus menunjukkan kebijaksanaan praktis dalam pengambilan keputusan, dipandu oleh prinsip-prinsip etika, dan meningkatkan kesejahteraan komunitasnya.

Melalui Pronesis, siswa belajar membuat keputusan yang tepat dan etis ketika memimpin proyek, tim, atau inisiatif. Kebijaksanaan praktis ini memberdayakan individu untuk menjadi pemimpin efektif yang dapat menavigasi situasi kompleks dengan anggun dan integritas. Lebih lanjut, Sophia mendorong kepemimpinan etis dengan menekankan tanggung jawab

I)Pembelajaran Seumur Hidup: Konsep Nous mendorong komitmen terhadap pembelajaran seumur hidup. Sebagai pelajar, kami menyadari bahwa perjalanan akademis kami hanyalah salah satu fase dari pencarian pengetahuan dan kebijaksanaan seumur hidup. Nous menanamkan dalam diri kita rasa ingin tahu untuk terus belajar melampaui pendidikan formal dan mencari peluang untuk pengembangan diri. Dalam bidang studi praktis, seperti bisnis atau teknik, Pronesis menjadi sangat penting

Episteme, khususnya, menggarisbawahi nilai pembelajaran berkelanjutan dan pengembangan diri. Hal ini menumbuhkan apresiasi yang mendalam terhadap sifat pengetahuan yang tidak terbatas, memotivasi siswa untuk mengeksplorasi bidang studi baru, terlibat dalam wacana intelektual, dan berkontribusi pada pemahaman manusia yang terus berkembang sepanjang hidup mereka.

Kesimpulan

Kesimpulannya, konsep Nous, dengan empat elemen pentingnya, memiliki dampak yang mendalam dan beragam dalam kehidupan akademis kita. Nous menanamkan dalam diri kita pentingnya kebijaksanaan, keterampilan praktis, kesadaran etis, pemikiran interdisipliner, kemampuan beradaptasi, kepemimpinan, dan upaya pembelajaran seumur hidup. Sebagai siswa, kita terus-menerus dibentuk dan dibimbing oleh prinsip-prinsip Nous, yang tidak hanya mempersiapkan kita untuk kesuksesan akademis namun juga membekali kita untuk menjalani kehidupan yang bermakna dan etis di luar kelas.

Perjalanan akademis kita bukan sekedar pencarian pengetahuan namun juga pengalaman transformatif yang membentuk kita menjadi individu yang dapat berpikir kritis, memecahkan masalah kompleks, dan membuat keputusan yang tepat dan etis. Nous berfungsi sebagai

cahaya penuntun, menerangi jalan kita dan menginspirasi kita untuk mencapai tingkat intelektual dan moral yang baru. Melalui Nous, saya memulai perjalanan penemuan seumur hidup, pertumbuhan berkelanjutan, dan pencarian kebijaksanaan dan pengetahuan.

Kategori
Teaching Tugas 2 - Reflection

 Jasmine Kirana – Reflection

An Essay On Virtue

According to my experience in college, having a virtue is one of the key components to reaching your goals, it is a tool that helps you to have a grasp on what should be done and should not be done, nous is an element that requires you to have a principled way of thinking, a structured and specifically designed thought process, usually in order to bear this knowledge one must be self disciplined and strong willed. having a virtue means bearing an intellectual and apprehensive thoughts, and in my experience so far my intellectual and apprehensive thoughts are very much dependent on my way of prioritizing what I want more than what I need, Nous is a concept that maps out a way of thinking and that applies to how I map out my way through college, and all four of nous’s elements plays hand in hand to deliver a thought process that is rational to my wants and needs, those four elements includes episteme which represents science, techne which represents art, Sophia which represents wisdom and phronesis which represents prudence, all those four virtues have equal parts on someone’s intellectual and apprehensive thinking.

 Let’s us start with episteme which in its own represents science, that means a way of thinking that is purely based on scientific comprehension, a way of thinking that is not filtered through ideologies and opinions, in some cases this knowledge is considered a realistic way of thinking and conducting a thought, I can see how this is one of the key virtues that someone who is in college would need, but so far with my journey in college, episteme is not an element that plays a significant role in my way of thinking, that is because what i study is mostly ideology based, even though architecture is a part of STEM,  architecture on its own is a field that requires more opinion and individual creative thoughts rather than technological and scientific way of thinking, of course there is no doubt on how architecture is scientific and technological, but science is what made architecture not the other way around, so i think of it like a vessel that delivers the main ideas and goals of architects, it is something that works hand in hand with creativity so in hindsight is a vital but insignificant component.

Now lets move on to phronesis, i think this knowledge is a very critical component for making your way through college, to be adept in this knowledge one must have a good critical thinking and good judgment, what i think of Phronesis is that it is the base of having an organized and mapped out way of living, mastering phronesis means you know how to prioritize your goals, having to differentiate between your wants and needs, but most importantly making good, rational decisions, in college it is all about good decision making, in some instances i sometimes catch myself prioritizing my wants rather than my needs, which happens to a lot of individual, that type of decision making will lead to consequences that will later follow in time, those consequences may vary, it could be a minor inconvenience or a long term consequence that may change the course of your college study, for example, procrastination is one of the few things that came into mind when i think of phronesis, it is one of most common form of  destructive habit that a lot of college student faces, though it seems menial and insignificant, it is now about the its significance that is the problem, it is how frequent that destructive habit occurs and reoccurs, so in hindsight phronesis is a knowledge that holds so much significance whether it is to students, workers or just a regular everyday basic knowledge.

 Let us move to techne, techne is an element that contrasts with episteme, where as episteme means unfiltered science in its pure form techne opposes that, techne is a creative, ideology based way of thinking, it is the embodiment of “art’’, mastering this knowledge means one must be skilled in a certain field, usually it is a field that requires creativity, and in architecture techne is definitely an element that dominates more than the others, being in the architecture field means you must bare a fine taste and knowledge for craftsmen ship, but it’s not just knowing about what is good art and bad art, it should also be about the ability to skillfully craft one, because unlike episteme that is all about intellectual comprehensive skill and understanding something to a scientific degree, techne is all about creating and innovation, which is very in character with architecture, so i do feel techne represents a major portion of my nous mapping, for example when i have to come up with a design for a house lets say, i cannot just design a house that is there just to be a house, while it’s main purpose is to be a shelter, every aspects of the design must have a reason behind it, every line and curve, every color and every texture, that is why being adept at the techne knowledge is one of my goals while i am still in college, i can see how it will benefit me in the future and how i will be relying and using techne as a compass for architecture,

Now let us move to the last element, which will be sophia, sophia embodies both nous’s elements and episteme’s chractheristics, Nous involves a rational or intuitive grasp of necessary first principles, an intuitive first thought procces while  Episteme involves a grasp of truths that can be delivered within the scope of scientific reasoning, that means sophia inherits both nous’ principled intuitive way of thinking and episteme scientific grasp on way of thinking qualities,  but in my experience in college this knowledge is less prominent than the others, due to techne and nous having a bigger grasp on my thought process and also because sophia in its own sense is a submissive element that is usually only presents it self when the other element are dormant, at least for my experience that is, though sophia seems less significant, sophia holds the key to someone’s wisdom, therefore being adept in this knowledge will give oneself a benefit of seeing things from the perspective of a mature mind.

Kategori
Teaching Tugas 2 - Reflection

Adelia Fransisca Wulansari – Reflection

Bagi saya, memahami Nous dari segi arsitektur adalah konsep yang sangat penting dan penting. Nous, berasal dari konsep filosofis kuno, mengacu pada kapasitas intelektual seseorang untuk berpikir, memahami, dan bernalar secara rasional. Dalam dunia arsitektur, Nous mempunyai empat unsur utama yang menjadi landasan pemahaman dan perilaku, yaitu Sophia, Techne, Pronesis dan Episteme.

Nous adalah kapasitas seseorang untuk membangun wawasan, kecerdasan, dan kemampuan untuk memperoleh kebijaksaan intelektual. Nous adalah konsep dalam filsafat Yunani kuno yang merujuk pada akal budi atau kebijaksanaan yang mendalam, dan dalam konteks arsitektur, ini menjadi fondasi penting dalam merancang dan memahami bangunan. Dalam arsitektur, “nous” bisa merujuk pada pengetahuan, kebijaksanaan, atau pemahaman yang diterapkan dalam desain dan konsep arsitektur.

Episteme atau ilmu pengetahuan memiliki porsi paling besar, karena didunia pendidikan kita lebih banyak belajar dengan mendengarkan. Phronesis merupakan kecerdasan taktikal dalam bertindak, namun di dunia pendidikan yang didominasi oleh gaya balajar mendengarkan, ruang untuk melatih kecerdasan taktikal sangat sedikit. Hal ini menimbulkan gap antara pelaiaran di universitas & dunia praktik. Beruntungnya di dalam dunia pendidikan ada techne, yang disimulasi kedalam studio desain, yang diperkuat dengan kuliah praktik dan profesi. Walaupun pembelajaran ini terhitung optional, dalam kata lain kebijakan atau gaya pembelajaran setiap universitas bisa berbeda- beda. 

Sophia merupakan ranah yang lebih personal yang membentuk keberanian & kecintaan dalam berkarya. Keseimbangan keempat kecerdasan ini membentuk sebuah Nous. Kadar Nous dapat berbeda-beda pada setiap orang.Sophia dalam arsitektur (kebijaksanaan): Sophia dalam arsitektur mengacu pada pemahaman mendalam tentang prinsip-prinsip universal yang mendasari arsitektur dan bangunan. Hal ini mencakup pemahaman tentang konteks estetika, fungsional, keberlanjutan dan budaya arsitektur. Sophia menginspirasi para arsitek untuk belajar dengan antusias dan keinginan untuk memahami misteri. Hal ini mencakup pemahaman tentang sejarah arsitektur, konsep desain dan ide-ide yang mendukung proses kreatif. Sophia mengacu pada kebijaksanaan atau pengetahuan yang mendalam. Dalam arsitektur, Sophia menggambarkan pemahaman mendalam tentang sejarah arsitektur, prinsip-prinsip desain, dan konsep-konsep yang telah diterapkan oleh arsitek terdahulu. Ini memungkinkan arsitek untuk memahami warisan arsitektural dan memadukan elemen-elemen klasik dengan inovasi kontemporer. Dikutip dari https://omahlibrary.org/2021/11/09/cermin-arsitek/ Shopia merupakan ranah yang membentuk keberanian dan kecintaan dalam berkarya. Bagi saya setiap orang pasti memiliki ide-idenya tersendiri, jadi setiap ide-ide yang kita miliki kita harus mempunyai keberanian untuk merealisasikan ide-ide tersebut. Sophia (kebijaksanaan) mencakup pemahaman yang lebih dalam tentang nilai-nilai budaya, estetika, dan makna dalam desain arsitektur. Ini membantu arsitek dalam mengembangkan pandangan yang lebih luas dan kontekstual terhadap proyek mereka.

Techne en Arsitektur (Seni): Techne dan arsitektur terdiri dari pembelajaran keterampilan teknis yang diperlukan untuk desain dan konstruksi bangunan. Ini mencakup pemahaman tentang teknik konstruksi, pemilihan material, dan keterampilan praktis seperti pemodelan dan menggambar 3D. Dalam kehidupan konferensi arsitektur, Techne memainkan peran penting dalam mengajarkan kita keterampilan teknis yang penting. Kami belajar membuat gambar teknis yang akurat, merancang arsitektur, dan memahami perilaku material. Techne yang berarti keahlian (seni, keterampilan, kerajinan, kerajinan tangan, suatu sistem atau metode pembuatan atau pengerjaan sesuatu). Istilah ini menunjuk kepada pengetahuan dan penerapan prinsip-prinsip yang diperlukan dalam menghasilkan objek-objek dan menyelesaikan tujuan -tujuan khusus. setiap orang pasti memiliki keahliannya masing-masing pada setiap bidangnya, keahlian dapat dicapai jika kita terus belajar dan terus mencoba. Techne (keterampilan teknis) adalah kemampuan teknis yang melibatkan pengetahuan tentang material, konstruksi, dan teknologi yang digunakan dalam arsitektur. Ini penting untuk menerjemahkan ide-ide desain menjadi bentuk yang dapat diwujudkan. Techne juga adalah keterampilan atau keahlian teknis. Dalam konteks arsitektur, Techne mencakup pengetahuan tentang materi, teknologi, dan konstruksi bangunan. Arsitek perlu memahami berbagai bahan bangunan, teknik konstruksi, dan teknologi terkini untuk merancang bangunan yang aman, fungsional, dan estetis.

Pronesis dan Arsitektur (Kecerdasan Praktis): Pronesis dan konstruksi adalah kemampuan mengambil keputusan yang tepat dalam situasi praktis. Hal ini mencakup kemampuan merespons tantangan di lapangan, beradaptasi terhadap perubahan, dan memahami kebutuhan pemangku kepentingan. Dalam kehidupan sebagai mahasiswa arsitektur, Pronesis membimbing kita dalam mengambil keputusan yang bijaksana untuk menghadapi tantangan yang muncul selama proses perencanaan dan konstruksi. Kami mempertimbangkan faktor-faktor praktis seperti anggaran, dukungan dan keamanan, sambil mempertahankan visi organisasi yang kuat. Phronesis adalah semacam kelihaian bersiasat secara bijaksana yang berlatar pengetahuan dan nilai-nilai luhur, yang mempertimbangkan kepentingan diri sendiri sekaligus kepentingan khalayak. Sebagai kemahiran berstrategi, Phronesis hanya dapat terwujud dalam tindakan yang bersifat situasional. Phronesis berkaitan dengan kemampuan mempersepsikan situasi secara akurat, yang diikuti dengan kemampuan menilai situasi tersebut secara bijak. Berdasar penilaian tersebut, manusia mengambil keputusan tindakan apa yang perlu dilakukan untuk kemudian direalisasikan dengan segenap kapasitasnya dalam suatu perbuatan nyata. Pronesis (kebijaksanaan praktis) berkaitan dengan kemampuan dalam membuat keputusan etis dan praktis dalam proses perancangan, mengingat dampaknya pada lingkungan dan masyarakat. Pronesis adalah kebijaksanaan praktis atau kecerdasan dalam mengambil keputusan. Dalam arsitektur, Pronesis penting dalam merancang bangunan yang memenuhi kebutuhan fungsional dan kontekstual. Arsitek harus mampu menilai situasi secara holistik, memahami kebutuhan klien, serta mempertimbangkan aspek sosial, budaya, dan lingkungan dalam perancangan.

Episteme dan arsitektur (pengetahuan ilmiah): Episteme dan arsitektur merupakan ilmu pengetahuan yang digunakan dalam merancang dan membangun bangunan. Ini termasuk pemahaman prinsip-prinsip matematika, ilmu material dan teknologi konstruksi. Dalam kehidupan akademis, sastra merupakan landasan pendidikan arsitektur. Kami mempelajari konsep arsitektur, arsitektur dan pengetahuan ilmiah yang mendukung desain dan konstruksi bangunan yang aman dan sehat. Episteme (pengetahuan ilmiah) adalah pengetahuan yang didasarkan pada riset dan teori, yang membantu arsitek dalam memahami prinsip-prinsip dasar dan inovasi terbaru dalam bidang arsitektur. Episteme merujuk pada pengetahuan ilmiah dan teoretis. Dalam arsitektur, Episteme mengacu pada pemahaman yang mendalam tentang teori-teori arsitektur, prinsip-prinsip desain, dan metodologi penelitian. Ini membantu arsitek untuk mengembangkan gagasan-gagasan inovatif dan mendalamkan pemahaman mereka tentang disiplin ini. Karna Episteme merupakan pengetahuan atau kecakapan untuk berpikir lurus, tepat, dan teratur. Jadi, pada element ini kita dapat menganalisis sesuatu hal untuk memperoleh ilmu atau pengetahuan. Untuk contoh sehari-hari kita secara tidak sadar selalu menggunakan element ini, misalnya disaat kita baru memulai kelas dan mendapatkan materi-materi baru yang sebelumnya kita belum pernah ketahui, mendapatkan tugas menganalisis untuk membuat tugas-tugas yang diberikan atau disampaikan oleh dosen.

Dalam kehidupan perkuliahan arsitektur, keempat elemen Nous ini sangat penting. Sophia membantu mahasiswa untuk memahami tanggung jawab etis dalam desain. Techne memberikan keterampilan teknis yang diperlukan untuk merancang dan membangun bangunan. Pronesis membantu mahasiswa dalam pemecahan masalah dan pemahaman konteks proyek. Episteme memberikan dasar teoritis yang diperlukan untuk mengembangkan pemahaman mendalam tentang arsitektur. Dalam dunia perkuliahan arsitektur, empat elemen yang Anda sebutkan, yaitu “sophia” (kebijaksanaan), “techne” (keterampilan teknis), “pronesis” (kebijaksanaan praktis), dan “episteme” (pengetahuan ilmiah), sering dianggap penting karena mereka membentuk dasar pemahaman dan pendekatan dalam merancang dan memahami arsitektur.

Dalam kehidupan konferensi arsitektur, Nous dan keempat elemennya memainkan peran penting dalam membentuk pendekatan dan pemahaman kita tentang arsitektur. Sophia membantu kami mengembangkan visi dan pengetahuan mendalam dalam desain bangunan. Techne membantu kita mempelajari keterampilan teknis yang dibutuhkan dalam praktik arsitektur. Pronesis memandu kita dalam mengambil keputusan yang tepat dalam menanggapi permasalahan yang muncul selama proses desain dan konstruksi. Episteme memberi kita landasan ilmiah yang mendukung cara kita mengembangkan bangunan yang aman, sehat, dan berkelanjutan. Dalam kehidupan akademis, Nous juga mendorong kita untuk terus tumbuh dan mengembangkan visi kreatif kita. Kita tidak sekedar belajar untuk mendapatkan gelar, tapi juga untuk menjadi arsitek yang berkontribusi positif dan menciptakan ruang-ruang yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari. Kami mengembangkan pemahaman mendalam tentang bagaimana desain bangunan dapat mempengaruhi kualitas hidup dan kelestarian lingkungan.

Keempat unsur ini saya gabungkan dalam diri saya dan dalam kegiatan belajar saya. Sophia membantu kami menciptakan ide-ide unik dan berwawasan luas. Techne membantu saya menerapkan keterampilan teknis saya untuk membuat gambar teknis dan model 3D. Pronesis memandu kita dalam mengambil keputusan bijak mengenai prioritas, anggaran, dan kebutuhan pelanggan. Episteme memberi kita landasan ilmiah yang mendukung organisasi dan efisiensi. Dengan penggabungan keempat elemen Nous ini, mahasiswa arsitektur dapat merancang dan membangun bangunan dengan pendekatan yang holistik, mempertimbangkan aspek estetika, fungsi, keberlanjutan, dan keamanan. Mereka juga dilengkapi dengan kemampuan berpikir kritis, reflektif, dan inovatif, yang penting dalam dunia arsitektur yang terus berkembang.

Dengan demikian, Nous dan elemen-elemennya tidak hanya memengaruhi tetapi juga membentuk landasan kehidupan perkuliahan arsitektur, membantu mahasiswa menjadi profesional yang sukses dan berkontribusi dalam menciptakan lingkungan binaan yang berkualitas. Dengan memahami Nous dan keempat elemennya, kita dapat merancang bangunan yang lebih baik, memahami peran arsitektur dalam masyarakat, dan menerapkan pendekatan yang holistik dalam setiap proyek. Selain itu, ini juga mempersiapkan kita untuk menjadi arsitek yang berkontribusi positif pada dunia sekitar dan menerapkan nilai-nilai kebijaksanaan, keterampilan teknis, kecerdasan praktis, dan pengetahuan teoretis dalam karier arsitektur kita.

Selain itu, Nous juga memberikan pemahaman mendalam tentang sejarah arsitektur dan nilai-nilai budaya yang mempengaruhi desain. Kami belajar menggabungkan elemen intelektual ini dengan teknologi dan keterampilan praktis dalam pekerjaan nyata. Dalam proses ini, Nous membantu kami mengembangkan identitas yang kuat dan desain yang inovatif. Di masa yang terus berubah, peran Nous dalam kehidupan home conference sangatlah penting. Kita harus mampu mengintegrasikan Sophia, Techne, Pronesis dan Episteme dalam seluruh aspek praktik arsitektur kita. Kami tidak hanya ahli dalam aspek teknis, tetapi juga memiliki pemahaman mendalam tentang prinsip arsitektur, prinsip estetika, keberlanjutan, dan praktik yang baik. Mengintegrasikan keempat elemen ini membantu menciptakan arsitek yang berpengetahuan luas, sensitif terhadap lingkungan dan budaya, serta mampu menghasilkan desain yang lebih bermakna dan berkelanjutan.

Bagaimana keempat elemen ini berpengaruh pada kehidupan perkuliahan arsitektur kita? Mereka membentuk dasar yang kuat dalam pembelajaran arsitektur. Sophia memungkinkan kita untuk menghargai sejarah dan warisan arsitektural, Techne mempersiapkan kita dengan keterampilan teknis, Pronesis membantu kita dalam mengambil keputusan yang bijaksana dalam perancangan, dan Episteme memberikan landasan teoretis yang kokoh. Dalam perkuliahan, ini berarti memahami teori-teori arsitektur, belajar tentang teknologi terkini, dan mengaplikasikan pengetahuan ini dalam proyek-proyek desain.

Kesimpulannya, Nous adalah konsep filosofis yang menjadi dasar arsitektur dan sangat berpengaruh dalam kehidupan perkuliahan arsitektur. Keempat elemen Nous, yaitu Sophia, Techne, Pronesis, dan Episteme, bekerja bersama untuk membentuk arsitek yang komprehensif, yang tidak hanya memiliki pengetahuan teknis tetapi juga pemahaman etis dan teoritis yang kuat dalam disiplin ini. Dengan memahami dan menerapkan Nous dalam pembelajaran arsitektur, mahasiswa dapat menjadi arsitek yang lebih kompeten dan beretika dalam menciptakan lingkungan binaan yang berarti. 

Bagi saya, memahami Nous dari segi arsitektur adalah konsep yang sangat penting dan penting. Nous, berasal dari konsep filosofis kuno, mengacu pada kapasitas intelektual seseorang untuk berpikir, memahami, dan bernalar secara rasional. Dalam dunia arsitektur, Nous mempunyai empat unsur utama yang menjadi landasan pemahaman dan perilaku, yaitu Sophia, Techne, Pronesis dan Episteme.

Nous adalah kapasitas seseorang untuk membangun wawasan, kecerdasan, dan kemampuan untuk memperoleh kebijaksaan intelektual. Nous adalah konsep dalam filsafat Yunani kuno yang merujuk pada akal budi atau kebijaksanaan yang mendalam, dan dalam konteks arsitektur, ini menjadi fondasi penting dalam merancang dan memahami bangunan. Dalam arsitektur, “nous” bisa merujuk pada pengetahuan, kebijaksanaan, atau pemahaman yang diterapkan dalam desain dan konsep arsitektur.

Episteme atau ilmu pengetahuan memiliki porsi paling besar, karena didunia pendidikan kita lebih banyak belajar dengan mendengarkan. Phronesis merupakan kecerdasan taktikal dalam bertindak, namun di dunia pendidikan yang didominasi oleh gaya balajar mendengarkan, ruang untuk melatih kecerdasan taktikal sangat sedikit. Hal ini menimbulkan gap antara pelaiaran di universitas & dunia praktik. Beruntungnya di dalam dunia pendidikan ada techne, yang disimulasi kedalam studio desain, yang diperkuat dengan kuliah praktik dan profesi. Walaupun pembelajaran ini terhitung optional, dalam kata lain kebijakan atau gaya pembelajaran setiap universitas bisa berbeda- beda. 

Sophia merupakan ranah yang lebih personal yang membentuk keberanian & kecintaan dalam berkarya. Keseimbangan keempat kecerdasan ini membentuk sebuah Nous. Kadar Nous dapat berbeda-beda pada setiap orang.Sophia dalam arsitektur (kebijaksanaan): Sophia dalam arsitektur mengacu pada pemahaman mendalam tentang prinsip-prinsip universal yang mendasari arsitektur dan bangunan. Hal ini mencakup pemahaman tentang konteks estetika, fungsional, keberlanjutan dan budaya arsitektur. Sophia menginspirasi para arsitek untuk belajar dengan antusias dan keinginan untuk memahami misteri. Hal ini mencakup pemahaman tentang sejarah arsitektur, konsep desain dan ide-ide yang mendukung proses kreatif. Sophia mengacu pada kebijaksanaan atau pengetahuan yang mendalam. Dalam arsitektur, Sophia menggambarkan pemahaman mendalam tentang sejarah arsitektur, prinsip-prinsip desain, dan konsep-konsep yang telah diterapkan oleh arsitek terdahulu. Ini memungkinkan arsitek untuk memahami warisan arsitektural dan memadukan elemen-elemen klasik dengan inovasi kontemporer. Dikutip dari https://omahlibrary.org/2021/11/09/cermin-arsitek/ Shopia merupakan ranah yang membentuk keberanian dan kecintaan dalam berkarya. Bagi saya setiap orang pasti memiliki ide-idenya tersendiri, jadi setiap ide-ide yang kita miliki kita harus mempunyai keberanian untuk merealisasikan ide-ide tersebut. Sophia (kebijaksanaan) mencakup pemahaman yang lebih dalam tentang nilai-nilai budaya, estetika, dan makna dalam desain arsitektur. Ini membantu arsitek dalam mengembangkan pandangan yang lebih luas dan kontekstual terhadap proyek mereka.

Techne en Arsitektur (Seni): Techne dan arsitektur terdiri dari pembelajaran keterampilan teknis yang diperlukan untuk desain dan konstruksi bangunan. Ini mencakup pemahaman tentang teknik konstruksi, pemilihan material, dan keterampilan praktis seperti pemodelan dan menggambar 3D. Dalam kehidupan konferensi arsitektur, Techne memainkan peran penting dalam mengajarkan kita keterampilan teknis yang penting. Kami belajar membuat gambar teknis yang akurat, merancang arsitektur, dan memahami perilaku material. Techne yang berarti keahlian (seni, keterampilan, kerajinan, kerajinan tangan, suatu sistem atau metode pembuatan atau pengerjaan sesuatu). Istilah ini menunjuk kepada pengetahuan dan penerapan prinsip-prinsip yang diperlukan dalam menghasilkan objek-objek dan menyelesaikan tujuan -tujuan khusus. setiap orang pasti memiliki keahliannya masing-masing pada setiap bidangnya, keahlian dapat dicapai jika kita terus belajar dan terus mencoba. Techne (keterampilan teknis) adalah kemampuan teknis yang melibatkan pengetahuan tentang material, konstruksi, dan teknologi yang digunakan dalam arsitektur. Ini penting untuk menerjemahkan ide-ide desain menjadi bentuk yang dapat diwujudkan. Techne juga adalah keterampilan atau keahlian teknis. Dalam konteks arsitektur, Techne mencakup pengetahuan tentang materi, teknologi, dan konstruksi bangunan. Arsitek perlu memahami berbagai bahan bangunan, teknik konstruksi, dan teknologi terkini untuk merancang bangunan yang aman, fungsional, dan estetis.

Pronesis dan Arsitektur (Kecerdasan Praktis): Pronesis dan konstruksi adalah kemampuan mengambil keputusan yang tepat dalam situasi praktis. Hal ini mencakup kemampuan merespons tantangan di lapangan, beradaptasi terhadap perubahan, dan memahami kebutuhan pemangku kepentingan. Dalam kehidupan sebagai mahasiswa arsitektur, Pronesis membimbing kita dalam mengambil keputusan yang bijaksana untuk menghadapi tantangan yang muncul selama proses perencanaan dan konstruksi. Kami mempertimbangkan faktor-faktor praktis seperti anggaran, dukungan dan keamanan, sambil mempertahankan visi organisasi yang kuat. Phronesis adalah semacam kelihaian bersiasat secara bijaksana yang berlatar pengetahuan dan nilai-nilai luhur, yang mempertimbangkan kepentingan diri sendiri sekaligus kepentingan khalayak. Sebagai kemahiran berstrategi, Phronesis hanya dapat terwujud dalam tindakan yang bersifat situasional. Phronesis berkaitan dengan kemampuan mempersepsikan situasi secara akurat, yang diikuti dengan kemampuan menilai situasi tersebut secara bijak. Berdasar penilaian tersebut, manusia mengambil keputusan tindakan apa yang perlu dilakukan untuk kemudian direalisasikan dengan segenap kapasitasnya dalam suatu perbuatan nyata. Pronesis (kebijaksanaan praktis) berkaitan dengan kemampuan dalam membuat keputusan etis dan praktis dalam proses perancangan, mengingat dampaknya pada lingkungan dan masyarakat. Pronesis adalah kebijaksanaan praktis atau kecerdasan dalam mengambil keputusan. Dalam arsitektur, Pronesis penting dalam merancang bangunan yang memenuhi kebutuhan fungsional dan kontekstual. Arsitek harus mampu menilai situasi secara holistik, memahami kebutuhan klien, serta mempertimbangkan aspek sosial, budaya, dan lingkungan dalam perancangan.

Episteme dan arsitektur (pengetahuan ilmiah): Episteme dan arsitektur merupakan ilmu pengetahuan yang digunakan dalam merancang dan membangun bangunan. Ini termasuk pemahaman prinsip-prinsip matematika, ilmu material dan teknologi konstruksi. Dalam kehidupan akademis, sastra merupakan landasan pendidikan arsitektur. Kami mempelajari konsep arsitektur, arsitektur dan pengetahuan ilmiah yang mendukung desain dan konstruksi bangunan yang aman dan sehat. Episteme (pengetahuan ilmiah) adalah pengetahuan yang didasarkan pada riset dan teori, yang membantu arsitek dalam memahami prinsip-prinsip dasar dan inovasi terbaru dalam bidang arsitektur. Episteme merujuk pada pengetahuan ilmiah dan teoretis. Dalam arsitektur, Episteme mengacu pada pemahaman yang mendalam tentang teori-teori arsitektur, prinsip-prinsip desain, dan metodologi penelitian. Ini membantu arsitek untuk mengembangkan gagasan-gagasan inovatif dan mendalamkan pemahaman mereka tentang disiplin ini. Karna Episteme merupakan pengetahuan atau kecakapan untuk berpikir lurus, tepat, dan teratur. Jadi, pada element ini kita dapat menganalisis sesuatu hal untuk memperoleh ilmu atau pengetahuan. Untuk contoh sehari-hari kita secara tidak sadar selalu menggunakan element ini, misalnya disaat kita baru memulai kelas dan mendapatkan materi-materi baru yang sebelumnya kita belum pernah ketahui, mendapatkan tugas menganalisis untuk membuat tugas-tugas yang diberikan atau disampaikan oleh dosen.

Dalam kehidupan perkuliahan arsitektur, keempat elemen Nous ini sangat penting. Sophia membantu mahasiswa untuk memahami tanggung jawab etis dalam desain. Techne memberikan keterampilan teknis yang diperlukan untuk merancang dan membangun bangunan. Pronesis membantu mahasiswa dalam pemecahan masalah dan pemahaman konteks proyek. Episteme memberikan dasar teoritis yang diperlukan untuk mengembangkan pemahaman mendalam tentang arsitektur. Dalam dunia perkuliahan arsitektur, empat elemen yang Anda sebutkan, yaitu “sophia” (kebijaksanaan), “techne” (keterampilan teknis), “pronesis” (kebijaksanaan praktis), dan “episteme” (pengetahuan ilmiah), sering dianggap penting karena mereka membentuk dasar pemahaman dan pendekatan dalam merancang dan memahami arsitektur.

Dalam kehidupan konferensi arsitektur, Nous dan keempat elemennya memainkan peran penting dalam membentuk pendekatan dan pemahaman kita tentang arsitektur. Sophia membantu kami mengembangkan visi dan pengetahuan mendalam dalam desain bangunan. Techne membantu kita mempelajari keterampilan teknis yang dibutuhkan dalam praktik arsitektur. Pronesis memandu kita dalam mengambil keputusan yang tepat dalam menanggapi permasalahan yang muncul selama proses desain dan konstruksi. Episteme memberi kita landasan ilmiah yang mendukung cara kita mengembangkan bangunan yang aman, sehat, dan berkelanjutan. Dalam kehidupan akademis, Nous juga mendorong kita untuk terus tumbuh dan mengembangkan visi kreatif kita. Kita tidak sekedar belajar untuk mendapatkan gelar, tapi juga untuk menjadi arsitek yang berkontribusi positif dan menciptakan ruang-ruang yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari. Kami mengembangkan pemahaman mendalam tentang bagaimana desain bangunan dapat mempengaruhi kualitas hidup dan kelestarian lingkungan.

Keempat unsur ini saya gabungkan dalam diri saya dan dalam kegiatan belajar saya. Sophia membantu kami menciptakan ide-ide unik dan berwawasan luas. Techne membantu saya menerapkan keterampilan teknis saya untuk membuat gambar teknis dan model 3D. Pronesis memandu kita dalam mengambil keputusan bijak mengenai prioritas, anggaran, dan kebutuhan pelanggan. Episteme memberi kita landasan ilmiah yang mendukung organisasi dan efisiensi. Dengan penggabungan keempat elemen Nous ini, mahasiswa arsitektur dapat merancang dan membangun bangunan dengan pendekatan yang holistik, mempertimbangkan aspek estetika, fungsi, keberlanjutan, dan keamanan. Mereka juga dilengkapi dengan kemampuan berpikir kritis, reflektif, dan inovatif, yang penting dalam dunia arsitektur yang terus berkembang.

Dengan demikian, Nous dan elemen-elemennya tidak hanya memengaruhi tetapi juga membentuk landasan kehidupan perkuliahan arsitektur, membantu mahasiswa menjadi profesional yang sukses dan berkontribusi dalam menciptakan lingkungan binaan yang berkualitas. Dengan memahami Nous dan keempat elemennya, kita dapat merancang bangunan yang lebih baik, memahami peran arsitektur dalam masyarakat, dan menerapkan pendekatan yang holistik dalam setiap proyek. Selain itu, ini juga mempersiapkan kita untuk menjadi arsitek yang berkontribusi positif pada dunia sekitar dan menerapkan nilai-nilai kebijaksanaan, keterampilan teknis, kecerdasan praktis, dan pengetahuan teoretis dalam karier arsitektur kita.

Selain itu, Nous juga memberikan pemahaman mendalam tentang sejarah arsitektur dan nilai-nilai budaya yang mempengaruhi desain. Kami belajar menggabungkan elemen intelektual ini dengan teknologi dan keterampilan praktis dalam pekerjaan nyata. Dalam proses ini, Nous membantu kami mengembangkan identitas yang kuat dan desain yang inovatif. Di masa yang terus berubah, peran Nous dalam kehidupan home conference sangatlah penting. Kita harus mampu mengintegrasikan Sophia, Techne, Pronesis dan Episteme dalam seluruh aspek praktik arsitektur kita. Kami tidak hanya ahli dalam aspek teknis, tetapi juga memiliki pemahaman mendalam tentang prinsip arsitektur, prinsip estetika, keberlanjutan, dan praktik yang baik. Mengintegrasikan keempat elemen ini membantu menciptakan arsitek yang berpengetahuan luas, sensitif terhadap lingkungan dan budaya, serta mampu menghasilkan desain yang lebih bermakna dan berkelanjutan.

Bagaimana keempat elemen ini berpengaruh pada kehidupan perkuliahan arsitektur kita? Mereka membentuk dasar yang kuat dalam pembelajaran arsitektur. Sophia memungkinkan kita untuk menghargai sejarah dan warisan arsitektural, Techne mempersiapkan kita dengan keterampilan teknis, Pronesis membantu kita dalam mengambil keputusan yang bijaksana dalam perancangan, dan Episteme memberikan landasan teoretis yang kokoh. Dalam perkuliahan, ini berarti memahami teori-teori arsitektur, belajar tentang teknologi terkini, dan mengaplikasikan pengetahuan ini dalam proyek-proyek desain.

Kesimpulannya, Nous adalah konsep filosofis yang menjadi dasar arsitektur dan sangat berpengaruh dalam kehidupan perkuliahan arsitektur. Keempat elemen Nous, yaitu Sophia, Techne, Pronesis, dan Episteme, bekerja bersama untuk membentuk arsitek yang komprehensif, yang tidak hanya memiliki pengetahuan teknis tetapi juga pemahaman etis dan teoritis yang kuat dalam disiplin ini. Dengan memahami dan menerapkan Nous dalam pembelajaran arsitektur, mahasiswa dapat menjadi arsitek yang lebih kompeten dan beretika dalam menciptakan lingkungan binaan yang berarti. 

Kategori
Teaching Tugas 2 - Reflection

Albert Agung – Reflection

Bagi saya, Episteme merupakan ilmu pendidikan (Knowledge) yang merupakan bagian terbesar dalam hidup saya. Setiap manusia, sejak kecil sudah memasuki Episteme bahkan sejak lahir, mulai dari pengetahuan tentang bagaimana cara memakan, bernafas, merangkak, berjalan, dan masih banyak hal yang dipelajari. Sejak kecil saya memiliki pengalaman yang tak terlupakan tentang matematika. Papa saya pintar dan suka matematika, tidak heran bila ia ingin mewariskan ambisi dan pengetahuannya kepada anaknya. Karena hal tersebut. Sejak saya kelas PlayGround (PG) saya mulai diajari matematika yang seharusnya belum saya pelajari. Lalu pada saat TK, saya mulai masuk les bernama “Kumon” mungkin tidak familiar bagi anda karena kumon merupakan les yang bagus dan ternama. Suasana saat TK awal” ambisius dan rajin, tetapi semakin lama, semakin diberi tekanan dan PR semakin banyak, saya memiliki 10 lembar PR/hari dulunya. Bayangkan saja sebuah anak TK mengerjakan sebanyak itu. Lalu saya di press terus untuk matematika. Saya berhenti Kumon pada kelas 2, dimana di sekolah saya masih belajar perkalian, tetapi saya sudah mendapatkan ilmu di kelas 5-6. Alhasil saya selalu mendapatkan 100 dan saya tidak menyesal karena telah di press seperti itu. Saya masuk-keluar kumon total 3 kali sepanjang hidup, dan itu semua karena tekanan dan waktu, tetapi saya tetap bersyukur bisa mendapat ilmu yang belum saya pelajari pada waktunya. Dari situ saya belajar bahwa ilmu (Episteme) itu sangat penting dan berharga. Ilmu itu seperti udara, kita dapat mencarinya dan menemukannya dimana saja. Sejak itu saya mulai mengeksplor dunia luar, seperti mengobrol pada orang” asing. Mempelajari hal-hal yang baru, itu semua membuat saya senang berada di dunia ini. Efeknya, dalam dunia perkuliahan saya lebih menyadari bahwa ilmu pengetahuan itu harus dieksplor sebanyak mungkin. Terdapat ribuan buku tentang arsitektur, ribuan orang yang berprofesi sebagai arsitektur di seluruh dunia. Kita dapat mewawancara siapa saja, mencari buku dimana saja dan membaca kapanpun. 

Dalam Episteme ini kita tidak dibatasi akan ilmu, kita mempunyai kebebasan dan hak untuk mengeksplor sebanyak mungkin. Apalagi generasi sekarang sudah diberkahi oleh berbagai software dan komputer yang memadai sehingga memudahkan proses perkuliahan dan dunia kerja nantinya. Ada sebuah pesan yang saya ingat dari narasumber yang saya wawancarakan, dimana ia berpesan kepada anak muda bahwa “Kalian itu beruntung dan enak, software komputer dimana-mana, google sudah lancar dan menjangkau berbagai ilmu, kalian harus gunakan itu sebaik mungkin, jangan sampai kalian mensia-siakan hal tersebut”. Dari situ semangat belajar saya semakin naik dan semakin paham akan pentingnya Episteme ini.

Phronesis merupakan kecerdasan taktikal dalam bertindak, tetapi sesuai fakta yang ada, terdapat gap antara sekolah/universitas dan dunia praktik yang tak dapat dipungkiri. Sesudah kuliah, maka baru akan mengalami bagian dari Phronesis. Menerapkan phronesis dalam kehidupan dapat mengarah pada pengambilan keputusan yang lebih baik dan dapat dimulai dengan kesadaran diri dimana memahami keyakinan, dan prioritas yang saya punya. Renungkan yang benar-benar penting dalam hidup dan apa tujuan jangka panjang yang akan dicapai.

Techne merupakan skill/dunia praktik/kuliah praktik sesuai profesi yang kita pilih. Sejak kuliah, kita difasilitasi studio desain dan materi perkuliahan yang memadai dan mendukung profesi yang akan kita tuju, memang gaya pembelajaran setiap universitas berbeda-beda, tetapi yang saya suka dari Binus, mereka memberi kita kesempatan untuk mengeksplor dunia arsitektur dan menerapkannya dalam studio desain. Pada semester 6-7 kita akan diberi kesempatan untuk magang dimana hal tersebut berkaitan dengan Techne. Kita akan lebih mengerti suasana dan situasi dalam dunia kerja, dan semester awal serta magang ini akan sangat membantu untuk dunia kerja yang akan kita jalani nanti. Penerapan Techno dapat berupa banyak macam dan bentuk. Pertama adalah Identifikasi Tujuan dan Kebutuhan spesifik apa yang ingin dimiliki yang dapat ditingkatkan melalui teknologi. Ini bisa dilakukan dari meningkatkan produktivitas, tetap terhubung dengan orang yang dicintai, mengelola kesehatan, atau hanya tetap mendapat informasi mengenai kemajuan teknologi, tren, dan inovasi terbaru. Ini dapat dilakukan melalui banyak sumber. Pelajari Cara Menggunakan Teknologi. Luangkan waktu untuk mempelajari cara menggunakan teknologi dan software yang mendukung. Banyak sumber daya tersedia, termasuk panduan pengguna, tutorial online, dan forum komunitas. Pembelajaran berkelanjutan sangat penting dalam dunia teknologi yang terus berkembang. Tak bisa dipungkiri bahwa kita sangat membutuhkan teknologi dalam kehidupan apalagi di masa yang akan mendatang. Meskipun teknologi dapat bermanfaat, penting untuk mengelola waktu layar dan menjaga keseimbangan dengan interaksi dunia nyata. Kita perlu menyeimbangkan interaksi dunia nyata dengan waktu yang kita habiskan pada teknologi, karena seperti pada dasarnya, Arsitek tidak akan mendapat pekerjaan jika tidak berinteraksi dengan Client lain. 

Dan Sophia sendiri merupakan kecintaan kita terhadap Arsitektur. Sophia sendiri berpengaruh pada apa yang akan kita capai nantinya, sejak kecil kita membuat cita cita sesuai apa yang kita kagumi dan inginkan. Saya sendiri sejak kecil sangat menyukai gambar, bangunan, dan seni. Ayah dan kakek saya juga merupakan insinyur dan saya sejak kecil dibentuk agar mendapatkan bekal pada saat mengambil jurusan Arsitektur nanti. Dan saya sekarang sudah mengambil perkuliahan arsitektur. Dari keempat unsur tersebut, yang saya dapatkan dari NOUS adalah perbekalan, proses, hasil, dan kecerdasan dalam membagi waktu. Nous adalah kecerdasan pikiran. Ketika diterapkan pada kehidupan, “Nous” dapat memainkan peran penting dalam pengambilan keputusan, pemecahan masalah, dan pertumbuhan pribadi.

Kategori
Teaching Tugas 2 - Reflection

Andika Jantoni- Reflection

Bagi saya, dalam perjalanan manusia menuju kebijaksanaan dan keunggulan intelektual, konsep Nous ini menjadi pijakan penting dalam memahami akal budi atau intelek yang membedakan manusia dari binatang. Khususnya dalam pendidikan arsitektur, konsep ini memperkenalkan mahasiswa seperti saya pada dimensi filosofis dan moral dalam merancang dan membangun ruang lingkup manusia. Dalam konteks ini, keempat kebajikan Nous, yaitu Episteme, Phronesis, Sophia, dan Techne menjadi pedoman esensial bagi mahasiswa arsitektur dalam mengembangkan pengetahuan dan keterampilan mereka, serta memahami peran etika, moralitas, dan seni dalam praktik arsitektural. 

Episteme adalah pengetahuan praktis atau kebijaksanaan yang berkaitan dengan tindakan manusia. Dalam arsitektur, episteme ini tercerminkan dalam penyelidikan rasional dan logis berdasarkan pada bukti dan argumen dalam mengembangkan konsep, teori, dan kritik arsitektur. Episteme ini juga mencakup pengetahuan tentang sejarah, konteks, dan perubahan arsitektur. 

Episteme sebagai bentuk pengetahuan praktis ini memperkenalkan kepada saya sebagai mahasiswa mengenai landasan teoritis dan praktis arsitektur. Dalam kelas, saya diajarkan oleh dosen mengenai konsep-konsep fundamental, mulai dari sejarah arsitektur hingga teknologi terkini. Melalui kajian ini, mahasiswa membangun pemahaman mendalam tentang perubahan budaya, sosial, dan teknologi yang membentuk arsitektur. Saya juga belajar menerapkan logika rasional dan metodologi berbasis bukti untuk merancang dan memahami bentuk arsitektural secara lebih mendalam. Selain dalam bentuk pelajaran di kelas dengan dosen, techne ini juga tercerminkan dalam kegiatan membaca buku mengenai konsep bangunan yang dibuat oleh seorang arsitek ataupun materi mengenai arsitektur, bisa melalui pameran seni arsitektur di mana para desainer atau arsitek memamerkan hasil karya mereka dengan media kertas ataupun maket, kunjungan ke bangunan bersejarah dan mempelajari bangunan tersebut, serta berinteraksi dengan dosen atau bahkan arsitek yang berpengalaman, entah itu bertanya tentang proses menjadi arsitek,  membahas proyek – proyek yang dilakukan oleh arsitek di dunia ataupun sekedar menanyakan tips berkarir dan menghadapi arsitektur. Semua ini menjadi dasar pengetahuan yang kuat dan dapat saya bawa dalam proyek desain nantinya. Namun, episteme tidak hanya sebatas pada pengetahuan teoritis. Episteme ini juga mencakup penerapan pengetahuan dalam konteks praktis, seperti melalui proyek-proyek desain dan simulasi kehidupan nyata. Saya sebagai mahasiswa diajak untuk merancang solusi berbasis bukti yang relevan terhadap masalah-masalah arsitektur kontemporer. Inilah yang memberi mereka keterampilan praktis yang kuat, yang merupakan dasar bagi pengalaman belajar yang holistik 

Contohnya sendiri adalah saat saya mewawancarai pak Baskoro Tedjo. Pada wawancara dengan pak Baskoro Tedjo tersebut, saya mendapatkan sangat banyak pengetahuan, mulai dari bagaimana arsitektur di zaman dulu yang pada saat itu belum ada software untuk modelling, kemudian mengenai arsitektur – arsitektur terkenal di dunia mulai dari Indonesia hingga Jepang, juga mengenai pengalaman pak Baskoro Tedjo sebagai arsitek dan prosesnya mulai dari alasan beliau menjadi arsitek dan hal apa saja yang beliau lakukan saat menjadi pelajar. Pak Baskoro juga mengutarakan pendapat – pendapatnya mengenai arsitektur di Indonesia, serta buku – buku yang sering beliau baca saat menjadi seorang arsitek, yang di mana beliau sering kali membaca buku yang ditulis oleh arsitek Jepang. Beliau juga menjelaskan kepada saya hal yang dilakukan oleh Jepang, yang bisa diaplikasikan ke Indonesia. Beliau menjelaskan bahwa Jepang, meskipun luas negaranya sendiri kecil, mereka mampu memanfaatkannya dengan baik. Mereka mampu memanfaatkannya untuk membuat perumahan yang efisien, dan juga membangun perkonomian negara mereka maju seperti saat ini. Pak Baskoro Tedjo mengatakan itu adalah salah satu hal yang bisa dipelajari Indonesia dari Jepang, yaitu memanfaatkan ruang dengan baik dan efisien. 

Phronesis adalah pengetahuan pengetahuan praktis atau kebijaksanaan yang berkaitan dengan tindakan manusia. Dalam arsitektur, phronesis diaplikasikan dengan membuat keputusan yang tepat dan bermoral dalam situasi yang dihadapi oleh arsitek dan pengguna atau pemilik bangunan. Phronesis juga mengandung nilai – nilai etis, sosial, dan budaya yang menjadi landasan arsitektur.  

Dalam situasi kehidupan nyata, arsitek dihadapkan pada berbagai dilema etika yang melibatkan tanggung jawab terhadap lingkungan, masyarakat, dan budaya. Phronesis membimbing untuk mengembangkan kemampuan membedakan antara keputusan yang etis dan yang tidak etis, serta memahami implikasi jangka panjang dari setiap keputusan yang diambil dalam konteks arsitektur. Melalui studi kasus, perdebatan etika, dan proyek-proyek yang menekankan nilai-nilai sosial dan budaya, mahasiswa dapat memahami kompleksitas moralitas dalam arsitektur. Di mana mahasiswa diajak untuk menggali pertanyaan-pertanyaan fundamental seperti bagaimana arsitektur dapat mendukung keberlanjutan lingkungan, mempromosikan inklusivitas sosial, dan menghormati warisan budaya. Dengan demikian, mahasiswa tidak hanya menjadi perancang yang terampil tetapi juga agen perubahan sosial yang bertanggung jawab. 

Contohnya sendiri saat saya menemani teman saya untuk mewawancarai arsiteknya, saya ada ikut bertanya mengenai pendapat beliau mengenai pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur. Saya bertanya apa tanggapan beliau mengenai pemindahan tersebut, dan beliau menjawab banyak sekali hal yang harus dipertimbangkan dalam pemindahan ibu kota ini, jadi sangat sulit dilakukan. Kita harus mempertimbangkan sirkulasi manusia, jalur pipa, para investor, bangunan apa saja yang dibutuhkan dan lain sebagainya. Mereka harus memikirkan bagaimana membuat kotanya tidak terasa panas dan sempit, bagaimana membuat sistem air kota tersebut baik dan masih banyak lagi. Nah ini merupakan pencerminan dari phronesis, di mana mereka harus memikirkan keberlanjutan kota tersebut. 

Contoh lagi di luar arsitektur, saya ada membuka komisi, yaitu menjual jasa menggambar entah itu digital atau tradisional. Pada komisi ini saya harus memikirkan apa yang diinginkan oleh customer. dia mau pose yang bagaimana, warna yang bagaimana, dan style yang bagaimana. Saya juga harus memilih mana komisi yang saya terima dan tidak, karena terkadang ada saja customer yang menginginkan gambar tidak senonoh, dan tentu saja saya tolak. Ini merupakan contoh dari phronesis di mana saya mempertimbangkan dampak dari karya saya kedepannya. 

Sophia adalah kebijaksanaan tertinggi yang mencakup pengetahuan tentang hal – hal ilahi dan manusiawi serta keberanian pribadi. Dalam arsitektur, sophia tercerminkan dengan menggabungkan pengetahuan ilmiah dan teoritis (Episteme) dengan pengetahuan praktis dan bermoral (Phronesis) dalam merancang dan membangun ruang – ruang yang harmonis, indah, dan bermanfaat bagi manusia dan lingkungan. 

Dalam praktiknya, ini berarti memahami hubungan antara manusia dan alam, dan mencari cara untuk membangun bangunan yang berinteraksi secara ramah lingkungan. Mahasiswa diajak untuk menjelajahi pendekatan-pendekatan inovatif seperti desain berkelanjutan, arsitektur hijau, dan integrasi teknologi terbaru untuk menciptakan lingkungan binaan yang ramah lingkungan. Dengan menggabungkan kebijaksanaan ilmiah dan nilai-nilai manusiawi, mereka menghasilkan rancangan yang tidak hanya estetis tetapi juga berdaya tahan dan relevan dengan kebutuhan masyarakat. Sophia ini juga mencakup keberanian kita dalam mendesain, di mana kita bereksplorasi membuat bentuk – bentuk yang unik tanpa menghilangkan fungsinya. 

Techne adalah pengetahuan tentang cara membuat atau melakukan sesuatu dengan baik. Dalam arsitektur, techne tercerminkan dalam penguasaan keterampilan, seni, atau kerajinan yang diperlukan untuk mewujudkan ide – ide arsitektural menjadi kenyataan. Techne juga melibatkan pemahaman teoritis tentang prinsip – prinsip, metode, dan teknik yang mendasari proses kreatif arsitektur. 

Dalam lingkungan pendidikan arsitektur, saya sebagai mahasiswa diberdayakan untuk mengembangkan keterampilan teknis dalam menggunakan perangkat lunak desain, memahami teknologi konstruksi terbaru, dan menguasai teknik pembuatan model fisik. Saya diajarkan untuk mengeksplorasi berbagai media, dari gambar tangan tradisional hingga desain grafis dan simulasi 3D, sehingga mereka dapat menyampaikan ide-ide mereka secara efektif.  Contohnya adalah saat mengerjakan tugas Pavilion. Di mana kami ditugaskan untuk membuat isometri, potongan, tampak dan perspektif dari desain yang kami buat, serta membuat maket dari desain kami tersebut. Selain itu juga kami ada ditugaskan untuk meniru denah, tampak dan potongan, memperbaiki apa yang salah dari contoh tersebut dan mempelajari strukturnya. 

Selain menggambar tangan, saya juga ada ditugaskan oleh dosen membuat model bangunan di komputer. Mulai dari yang 2D hingga 3D. Kami dibebaskan untuk menggunakan software yang ada untuk modelling arsitektur. Meskipun saya baru ditugaskan untuk mengikuti langkah – langkah yang ada di buku, tetapi tetap saja saya belajar dan melatih keterampilan saya. Ini adalah contoh pencerminan dari Techne, di mana saya melatih keterampilan menggambar dan modelling. 

Dalam keseluruhan, konsep Nous dengan empat kebajikan utamanya yaitu Episteme, Phronesis, Sophia, dan Techne, memberikan kerangka kerja yang komprehensif untuk pendidikan arsitektur. Kadar Nous ini pastinya akan berbeda pada setiap diri mahasiswa, meskipun begitu Nous ini tetap berperan penting bagi mahasiswa. Mahasiswa arsitektur dipersiapkan untuk menjadi arsitek yang tidak hanya terampil dalam merancang bangunan, tetapi juga memiliki pemahaman mendalam tentang sejarah arsitektur, etika dalam desain, peran arsitektur dalam masyarakat, dan keterampilan teknis yang kuat. 

Pentingnya konsep Nous dalam pendidikan arsitektur adalah bahwa itu tidak hanya menciptakan arsitek yang kompeten, tetapi juga individu yang memiliki pikiran terbuka, bertanggung jawab secara sosial, dan kreatif. Mahasiswa arsitektur yang memahami keempat kebajikan Nous mampu menggabungkan pengetahuan, etika, kebijaksanaan, dan keterampilan untuk menciptakan bangunan yang tidak hanya fungsional dan indah, tetapi juga memiliki dampak positif pada masyarakat dan lingkungan. 

Ketika mereka merancang bangunan, mereka mempertimbangkan aspek keberlanjutan, merancang untuk masa depan yang lebih baik. Mereka juga memahami pentingnya memelihara warisan budaya dan sejarah dalam desain mereka. Dengan demikian, mereka membawa konsep Nous ke dalam praktik mereka, menciptakan bangunan yang mencerminkan pengetahuan, etika, kebijaksanaan, dan keterampilan mereka. 

Dalam dunia yang terus berubah, di mana tantangan lingkungan dan sosial semakin mendesak, arsitek yang terlatih dengan prinsip-prinsip Nous memiliki peran yang sangat penting. Mereka bukan hanya merancang bangunan, tetapi juga berkontribusi pada pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif. Mereka menghubungkan masa lalu dengan masa depan, membawa kebijaksanaan Nous ke dalam karya mereka, dan menciptakan dunia yang lebih baik bagi semua. Dengan pemahaman mendalam tentang Episteme, Phronesis, Sophia, dan Techne, mahasiswa arsitektur tidak hanya siap menghadapi tantangan dunia nyata, tetapi juga memiliki potensi untuk mengubah dunia melalui desain dan kontribusi mereka pada masyarakat dan lingkungan. Prinsip-prinsip Nous menjadi panduan yang kokoh dalam membimbing generasi arsitek masa depan menuju kebijaksanaan dan keunggulan intelektual yang sejati. 

Kategori
Teaching Tugas 2 - Reflection

Angelie Jasmine – Reflection

Bagi saya, selama kurang lebih 3 bulan masa perkuliahan berlangsung, Introduction to Architecture adalah salah satu kelas yang mengajarkan saya tentang makna memilih karir sebagai arsitektur yang lebih luas dan dalam. Mata kuliah Introduction to Architecture telah memberikan saya tempat dan kesempatan, untuk bisa memahami dan mengaplikasikan cara berpikir dan bertindak sebagai mahasiswa, maupun sebagai arsitek di masa depan. Saya belajar banyak, tidak hanya melalui teori, diagram, maupun pandangan arsitek dan peneliti luar, tetapi juga melalui tugas-tugas yang dipercayakan kepada saya, seperti tugas mewawancarai salah satu arsitek wanita di Indonesia. Tugas ini membawa saya kepada pemahaman Teori “5 Virtues of Thoughts” dari buku “Nichomachean Ethic Book IV by Aristotle”, yang sangat luas dan variatif dalam kehidupan seorang arsitek.

BINUS University menjadi tempat dimana saya bertumbuh dan mengembangkan diri saya. Hal ini dikenal sebagai “Nous”. Universitas adalah wadah bagi saya dalam membangun kapasitas dalam pandangan dan cara berpikir, kapabilitas, kebijakan intelektual, bahkan juga etika. Bagi saya, universitas tidak hanya menyajikan ilmu pengetahuan di kelas, tetapi juga kesempatan bagi diri saya untuk keluar dari zona nyaman saya dan mencoba hal-hal baru. 

Saya mengenal banyak rekan-rekan mahasiswa dari berbagai jurusan, asal, dan latar belakang. Dengan sifat introvert yang saya miliki, saya harus bisa memberikan effort yang lebih dalam berkomunikasi dengan mereka, dan memberikan impresi yang baik kepada mereka. Hal ini terjadi karena rasa keingintahuan saya untuk mengenal mereka lebih jauh dan dalam lagi. Melalui hal ini saya dapat mengenal cara pandang mereka terhadap suatu hal, cara mereka menghadapi sebuah situasi, dan kapabilitas mereka dalam berpikir mengenai suatu masalah. Bagi saya, hal ini penting bagi seorang arsitek untuk mengobservasi klien mereka agar dapaat memenuhi dan mewujudkan kebutuhan klien mereka. 

Peran Nous itu sendiri, menurut pandangan saya, bukan hanya menjadi tempat, tetapi juga pengetahuan dan cara berpikir kita yang awal, atau biasa dikenal dengan “original mind”. Hal ini menjadi peran yang penting, karena menjadi tahap awal dalam pola pikir dasar seseorang secara rasional dan masih berasal dari ingatan memori asalnya. Dalam tahap awal ini, seseorang bisa mendapatkan kesadaran diri dalam mengukur kelebihan dan kekurangan, demi menembus batas diri kita di masa lalu. Berada di tempat yang baru, bersama orang-orang yang baru, menjadikan memulai komunikasi dan membangun relasi adalah hal yang sangat penting bagi diri saya. Begitu juga dalam arsitektur, seorang arsitek diwajibkan untuk memiliki skill komunikasi yang baik, baik dalam design, literasi, maupun dalam berbicara dengan orang baru, terutama klien, dan juga di depan umum. 

Nous dapat dipahami sebagai mandala, tolak ukur awal seseorang dalam mendalami sebuah profesi. Lingkungan dunia profesi, universitas, yang seseorang pilih dapat sangat mempengaruhi masa depan seseorang, baik dari segi gaya hidup sosial, ekonomi, maupun budaya. Oleh karena itu, titik mulai setiap orang dalam sebuah perjalanan karir itu berbeda-beda. Setiap orang datang dari latar belakang yang berbeda-beda yang membuat mereka menjadi diri mereka yang sekarang. 

Universitas sebagai wadahnya, tentu menyajikan ilmu pengetahuan bagi mahasiswanya. Dalam quadran Episteme, ilmu pengetahuan memiliki porsi yang paling besar yang seorang mahasiswa dapatkan. Hal ini dikarenakan, dunia pendidikan yang menerapkan sistem belajar dengan mendengarkan dan membaca yang lebih dominan. Akan tetapi, menurut saya, hal ini adalah sama pentingnya dengan praktikum, karena disinilah saya bisa mempelajari konsep-konsep dasar dan latar belakang sebuah praktek. Dalam kesempatan ini pun, mahasiswa dapat saling bertukar pikiran dan mendiskusikan pandangan mereka mengenai suatu masalah arsitektur. Bagi saya, ilmu pengetahuan yang berdasarkan atas pedoman arsitek, merupakan panduan utama bagi seorang mahasiswa dalam mengenal sebuah bidang. Hal ini dilakukan untuk menyatukan pemahaman setiap orang mengenai sebuah teori. Oleh karena itu, ilmu arsitek sangatlah luas. 

Selain Episteme, universitas pun menyajikan Techne. Quadran tersebut diambil dari ilmu pengetahuan yang diperoleh dari kelas yang menerapkan cara belajar praktik, seperti simulasi studio dan kuliah praktik dan profesi yang sifatnya opsional. Memilih arsitektur tentu merupakan langkah yang besar bagi saya. Dibalik latar belakang saya, keinginan saya untuk membangun sebuah bangunan utuh, dengan kesenian yang tinggi, dan dapat berguna bagi banyak orang, adalah cita-cita utama saya. Keinginan menjadi arsitek artinya saya memiliki komitmen yang besar untuk tidak berhenti sampai Sarjana 1 (S1) saja. Dalam perkuliahan S1, saya hanya akan mendapatkan pendidikan yang disimulasikan kedalam studio desain, dan hal itu tidak menjadikan saya seorang arsitek. Oleh karena itu, saya harus melanjutkan dan memperkuat ilmu pengetahuan saya dengan kuliah praktik dan profesi. Tetapi perjalanan menjadi seorang arsitek adalah proses dan usaha yang panjang, sehingga dimulai dengan masa perkuliahan dengan simulasi studio adalah permulaan yang baik. Hal ini adalah untuk merangsang pengetahuan, keterampilan, dan motivasi menjadi arsitek. 

Lebih daripada itu, melalui simulasi praktik dan studio ini mahasiswa dapat mengasah skills mereka dalam membayangkan dan menggambarkan sebuah desain dalam bentuk maket, maupun gambar sketsa. Mereka dilatih untuk mengasah keterampilan dalam common senses dan logically thinking mereka dalam menentukan fungsi, bentuk, ukuran, dan lain sebagainya. Tidak hanya itu, mahasiswa pun mempelajari menggunakan aplikasi-aplikasi untuk mendesain 2D, 3D, hingga rendering. Dalam kelas studio ini, mahasiswa tidak hanya diajarkan mengenai teori, tetapi juga mengasah soft dan hard skills mereka. Mereka dituntut untuk dapat membagi waktu dan mengumpulkan tugas-tugas dan ujian mereka dengan baik, teliti, dan tepat waktu. Seorang arsitek pun tidak akan bekerja sendiri di masa depan. Mereka akan bekerja sama dengan pekerja teknik yang lain juga, seperti teknik sipil, mekanikal, elektrikal, dll. Sehingga, dari masa perkuliahan ini mahasiswa diajak untuk bisa berdisksi dan bekerja sama, agar ilmu pengetahuan seorang arsitek bisa mengikuti ilmu pengetahuan dari berbagai bidang tersebut. 

Setelah menjalankan Quadran Techne, adapula Quadran Phronesis yang harus dijalani oleh mahasiswa arstiketur. Adapun Quadran Phronesis ini merupakan taktikal seseorang dalam bertindak di sebuah bidang pekerjaan. Di dunia arsitektur, hal ini tidak bersifat wajib bagi mereka yang tidak ingin melanjutkan karir nya dalam merancang dan memiliki legalitas untuk membangun bangungan. Bagi saya, memiliki sertifikat legalitas sebagai arsitek merupakan sebuah kunci pencapaian yang utama saya memilih arsitektur dari awal perkuliahan, dan dengan itu saya dapat benar-benar mengaplikasikan talent, skills, dan effort saya ke dalam dunia yang nyata. Hal ini pun dapat menghasilkan hasil yang bervariatif, dikarenakan sistem setiap universitas berbeda-beda. Akan tetapi, ketersediaan ruang untuk melatih kemampuan dan pengetahuan taktikal dalam masa perkuliahan sangat sedikit. 

Walaupun begitu, bagi saya, kuliah praktik dan profesi adalah penting untuk dijalankan. Nilainya bukan karena untuk bisa membangun, tetapi untuk menyatakan keinginan dan keselamatan manusia maupun lingkungan atas bangunan yang terbangun di masa depan. Menurut saya, hal ini adalah sesuatu yang harus dipertanggung jawabkan seorang arsitek ketika berbicara mengenai “sustainable world”. Tidak hanya keindahan bangunan, tetapi juga kontribusinya kepada orang dan alam sekitar. Saya percaya, menjadi arsitek bukanlah hal yang mudah. Menjadi arsitek bukan hanya menggambar, tetapi arsitek memegang kunci dari keindahan, kedalaman makna, kemajuan dan perkembangan dunia di masa depan. Dari kuliah praktik dan profesi inilah kita akan memahami secara nyata, usaha, waktu, dan tenaga dalam menjalankan suatu proyek kecil maupun besar. 

Hal-hal itu semua adalah penting adanya, dan semuanya dimulai dari diri kita sendiri. Quadran Sophia adalah korelasi keutamaan intelektual seseorang secara kebijakan teoritis dengan pengetahuan atas kebenaran tertentu yang dirinya miliki. Oleh karena itu, saya mengartikannya dengan perasaan yang ada didalam diri seseorang, yang berasal dari pemahamannya mengenai suatu hal dan keyakinannya terhadarap dirinya, sehingga menciptakan pribadi yang berani dan mencintai karya, bidang atau kegiatan yang dirinya usahakan. Sophia merupakan awal dari keyakinan diri seseorang untuk berani memulai sebuah karya. Dari pengertian ini, saya dapat mengerti bahwa hasil dari quadran ini sifatnya dapat bervariasi, karena setiap orang memiliki latar belakang mereka masing-masing, dimana hal yang telah mengubah cara berpikir mereka berbeda-beda. 

Dari Quadran Sophia, saya mengetahui bahwa ada faktor yang menyebabkan seseorang dapat berani dan mengambil keputusan. Faktor tersebut adalah berupa tekanan dan kegagalan. Sebuah hal yang sangat umum, karena dalam setiap proses perjalanan hidup, kedua hal itu adalah sesusatu yang membuat kita belajar dan bangun. Ditahap itulah seseorang dapat menjadi berani dan mencintai sebuah proses, bukan hanya sebuah usaha lagi. Seiring berjalannya waktu, seseorang memiliki goal, memberikan effort, mendapatkan feedback, dan tetap fokus dalam prosesnya. Akan tetapi, hal tersebut tidak akan bisa berjalan dengan lancar jika kita tidak menyeimbangkan waktu kita untuk beristirahat dan bersenang-senang sejenak. Dengan demikian, seseorang dapat fokus dalam mengembangkan skills mereka dan bekerja mencapai goals mereka. Dengan melakukan talent dan skill secara bersamaan, ditambah dengan effort, seseorang dapat mencapai achievement. 

Melalui pertemuan saya dengan Ibu Mei Mumpuni, saya belajar mengenai banyak hal. Mendapatkan kesempatan untuk bertemu salah satu arsitek wanita di Indonesia adalah kesempatan yang sangat besar bagi saya, untuk mengetahui pengalamannya bergerak dalam bidang arsitektur. Salah satu quadran yang Ibu Mei ajarkan adalah Quadran Sophia. Dalam perjalanan Ibu Mei sebagai arsitek, beliau mengatakan bahwa beliau tidak memiliki support system. Beliau bermodalkan pengetahuannya, kemampuannya dalam menggambar, dan keyakinan dan keberaniannya sendiri untuk mengambil langkah tersebut. Beliau pun mengatakan bahwa jika passion atau keinginan kita sudah benar dan kita menikmati melakukakannya pasti bisa dijalankan dengan baik, tanpa stress. Hal ini pula yang menyakinkan saya dalam memilih arsitek.

Dalam perbincangan kami, Ibu Mei pun bercerita tentang bagaimana pada masa beliau kuliah, beliau tidak turut aktif dalam kegiatan himpunan. Tetapi beliau juga mengatakan bahwa tidak ada salahnya mengikuti kegiatan himpunan, semuanya tergantung dengan diri kira masing-masing. Jika kita membutuhkan himpunan sebagai jembatan kita untuk menjalin relasi dan melatih kemampuan komunikasi kita, hal itu adalah sangat penting. Tetapi bagi Ibu Mei, ia sanggup untuk berkomunikasi dengan baik tanpa harus berkecimbung dalam kegiatan berorganisasi. Keyakinan Ibu Mei dalam hal ini sangat membuat saya tertarik untuk mengenal lebih dalam. Sampai pada saat ini, Ibu Mei aktif ikut serta dalam sayembara, dan darisitulah beliau dikenal banyak orang dan memiliki relasi. Hal ini adalah bentuk keberanian Ibu Mei yang sangat menginspirasi bagi saya. 

Selain itu, Ibu Mei juga mengatakan bahwa kita tidak boleh hanya membaca buku, tetapi kita juga perlu langsung mengujungi tempat-tempat dengan bangunan-bangunan arsitektur yang menginspirasi. Hal ini dapat berada dalam Quadran Episteme, dimana kita mempelajari ilmu pengetahuan arsitektur, tetapi dalam hal ini secara langsung. Dalam mandala perjalanan atau Nous pun kita dapat mengerti bahwa dengan mengeksplor bangunan-bangunan arsitektur yang memiliki arti yang dalam, sejarah yang menarik, dan seni arsitektur yang luar biasa, kita dapat merasakan secara langsung kekayaan dalam bangunan tersebut. Begitu luas dan beragam ilmu arsitektur yang harus dipelajari dan dikembangkan.

Kategori
Teaching Tugas 2 - Reflection

Angelina Dara Poskiparta – Reflection

Intuition. “an ability to understand or know something immediately based on your feelings rather than facts” (Cambridge Dictionary) This is an ability which every human has, in fact it is an ability every human needs considering that every human is born with no knowledge of the world. Intuition is what saves them from doing things which possess various possibilities of harming them, whether mentally or physically. Intuition is a feeling which can be trained and grown using knowledge and experiences. To the point in which most often, humans don’t remember why something must be done or must be avoided yet they know that it must be that way no matter what. Intuition is what make sense of the world when facts fail to reveal itself, as it is more often than not, purely based on feelings and human moral psychology.

Ironically, this definition goes against the great philosopher, Aristotle’s, way of thinking about intuition. Aristotle categories intuition as something logical and metaphysical. From here he divides it again in parts, one of which is nous or understanding. 

Nous is “a virtue of thought concerned with first principles of scientific knowledge; not action. While partly built up through experience, people also seem to have an intuitive ‘natural consideration, comprehension and judgement’” (Jun 2021, Kristjánsson) From this statement one can understand that understanding (nous) is not a purely feeling based thing, like intuition, in fact it is something built upon scientific factual knowledge. However, it can and is affected by intuition. As it is vice versa as well, intuition can be affected by knowledge and understanding, understanding can be affected by intuition.

In life, this is unavoidable, as humans never stop trying to understand and learn anything and everything around them nor do they stop trying to survive. This is the way in every setting including, if not especially, during one’s university studies. This is the time in life when people face various new experiences and issues for the first time ever. Constantly learning and understanding new things, whether academically or generally. How to live on one’s own, how to handle stressing situations alone, how and what to learn for one’s studies, how to handle one’s new teachers and each of their specific characters, how to do this and that and this and that. So, how do these moments in life connect with nous?

As per Aristotle’s “Nichomachean Ethic Book IV”, Nous is made into four parts. Those four parts being: Episteme meaning knowledge, Phronesis meaning practical knowledge/wisdom, Techne meaning craft or art, and Sophia meaning wisdom. 

Firstly, dissecting the meaning of episteme. Episteme may also be translated as scientific knowledge at times, however in this context, scientific does not hold the same meaning it usually does. Instead the word is there to stress that the knowledge is certain, perhaps even factual. Episteme in the setting of the university experience is the academic knowledge which one receives. This plays a majorly large part in university since the main reason one goes there is to further one’s studies. One’s episteme can be sharpened and grown by keeping on learning and learning. A few forms of learning sources one would come across include books, textbooks, verbal teachings, presentations, seminars, coursemates helping out each other for a variety of questions because they hadn’t remembered to ask the teacher. The entire world becomes one’s library, it’s incredible, truly. 

In actuality, this applies not only to episteme but to phronesis as well. Phronesis as mentioned before is practical knowledge. So, whereas episteme is “textbook” knowledge, phronesis is knowledge which one can apply directly to life. It ties closely with techne, which means craft, as to put in practice techne one first needs phronesis. Without knowledge on how to do something in what way would one do anything? Yet, they are still two distinctly different points. Through understanding Aristotle’s teachings, it is found that since both phronesis and techne are points “which deal with contingent reality, form (scil. true) opinions. In the case of technê, the opinions are the basis for production; and in the case of phronêsis, the opinions are the basis for living well” (Parry,2003). Once again comparing in a university setting, phronesis would mean knowledge for living, for survival. Every waking moment becomes a phronesis learning moment. How to do one’s own laundry, how to manage one’s time as best as possible for each day, how to plan regular meals with no fail, these are only very few of the many examples. During university is the period when people mature the most, when they learn the most, preparing for adulthood and all its challenges. Not to mention the academic aspect of phronesis, this would include the gap between knowledge received from classes and in real life practices. Although, it’s not very broad as university classes are dominated by theoretical learning.

Expanding more on techne, as it is the form of craft, it is the work of bringing something into existence. Producing so to have tangible progress and results. Most times without realising it, this is happening all the time. Anything that is done which can or will affect other aspects of the world even in the smallest ways means that one is partaking in techne, because the results are always tangible. If one can sense the difference using any of the five senses then it is the result of techne. But perhaps it’s better to narrow it down for now, to a university setting. Techne is prevalent during studio simulations, practising doing actual work based on the knowledge acquired so far. In the architecture major for example, techne is when one is practising drawing site plans and structural work, as well as a model for the building(s) one designed. Another example of techne in university, unspecific to any major, could be when given assignments which involve other people, such as interviews, surveys, socializations, and so on and so forth. 

Finally, regarding sophia, which means wisdom. “Aristotle considered sophia to be theoretical wisdom.”(Dennison,2013). This would mean while just “wisdom” holds meaning closer to “common sense” and “good judgement”, sophia would hold closer meaning to “scientific knowledge, combined with intuitive reason, of the things that are highest by nature” (Aristotle, Nicomachean Ethics VI) or in simpler words, based on personal understanding, proven logic. This means sophia ties closely with episteme, as through theoretical knowledge one can acquire theoretical wisdom. 

 Once again, this point is prevalent in the university experience. Sophia is mainly used during discussions and forming opinions. In university, being the breeding grounds for new opinions and constantly creating new discussions, it is surely with no doubt people use sophia everyday. That is, if those participating truly use proven logic in their arguments, instead of just throwing things out there with no basis whatsoever.

University is surely a difficult yet fun period of time for most and the sudden change in environment can, and do, affect previously high school students quite a lot. Many even ending up needing more time to finish or even finally dropping out entirely.

 In a less general note, students who have had to go through school during the COVID-19 pandemic are surely some of the most impacted people by the transition to university from high school. From once not being able to even step outside of home to do anything let alone learn, to suddenly anything is able to be a learning possibility. However this impact isn’t one hundred percent positive for them, experiencing a wide variety of learning methods and practical assignments for the first time also means that they are not used to these methods and assignments creating more difficulty in adapting to university life. Unlike the students who were lucky enough to experience these new learning methods and assignments gradually, through smaller scale, before stepping into university, the students born of the pandemic have their work cut out for them. 

Personally, I am a victim of this. Going through the pandemic, never allowed to leave home, schooling only being done online, and finally when we were allowed back offline it was only for a very short time, not to mention having strict parents which made it even more difficult to get out and about at the time. However, there is also a silver lining to this. I am now more excited than ever to face the world head on, perhaps even more than students who didn’t experience the pandemic’s heavy impact. Despite university life having it’s ups and downs, I don’t mind them and instead embrace them. I truly am happy to be able to experience all this, even though it’s only been a short while, it has given me the experiences which I have craved during my high school years. Learning using practical methods like that of making models, going out with friends which I was never able to do before the way I do now, my newfound freedom and knowledge of the world and the environment around me. It has truly been exhilarating.

To conclude, by understanding and utilising the mentioned four points, university students can learn to be able to get through and handle any challenge university life may throw at them, as well as in life after university. Episteme for academic knowledge and understanding, Phronesis for non theoretical knowledge or “street smarts”, Techne to apply the newfound knowledge in real life, and finally Sophia to aid in making the best decisions possible using proven logic and not just instinct. These are the four points of Nous.

Kategori
Teaching Tugas 2 - Reflection

Aristia Winati Adam – Reflection

Bagi saya, konsep Nous adalah salah satu konsep filosofis yang sangat relevan dalam kehidupan perkuliahan arsitektur. Nous adalah sebuah istilah dalam filosofi Yunani yang mengacu pada intelek, pemahaman, dan pemikiran yang mendalam. Dalam konteks kehidupan perkuliahan arsitektur, konsep Nous memiliki peran yang penting dalam membantu mahasiswa mengembangkan pemahaman yang lebih dalam tentang arsitektur dan memandu mereka dalam memahami berbagai aspek yang terkait dengan disiplin ini. Dalam tulisan ini, saya akan menjelaskan pengertian Nous dan empat elemen yang ada di dalamnya, yaitu Sophia, Techne, Pronesis, dan Episteme, serta bagaimana konsep-konsep ini berpengaruh pada kehidupan perkuliahan arsitektur saya.

Pengertian Nous

Nous adalah konsep filosofis yang berasal dari bahasa Yunani, yang sering diterjemahkan sebagai “akal budi” atau “pemikiran”. Konsep ini telah diperdebatkan dan dipahami dalam berbagai cara oleh para filsuf sepanjang sejarah. Namun, dalam konteks perkuliahan arsitektur, Nous dapat diartikan sebagai pemahaman mendalam yang melibatkan penggunaan akal budi dan intelek untuk memahami berbagai aspek arsitektur.

Dalam pemahaman Nous, terdapat empat elemen utama yang memainkan peran penting dalam membantu mahasiswa arsitektur mengembangkan pemahaman yang lebih dalam tentang disiplin ini:

1. Sophia (Kebijaksanaan)

Sophia merujuk pada kebijaksanaan atau kebijaksanaan spiritual. Dalam konteks perkuliahan arsitektur, Sophia mengacu pada pemahaman mendalam tentang nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang mendasari arsitektur. Ini melibatkan pemahaman tentang sejarah arsitektur, estetika, filosofi, dan konsep-konsep dasar yang membentuk disiplin ini. Sophia membantu mahasiswa arsitektur mengembangkan pandangan yang lebih luas tentang arsitektur dan mengintegrasikan nilai-nilai etika dan sosial ke dalam praktik arsitektur mereka.

Kebijaksanaan ini sangat penting dalam pengambilan keputusan dalam arsitektur, terutama dalam hal desain. Dalam proses merancang bangunan, seorang arsitek harus mempertimbangkan tidak hanya aspek teknis dan estetika, tetapi juga bagaimana bangunan tersebut akan memengaruhi lingkungan dan masyarakat di sekitarnya. Sophia membantu mahasiswa arsitektur untuk memahami implikasi etis dari keputusan desain mereka dan menjadikan kebijaksanaan sebagai panduan dalam menghadapi situasi kompleks dalam dunia arsitektur.

2. Techne (Keterampilan Teknis)

Techne adalah konsep yang merujuk pada keterampilan dan kemampuan teknis. Dalam perkuliahan arsitektur, Techne mencakup pemahaman tentang teknik-teknik yang digunakan dalam perancangan dan konstruksi bangunan. Ini termasuk pengetahuan tentang material, struktur, dan teknologi yang digunakan dalam arsitektur. Techne membantu mahasiswa arsitektur mengembangkan keterampilan teknis yang diperlukan untuk merancang dan membangun bangunan secara efektif.

Keterampilan teknis sangat penting dalam perkuliahan arsitektur. Mahasiswa perlu memahami cara merancang bangunan yang sesuai dengan persyaratan teknis, menghitung beban struktural, memilih material yang tepat, dan merencanakan sistem mekanikal dan elektrikal yang efisien. Techne membantu mahasiswa untuk memahami dasar-dasar teknis ini dan menerapkannya dalam proyek-proyek perkuliahan mereka.

3. Pronesis (Kemampuan Pengambilan Keputusan)

Pronesis adalah kemampuan untuk membuat keputusan etis dan praktis. Dalam konteks perkuliahan arsitektur, Pronesis membantu mahasiswa dalam menghadapi berbagai tantangan dan dilema yang muncul dalam proses perancangan dan konstruksi bangunan. Ini melibatkan kemampuan untuk mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan, dalam pengambilan keputusan. Pronesis juga membantu mahasiswa arsitektur untuk mengembangkan kesadaran etis dalam praktik arsitektur mereka.

Kemampuan untuk membuat keputusan yang etis dan praktis sangat penting dalam dunia arsitektur. Mahasiswa arsitektur sering dihadapkan pada dilema seperti bagaimana mengintegrasikan keberlanjutan dalam desain, bagaimana memenuhi kebutuhan klien sambil tetap mematuhi prinsip-prinsip etika profesional, atau bagaimana mengatasi tantangan lingkungan yang kompleks. Pronesis membantu mahasiswa untuk mengembangkan kemampuan ini dan mengambil keputusan yang seimbang dan bijaksana dalam praktik arsitektur mereka.

4. Episteme (Pengetahuan Ilmiah)

Episteme adalah pengetahuan ilmiah atau pengetahuan teoritis. Dalam perkuliahan arsitektur, Episteme melibatkan pemahaman tentang teori-teori arsitektur, prinsip-prinsip desain, dan konsep-konsep dasar yang membentuk disiplin ini. Ini membantu mahasiswa arsitektur untuk mengembangkan pemahaman yang mendalam tentang dasar-dasar ilmiah yang melandasi praktik arsitektur. Episteme juga membantu mahasiswa untuk mengembangkan kemampuan untuk berpikir kritis dan menganalisis secara mendalam.

Pengetahuan ilmiah adalah landasan penting dalam perkuliahan arsitektur. Mahasiswa perlu memahami teori-teori arsitektur yang berbeda, seperti teori modernisme, postmodernisme, dan teori fenomenologi, untuk memahami berbagai pendekatan dalam perancangan. Episteme membantu mahasiswa untuk mengembangkan dasar ilmiah yang kuat dalam pemahaman disiplin ini dan menggunakannya untuk memandu keputusan desain yang mereka buat.

Bagaimana Nous (Sophia, Techne, Pronesis, dan Episteme) Bekerja dan Berpengaruh dalam Kehidupan Perkuliahan Arsitektur Saya

Sophia: Sophia membantu saya untuk mengembangkan pemahaman yang lebih dalam tentang nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang mendasari arsitektur. Dalam kuliah sejarah arsitektur, saya belajar tentang perkembangan arsitektur dari zaman kuno hingga modern, dan bagaimana nilai-nilai sosial dan budaya mempengaruhi desain bangunan. Sophia membantu saya untuk menghargai sejarah dan warisan arsitektur, serta bagaimana kita dapat mengintegrasikan nilai-nilai ini dalam desain masa kini.

Techne: Techne memberikan pemahaman tentang keterampilan teknis yang diperlukan dalam arsitektur. Saya belajar tentang berbagai material konstruksi, teknologi bahan bangunan, dan metode konstruksi. Hal ini memberi saya pengetahuan praktis yang sangat diperlukan dalam merancang dan membangun bangunan. Selain itu, saya juga belajar tentang software perancangan yang penting dalam era digital, seperti AutoCAD dan Revit, yang membantu saya mengembangkan keterampilan teknis modern.

Pronesis: Pronesis membantu saya dalam menghadapi berbagai dilema etis dan praktis dalam perkuliahan arsitektur. Saya sering dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan seperti bagaimana mempertimbangkan aspek lingkungan dalam desain bangunan, atau bagaimana memenuhi kebutuhan klien sambil tetap mematuhi standar etika profesional. Kemampuan untuk membuat keputusan etis dan praktis adalah keterampilan yang sangat penting dalam arsitektur, dan Pronesis membantu saya untuk mengembangkan kesadaran etis dalam praktik arsitektur saya.

Episteme: Episteme memberikan dasar ilmiah yang kuat dalam perkuliahan arsitektur. Saya belajar tentang teori-teori arsitektur yang berbeda, seperti teori modernisme, postmodernisme, dan teori fenomenologi, yang membantu saya untuk memahami kerangka kerja konseptual dalam disiplin ini. Selain itu, saya juga memperoleh pemahaman yang mendalam tentang prinsip-prinsip desain dan konsep-konsep dasar yang membentuk arsitektur. Pengetahuan ini membantu saya untuk mengembangkan kemampuan untuk berpikir kritis dan menganalisis secara mendalam dalam perancangan bangunan.

Secara keseluruhan, konsep Nous dengan elemen-elemen Sophia, Techne, Pronesis, dan Episteme sangat relevan dalam kehidupan perkuliahan arsitektur saya. Mereka membantu saya untuk mengembangkan pemahaman yang lebih mendalam tentang arsitektur, memberikan keterampilan teknis yang diperlukan, membantu saya menghadapi dilema etis, dan memberikan dasar ilmiah yang kuat. Semua elemen ini bekerja bersama-sama untuk membentuk fondasi yang kokoh dalam pendidikan arsitektur saya.

Penerapan Nous dalam Kehidupan Perkuliahan Arsitektur

Dalam kehidupan perkuliahan arsitektur saya, Nous dengan elemen-elemen Sophia, Techne, Pronesis, dan Episteme memiliki dampak yang signifikan. Berikut adalah beberapa contoh konkrit tentang bagaimana konsep Nous berperan dalam kehidupan perkuliahan arsitektur:

1. Sophia dalam Sejarah Arsitektur: Dalam mata kuliah sejarah arsitektur, saya belajar tentang perkembangan arsitektur dari masa ke masa. Pengertian Sophia membantu saya untuk melihat lebih dari sekadar estetika bangunan. Saya memahami bagaimana konteks sosial, budaya, dan sejarah memengaruhi desain arsitektur pada setiap periode. Ini membantu saya mengembangkan apresiasi yang lebih mendalam terhadap warisan arsitektur dan bagaimana nilai-nilai tersebut masih relevan dalam desain masa kini.

2. Techne dalam Teknik Bangunan: Dalam mata kuliah teknik bangunan, saya belajar tentang material konstruksi, struktur, dan teknologi yang digunakan dalam arsitektur. Ini mencakup pemahaman yang mendalam tentang bagaimana bahan-bahan yang berbeda berinteraksi dan bagaimana memilih material yang sesuai untuk setiap proyek. Techne membantu saya untuk mengembangkan keterampilan teknis yang diperlukan untuk merancang bangunan yang aman, fungsional, dan efisien.

3. Pronesis dalam Etika Desain: Dalam proyek-proyek perancangan, terutama yang melibatkan proyek komunitas atau lingkungan, Pronesis sangat relevan. Saya harus mempertimbangkan dampak desain kami terhadap lingkungan dan masyarakat di sekitar proyek. Kemampuan untuk membuat keputusan etis dan praktis adalah kunci dalam menghadapi situasi seperti ini. Dengan memanfaatkan Pronesis, saya bisa merancang bangunan yang berkelanjutan dan menguntungkan masyarakat.

4. Episteme dalam Teori Arsitektur: Dalam mata kuliah teori arsitektur, saya belajar tentang berbagai aliran teori dan pandangan filosofis yang membentuk arsitektur. Episteme membantu saya untuk memahami berbagai konsep dasar seperti ruang, proporsi, dan struktur dalam konteks teori. Ini membantu saya untuk mengembangkan kerangka kerja konseptual yang kuat dalam desain saya.

Selain itu, Nous juga membantu saya dalam menghadapi proyek-proyek perancangan yang kompleks. Saya belajar untuk mengintegrasikan semua elemen ini dengan baik, sehingga hasilnya adalah desain bangunan yang memenuhi persyaratan estetika, fungsional, teknis, dan etis.

Kesimpulan

Keempat unsur Nous, yaitu Sophia, Techne, Pronesis, dan Episteme, memainkan peran penting dalam membentuk pengalaman pendidikan bagi mahasiswa arsitektur. Sophia menekankan penghargaan yang mendalam terhadap nilai dan prinsip yang mendasari arsitektur, menghubungkan aspek sejarah, estetika, dan filsafat dengan praktik desain saat ini. Techne memberikan keterampilan teknis praktis, mencakup pengetahuan tentang material, teknik konstruksi, dan perangkat lunak desain modern, yang membekali mahasiswa untuk aplikasi nyata konsep arsitektur. Pronesis membimbing mahasiswa dalam membuat keputusan yang etis dan praktis, mengatasi dilema kompleks yang sering muncul dalam proses desain arsitektur. Terakhir, Episteme menanamkan dasar teoritis yang kuat, mendorong berpikir kritis dan analisis mendalam tentang teori arsitektur dan prinsip desain.

Konsep Nous dan elemen-elemennya, yaitu Sophia, Techne, Pronesis, dan Episteme, menciptakan fondasi integral dalam perkuliahan arsitektur yang mendalam dan berpengaruh. Sophia membantu mahasiswa untuk menjalani perjalanan penemuan diri mereka dalam arsitektur dengan mengeksplorasi nilai-nilai, kebijaksanaan, dan aspek sosial yang melandasi karya arsitektur. Sementara Techne membekali mahasiswa dengan keterampilan teknis yang diperlukan untuk mewujudkan ide-ide mereka dalam bentuk nyata. Pronesis mengasah kemampuan dalam membuat keputusan etis dan praktis, menghadapi tantangan-tantangan nyata dalam proyek-proyek arsitektur. Terakhir, Episteme memberikan pemahaman teoritis yang mendalam, memungkinkan mahasiswa untuk mengkaji kritis konsep-konsep arsitektur dan merespon dengan solusi yang terinformasi secara mendalam. Keseluruhan, konsep Nous dan elemen-elemennya menjadi pilar penting dalam mengarahkan pengalaman pendidikan arsitektur menuju kedewasaan intelektual dan profesional.

Secara ringkas, konsep Nous, bersama dengan empat unsurnya, berpengaruh besar dalam pendidikan mahasiswa arsitektur dengan memberikan pemahaman komprehensif tentang disiplin tersebut, keterampilan teknis, kemampuan pengambilan keputusan etis, dan landasan teoritis yang kuat, yang semuanya sangat penting dalam pengembangan mereka sebagai arsitek.

Kategori
Teaching Tugas 2 - Reflection

Benedict Zefanya Adrevin Sambang – Reflection

Bagi saya nous bekerja dalam kehidupan perkuliahan saya adalah dengan cara berjalannya waktu selama di perkuliahan hingga saat ini. Hal ini terjadi di dalam konteks pendidikan arsitektur. NOus itu sendiri merupakan suatu konsep kebajikan yang ada di dalam hidup kita. Kita harus tahu bahwa nous atau universitas itu bisa dibagi menjadi empat hal yaitu episteme, phronesis, sophia, dan techne. Pertama dalam konsep episteme atau bisa dibilang ilmu pengetahuan. Jelas ilmu pengetahuan memiliki andil atau pengaruh yang paling besar. Hal ini terjadi karena di perkuliahan kita bukan semata – mata mengincar nilai tetapi ilmu lah yang dicari. Ilmu yang didapat sangat mempengaruhi kehidupan saya tidak hanya untuk saat ini tetapi di kemudian hari juga. Ilmu yang dipelajari saat di perkuliahan arsitektur tidak hanya tentang bangun membangun tetapi juga mempelajari bagaimana bangunan bisa mempengaruhi kehidupan sehari-hari seperti sosial, pendidikan dan lain-lain. 

Saya mendapatkan ilmu pengetahuan tidak hanya dari dosen ataupun buku saja tetapi apa yang terjadi di lingkungan sekitar juga. Tanpa ilmu pengetahuan mungkin saya sudah berhenti dari perkuliahan bahkan tidak masuk di perkuliahan atau bahkan kehidupan. Ilmu pengetahuan tidak hanya membuat diri kita pintar saja tetapi juga kualitas dalam hidup. Ilmu pengetahuan tidak hanya sekedar ilmu hitung menghitung tetapi juga bagaimana hal-hal kecil dalam kehidupan sekalipun itu termasuk dalam suatu ilmu pengetahuan. 

Tidak terbayang bagaimana bila tidak ada ilmu pengetahuan di dunia. Mungkin saya bisa jungkir balik setiap hari.  Lalu ada yang namanya phronesis atau dalam arti lain merupakan kecerdasan dalam taktikal dalam hal bertindak. Yang jelas terdapat gap atau jarak antar pelajaran yang diajarkan di universitas atau perkuliahan dengan dunia praktik atau kerja. Hal ini karena dunia pendidikan di universitas terutama dalam pendidikan arsitektur didominasi dengan gaya belajar untuk mendengarkan, serta ruang untuk belajar taktikal atau dunia kerja sangatlah sedikit. Hal itu saya alami sendiri sebab banyak pelajaran terutama dari buku sangat tidak relevan dengan apa yang ada di dunia kerja. Hal itu sendiri akan menimbulkan gap antar perkuliahan dan pekerjaan. Sering terjadi apa yang dipelajari jauh dengan apa yang ada di kenyataan. Di Perkuliahan kita diajarkan teori bagaimana bentuk bisa dihubungkan atau membentuk suatu bangunan. Padahal di kenyataan tidaklah sesederhana itu banyak hal bisa mempengaruhi itu. 

Saya yang datang di perkuliahan arsitektur yang benar-benar buta pada awalnya saya bingung jelas karena tidak tahu apa-apa tentang arsitektur. Karena hal tersebut sering terjadi di dunia pendidikan mana pun maka hadirlah yang disebut techne. Techne sendiri di pendidikan arsitektur dapat berupa simulasi studio. Studio di sini dibentuk dengan adanya bagaimana merancang bangunan dari yang sederhana sampai yang rumit. Studio desain itu sendiri akan memperkuat bagaimana itu praktik dan profesi. Pembelajaran perkuliahan dengan model seperti ini biasanya bersifat opsional tidak setiap perkuliahan ada tergantuk bagaimana dari universitas itu sendiri. Lalu ada yang namanya sophia atau bisa disebut kecintaan atau kebencian terhadap dalam berkarya. Sophia itu sendiri lebih bersifat intim dan personal bagaimana kita mengenal diri kita sendiri secara lebih dalam. Bagaimana kita membentuk kecintaan dan kebencian dalam berkarya. Di sini kita bisa saja memiliki role model yang bisa kita jadikan sebagai inspirasi dan motivasi dalam berkarya. Jelas kita jadinya perlu mengenal diri kita sendiri sama halnya seperti pepatah “tak kenal maka tak sayang” ungkapan tersebut tidak semata-mata tertuju pengenalan terhadap orang lain tetapi juga pada diri sendiri yang harusnya kita lebih kenal dari pada orang lain. Kita perlu menyeimbangkan keempat hal tersebut. Jelas di awal sebelum mengenal konsep ini mungkin ada beberapa hal yang tidak seimbang bila tidak ditangani bisa berpengaruh buruk untuk diri sendiri maupun orang lain bisa sekarang maupun ke depannya. Jelas setiap orang memiliki kapasitas dan wawasannya masing-masing tapi kita tetap perlu menyeimbangkan dan meningkatkan keempat hal tersebut.

Saya yang datang awalnya bingung mau masuk jurusan mana awalnya saya lebih tertarik ke computer science akan tetapi saya ingin mencari tantangan jadi saya memilih arsitektur. Di arsitektur saya tidak tahu apa pun baik dari ilmu siapa saja orang-orang yang berpengaruh saya benar-benar tidak tahu. Ketika pertama kali di kelas saya mungkin insecure. Mulai dari teknik menggambar saya saja pikir saya tidak bisa. Saya benar-benar bingung apa yang akan dikerjakan jelas banyak hal baru yang langsung menembus kepala saya. Karena jadwal mata kuliah pertama langsung studio perancangan. Saya sempat ada keraguan setelah beberapa hari di perkuliahan. Ya lambat laun saya jadi sadar bahwa tidak perlu khawatir tentang hal tersebut. Saya sadar saya hanya kalah start saja dengan orang lain tapi bukan berarti saya harus kalah finish dengan yang lainnya. Banyak ilmu yang saya terima yang tidak sekedar ilmu pengetahuan saja. 

Di binus sendiri ada program magang selama 1 tahun nanti pada semester atas jadi mungkin saja nanti kala waktunya saya tahu bagaimana nanti apakah akan ada perbedaan diantara perkuliahan dan dunia kerja. Yang pasti hal tersebut ada. Lanjut dalam hal techne maka akan ada yang namanya kuliah studio mungkin di sini baru ada yang namanya studio perancangan yang benar-benar membantu bagaimana merancang suatu bangunan tidak hanya menggambar di suatu kertas kosong tetapi merancang suatu bangunan banyak hal yang harus di perhitungkan. Ada juga mata kuliah pengenalan ke dunia arsitektur. Di mata kuliah tersebut benar-benar membuka mata saya bahwa arsitektur tidak sederhana dan sangat lah luas. Yang di mana kita tidak hanya merancang tetapi juga diajak untuk berpikir secara kritis bagaimana sesuatu itu bisa dibentuk karena setiap hal yang terjadi tidaklah kebetulan tetapi ada sebab mengapa hal itu bisa terjadi. Juga adakalanya kita memerlukan role model hal itu sangatlah membantu. Karena dengan adanya role model kita jadi ada referensi dan inspirasi.

Mungkin baru-baru ini juga saya mulai mencari dan menemukan beberapa role model sebagai role model di pendidikan arsitektur. Pada waktu itu saya sempat mewawancarai beliau yang menjadi role model saya yaitu Pak Ariko Andikabina. Banyak sekali pelajaran yang bisa diambil setelah saya mewawancarai beliau. Beliau mengatakan apabila telah masuk ke arsitektur walaupun masih dalam tahap pendidikan kita harus masuk tanpa keraguan. Jadi tidak ada keraguan apakah sudah benar masuk ke arsitektur hal itu yang membuat beliau tidak ada penyesalan masuk ke arsitektur. Walaupun di arsitektur bakal membuat yang namanya begadang bahkan menginap di kampus itu benar adanya. Beliau sendiri bilang walaupun di waktu luang beliau tetap belajar. Selain belajar beliau juga aktif dalam berorganisasi sebab kita tidak bisa hanya hidup sendiri kita memerlukan orang-orang yang ada di sekitar kita. Jelas nous banyak mempengaruhi kehidupan perkuliahan saya. Yang awalnya saya mungkin saya tidak seimbang bahkan mungkin tidak ada di diagram tersebut. Saya percaya saya harus bisa menyeimbangkan diagram tersebut. Sebab apabila menyeimbangkan hal tersebut bisa terlihat perbedaan antara yang seimbang dan yang tidak. Apabila bisa menyeimbangkan dampaknya tidak hanya sekarang tetapi juga bakal berdampak untuk kedepannya dan akan menentukan bagaimana kita akan sukses dan tidak. Banyak sekali yang telah saya lalui selama tengah semester ini. Mulai dari teman bahkan dosen maupun lingkungan yang ada di perkuliahan. Aspek – aspek tersebut jelas sangat mempengaruhi kehidupan perkuliahan dan kehidupan sehari-hari. Kita bisa menambah relasi kepada siapapun hal ini yang dapat melatih bagaimana kita bisa bekerja sama dengan orang lain baik secara teknik maupun lisan. Kehidupan di perkuliahan sangat lah berbeda dengan kehidupan ketika sekolah apalagi kalau merantau harus jauh dari rumah. Di mana harus bisa beradaptasi dimanapun dan kapan pun. Harus bertemu dengan orang-orang baru dengan latar belakang yang berbeda-beda. Setiap orang memiliki wawasan dan kapasitas yang berbeda-beda kita tidak bisa memaksakan mereka sesuai dengan kehendak kita kepada mereka. 

Jelas itu tidaklah adil. Kita juga harus sadar bahwa diri kita sendiri pun tidak sempurna kita tidak bisa merasa puas dengan apa yang kita punya. Kita harus bisa belajar terus dan jangan mudah merasa puas. Banyak orang hanya fokus mengembangkan salah satu diagram saja tanpa mengembangkan diagram lainnya. Hal itu bisa mengakibatkan diri kita jatuh tidak hanya dalam pendidikan tapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Dari nous dan keempat hal tersebut kita bisa tahu kepribadian setiap orang. Tapi kita juga tidak bisa semata-mata hanya menilai dari keempat hal tersebut. Tetapi kita bakal melihat bila ada orang yang sudah menguasai dan menyeimbangkan keempat hal tersebut bakal terlihat aura dominasi dari dalam dirinya. Kita perlu menyeimbangkan keempat hal tersebut. 

Jelas di awal sebelum mengenal konsep ini mungkin ada beberapa hal yang tidak seimbang bila tidak ditangani bisa berpengaruh buruk untuk diri sendiri maupun orang lain bisa sekarang maupun ke depannya. Jelas setiap orang memiliki kapasitas dan wawasannya masing-masing tapi kita tetap perlu menyeimbangkan dan meningkatkan keempat hal tersebut.  Pertama dalam konsep episteme atau bisa dibilang ilmu pengetahuan. Jelas ilmu pengetahuan memiliki andil atau pengaruh yang paling besar. Hal ini terjadi karena di perkuliahan kita bukan semata – mata mengincar nilai tetapi ilmu lah yang dicari. Lalu ada yang namanya phronesis atau dalam arti lain merupakan kecerdasan dalam taktikal dalam hal bertindak. Yang jelas terdapat gap atau jarak antar pelajaran yang diajarkan di universitas atau perkuliahan dengan dunia praktik atau kerja. Hal ini karena dunia pendidikan di universitas terutama dalam pendidikan arsitektur didominasi dengan gaya belajar untuk mendengarkan, serta ruang untuk belajar taktikal atau dunia kerja sangatlah sedikit. 

Hal itu saya alami sendiri sebab banyak pelajaran terutama dari buku sangat tidak relevan dengan apa yang ada di dunia kerja. Hal itu sendiri akan menimbulkan gap antar perkuliahan dan pekerjaan. Sering terjadi apa yang dipelajari jauh dengan apa yang ada di kenyataan. Diperkuliahan kita diajarkan teori bagaimana bentuk bisa dihubungkan atau membentuk suatu bangunan. Padahal di kenyataan tidaklah sesederhana itu banyak hal bisa mempengaruhi itu. Saya yang datang di perkuliahan arsitektur yang benar-benar buta pada awalnya saya bingung jelas karena tidak tahu apa-apa tentang arsitektur. Karena hal tersebut sering terjadi di dunia pendidikan mana pun maka hadirlah yang disebut techne. Techne sendiri di pendidikan arsitektur dapat berupa simulasi studio. Studio di sini dibentuk dengan adanya bagaimana merancang bangunan dari yang sederhana sampai yang rumit. Studio desain itu sendiri akan memperkuat bagaimana itu praktik dan profesi.  

Pembelajaran perkuliahan dengan model seperti ini biasanya bersifat opsional tidak setiap perkuliahan ada tergantung bagaimana dari universitas itu sendiri. Lalu ada yang namanya sophia atau bisa disebut kecintaan atau kebencian terhadap dalam berkarya. Sophia itu sendiri lebih bersifat intim dan personal bagaimana kita mengenal diri kita sendiri secara lebih dalam. Bagaimana kita membentuk kecintaan dan kebencian dalam berkarya. Di sini kita bisa saja memiliki role model yang bisa kita jadikan sebagai inspirasi dan motivasi dalam berkarya. Jelas kita jadinya perlu mengenal diri kita sendiri sama halnya seperti pepatah “tak kenal maka tak sayang” ungkapan tersebut tidak semata-mata tertuju pengenalan terhadap orang lain tetapi juga pada diri sendiri yang harusnya kita lebih kenal dari pada orang lain.

Kategori
Teaching Tugas 2 - Reflection

Bezeleel Vito Takidjo – Reflection

Bagi saya, Nous merupakan bahasa Yunani yang berarti kecerdasan (intelligence). Nous mengandung empat unsur utama, yaitu Sophia (kebijaksanaan/wisdom), Techne (pengetahuan praktis/practical knowledge), Phronesis (kebijaksanaan praktis/practical wisdom/prudence), dan Episteme (pengetahuan universal/universal knowledge). Kelima istilah tersebut merupakan filosofi Aristoteles, yang disebut juga sebagai tipe-tipe pengetahuan.

Nous merupakan kata dari bahasa Yunani yang berarti kecerdasan. Kecerdasan ini mencakup pengetahuan dan kebijaksanaan. Kecerdasan ini bukan hanya mengetahui, tetapi mengerti. Kehidupan kuliah saya penuh dengan pengetahuan dan kebijaksanaan yang perlu dipelajari secara mendalam dan harus benar-benar dimengerti, untuk mencapai sebuah hasil yang baik dan dapat dipergunakan di dunia nyata setelah kuliah. Saya perlu mengerti bagaimana menjadi seorang arsitek yang baik dan apa yang harus saya lakukan untuk menjadi seorang arsitek yang baik.

Sophia merupakan kata dari bahasa Yunani yang berarti kebijaksanaan, yaitu sebuah kemampuan untuk mengambil keputusan berdasarkan pengalaman dan pengetahuan. Sophia juga melingkupi pengejaran pengetahuan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih bermakna. Dalam masa kuliah saya, saya perlu bijak untuk mengetahui apa yang harus saya kerjakan dan bagaimana saya mengerjakannya. Saya perlu mengejar pengetahuan yang lebih untuk mencapai kehidupan yang saya anggap bermakna, yaitu kehidupan yang normal dan sukses dengan penyertaan Tuhan Yang Maha Esa. Saya perlu bijak dalam semua tindakan saya pada saat kuliah, dari yang sudah jelas sampai yang kurang jelas.

Phronesis merupakan kata dari bahasa Yunani yang berarti kebijaksanaan praktis. Perbedaannya dari Sophia, yaitu ini melingkupi kemampuan untuk membedakan yang baik dan yang jahat, dan kemampuan untuk melakukan hal-hal yang baik. Seorang arsitek yang baik tidak akan membuat rancangan yang memotong sudut. Saya perlu mengerti apa pengetahuan yang baik untuk saya dan yang buruk untuk saya. 

Techne merupakan kata dari bahasa Yunani yang berarti pengetahuan praktis atau keahlian. Ini merupakan kemampuan untuk membuat dan menciptakan. Kemampuan untuk membuat sesuatu dari sesuatu yang telah ada, kemampuan untuk belajar menciptakan sesuatu. Dan di dalam dunia arsitektur, saya belajar bagaimana untuk membuat rancangan yang indah dan praktis, dan bagaimana aplikasinya di dalam dunia nyata.

Episteme merupakan kata dari bahasa Yunani yang berarti pengetahuan universal. Ini disebut juga dengan logika, yaitu kemampuan mengambil keputusan dari data dan pengertian yang telah ada. Logika merupakan hal yang tidak sulit untuk dipikirkan oleh manusia, karena manusia memiliki akal budi yang jauh lebih hebat daripada binatang. Saya perlu memiliki logika yang kuat untuk mengambil keputusan yang baik pada saat kebijaksanaan saya tidak memadai.

Untuk lebih jelas, Nous sendiri memiliki tujuh poin utama, sama dengan empat unsur yang lain:

Intellect and Understanding, yaitu sebuah kemampuan untuk menilai sesuatu secara kognitif. Kepintaran dan pengertian adalah lebih tinggi daripada hanya persepsi dan sensasi.

Intellectual Faculty. Ini melingkupi sebuah kemampuan untuk merenungkan dan pengertian kebenaran secara faktual. Kesadaran untuk merenungkan pilihan yang telah diambil dan mempertimbangkan pula konsekuensi dari pilihan tersebut, serta membedakan fakta dan fiksi serta memilih kebenaran yang telah dibuktikan.

Divine Nous merupakan sebuah pengertian yang sempurna terhadap prinsip-prinsip utama. Tidak ada manusia yang bisa mencapai Divine Nous, karena memang diluar oleh nalar manusia.

Understanding First Principles: sebuah pengertian bagaimana melakukan hal-hal yang simpel dan mendasar, seperti anak yang belajar angka-angka sebelum belajar penjumlahan, pengurangan, dan sebagainya. Sebuah langkah pertama yang diambil manusia saat mereka lahir, dan awal dari segala keahlian di dunia.

Eternal and Unchanging. Nous merupakan kekal dan tidak berubah. Konsep ini sering dihubungkan dengan sebuah entitas kosmik yang luar biasa, yang memiliki pemikiran kekal dan pengertian tentang segala hal.

Contemplative Activity: Manusia memikirkan dan merenungkan. Manusia merefleksikan kembali semua yang telah mereka jalani, dan memutuskan kembali apakah yang telah mereka lakukan adalah sepadan, dan apakah mereka menyesali segala perbuatan mereka.

Connection to Eudaimonia, yaitu segala yang kita lakukan merupakan kontribusi kepada eudaimonia, atau kebaikan manusia yang paling tinggi.

Sophia memiliki tujuh poin utama pula. Ketujuh poin tersebut adalah sebagai demikian:

Highest Form of Knowledge: Sophia merupakan sebuah pengertian tentang prinsip-prinsip yang paling utama, melebihi keahlian (Techne) dan pengetahuan saintifik (Episteme). 

Contemplative Wisdom: kemampuan untuk memikirkan hal-hal jangka panjang, dibandingkan oleh Phronesis yang merupakan kemampuan mengambil keputusan pada saat-saat yang spesifik. Memikirkan konsekuensi jangka panjang dan bijak dalam mengambil keputusan merupakan salah satu hal yang perlu dikuasai oleh manusia.

Philosophical Wisdom: sebuah cinta terhadap kebijaksanaan. Manusia yang mencari kebijaksanaan yang lebih tinggi dan pengertian yang lebih luar biasa. Inilah salah satu unsur utama manusia, selalu mencari hal yang lebih tinggi dan selalu meraih sebuah kebijaksanaan dan pengertian yang lebih tinggi.

Understanding the Divine Order, yaitu pengertian terhadap hal-hal yang lebih tinggi yang tidak dapat diraih oleh manusia. Seluruh kepercayaan selalu merujuk kepada sebuah entitas yang lebih tinggi daripada manusia, dan bagaimana manusia bisa mencapai status tersebut/mencapai perdamaian abadi dengan entitas tersebut.

Intellectual Virtue, yaitu pencarian pengetahuan yang lebih tinggi. Lebih pintar, lebih bijak, dan lebih mengetahui banyak hal yang sebelumnya tidak diketahui. Manusia selalu mencari pengetahuan yang semakin tinggi, dan itu adalah alasan mengapa manusia bisa maju dan berkembang pesat, serta menjadi penguasa bumi ini.

Eudaimonia, atau kebaikan manusia yang paling tinggi. Sophia berkontribusi terhadap Eudaimonia, seperti sebelumnya, yaitu mengejar kebijaksanaan yang lebih tinggi.

Theoretical Rationality, yaitu bentuk tertinggi dari pemikiran dan pengertian. Berpikir secara teoritis, membuat ide-ide baru di kepala, dan mencari cara untuk bisa diaplikasikan di dunia nyata. Berpikir secara teoritis adalah salah satu buah akal budi manusia.

Episteme memiliki lima poin utama. Poin-poin tersebut mendukung argumen bahwa Episteme merupakan pengetahuan secara universal.

Universal Truths: ini merupakan sebuah konsep-konsep yang dapat diterapkan secara universal dan kapan saja, menjadi sebuah pondasi yang solid untuk mencapai pengertian terhadap dunia yang lebih tinggi. 

Necessary Knowledge merupakan sebuah pemahaman yang diperlukan dan penting. Arsitek perlu paham bagaimana merancang bangunan yang tidak akan rubuh. Dokter perlu mengerti bagaimana menyembuhkan penyakit dan menyelamatkan nyawa manusia. Pemadam kebakaran perlu tahu bagaimana memadamkan api dan melakukan tindakan evakuasi. Guru perlu mengerti materi yang akan diajarkan dan bagaimana mengajar materi tersebut untuk para muridnya untuk dimengerti.

Systematic and Organized. Manusia adalah makhluk yang teratur. Mengorganisasikan banyak hal adalah salah satu kekuatan manusia, dan melakukan hal-hal secara sistematis dan efisien adalah pula salah satu alasan mengapa manusia bisa maju.

Scientific Knowledge. Pengetahuan secara saintifik, mempertanyakan banyak hal, dan membuktikan kebenaran suatu pernyataan merupakan sifat utama manusia. Mencari alasan dan bukti-bukti kebenaran secara sistematis, teratur, dan logika.

Intellectual Virtue. Episteme juga melingkupi pencarian pengetahuan yang lebih tinggi, yaitu sebuah sifat dari pengetahuan secara saintifik juga. 

Phronesis memiliki enam poin utama. 

Practical Decision-Making. Memikirkan apa yang benar secara etis dan secara moral dalam suatu konteks. Memilih tindakan yang benar secara general. Membedakan yang baik dan yang jahat. Semuanya adalah sifat-sifat utama manusia.

Contextual Knowledge. Bagaimana mengaplikasikan pengetahuan di suatu konteks yang spesifik. Tahu bagaimana menyelesaikan berbagai masalah yang berbeda dan tidak berhubungan dengan satu sama lain.

Ethical Character, yaitu memilih pilihan yang pada akhirnya akan bermanfaat untuk manusia. Untuk manusia, dan untuk keberlangsungan kehidupan manusia.

Balancing Acts. Tahu bagaimana menyeimbangkan faktor-faktor yang ada dalam mengambil sebuah keputusan. Secara bawaan, manusia sangat baik dalam mengambil resiko dalam mengambil keputusan.

Experience and Learning, yaitu kemampuan untuk mempelajari hal-hal yang baru yang belum pernah dialami. Manusia selalu belajar. Manusia selalu menemukan hal-hal yang baru sampai akhir hayatnya. Manusia selalu berusaha untuk mencari pengalaman yang baru untuk memperkaya diri sendiri.

Social and Political Context: Sebuah hal yang perlu dikuasai oleh politisi dan pembuat hukum untuk menjaga dan menyenangkan rakyat.

Techne memiliki tujuh poin utama. 

Practical Skill or Craftsmanship, yaitu sebuah kemampuan untuk membuat sesuatu yang telah ada menjadi sesuatu yang lain. Mengubah bijih besi menjadi batangan besi. Membentuk kayu menjadi meja. Menciptakan hal-hal baru dari yang sudah ada.

Instrumental Knowledge, adalah sebuah kemampuan untuk mencapai sebuah akhir yang spesifik. Mempelajari arsitektur untuk menjadi arsitek, merancang bangunan untuk infrastruktur manusia. 

Learned and Teachable. Sebuah pelajaran yang dapat diajarkan dan dipelajari. Guru mengajarkan muridnya karena guru telah diajarkan duluan. Segala hal yang diajarkan di sekolah secara kurikulum, dan segala yang dapat dipelajari dengan arahan orang lain.

Product-Oriented, yaitu mementingkan hasil akhir. Seringkali tidak peduli apa yang kita lakukan, yang penting kita mencapai tujuan kita dengan baik. Berwisata ke Bandung, naik kereta cepat atau mobil, tujuannya adalah sama dan manusia seringkali mengambil jalan yang lebih efisien untuk mencapai tujuannya dengan lebih cepat.

Rules and Techniques, yaitu mementingkan aturan yang telah ada untuk mencapai hasil yang efisien dan teratur. Mengikuti contoh yang telah ada karena contoh tersebut adalah yang terbaik. Menjadi sebuah contoh yang baik untuk diikuti oleh generasi selanjutnya, tanpa memotong sudut.

Artistic and Technical Aspects. Sebuah kemampuan secara natural yang dimiliki seseorang. Seorang dokter tahu bagaimana menyelamatkan jiwa. Seorang seniman tahu bagaimana membuat sebuah karya seni yang indah dan menggugah banyak orang. Seorang polisi yang tahu bagaimana melindungi dan melayani masyarakat.

Practical Rationality. Efektifitas untuk mencapai suatu tujuan. Menciptakan hal yang memudahkan pekerjaan, membuat ide-ide baru yang dapat menambah produktivitas dan moral pekerja. Membuat alat-alat yang kompleks untuk mempercepat dan menambah jumlah hasil.

Kelima unsur inilah yang menjadi klasifikasi dari pengetahuan. Manusia adalah makhluk yang berakal budi dan pintar, manusia tahu bagaimana melakukan hal yang etis, moral, dan legal dalam melakukan sesuatu, mencari cara yang efisien, meraih sebuah kebijaksanaan dan pengetahuan yang lebih tinggi, dan mendorong diri untuk menjadi lebih baik. Manusia adalah makhluk tertinggi di bumi ini, dan tidak ada alasan mengapa manusia tidak dapat meraih hal-hal besar.

Kategori
Teaching Tugas 2 - Reflection

Brandon Joshua Haholongan Nainggolan- Reflection

Bagi saya, ‘Nous’ merupakan equilibrium kehidupan professional dan pendidikan.  Saya menyimpulkan definisi dari kata ini sebagai akal atau pemahaman yang baik. Akal atau pemahan manusia dibagi menjadi empat quadran; empat quadran tersebut adalah Sophia, Episteme, Techne, dan Phronesis. Sophia merupakan esensi diri kita sendiri, sedangkan Episteme, Phronesis, dan Techne merupakan sesuatu yang kita dapatkan atau pelajari dari hidup kita. Sinergi dari keempat quadran adalah pemahaman yang baik, yaitu Nous. Dalam mata kuliah ‘Introduction to Architecture’, Nous dipelajari dalam konteks studi dan professional arsitektur. 

Sophia adalah istilah berasal Yunani yang berarti ‘Kebijaksanaan’. Kebijaksanaan ini merupakan pemahaman dan akal diri sendiri. Hal ini mencakup kepercayaan, moral, pandangan pribadi, dan lain lain. Menurut saya, Sophia merupakan dasar pemahaman manusia sedangkan kuadran-kuadran lain merupakan skill atau pengetahuan yang sesuai dengan sophia. Hal ini dikarenakan quadran inilah yang merupakan pemahaman khas yang memang dari diri seseorang. Quadran ini menunjukkan kemauan, kepribadian, perasaan, dan hal-hal lain yang unik untuk setiap orang. Dari quadran inilah seseorang bisa mengetahui tujuan hidup karena tujuan tersebut didasari dengan siapa diri seseorang tersebut. 

Contoh Sophia dalam kehidupan sehari-hari adalah passion seseorang. Dalam melakukan apapun, seseorang akan lebih senang jikalau ia menyukai aktivitas yang ia lakukan. Hal ini adalah Sophia karena menunjukkan pribadi seseorang dalam kemauannya. Contoh ini saya rasakan dalam kehidupan perkuliahan saat mengerjakan tugas. Ketika memandang tugas mendesain hanya sebagai sebuah kewajiban yang harus dilakukan sebelum deadline, saya selalu malas dan tidak semangat mengerjakan tugas. Namun, ketika saya melihat arsitek-arsitek yang hebat dan karya-karyanya yang hebat, saya merasa terinspirasi. Dari inspirasi tersebut, tugas bukan sekedar kewajiban kuliah saja tetapi juga menjadi sarana mengalirkan passion dan kemauan saya dalam arsitektur. Dengan ini, saya menjadi lebih semangat dalam melakukan tugas.

Episteme merupakan istilah berasal dari Yunani yang berarti pengetahuan. Episteme adalah pemahaman seseorang yang teoritis seperti pengetahuan teori fisika, fakta-fakta sejarah, dan lain-lain. Episteme merupakan dasar melakukan apapun. Tanpa pengetahuan, maka kita tidak bisa melakukan apapun. Contohnya, seseorang tidak akan bisa menjadi seorang arsitek jikalau ia tidak mengerti teori-teori yang mendasari desain gedung. Quadran ini adalah pemahaman yang diasah melalui pendidikan. Quadran Sophia dan Episteme adalah pemahaman yang berfokus pada diri sendiri. Sophia berfokus pada diri karena merupakan pemahaman dari diri sedangkan episteme berfokus pada diri karena membaikkan pengetahuan sendiri.

Contoh Episteme dalam kehidupan perkuliahan saya adalah mengikuti Pelajaran di kuliah. Dalam Pelajaran-pelajaran tersebut, dosen-dosen memberikan ilmu teoritis saat mengajar. Contoh mata kuliah yang mengasah episteme adalah Architectural History, dimana kita belajar arsitektur setiap era sepanjang Sejarah dunia. Karena belum terasa kegunaannya, saya sering malas belajar untuk mengasah pemahaman episteme yang sangat teoritis. Namun, saya mengerti bahwa pengetahuan tersebut akan dipakai dalam kehidupan saya kedepannya. Jikalau ada pun pengetahuan yang tidak dipakai, tidak ada salahnya untuk mengetahui lebih banyak. Oleh karena itu, saya akan mencoba sekuat mungkin untuk mengasah pemahaman episteme. 

Phronesis merupakan pemahaman secara praktek. Quadran ini adalah kebalikan dari Episteme yang bersifat teoritis. Berdasarkan definisi, Phronesis hanya bisa diasah ketika benar-benar melakukan praktek seperti saat bekerja atau magang. Phroneses mencakup skill-skill praktek seperti time management, politik kantor, dan lain-lain. Contoh pemahaman Phroneses dalam kehidupan seorang Arsitek adalah memiliki kesimbangan antara pengetahuannya dan keinginan klien (contoh: selera konsultan Arsitek dan klien beda, maka harus dicari keseimbangan yang baik agar tercapai gedung yang terbaik). 

Karena belum pernah praktek, saya belum memilki pemahaman phronesis yang baik. Namun, saya mendapatkan contoh-contoh phronesis ketika melakukan interview dengan Ibu Doti Windajani. Ia menjelaskan bahwa salah satu skill yang diperlukan dalam pekerjaan apapun adalah managemen yang baik. Seseorang harus bisa me-manage apa yang harus dilakukannya dan kapan melakukannya agar semua yang perlu dilakukan terlaksana. Ibu Doti menjelaskan bahwa seseharinya sibuk dengan melakukan tugasnya sebagai Principal Architect dari PT Quadratura Indonesia dan sebagai Ketua dari Ikatan Arsitek Indonesia (IAI). Jikalau ia tidak menggunakan setiap waktunya dengan baik setiap hari, maka ia tidak akan bisa melakukan semua tugasnya. Sekarang saya belum bisa benar-benar mengasah phronesis yang spesifik terhadap arsitek karena belum menjadi arsitek, namun saya bisa mengasah phronesis dalam aspek lain. Ibu Doti juga menjelaskan bahwa networking adalah skill yang penting dalam praktek karena hal tersebut membuka jalur-jalur professional. Oleh karena itu, saya bisa mengasah phronesis dengan berteman dengan baik. Dalam kuliah, saya juga bisa melakukan phronesis dengan mengikuti organisasi-organasasi kemahasiswaan karena hal tersebut mengasah skill seperti teamwork, managemen antara kuliah dan organisasi, dan lain-lain

Dalam praktek, diperlukan Phronesis dan Episteme. Namun, ketika memasuki praktek, seseorang akan kewalahan di awal jikalau tidak memilki esensi Phronesis sama sekali. Namun, Phronesis tidak bisa diasah jikalau belum memasuki praktek. Hal tersebut menunjukkan sebuah celah diantara pendidikan dan praktek. Oleh karena itu, adanya pemahan Techne. Techne merupakan pendidikan, namun bukan pendidikan yang sangat teoritis, melainkan pendidikan yang mensimulasikan praktek. Quadran ini memilki esensi dari Phronesis dan Episteme.  Phronesis dan Techne adalah pemahaman yang fokus terhadap professionalism karena melatih pemahan seseorang secara praktek.

Contoh quadran Techne dalam kehidupan kuliah saya adalah saat di studio. Saat di studio, saya tidak hanya mendengarkan teori-teori yang dijelaskan dosen. Namun, saya mensimulasikan menjadi arsitek dengan menggunakan teori-teori yang dipelajari untuk mendesain. Dengan hal tersebut, saya melatih teori dan melatih praktek dengan mendesain. Hal ini adalah pengasahan pemahaman Techne dimana teori digunakan dalam simulasi praktek. Berbeda dengan Episteme, saya lebih semangat di studio karena kegunaannya lebih terasa dibandingkan dengan teori.

Untuk memiliki Nous, keempat kuadran harus diasah dengan baik dan bersinergi dengan baik. Jikalau quadran tidak seimbang, maka seseorang tidak memiliki pemahaman yang baik. Contohnya, jikalau seseorang mengasah Sophia namun tidak memiliki quadran lain, ia akan mengetahui apa yang ia mau tetapi tidak bisa melakukan hal tersebut. Kebalikkannya, jikalau seseorang memiliki pengetahuan dan skill praktek namun yang ia lakukan tidak sesuai dengan passionnya, maka orang tersebut menjadi seperti robot yang hidupnya hanya melakukan tugas dan tidak ada kepribadian. Dengan demikian, Nous adalah sesuatu yang sangat penting untuk dimiliki.

Kategori
Teaching Tugas 2 - Reflection

Brian Hugo Tan – Reflection

Bagi saya Nous adalah kemampuan khusus yang memungkinkan seseorang merasakan kebenaran dan hal-hal yang bersifat ilahi, seperti kebajikan. Proses penerapan Nous, yaitu memahami sesuatu melalui Nous, disebut noesis. Noesis sering dianggap mirip dengan penglihatan, di mana seseorang ‘melihat’ kebenaran atau pemahaman mendalam. Dan Nous Tersebut terbagi menjadi beberapa bagian yaitu sebagai berikut.

Phronesis adalah istilah Yunani yang mengacu pada kecerdasan taktikal atau praktis. Ini adalah kemampuan untuk membuat keputusan bijaksana dalam situasi yang bersifat praktis dan kompleks. Phronesis bukan hanya tentang pemahaman konseptual atau teoretis; itu melibatkan kemampuan untuk mengambil tindakan yang tepat dalam situasi yang beragam dan berubah-ubah.

Phronesis mencakup berbagai aspek, termasuk:

Kemampuan Pengambilan Keputusan: Phronesis melibatkan kemampuan untuk mengevaluasi situasi, menganalisis konsekuensi dari berbagai tindakan, dan memilih tindakan yang paling bijaksana.

Etika dan Moralitas: Phronesis sering terkait erat dengan pertimbangan etika dan moral. Ini membantu individu untuk mengambil tindakan yang sesuai dengan nilai-nilai moral dan norma-norma sosial.

Konteks Spesifik: Phronesis selalu ada dalam konteks yang spesifik. Keputusan yang bijaksana dalam satu situasi mungkin tidak sama dengan yang bijaksana dalam situasi lain. Oleh karena itu, kemampuan untuk memahami konteks dan merespons dengan bijaksana adalah inti dari phronesis.

Contoh dari penerapan phronesis termasuk situasi sehari-hari waktu kuliah seperti pengambilan keputusan dalam menjawab sebuah soal ujian, etika dengan berperilaku pada orang lain baik teman atau pun dosen, dan pengambilan keputusan dalam menyelesaikan masalah. Dalam semua kasus ini, phronesis membantu individu untuk mengevaluasi kompleksitas situasi dan bertindak secara bijaksana.

Phronesis itu Sendiri bisa menjadi apa saja

Contoh hal yang mendukung phronesis itu sendiri adalah dengan melakukan magang, yang dimana kita akan selalu menggunakan kecerdasan taktikal kita untuk menyelesaikan masalah yang ada, dengan cara mengevaluasi dan mempertimbangkan segala hal yang mungkin terjadi.

Sophia: Keberanian dan Pemahaman Nilai-Nilai Tinggi

Sophia adalah istilah yang mengacu pada keberanian dan pemahaman nilai-nilai yang lebih tinggi dalam kehidupan. Sophia melibatkan sikap berani untuk menjalani kehidupan dengan penuh semangat dan keyakinan pada nilai-nilai yang diyakini. Ini juga mencakup keberanian dalam mengejar visi kreatif dan tujuan yang lebih mendalam.

Aspek-aspek utama dari Sophia meliputi:

Keberanian: Sophia melibatkan keberanian untuk menghadapi tantangan, mengambil risiko, dan berani bergerak maju meskipun ketidakpastian. Keberanian adalah sifat penting dalam pengembangan nilai-nilai dan visi yang lebih tinggi dalam kehidupan.

Keyakinan dalam Nilai-Nilai: Sophia melibatkan keyakinan yang kuat dalam nilai-nilai yang dianggap penting. Ini mencakup keyakinan pada keadilan, kebaikan, kebenaran, dan nilai-nilai yang bersifat ilahi.

Semangat untuk Mencapai Tujuan: Sophia memotivasi individu untuk mengejar visi dan ide-ide kreatif. Hal ini mengilhami tindakan yang bermakna dan tujuan yang lebih tinggi dalam kehidupan.

Sophia relevan dalam berbagai konteks, termasuk profesi, seni, dan pelayanan masyarakat. Dalam profesi, Sophia dapat membantu individu untuk berani berinovasi dan mengejar solusi yang lebih baik. Dalam seni, Sophia merupakan sumber inspirasi untuk penciptaan karya seni yang mendalam dan berarti. Dalam pelayanan masyarakat, keyakinan dalam nilai-nilai yang tinggi mendorong individu untuk berkontribusi pada kebaikan masyarakat.

Techne: Keterampilan Teknis dan Keahlian Praktis

Techne adalah istilah yang mengacu pada keterampilan teknis dan keahlian praktis dalam berbagai bidang. Ini mencakup kemampuan untuk mengaplikasikan pengetahuan dan konsep dalam situasi praktis. Techne sering ditemukan dalam pekerjaan, profesi, dan bidang-bidang di mana keterampilan teknis diperlukan.

Aspek-aspek utama dari Techne termasuk:

Keterampilan dan Keahlian: Techne melibatkan pengembangan keterampilan dan keahlian yang diperlukan untuk melakukan tugas-tugas praktis dengan efektif. Ini bisa berupa keterampilan teknis seperti pengelasan, pemrograman komputer, atau keterampilan seni seperti melukis.

Aplikasi Pengetahuan: Techne adalah tentang mengambil pengetahuan yang ada dan menggunakannya untuk mencapai hasil yang diinginkan. Ini melibatkan kemampuan untuk merancang, membangun, atau melaksanakan sesuatu dengan tingkat keahlian yang tinggi.

Pengalaman Praktis: Pengalaman dalam situasi nyata sangat penting dalam pengembangan Techne. Simulasi studio, pelatihan praktik, dan pengalaman lapangan adalah cara-cara untuk mengasah keterampilan teknis. 

Dalam berbagai bidang, Techne sangat relevan. Dalam dunia kerja, keterampilan teknis sangat penting untuk melakukan tugas-tugas pekerjaan dengan efisien. Dalam profesi seperti pada umumnya arsitektur dan teknik, Techne adalah bagian integral dari pelatihan dan praktik. Dengan adanya pelatihan dan praktik ini akan mendorong perkembangan baik itu soft skill ataupun hardskill di bidang tecne itu sendiri dengan adanya perkembangan skill atau kemampuan ini akan dapat di pergunakan dan bisa menjadi apa saja.

Episteme: Ilmu Pengetahuan dan Pengetahuan Mendalam

Episteme adalah istilah yang mengacu pada ilmu pengetahuan dan pengetahuan yang mendalam. Ini mencakup pengetahuan teoritis dan konseptual yang diperoleh melalui proses pembelajaran dan pendidikan formal. Episteme adalah salah satu bentuk pemahaman yang paling mendalam dan diperoleh melalui eksplorasi konsep dan teori yang mendasarinya.

Aspek-aspek utama dari Episteme meliputi:

Pengetahuan Teoritis: Episteme mencakup pemahaman konsep dan prinsip-prinsip yang mendasari suatu disiplin atau bidang ilmu.

Pendidikan Formal: Episteme sering diperoleh melalui pendidikan formal, seperti kuliah, penelitian, dan studi yang mendalam. Ini melibatkan eksplorasi konsep-konsep dan teori yang ada dalam suatu bidang ilmu.

Kontribusi pada Inovasi dan Perkembangan: Episteme memungkinkan individu untuk berkontribusi pada inovasi dan perkembangan dalam berbagai bidang. Ilmu pengetahuan mendalam adalah dasar bagi banyak penemuan dan kemajuan dalam masyarakat.

Episteme sangat penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya. Dalam bidang seperti sains, matematika, dan filosofi, episteme membantu individu untuk memahami dasar-dasar konsep dan teori. Pendidikan formal dan penelitian ilmiah berperan penting dalam mengembangkan episteme dalam berbagai disiplin ilmu. Jika di hubungkan dengan arsitek hal ini dapat di kaitkan dengan bagaimana kita mencari pengetahuan baik yang di pelajari dari diri sendiri ataupun dari orang lain, yang dimana kita mencari sebuah pengetahuan dari mengikuti seminar, ataupun sebuah wawancara.

Dalam keseluruhan, Phronesis, Sophia, Techne, dan Episteme adalah konsep-konsep yang saling melengkapi dalam membentuk pemahaman yang lebih dalam tentang berbagai aspek kehidupan. Phronesis membantu individu untuk bertindak secara bijaksana dalam situasi praktis, Sophia memotivasi mereka untuk menjalani hidup dengan keberanian dan nilai-nilai yang lebih tinggi, Techne memberikan keterampilan teknis yang diperlukan dalam pekerjaan dan praktik, dan Episteme membantu individu untuk mendapatkan pemahaman mendalam tentang ilmu pengetahuan dan teori dalam berbagai disiplin ilmu. Kombinasi keempat konsep ini membentuk dasar pemahaman dan tindakan yang kaya dalam berbagai aspek kehidupan. Dari konsep konsep tersebut kita dapat mengenali ciri khas seseorang.

Dengan adanya phronesis, Sophia, techne dan episteme akan berpengaruh dalam meningkat kan kualitas diri kita dan perkembangan diri dengan keterampilan dalam perkuliahan. Baik itu secara sosial dan lainnya. contoh nya adalah kita jadi lebih mudah untuk berkomunikasi dengan orang sekitar, kita jadi lebih berani dalam mengambil suatu Tindakan Ketika ada masalah ataupun tidak ada masalah dalam perkuliahan, dan juga kita dapat memperkembang ilmu pegetahuan dengan dasar yang kita miliki tentang pengetahuan baik dari episteme ataupun yang lain nya.

Berikut adalah cerita saya Ketika wawancara dengan seorang arsitek yang dimana dari 4 hal ini phronesis,Sophia,techne dan episteme terdapat dalam kegiatan saya.

Ketika saya mendapatkan tugas wawancara yang mengharuskan setiap mahasiswa untuk melakukan wawancara dengan seorang arsitek dan menjadikannya sebagai role model, awalnya saya merasa bingung mengenai tugas tersebut. Namun, saya memutuskan untuk mengambil tindakan yang mendukung pelaksanaan tugas ini. Pilihan ini mencerminkan phronesis, yaitu kebijaksanaan praktis dalam mengambil tindakan yang tepat. Saya memutuskan untuk memilih seorang arsitek yang saya kagumi dan ingin saya wawancarai.

Dalam proses ini, saya merasa perlu untuk memiliki keberanian, yang merupakan salah satu aspek dari sophia. Keberanian ini mendorong saya untuk mengambil tindakan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas ini. Setelah saya memilih seorang arsitek, langkah selanjutnya adalah membuat jadwal wawancara. Proses ini melibatkan penggunaan techne, yaitu pengetahuan dan keterampilan teknis dalam mengorganisasi wawancara.

Saya berupaya untuk mempersiapkan diri dengan baik agar wawancara berjalan lancar. Saya meluangkan waktu 30 menit sebelum wawancara dimulai untuk mempersiapkan pertanyaan yang akan saya ajukan dan juga aspek-aspek lainnya yang perlu diperhatikan. Hal ini merupakan contoh dari techne, di mana saya berlatih dan mempersiapkan diri untuk meningkatkan keterampilan teknis saya dalam mengaplikasikan pengetahuan.

Hari pertemuan wawancara tiba, dan wawancara dilakukan secara daring melalui aplikasi Zoom. Saya merasa perlu untuk mencoba melaksanakan praktik teknis tersebut untuk memastikan semuanya berjalan dengan baik. Selama wawancara, saya mencoba menjalankan episteme, yaitu upaya untuk menerima ilmu dan pengetahuan dari arsitek yang saya wawancarai.

Saya mendengarkan omongan beliau dengan seksama, mencoba memahami setiap informasi yang disampaikan. Pertanyaan terus berlanjut hingga mencapai akhir wawancara, di mana saya menyampaikan terima kasih atas waktu yang telah diberikan oleh arsitek tersebut untuk berbicara dengan saya. Ini mencerminkan tindakan sopan dan menghargai orang lain.

Dalam perjalanan ini, saya merasa bahwa wawancara ini adalah sebuah pengalaman berharga. Saya tidak hanya mendapatkan wawasan yang berharga dari seorang arsitek yang saya kagumi, tetapi juga melatih diri dalam aspek-aspek seperti phronesis,Sophia, techne, dan episteme. Proses ini telah membantu saya dalam pengembangan diri dan pemahaman saya terhadap dunia arsitektur.

Dengan tindakan yang saya ambil, baik dalam memilih arsitek, mempersiapkan wawancara, dan menjalankannya dengan baik, saya merasa bahwa tugas ini telah membantu saya dalam meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan keterampilan teknis. Semua ini adalah langkah yang penting dalam perjalanan saya sebagai mahasiswa dan calon arsitek.

Agar diri kita menjadi lebih baik lagi kita juga harus menggali diri kita yang dimana dalam pengembangan diri tersebut adalah dengan memiliki Original Mind, Conventinal Mind dan Juga Dimentional Mind.

Original mind adalah mengetahui isi terdalam dari diri kita sendiri dan kita bisa jujur dalam melihat apa itu pencapaian dan apa itu Namanya ketakutan.

Conventional mind adalah bagaimana membuat diri kita bisa di terima yang dimana bisa disebut society accepted. Yang dimana itu bisa menjadi sebuah material ataupun sebuah circle, conventional mind itu sendiri adalah tentang masa depan, bagaimana masa depan itu dirajut tidak dengan rasa khawatir, bahwa masa depan itu justru tidak perlu dipikir terlalu jauh, tapi perlu ada sebuah angan imajinasi bahwa kita semua didalam hidup ini memiliki passion atau memiliki kebahagiaan apabila kita melihat diri kita kedepan itu lebih baik dari hari ini.

Dan Dimentional mind itu sendiri adalah penggabungan dari original mind dan conventional mind, yang dimana penyadaran bahwa didalam masa kini kita harus menikmati kehidupan kita yang sekarang. Kehidupan yang sekarang adalah kehidupan dimana kita memiliki kontrol terhadap waktu dan material. Dan kehidupan sekarang adalah kehidupan dimana kita tidak membandingkan juga antara masa lalu dan masa depan kita, kehidupan sekarang adalah kehidupan yang bahagia, karena dengan kita memahami bahwa kita hidup didalam kondisi saat ini, barulah kebahagiaan itu menjadi nyata, dan kita bisa berhenti berfikir tentang angan-angan yang belum ada dan trauma yang selalu ada. Jadilah muncul sebuah rasa cukup dalam hidup.

Dalam pengembangan diri saya sendiri di perlukan effort atau usaha yang besar untuk mencapai kesuksesan yang dimana dengan effort ini akan mengembangkan skill atau kemampuan kita, dari kemampuan tersebut jika di kembangkan lagi akan menjadi sebuah achievement atau pencapaian dari diri sendiri.

Kategori
Teaching Tugas 2 - Reflection

Chalvin Tri Ananta – Reflection

Pengaruh dasar atau fundamentak 3 Dimensi kehidupan yang saya pahami dalam menempuh dunia perkuliahan ini 

Pengaruh 3 Dimensi kehidupan yang saya pahami yang saya rasakan didalam dunia perkuliahan saya adalah saya dapat memiliki suatu tujuan yang jelas terhadap visi dan misi saya dalam mewujudkannya dengan cara fundamental yaitu original mind terlebih dahulu hal yang baik yang orang tua saya pernah ajarkan agar kelak saya menjadi anak yang berguna dimasa depan, kemudian yang ke dua ada confessional mind dimana saya tidak perlu khawatir memikirkan hal-hal dimasa depan yang mengganjal dalam pemikiran yang sebenarnya itu adalah scenario yang belum meyakinkan dan solusi itu saya memakai cara memahami ajaran stoicsm yang sudah berlalu biarkan lah berlalu tidak usah diterlalu pikirkan, dan terakhir Dimensional mind yang dimana dengan adanya ajaran stoicsm saya lebih menghargai kehidupan setiap harinya setiap detiknya karena telah diberi perpanjangan hidup dari sang pencipta untuk menjalani hari dengan suka duka setiap harinya.

Dimulai dari menggali 3 jenis dimensi yaitu ada Original mind, Confessional mind, dan Dimensional Mind yang menurut pengertian dari power point ( belajar “profassional practice” dari orang lain )

1. Dimensi pertama tentang bagaimana kita mendapatkan kebijaksanaan, tau bahwa kita bisa mengukur diri dengan sebuah kesadaran bahwa apa yang kita kerjakan itu perlu menembus batas diri kita pribadi dimasa lalu. Masa lalu adalah tentang ketakutan dan kesakitan. 

2. Dimensi kedua adalah tentang masa depan, bagaimana masa dean it dirajut tidak dengan rasa khawatir, bahwa masa depan itu justru tidak perlu dipikir terlalu jauh, tapi perlu ada sebuah. angan imajinasi bahwa kita semua didalam hidup. ini memiliki passion atau memiliki kebahagiaan apabila kita melihat diri kita kedepan itu lebih baik dari hari ini. Masa depan adalah sebuah jaji diri, manivestasi, ingin apa kita beberapa tahun kedepan?

3.Dimensi ketiga adalah penyadaran bahwa didalam masa kini kita harus menikmati kehidupan kita yang sekarang. Kehidupan yang sekarang adalah kehidupan dimana kita memiliki kontrol terhadap waktu dan material. Dan kehidupan sekarang adalah kehidupan dimana kita tidak membandingkan juga antara masa lalu dan masa depan kita, kehidupan sekarang adalah kehidupan yang bahagia, karena dengan kita memahami bahwa kita hidup didalam kondisi sat ini, barulah kebahagiaan it menjadi nyata, dan kita bisa berhenti berfikir tentang angan-angan yang belum ada dan trauma yang selalu ada. Jadilah muncul sebuah rasa cukup dalam hidup.

Menurut pendapat saya pribadi mengenai tentang pengertian Nous dengan 4 element atau kuadran yaitu 4 ada jenis seperti Shopia, Techne, Pronesis, dan Episteme :

Tanggapan saya terhadap hasil pembelajaran saya selama belajar Bersama Kak Real Rich Sjarief, Menurut pendapat saya pribadi mengenai tentang pengertian Nous dengan 4 element atau kuadran yaitu 4 ada jenis seperti Shopia, Techne, Pronesis, dan Episteme. Selama saya belajar Bersama kak Realrich Sjarief hal yang saya tangkap dari 4 diagram atau kuadran merupakan kunci pedoman hidup seseorang untuk menemukan jati dirinya dan meraih kesuksesan dengan memiliki tapahan experience ( experience yang dimaksud adalah trauma mendalam seperti Pain, Fear, Defensive, Vulnerability, Growing ) yang sangat dalam dihidup mereka sehingga dapat mengubah hidup mereka menjadi lebih bermakna dan dapat memaknai kehidupan itu sendiri. 

Menurut pengertian Nous dengan 4 element atau kuadran yaitu 4 ada jenis seperti Shopia, Techne, Pronesis, dan Episteme yang berdasarkan refrensi pengertian dari power point ( belajar “profassional practice” dari orang lain  ), konsep kebajikan ini ada didalam kehidupan kita sehari-hari, terutama didalam konteks Pendidikan dunia arsitektur.

1.Episteme atau ilmu pengetahuan memiliki porsi paling besar, karena didunia pendidikan kita lebih banyak belajar dengan mendengarkan. 

Contoh pengaplikasian dalam kehidupan sehari-hari adalah dengan cara : memperbanyak membaca buku dan mendengarkan seseorang membagi ilmu.

2.Phronesis merupakan kecerdasa taktikal dalam bertindak, namun di dunia pendidikan yang didominasi oleh gaya balajar mendengarkan, rang untuk melatih kecerdasan taktikal sangat sedikit. Hal ini menimbulkan gap antara pelajaran di universitas & dunia praktik.

Contoh pengaplikasian dalam kehidupan sehari-hari adalah dengan cara : menggali dan memilah sesuatu yang kita jalani dan mencari jalan hidup itu sendiri.

3.Beruntungnya di dalam dunia pendidikan ada techne, yang disimulasi kedalam studio desain, yang diperkuat dengan kuliah praktik dan profes Walaupun pembelajaran ini terhitung optional, dalam kata lain kebijakan atau gaya pembelajaran setiap universitas bisa berbeda-beda.

Contoh pengaplikasian dalam kehidupan sehari-hari adalah dengan cara : kita mencari pengalaman menggunakan skill yang kita miliki dari talent + effort = skill kemudian dari skill + effort = achievement  dan dari skill ini bisa kita kategorikan menjadi 2 arah yaitu ada soft skills dan hard skills 

Soft skills for architecture menurut referensi ( https://www.chronos-studeos.com/stories/6-important-soft-skills-every-architect-needs/ ) for examples :

1.Communication 

Communication is paramount to the success of projects. This involves being able to pass across relevant information when necessary and understanding important details being communicated to you. Poor communication skills make it difficult to collaborate with others and also to reach a common ground with clients. Being able to craft good and detailed emails or design iteration notes or construction site instructions, respond in timely manners to text messages or missed calls are also great ways of improving one’s reputation with colleagues and clients. 

2.Emotional Intelligence 

The topic of emotional intelligence is rather broad and one could rightly argue that it embodies other soft skills. While technical proficiency is awesome, the ability to properly manage your emotions as an architect will set you up for better relationships with your clients, team members, and business partners. It also has a positive effect on your personality, motivation to work and ability to achieve results. Maximizing your emotional intelligence gives you the ability understand, use, and manage your own emotions in positive ways to relieve stress, communicate effectively, empathize with others, overcome challenges and of course defuse conflict before they even arise. Remember it is easier to manage an impending conflict long before it becomes a fully blown one and conflicts between consultants, project managers, contractors and even client are possible occurrences on every project in the design and construction industry.

3.Problem Solving

Architecture involves solving problems through design. However, there is another angle, real-life events present complex issues that may sometimes require you to step away from conventional methods or improvise. Building up an effective approach to solving problems requires that you prioritize attention to details, understanding situations, and making calculated decisions. Having deep/critical thinking capabilities helps in dissecting problems into causatives and possible solutions. Remember, you are more than likely going to get paid according to the size of the problems you can solve.

4. Negotation

How do you find a common ground with clients, contractors, consultants and teammates without the ability to negotiate? The rise of conflicting interests is inevitable in Architecture as well as other professions. This means that one must be able to strike reasonable and realistic bargains when they occur and know when to settle for mutually beneficial offers. Finding a common ground that brings everyone on the table to common agreement is highly important for the architect as most times, they are seen as the construction team lead. Negotiation is one soft skill that should not be ignored.

5.Time management

All aspects of Architecture projects are time-based, this is why time management makes it to the top five; it does not only involve the speed at which tasks are delivered but also covers the accuracy. The effect of this is that you can prioritize your activities to ensure that deliveries are made when due. Having strong time management involves self-organization and discipline because procrastination is often an issue to tackle when it comes to timely deliveries and deadlines. Taking notes and maintaining a to-do list can greatly improve productivity.

6.Leadership

At some point in your career, you will encounter projects where you have to take the lead. A lot of other members of the design and construction team typically look up to the Architect for project leadership. Let your leadership skills prepare you for such a time. You can begin with fostering your abilities to build interpersonal relationships ranging from being influential, taking up decision making roles, coordination with others and so on which build you to become a leader. You can also read about the leadership lessons from 300 spartans.

And hard skill menurut refrensi ( https://sg.indeed.com/career-advice/finding-a-job/architect-skills ) for examples : 

1.Technical design skills

It’s essential for architects to have a firm understanding of design processes. Architects are familiar with the history of architecture as an art and gain inspiration from renowned architects to create their own style. They’re adept at drawing on paper and creating physical and digital models. When clients are describing what they visualise the building to look like, architects may do a rough sketch during the meeting to help their clients express their ideas. By combining visual appeal with functionality, they create spaces that meet clients expectations in both form and function.

2.Creativity skills

Clients may request architects to design a building for a very small or irregularly shaped piece of land or on steep terrain. Architects use their creativity to cater to their clients’ needs, despite the restrictions they may face. They find creative solutions such as integrating space-saving features for a small building or introducing interesting features to make oddly-shaped spaces productive. By using their imagination and visualisation, they come up with innovative designs to transform and beautify spaces.

3.Numeracy skills

Architects are adept in both mathematics and physics, as it’s vital for buildings to have structural integrity. They’re especially well-versed in topics such as geometry, algebra and trigonometry. With their excellent numeracy skills, they make calculations and use mathematical principles to ensure that the foundation is strong enough and that the beams and columns can support the weight of the concrete slabs. They also possess vital knowledge on matters such as how much weight each material can bear and how to increase energy efficiency.

4. IT skills

Even though architects may perform the initial sketch with pen and paper, they eventually do the drawing up of plans on computers. According to the client’s budget and preferences, they may also use 3D printing to provide a model. These models are highly detailed, so they help clients, the construction team and building officials to get an idea of what the building may look like. Architects have in-depth knowledge of using 3D printers and the relevant software to create models with various specifications. Here are some examples of architectural rendering software to familiarise yourself with:

• Computer-Aided Design (CAD)

• AutoCAD

• Revit Architecture

• SketchUp

• Fusion 360

4. Sophia merupakan ranah yang lebih personal yang membentuk keberanian & kecintaan dalam berkarya. Keseimbangan keempat kecerdasan in mmebentuk sebuah Nous, kapasitas untuk membangun wawasan, kegerdasan, dan kemampuan untuk memperoleh kebilaksanaan intelektual. Kadar Nous dapat berbeda-beda pada setiap orang.

Contoh pengaplikasian dalam kehidupan sehari-hari adalah dengan cara : mencari role model yang bisa memberikan kita refleksi dan menuntun kearah yang lebih baik.

Kategori
Teaching Tugas 2 - Reflection

 Christina Odilia Silalahi – Reflection

REFLEKSI NOUS

Nous merupakan kapasitas seseorang untuk membangun wawasan, kecerdasan, dan kemampuan untuk memperoleh kebijaksanaan intelektual. Di dalam Nous ini terdapat 4 hal yang merupakan inti dari Nous itu sendiri. Nous terdiri dari Phronesis, Techne, Episteme, dan Sophia. 4 hal ini memiliki peranan penting bagi keberlangsungan kehidupan sehari – hari saya sebagai mahasiswa dalam lingkup universitas.

Dalam hal ini Nous merupakan kampus, yang menjadi wadah kita bertumbuh kembang dan melakukan banyak aktivitas dan pembelajaran yaitu arsitektur. Nous dan 4 hal ini merupakan hal penting yang menjadi pedoman mahasiswa dalam pendidikan arsitektur. 4 hal ini yaitu,

a.       Episteme atau ilmu pengetahuan

Episteme memiliki bagian yang paling besar. Episteme sendiri merupakan pengetahuan yang dibutuhkan untuk memahami asal – muasal sebuah pilihan dan mengetahui seberapa rasional dari tindakan penentuan sebuah  pilihan, sehingga episteme menjadi sebuah kebutuhan yang tidak boleh untuk tidak kita ketahui.

b.       Phronesis atau taktikal dalam bertindak

Phronesis merupakan kecerdasan taktikal dalam bertindak, namun di dunia pendidikan yang didominasi oleh gaya belajar mendengarkan, ruang untuk melatih kecerdasan taktikal sangat sedikit. Hal ini menimbulkan gap antara pelajaran di universitas dan dunia praktik. Phronesis bukan merupakan hal untuk diketahui tapi untuk dilakukan, karena pada dasarnya phronesis bukanlah karya atau pengetahuan, tapi kebajikan itu sendiri. Kadang – kadang seseorang dapat melakukan sesuatu tapi dia tidak sadar, setelah melakukan baru mereka bisa mempelajari dan menjelaskannya, itulah yang disebut phronesis. 

c.       Techne atau simulasi studio

Techne merupakan belajar dan latihan simulasi ilmu pengetahuan dan tindakan ke dalam studio desain, yang diperkuat dengan kuliah praktik dan profesi. Techne ini juga  merupakan kapasitas untuk membuat (Origin berada pada diri ‘sang pembuat’ (the maker), bukan pada apa yang dibuatnya. Techne membantu mahasiswa dalam pendidikan arsitektur dengan mempraktekkan ilmu pengetahuan dan tindakan ke dalam kehidupan sehari – hari.

d.       Sophia atau keberaniandan kecintaan dalam berkarya

Sophia merupakan bentuk pengetahuan yang paling sempurna hingga mencapai alam kecintaan pada apa yang sedang dikerjakan. Sophia merupakan mengajar ke pada ranah yang lebih personal yang membentuk keberanian dan kecintaan dalam berkarya. Keberanian dan kecintaan dalam pendidikan arsitektur harus dimiliki oleh tiap individu.  

Ke empat inti ini memiliki peran penting dalam berjalannya pendidikan arsitektur bagi setiap individu mahasiswa. Keseimbangan ke empat kecerdasan ini membentuk sebuah Nous, kapasitas untuk membangun wawasan, kecerdasan, dan kemampuan untuk memperoleh kebijaksanaan intelektual. Kadar Nous dapat berbeda-beda pada setiap orang.

Bagi saya, dalam dunia perkuliahan ke empat kecerdasan ini memiliki peran penting dalam setiap individu di lingkungan universitas dan pendidikan arsitektur. Hal ini berkaitan dengan masing – masing inti dari Nous yaitu,

a.       Episteme

Dalam dunia perkuliahan dan arsitektur, episteme ini merupakan ilmu pengetahuan yang diberikan universitas dan diyterima oleh mahasiswa. Dalam pendidikan arsitektur ini ilmu pengetahuan yang diberikan terdiri dari

1.       Architectural Design

2.       Architectural History

3.       Building Technology

4.       Computational Architecture

5.       Design Thinking

6.       Introduction to Architecture

7.       Sustainable Architecture

8.       Character Building

Setiap dari mata kuliah ini merupakan dasar dari memahami asal muasal dari penididkan arsitektur yang diberikan universitas agar mahasiswa memiliki pemahaman mengenai pendidikan arsitektur sehingga hal ini dapat menjadi tolak ukur bagi mahasiswa dalam menentukan sebuah pilihan dengan berpola pikir rasional.

b.       Phronesis

Dalam dunia pendidikan arsitektur, episteme sendiri tidak akan cukup untuk menjadi bekal bagi individu mahasiswa – mahasiswa dalam pendidikan arsitektur. Oleh karena itu dibutuhkan kecerdasan taktikal dalam bertindak. Dengan bertindak, mahasiswa agar mereka bisa mempelajari dan menjelaskan ilmu pengetahuan yang diterima setiap individu mahasiswa.

c.       Techne

Ilmu pengetahuan serta tindakan perlu diperdalam dengan belajar dan latihan simulasi ilmu pengetahuan dan tindakan ke dalam studio desain, yang diperkuat dengan kuliah praktek dan profesi. Kelas studio desain dapat memberikan banyak manfaat yang lebih baik bagi mahasiswa. Dengan pendalaman dan praktik pada studio desain, hal ini dapat memberikan pengalaman serta pemahaman yang lebih kepada mahasiswa agar dapat mempraktikan ilmu pengetahuan dan tindakan ke dalam kehidupan sehari – hari.

d.       Sophia

Selain ilmu pengetahuan, tindakan, dan praktek, terdapat hal lain yang tidak kalah penting. Ke tiga hal tersebut tidak akan berjalan jika tidak dijalankan dengan keberanian dan kecintaan dalam berkarya. Dalam melakukan suatu hal kita harus memiliki keberanian dalam menjalankan hal tersebut. Selain keberanian, kecintaan dalam hal tersebut juga dibutuhkan. Dengan mencintai apa yang kita kerjakan, kita dapat menghasilkan karya dari melakukan hal yang kita cintai. Dalam pendidikan arsitektur, kita perlu mencintai dunia arsitektur. Dengan begitu kita dapat menghasilkan karya – karya, yaitu bangunan –  bangunan yang luar biasa.

Ke empat hal ini dapat membantu manusia dalam menjalankan kehidupan sehari – hari. Bagi arsitek, memiliki ke empat kecerdasan ini sangat dibutuhkan dan sangat berguna bagi menjalankan bisnis dan kehidupan sebagai arsitek. Seorang arsitek akan memiliki permasalahan dalam menjalani pekerjaannya sebagai seorang arsitek. Dengan memiliki ke empat kecerdasan tersebut akan membantu seorang arsitek memahami bagaimana menghadapi masalah, baik antar arsitek, antar pekerja lain, maupun dengan klien. Memahami ke empat kecerdasan ini juga mengasah seorang arsitek menjadi lebih profesional. Menjadi arsitek yang penuh dengan ilmu pengetahuan, berani bertindak, memiliki banyak pengalaman praktik, juga memiliki keberanian dan rasa kecintaan dalam berkarya akan menjadikan seorang arsitek menjadi lebih masuk dan memahami, serta mendalami dunia arsitektur yang ia jalani. Memiliki ke empat kecerdasan ini juga akan membuat seorang arsitek disukai dan diberi kepercayaan oleh klien.

Bagi mahasiswa juga sangat penting memiliki ke empat kecerdasan ini. Setiap mahasiswa harus punya kecerdasan episteme, phronesis, techne, dan sophia. Hal ini berguna untuk mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan tiap individu mahasiswa. Mahasiswa yang memiliki dan menanamkan episteme, phronesis, techne, dan sophia dalam dirinya akan dengan mudah menyeimbangkan kepentingan lainnya dalam kehidupan sehari – harinya.

Keseimbangan dari episteme, phrones, techne, dan sophia sangat penting. Jika hanya salah satu dan tidak seimbang, hal tersebut tidak akan memiliki dampak bagus yang besar bagi mahasiswa. Meskipun ilmu pengetahuan merupakan bagian terbesar yang penting, namun memiliki tindakan juga tak kalah penting. Mengambil tindakan dalam ilmu pengetahuan akan dibutuhkan bagi seorang mahasiswa. Diselingi dengan praktek di studio juga tak kalah penting. Dengan begini mahasiswa memiliki pengalaman studio dengan desain dan gambar, serta hal – hal lainnya. Namun dijalankan dengan keberanian akan lebih baik. Karena dengan memiliki keberanian, seseorang dapat berani memulai hal baru juga membiasakan diri dengan hal baru. Kecintaan terhadap hal yang disukai juga baik. Dengan begini, menjalankan kehidupan arsitektur akan lebih mudah dan menyenangkan. Memiliki kecintaan dalam arsitektur akan mendorong kita dan dengan mudah bagi kita untuk berkarya.

Referensi :

Mengajar Binus – Pertemuan ke 3[1].pdf

Kategori
Teaching Tugas 2 - Reflection

Danis Ramadhan Putri – Reflection

EPISTEME : Bagi saya episteme merupakan suatu hal yang didapat oleh seseorang karna adanya ilmu pengetahuan, episteme bisa berupa saat kita belajar di tingkat pendidikan dimana saat kita di tingkat pendidikan setidaknya kita akan mendapatkan ilmu pengetahuan atau pengetahuan baru tentang suatu hal.

Pengaruh dalam kehidupan kuliah : Diperkuliahan saat kita berada dikampus kita akan mempelajari suatu hal yang baru sesuai dengan jurusan yang kita pilih atau kita minati. Saat belajar itulah kita akan diberi ilmu pengetahuan oleh dosen yang nantinya ilmu tersebut akan terpakai serta berkaitan untuk kejenjang selanjutnya jika pekerjaan yang kita ambil sesuai dengan jurusan yang kita pilih saat kuliah.

TECHNE : Bagi saya techne merupakan ilmu teori yang sudah diajarkan lalu kita menerapkannya dalam bertindak atau melakukan suatu pekerjaan dilapangan contohnya magang atau kerja. Saat kita magang atau kerja secara ga langsung kita pasti akan menggunakan dan mengingat apa yang sudah kita pelajari sebelumnya hingga kita lebih di permudah dalam melakukan sebuah kerjaan di dunia nyata.

Pengaruh dalam kehidupan kuliah : Saat dikuliah ada masanya kita memasuki masa magang di semester 5, 6, atau 7 disaat magang itulah kita akan menerapkan ilmu pengetahuan yang telah kita dapatkan semasa kuliah dia tempat kerja yang kita pilih sebagai tempat magang.

PHRONESIS : Bagi saya phronesis merupakan suatu kecerdasan dalam kita bertindak melakukan sesuatu, phronesis juga kecerdasan yang terhubung dengan emosi kita dimana kita harus bisa mengendalikan serta memahami emosi kita, emosi kita juga harus bisa dikendalikan serta beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Contoh phronesis bisa berupa perilaku atau tindakan kita ketika menanggapi masalah yang bisa saja membuat kita sangat kesal, marah, hancur, kecewa, bahkan putus asa. Kita harus bisa mengendalikan diri kita agar kita tetap tenang dan tidak terbawa suasana.

Pengaruh dalam kehidupan kuliah : Saat perkuliahan phronesis contohnya bisa diambil saat kita menghadapi tugas kuliah yang banyak serta keuangan yang menipis padahal masih awal bulan, atau bahkan bisa saja saat kita mengalami masalah percintaan di dunia kuliah. Pada saat terjadi masalah seperti itu kita harus bisa mengendalikan emosi kita dan membuat diri kita tetap tenang sambil mencari jalan keluarnya, masalahnya jaman sekarang ini banyak sekali remaja remaja yang berumur 18-27 tahun  melakukan percobaan bunuh diri dan paling banyak adalah mereka yang masih berada di masa perkuliahan. Kita harus mencari solusi agar gimana caranya kita tidak sampai melakukan hal yang bisa berujung mengakhiri kehidupan kita sendiri. Setiap orang harus meanggapi suatu masalah dan bijak agar semua masalahnya bisa kelar.

SOPHIA : Bagi saya sophia merupakan ranah personal yang membetuk suatu keberanian serta kecintaan dalam berkarya. Contoh sophia bisa berupa ketika kamu melakukan suatu kerjaan kamu melakukannya dengan sepenuh hati, senang tanpa adanya paksaan dari pihak manapun.

Pengaruh dalam kehidupan kuliah :  Pengaruh dalam kehidupan perkuliahan adalah saat kita memilih jurusan apa yang ingin kita ambil di perkuliahan, kita harus memilih jurusan yang kita sukai agar saat melakukan semua pekerjaannya kita bisa melakukannya dengan sepenuh hati. Disisi lain kita juga harus memikirkan apakah jurusan tersebut mempunyai peluang kerja yang banyak atau tidak. Jika kita memilih jurusan yang kita sukai dan kita cintai, sebanyak apapun tugasnya kita akan senang dalam melakukannya, kita tidak akan terlalu stress karna yang kita lakui adalah hal yang kita suka. Kita juga menjadi semangat dalam mengerjakannya.

Kategori
Teaching Tugas 2 - Reflection

Danis Ramadhan Putri – Reflection

Bagi saya arsitektur adalah seni dan ilmu perancangan bangunan yang mencakup segala aspek dari konsep, perencanaan, dan konstruksi. Episteme merujuk pada pengetahun ilmiah dan prinsip-prinsip dasar yang mendasari arsitektur, seperti prinsip-prinsip matematika dan fisika yang digunakan dalam perencanaan struktur bangunan. Techne, di sisi lain, mencakup aspek teknis dalam merancang dan membangun bangunan, yang melibatkan keterampilan dan metode Teknik. Phronesis sendiri adalah pengetahuan praktis dan etis yang dibutuhkan dalam membuat keputusan dalam merancang bangunan. Sophia atau keberanian, muncul dalam estetika dan makna yang mendalam yang dibawa oleh arsitek dalam menciptakan bangunan yang memadukan fungsi, keindahan, dan kualitas sejati. Dengan mengintegrasikan semua empat kuadran pengetahuan ini, arsitek dapat menciptakan bangunan yang bukan hanya berfungsi, tetapi juga mencerminkan kebijaksanaan dan kualitas yang mendalam.

Empat kuadran pengetahuan menurut Aristotle (300 SM) dalam konteks Pendidikan Arsitektur bisa di mulai dari Episteme sendiri memiliki porsi paling besar, karena dalam dunia Pendidikan sendiri kita lebih banyak belajar dengan mendengarkan seorang akademisi. Menurut definisi sendiri Episteme adalah istilah yang digunakan dalam filsafat untuk merujuk pada pengetahuan atau pemahaman. Istllah epistemology, yaitu cabang filsafat yang berkaitan dengan pengethuan berasal dari kata episteme. Dari riset yang saya temukan, Episteme bisa juga diartikan menjadai pengetahuan historis yang berdasarkan kebenaran dan wacana, sehingga mewakili kondisi kemungkinannya dalam kurun waktu tertentu

Hampir semua umat manusia ingin memahami dunia tempat mereka tinggal, kerja, atau belajar, dan banyak dari mereka membangun berbagai macam teori untuk membantu mereka memahaminya. Namun, karena banyak aspek di dunia ini yang tidak dapat dijelaskan dengan mudah, kebanyakan orang cenderung menghentikan upaya mereka pada suatu saat dan puas dengan tingkat pemahaman apa pun yang berhasil mereka capai. Hal tersebut yang dapat membedakan seorang filsafat dan orang biasa pada umumnya, seorang filsafat umumnya mereka memiliki insting untuk terus menerus mencari arti hidup dan menggali terus pengetahuan yang mereka miliki dan mereka tak cepat merasa puas dengan hasil keberhasilan pertama. Beberapa orang mungkin mengatakan para filsafat debagai individu yang terobsesi oleh gagasan memahami dunia dalam istilah umum.

Bagi saya dari definisi Episteme ini sendiri kita dapat melaksanakan studi Arsitektur dengan menggunakan prinsip filsafat yaitu, tidak cepat merasa puas dengan pengetahuan yang kita dapati sekarang, lebih dalam menggali pengetahuan pribadi tentang arsitektur adalah kunci dalam kesuksesan studi arsitektur itu sendiri. Dalam perjalanan melakukannya sendiri tidak akan luput dengan kata keraguan yang tentu dapat menimbulkan anomaly-anomali tertentu dalam pengalaman semua orang terhadap dunia. Dua dari anomali-anomali tersebut bisa dijelaskan untuk mengilustrasikan bagaimana seseorang mempertanyakan klaim umum atas pengetahuan tentang dunia.

Phronesis merupakan kecerdasan taktikal dalam bertindak. Phronesis menyiraktan penilaian yang baik dan keunggulan karakter dan kebiasaan, hal ini menjadi menjadi celah yang sulit untuk ditutup dalam ruang belajar. Karena dalam awal pembelajaran arsitektur, para mahasiswa lebih di tuntut bisa mengerjakan contoh gambar yang sudah diberikan, hal itu sendiri dapat menghambat proses membiasakan diri dalam bertindak sebagai desainer. Karena Phronesis berkaitan dengan bagaimana bertindak daam situasi tertentu. Seseorang dapat mempelajari prinsip-prinsip Tindakan, namun menerapkannya di dunia nyata, dalam situasi yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya, memerlukan pengalaman dunia. Misalnya, jika seorang arsitek tahu bahwa ia harus jujur dan transparan mengenai budget, makai ia harus bisa membandingkan budget dan goals kepada seorang client agar menimbulkan rasa percaya dan mengandalkan ke seorang arsitek.

Menurut Ellett,2012. Dalam praktis social diartikan bahwa jika seseorang mampu bertindak dengan cara yang paling rasional, maka tindakan itu yang akan mereka lakukan. Hal itu juga dapat di aplikasikan saat seorang arsitek diberikan kebebasan oleh client untuk mendesain suatu bangunan dengan harapan tetap memberikan pilihan desain yang tetap realistis dan tidak sepenuhnya hanya memikirkan Impian pribadi. Phronesis juga berkaitan dengan inovasi, inovasi yang dapat menyeimbangkan desain teori dan metode realistis. Dimana kedua hal tersebut jika digabung dengan seimbang dapat menghasilkan sebuah pemikiran atau desain yang sempurna.

Techne disimulasikan kedalam studio deain, atau bisa disebut pengetahuan praktik. Jika Phronesis dikenal dengan Tindakan, maka techne dikenal dengan ciptaan, menurut Aristotle sendiri, techne berada di bawah phronesis. Karena walau menciptakan itu suatu hal yang lebih terasa membanggakan, tetapi dalam dunia arsitektur, mengambil Tindakan dam pemikiran rasional itu lebih dibutuhkan. Walau menurut banyak orang praktik bekerja seperti magang itu masih terhitung opsional, tetapi menurut saya dalam berpraktik pada dunia nyata lah yang dapat benar benar mengajarkan seorang arsitek dalam menjalani trial and error mereka dalam mendesain. Dari wawancara saya kepada arsitek pun mereka banyak menyimpulkan bahwa masa masa internship itu masa yang paling membuat mereka seutuhnya mengerti esensi terbesar dalam menjalana studi arsitektur.

Techne bagi saya sebagai mahasiswa arsitektur mencakup berbagai aspek, seperti kemampuan dalam mmebuat gambar teknik, pemahaman prinsip-prinsip structural dalam banguna, mengelola proyek kontruksi, dan berkolaborasi dengan berbagai pihak terkait dalam industry konstruksi. Hal ini juga melibatkan pemahaman umum tentang kode bangunan, peraturan, dan standar keselamatan bangunan yang sudah diterapkan oleh pemerintah. Karena techne dapat diasosiasikan dengan ciptaan, maka dalam arsitektur, techne merupakan pondasi yang diperlukan untuk mengubah ide-ide desain menjadi realita fisik yang berfungsi. Ini melibatkan penerapan keterampilan teknis seorang arsitek yang juga berdampingan dengan tingkat phronesis yaitu bertindak dalam mengatasi tntangan teknis yang mungkin munculselama proses mendesian, konstruksi, sehingga dapat menghasilkan sebuah bangunan yang efisien, aman, dan sesuai dengan standar yang berlaku.

Sophia merupakan ranah yang lebih personal yang membentuk keberanian dan kecintaan dalam berkarya. Sophia sendiri adaah salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia yang disebutnya sebagai “eudaimonia,” yang dapat diterjemahkan sebagai “kebahagiaan yang sejati” atau “kehidupan yang baik.” Aristotle sendiri percaya bahwa mencapai eudaimonia adalah tujuan utama dalam hidup, dan kebijaksanaan adalah salah satu unsur utama yang membantu manusia mencapai Sophia. Bagi saya sendiri mencapai kuadran Sophia pada bidang arsitektur adalah saat dimana seorang individu mulai mencakupkan kesehariannya dengan konteks arsitektur. Dimana rasa penasaran atau rasa ingin mengkritik sebuah bangunan menjadi hal yang menarik bagi orang itu. Sophia bisa juga di pandang sebagai stages of acceptance, dimana  hal tersebut sangat krusial bukan hanya dalam dunia arsitektur, bahkan dalam filsafat kehidupan itu sendiri.

Sophia dalam arsitektur juga melibatkan kemampuan untuk mengenali dan menghargai sejarah arsitektur, budaya, dan konteks local, serta untuk menggabungkan elemen-elemen ini dengan visi kreatif yang unik. Arsitek yang mencaai tingkat Sophia dalam karyanya mungkin dapat menciptakan bangunan yang tidak hanya memenuhi fungsi praktisnya, tetapi juga memberikan pengalaman emosional, menginspirasi, dan mencerminkan nilai-nilai yang lebih dalam. Selain itu, Sophia dalam arsitektur juga dalam meranah pada kemampuan untuk mempertimbangkan dampak lingkungan dan keberlanjutan dalam perancangan bangunan. Ini mencakup pemahaman detail tentang cara menggunakan material dan sumber daya secara bijak, serta bagaimana menciptakan bangunan yang ramah lingkungan.

Ke empat pengetahuan tersebut membentuk sebuah Nous, kapasitas untuk membangun wawasan, kecerdasan, Tindakan, dan kemampuan memperoleh kebijaksanaan secara intelektual. Nous sendiri adalah konsep dari filosofi klasik tentang pikiran manusia yang penting untuk menegaskan apa yang benar. Bukan hanya benar, tetapi juga harus mementing pilihan rasional. Empat kuadran kecerdasan Aristotle bukannya satu satunya kuadran yang dapat dijadikan pedoman bagi seorang arsitek. Ada juga diagram profesi yang mencakup:

A.        Desainer

B.        Developer

C.        Kontraktor

D.        Akademisi

Jika dibuat dalam diagram arah mata angin, north diartikan sebagai capitalism, west di asosiasikan dengan power, east sebagai tradisi, dan south sebagai socialism. Dari ke empat profesi tersebut, semua mencakupi bagiannya dalam kuadran dengan rata. Seperti akademisi sendiri dapat di kelompokkan ke dalam bidang tradisi dan sosia, karena melanjutkan Pendidikan turun temurun sudah menjadi tradisi yang tak akan bisa dihilangkan samapi kapanpun, itulah yang membuat manusia bisa berkembang hingga sekarang. Dalam hal social dapat diartikan bahwa seorang akademisi lebih mementingkan ranah socialism dibandingkan capitalism, bisa dilihat dari jumlah pemasukan dari profesi lain bahwa akademisi cenderung mendapatkan pemasukkan yang lebih kecil dibandingkan praktisi seperti desainer, developer, dan kontraktor. Tetapi bukan uanglah yang jadi hal pendorong inti bagi seorang akademisi, tradisi dan nilai social lah yang mendorong mereka untuk menjalani profesi tersebut.

Untuk desainer dan kontraktor akan selalu kerja berdampingan karena keduanya membutuhkan satu sama lain untuk menyelesaikan sebuah project. Profesi ini cenderung di anggap sebagai seorang risk taker, karena profesi tersebut sangat sering mendapat klien dengan budget yang ternyata tidak memadai dari goas sebuah project. Maka bisa disimpulkan bahwa profesi ini sangat kuat di bidang power dan juga capitalism, karena dengan capitalism tinggi lah yang dapat menggerakkan usaha seorang dengan dua profesi ini. Bahkan hingga membuat orang orang sungkan untuk hire seorang arsitek atau kontraktor yang memang bersertifikat untuk mengerjakan proyek mereka karena mereka tak melihat hasil yang worth it dari jumlah uang yang akan mereka keluarkan untuk semua hal kecil saat berhubungan dengan kontraktor atau arsitek. Seorang Arsitek dan kontraktor penting untuk memiliki pride karena dengan pride itu yang memasuki mereka dalam kuadran pwer yang dapat membut mereka bertindak dengan tegas dalam menyelesaikan masalah dalam proyek. Untuk developer sendiri menurut saya terasa penuh di titik capitalism, karena pekerjaan mereka sendiri adalah sebagai instansi yang menyediakan dan membuat lahan atau tempat tinggal dengan jumlah proyek yang besar sesuai dengan permintaan pasar. Mereka cenderung tidak memikirkan keinginan klien secara individu, melainkan hanya memenuhi syarat kebutuhan khalayak umum. Banyak kita temukan kompleks perumahan dengan desain rumah yang sama membentang jauh mereka bangun dan pasarkan untuk di kontrakan, dan biasanya tidak diperbolehkan untuk di perjual belikan guna untuk memastikan pemasukkan dari kompleks tersebut terus berjalan seiring waktu berjalan. Maka dari contoh seperti itulah mengapa developer adaah profesi yang berperan paling tinggi dalam capitalism.

Kategori
Teaching Tugas 2 - Reflection

Felicia Agus Tan – Reflection

Bagi saya mengenai dunia perkuliahan itu sangat memerlukan banyak pertimbangan dan membutuhkan tujuan yang nyata akan jadi apa nantinya ketika sudah lulus. Berdasarkan empat elemen Nous yang terdiri dari Phronesis, Techne, Sophia dan Episteme kita sering mengalami hal tersebut apalagi dalam hal pendidikan arsitektur. Konsep kebajikan ini ada didalam kehidupan kita sehari-hari, terutama didalam konteks pendidikan arsitektur. Episteme atau ilmu pengetahuan memiliki porsi paling besar yang dimiliki manusia biasanya , karena didunia pendidikan kita lebih banyak belajar dengan mendengarkan contohnya seperti guru yang menjelaskan dan murid yang mendengarkan. Phronesis merupakan kecerdasan taktikal dalam bertindak, namun di dunia pendidikan yang didominasi oleh gaya balajar mendengarkan terlebih lagi saat sekolah dari taman kanak kanak, sekolah dasar, sekolah menengah, sampai sekolah menengah ke atas maka dari itu ruang untuk melatih kecerdasan taktikal sangat sedikit. Hal ini menimbulkan jarak antara pelajaran di universitas dan di dunia praktik  dan dunia kerja. Jika kita hanya pasif dalam dunia kerja maka itu menjadi tidak seimbang dan ketidakseimbangan itu bisa menjadi fatal apabila dilanjutkan terus menerus tanpa adanya pengembangan atau adaptasi di dunia praktik maupun dunia kerja. Hal tersebut juga dapat membuat seseorang merasa tidak percaya diri dan merasa tidak diapresiasi karena tidak aktif ikut andil dalam lingkup praktik dan kerja nya. Beruntungnya di dalam  dunia pendidikan ada techne, yang disimulasi kedalam studio desain, yang diperkuat dengan  kuliah praktik dan profesi. Walaupun pembelajaran ini terhitung optional, dalam kata lain kebijakan atau gaya pembelajaran setiap universitas bisa berbeda – beda. 

Techne berperan sangat penting untuk mengasah hard skill kita di dunia perkuliahan dan pekerjaan. Apabila kita tidak dapat mendalami techne dengan sebagaimana mestinya maka kita akan ketinggalan seperti hal  nya dengan teknologi yang berkembang pesat saat ini di dunia. Bahkan jika kita tertinggal sedikit saja mengenai teknologi saat ini kita akan merasa terasingkan seperti beda zaman. Maka dari itu sangat penting untuk kita semua mendalami techne karena akan sangat berguna baik kehidupan sekarang maupun di kehidupan selanjutnya. Lalu selanjutnya ada Sophia, Sophia merupakan ranah yang lebih personal yang membentuk keberanian dan kecintaan dalam berkarya. Dalam hal ini sophia juga dapat terjadi dari masa lampau seseorang itu sendiri ataupun dari apa yang dia lihat dan pelajari di lingkup sosialnya. Keseimbangan keempat kecerdasan ini membentuk sebuah Nous, kapasitas untuk membangun wawasan, kecerdasan, dan kemampuan untuk memperoleh kebijaksanaan intelektual.

Kadar Nous dapat berbeda-beda pada setiap orang maka dari itu banyak sekali profesi dalam dunia pekerjaan yang dapat diukur dari kadar Nous kita. Dalam dunia pendidikan arsitektur sendiri, jika lulus dengan gelar arsitek kita harus melanjutkan pendidikan kita di s2 ataupun bisa mengambil pendidikan IAI atau disebut dengan Ikatan Arsitektur Indonesia. Jika kita akan melanjutkan pendidikan kita maka kita harus bisa memilih sesuai dengan kadar Nous dalam diri kita agar kita bisa merasakan cocok dalam profesi tersebut dan juga menikmati jalan pilihan kita. Dalam pendidikan arsitektur terdapat empat profesi yaitu kontraktor, developer, akademisi, dan juga desainer. Dari keempat pilihan tersebut manakah yang merupakan passion dalam diri kita, untuk kontraktor sendiri kita harus siap bekerja sama dengan orang lain dalam membangun proyek kita juga harus bisa bersosialisasi dengan orang banyak agar mereka dapat melirik kita sebagai kontraktor dan juga harus pandai dalam negosiasi agar mendapat banyak keuntungan. Untuk developer tidak jauh berbeda dengan kontraktor hanya sajaa kita harus perlu bersabar dalam menjalakan pekerjaan tersebut. lalu selanjutnya ada akademisi, jika kita seseorang menyukai berinteraksi dengan banyak oranag dan menginspirasi dengan banyak orang maka akademisi sangat cocok dengan orang tersebut namun tentunya sebagai akademisi harus ada keseimbangan dari empat elemen yang ada di Nous tersebut karena semua elemen sangat diperlukan untuk menjadi akademisi. 

Lalu profesi yang terakhir adalah desainer mengenai profesi desainer kita juga harus mempunyai skill dalam elemen komunikasi, ide, dan lainnya. Tidak hanya di dunia kerja, di dunia perkuliahan pun mempunya empat elemen itu sangatlah penting dan elemen yang kita miliki jangan dijadikan sebagai patokan kita untuk masuk ke dunia kerja karena empat elemen tersebut bisa di asah sebelum kita masuk ke dunia kerja seperti di dunia perkuliahan. Dalam dunia perkuliahan banyak sekali hal yang harus kita ikuti, kita sebagai mahasiswa juga harus menjadi mahasiswa yang aktif jangan menjadi mahasiswa  yang pasif karena dengan menjadi mahasiswa yang aktif kita dapat mengasah soft skill dan hard skill kita. Ada banyak wadah di dalam dunia perkuliahan untuk membantu kita mengasah skill dan elemen kitam contoh nya seperti ukm ukm yang ada di universitas. jika kita ingin mengasah kemampuan pengetahuan kita maka bertanya lah kepada dosen yang mengajar, rasa ingin tahu sangat dibutuhkan untuk membuat kita semua mengetahui banyak hal baik yang umum ataupun yang menjurus. Kita juga bisa mengasah skill kepemimpinan kita dengan mengikuti organisasi dan mengikuti ldk atau bisa disebut juga dengan latihan dasar kepemimpinan, dengan menjadi ketua himpunan mahasiswa jurusan ataupun bisa ketua setiap bagian divisi. 

Lalu apabila ingin mengasah tanggung jawab sebagai mahasiswa ataupun sebagai perorangan kita bisa mendaftar sebagai aslab atau asistan lab dan juga bisa dengan mengikuti project yang dibuat oleh himpunan atau pun perkumpulan orang. Ada yang menarik bagi saya dari tugas yang diberikan yaitu tugas wawancara dengan seseorang yang sudah mempunya gelar sarjana arsitektur, saya sendiri memilih Bapak Adriyan Kusuma yang merupakan dosen yang mengajar di Universitas Pradita. Ketika melakukan sesi wawancara banyak hal yang saya dapat dari cerita pak Adriyan Kusuma. Belia bercerita bahwa membaca buku dan bersosialisasi adalah dua hal yang sangat penting yang harus dimiliki dan dilakukan mahasiswa karena dunia yang akan dihadapi untuk kedepannya itu dimulai dari kita ketika menjadi mahasiswa di suatu universitas.Beliau mengatakan bahwa dengan membaca buku untuk menambah pengetahuan kita itu dapat memudahkan kita untuk selangkah lebih maju untuk bersosialisasi. Karena dengan pengetahuan kita pasti akan di cari oleh teman teman dan membantu mereka jika ada kurang pahamnya terhadap materi setia mata kuliah. Dengan hal tersebut kita harus mempunya teknik dan skill komunikasi yang bagus agar dalam bersosialisasi mereka nyaman berkomunikasi dengan kita. Ada banyak teknik yang dilakukan dalam berkomunikasi. Komunikasi adalah faktor terpenting dalam hubungan atasan-bawahan. Keterampilan komunikasi menentukan keberhasilan karir seseorang Mendengarkan “tidak sekedar ‘mendengar’ Beda budaya, beda etiket komunikasinya. Ada tips berkomunikasi yang efektif Lebih banyak mendengarkan lawan bicaranya, Mencoba berbicara singkat dan jelas tapi terlihat ingin tahu tapi janagn berlebihan, lalu perhatikan etiket berkomunikasi lawan bicara kita dan bertanyalah jika tidak mengerti jangan berasumsi jika tidak mengerti lalu pahami bahasa tubuh lawan bicara dan kita harus menyadari bahwa menulis itu penting terlebih lagi jika itu menyangkut pertanyaan pengetahuan yang formal dan kita juga harus menghargai perbedaan pandangan masing masing orang, apabia perbedaan pandangan yang terlalu mencolok terjadi sampaikanlah dan bertanyalah mengenai alasan pandangan hal tersebut berikan juga alasan kita sebagai orang yang berbeda pendapat atau pandangan.

Lalu berikutnya setelah kita mendalami komunikasi itu penting, bersosialisasilah dengan teman sebaya ataupun yang lebih muda dan lebih tua dari kita. Dari cerita yang disampaikan oleh pak Adriyan, ia berkata bahwa meskipun sudah bersosialisasi menjaga hubungan pun sangat amat penting karena kita tidak tahu bagaiman takdir seseorang kedepannya, apakah kita membutuhkan mereka atau tidak. Beliau mengatakan jagalah relasi kita agar tetap sehat meskipun jauh sekarang sudah banyak wadah untuk kita mencari teman dan berkomunikasi dengan banyak orang. Misalnya ketika kita sudah jauh dengan orang itu, baik beda kota maupun negara sesekali kita membalas status mereka agar komunikasi tetap terjaga walau sudah tidak se intens dulunya. Tidak hanya dengan cara tersebut, beliau juga mengatakan jika kita mengunjungi suatu tempat dan dekat dengan orang tersebut hubungilah mereka dan ajak mereka bertemu agar hubungan tetap terjaga. Bapak Adriyan Kusuma sendiri mengatakan bahwa dulu semasa beliau menjadi mahasiswa belia banyak menghabiskan waktunya dengan membaca buku dan juga dengan bergaul bersama teman teman nya baik untuk hanya sekedar berkumpul ataupun untuk melakukan kegiatan atau proyek bersama, beliau juga sangat aktif sebagai mehasiswa yang sering mengikuti organisasi kampus. Beliau mengatakan bahwa sebagai mahasiwa kita harus aktif mengikuti kegiatan kampus baik yang wajib ataupun tidak karena itu akan membantu kita di dunia kerja. Misalnya ketika di dunia kerja kita mendapat proyek yang harus dikerjakan dalam kelompok, ketika kita sudah pernah mengikuti kegiatan organisasi kampus maka kita akan terbiasa hanya perlu beradaptasi dengan berbagai macam karakter orang lain. Tapi jika kita tidak pernah mengikuti kegiatan kaampus atau menjadi mahasiswa pasif maka kita akan sulit bekerja sama dalam tim, kita bisa menjadi yang paling tidak menonjol ataupun yang paling menonjol karena dalam tiim ataupun kelompok kita harus bisa membuat diri kita menonjol bersama dengan yang lainnya dan tidak timpang tindih, namun bisa saja kita cepat beradaptasi ketika pertama kalinya bekerja dalam kelompok namun itu sangat sulit dilakukan secara bersamaan apalagi dengan banyak nya orang dalam kelompok tentu ada orang yang secara personal ingin menonjol sendiri dan pastinya kita akan bingung cara mengahadapi karakter orang tersebut.  

Hal yang terpenting lainnya juga yaitu adalah pengetahuan bagaiman pengetahuan kita akan menyeleksi diri kita untuk masuk ke dalam lingkup yang mana. Ketika kita bersosiaalisasi pengetahuan kita juga ikut di nilai ke dalam aspek diri kita, apakah dengan pengetahuan kita yang kita miliki kita pantas berada di posisi yang sekarang atau tidak. Dan dalam hal tersebut juga dapat menentukan kualitas diri kita dan juga pertemanan kita, apakah kita diterima atau tidak di dalam lingkungan mereka apalagi kita semua yang baru masuk dalam dunia kerja

Kategori
Teaching Tugas 2 - Reflection

Ghina Syifa Nabila – Reflection

Bagi saya, Nous memiliki arti pemikiran manusia yang berakal dan memberikan kesan spiritual didalamnya. Tetapi dalam arsitektur, nous merujuk kepada aspek penting dalam perumusan kebijakan dan desain arsitektur yang mengacu kepada pemahaman mendalam, pengetahuan atau intuisi yang dimiliki oleh arsitek atau perancang terkait dengan proyek arsitektur tertentu. “Nous” melibatkan lebih dari sekedar keahlian teknis. Maksud dari keahlihan teknis adalah pemahaman yang lebih dalam tentang konpleksitas yang ada dalam menciptakan ruang fisik yang berfungsi, berkelanjutan dan berarti. 

Pemahaman mendalam mencangkup berbagai aspek. Pertama, “nous” mencakup pemahaman mendalam tentang lingkungan fisik, termasuk topografi, iklim dan sumber daya alam. Seorang arsitek yang memiliki “nous” memahami berbagai aspek-aspek ini yang dapat mempengaruhu desain dan bagaimana menciptakan bangunan yang dapat berbaur dengan lingkungan sekitarnya. Kedua, “nous” juga mencangkup pemahaman tentang konteks budaya dan sejarah dimana proyek tersebut berada. Ini termasuk memahami nilai-nilai budaya, warisan arsitektur, dan identitas lokal. Seorang arsitek yang memiliki “nous” mampu menggabungkan elemen- elemen ini ke dalam desain yang menghormati dan memperkaya konteks budaya. Selain itu, “nous” mencakup pemahaman tentang aspek sosial, termasuk bagaimana desain bangunan mempengaruhi kehidupan sehari-hari masyarakat. Ini melibatkan pertimbangan seperti keamanan, aksesibilitas dan kualitas hidup penghuni. Pentingnya “nous” terletak dalam kemampuannya untuk menciptakan solusi arsitektur yang melebihi sekedar pandangan teknis atau estetika. Ia memungkinkan arsitek untuk mengambil keputusan yang lebih berkelanjutan dan relevan, memungkinkan bangunan untuk menjadi bagian yang harmonis dalam lingkungan fisik dan sosialnya. Dengan “nous”, arsitek dapat menciptakan karya yang tidak hanya estetik, tetapi juga berdampak positif pada kehidupan masyarakat dan menjaga keberlanjutan lingkungan. Intinya, “nous” adalah pemahaman mendalam dan pencerahan yang memandu pengambilan keputusan dalam arsitektur, memastikan bahwa desain dan kebijakan mencerminkan kebutuhan, nilai, dan tujuan yag lebih besar dalam menciptakan ruang yang bermakna dan berdampak positif bagi masyarakat dan lingkungan. Noun sendiri didalamya terdiri dari 4 elemen, yaitu Techne, Phronesis, Episteme, Sophia. 

Elemen pertama yaitu Techne, Techne adalah yang merujuk pada seni, keterampilan, atau keahlian dalam menciptakan sesuatu, termasuk desain arsitektur. Konsep techne menyoroti aspek teknis dan keterampilan yang diperlukan dalam proses perancangan dan pembangunan bangunan. Dalam arsitektur, techne melibatkan penerapan ilmu pengetahuan, matematika, teknik, dan keterampilan seni untuk merancang dan membangun bangunan yang berfungsional, estetis, dan berkelanjutan. Ini mencangkup pemahaman tentang bahan bangunan, struktur, tata letak, dan aspek-aspek teknis lainnya yang diperlukan untuk menciptakan bangunan yang aman, efisien, dan sesuai dengan tujuan dan kebutuhan penggunanya. Techne juga mencerminkan bagaimana arsitek menggunakan alat dan teknologi modern dalam perancangan arsitektur, seperti perangkat lunak desain komputer, perhitungan struktural, dan teknologi konstruksi yang canggih. Ini memungkinkan mereka untuk mengoptimalkan desain menganalisis dampak lingkungan, dan merancang bangunan yang ramah lingkungan. Namun, techne bukan hanya tentang aspek teknis semata. Hal ini juga melibatkan unsur seni dan kreativitas dalam mengekspresikan visi desain. Seorang arsitek dengan techne yang baik mampu menggabungkan keahlian teknik dengan visi estetis, menciptakan bangunan yang indah dan bermakna. Dalam perkembangan arsitektur modern, techne telah menjadi semakin penting dengan adanya tuntutan untuk menciptakan bangunan yang efisien energi, berkelanjutan dan beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Ini menuntut arsitek untuk terus memperbarui pengetahuan teknis mereka dan mengintegrasikan teknologi terbaru dalam desain mereka. Dengan demikian, techne adalah konsep sentral dalam arsitektur yang mencerminkan perpaduan antara aspek teknis dan seni dalam proses perancangan dan kontruksi bangunan. Hal ini menggambarkan keterampilan dan keahlian yang diperlukan dalam menciptakan lingkungan binaan yang memenuhi kebutuhan manusia sambil menghadiahkan nilai estetis dan berkelanjutan. 

Elemen kedua ada Phronesis, Phronesis adalah kebijaksanaan praktis atau pengetahuan moral yang digunakan dalam pengambilan keputusan etis. Dalam konteks arsitektur, phronesis memainkan peran penting dalam memastikan bahwa desain dan praktik arsitektur memenuhi nilai-nilai etis, keberlanjutan, dan tujuan sosial. Dalam praktik arsitektur, phonesis melibatkan kemampuan seorang arsitek untuk memahami implikasi estis dari keputusan desain mereka. Ini mencangkup pertimbangan etika dalam hal seperti aksesbilitas, keselamatan, dan kualitas lingkungan. Seorang arsitek yang memiliki phonesis yang baik mampu memutuskan dengan bijak bagaimana memenuhi kebutuhan klien dan masyarakat sambil menghormati nilai-nilai etis. Selain itu, phonesis uga berhubungan dengan kebijaksanaan dalam hal keberlanjutan. Ini mencakup pemahaman tentang dampak lingkungan dari desain dan material bangunan, serta bagaimana menciptakan bangunan yang berkelanjutan dari sudut pandang ekologis. Phonesis memungkinkan seorang arsitek untuk memilih solusi yang ramah lingkungan dan meminialkan jejak karbon dalam hal tujuan sosial, phonesis juga dapat mencakup pemahaman tentang bagaimana desain bangunan dapat memengaruhi komunitassekitarnya. Ini melibatkan pertimbangan seperti bagaimana bangunan tersebut dapat berkontribusi pada kualitas hidup dan keberlanjutan masyarakat, serta cara membangun hubungan yang baik dengan komunitas yang terkena dampak. Dengan kata lain, phronesis adalah kemampuan seorang arsitek untuk mengintegrasikan aspek estika, keberlanjutan, dan tujuan sosial dalam praktik arsitektur mereka. Ini memastikan bahwa desain dan praktik arsitektur tidak hanya efektif dari segi teknis, tetapi juga mendukung nilai-nilai etis, keberlanjutan, dan keseahteraan masyarakat. Dengan memiliki phronesis, arsitek dapat mengambil keputusan yang bijak dalam menciptakan lingkungan binaan yang lebih baik dan lebih manusiawi.

Elemen ketiga ada Episteme, Episteme adalah pengetahuan yang sistematis, ilmiah dan teoritis. Dalam konteks arsitektur, episteme mencerminkan pemahaman mendalam tentang prinsip-prinsip teoritis yang mendasari desain dan praktis arsitektur. Episteme melibatkan pengetahuan yang bersifat universal dan abstrak, yang dapat membentuk landasan bagi pengambilan keputusan dalam perancangan bangunan. Ini mencakup pengetahuan tentang sejarah arsitektur, teori arsitektur, estetika, serta prinsip-prinsip desain yang telah berkembang dari waktu ke waktu. Dengan pemahaman episteme, seorang arsitek dapat merujuk pada pengetahuan teoritis untuk menghadapi tantangan desain. Mereka dapat mendasarkan keputusan desain mereka pada dasar-dasar ilmiah dan teoritis yang telah terbukti. Ini dapat memungkinkan mereka untuk menciptakan solusi yang lebih kokoh, berdasarkan pemahaman yang mendalam tentang sejarah, budaya, dan teori yang relevan dalam arsitektur. Episteme juga mencakup pemahaman tentang perkembangan teknologi dan inovasi dalam arsitektur. Ini mencakup pengetahuan tentang material bangunan terbaru, teknik konstruksi canggih, dan perkembangan dalam teknologi digital yang memengaruhi desain arsitektur. Dengan pemahaman ini, seorang arsitek dapat memanfaatkan perkembangan teknologi terbaru untuk menciptakan bangunan yang lebih efisien dan inovatif. Selain itu, episteme juga dapat membantu arsitek dalam memahami tren dan perubahan dalam arsitektur yang berkembang seiring waktu. Mereka dapat merancang bangunan yang relevan dengan tuntutan aman dan memahami bagaimana arsitektur berkontribusi pada isu-isu kontemporer seperti keberlanjutan, keamanan, dan kualitas lingkungan. Dengan demikian, episteme adalah konsep yang penting dalam arsitektur karena membentuk dasar pengetahuan teoritis yang membimbing desain dan praktik arsitektur. Ini memungkinkan arsitek untuk menggabungkan aspek teori, sejarah, teknologi dan inovasi dalam penciptaan bangunan yang relevan dan bermakna dalam lingkungan mereka.

Elemen terakhir ada Sophia, Sophia adalah kebijaksanaan, kebijakan atau kecerdasan yang mendalam dalam perancangan dan praktik arsitektur. Dalam konteks arsitektur, sophia melibatkan pemahaman yang luas dan mendalam tentang aspek-aspek kompleks yang terkait dengan desain, termasuk aspek teknis, estetika, budaya dan etika. Sophia mencakup pemahaman tentang kebijaksanaan dalam menghadapi berbagai aspek desain arsitektur, termasuk pengetahuan tentang prinsip-prinsip arsitektur, sejarah arsitektur, dan teori desain. Ini memungkinkan seorang arsitek untuk merancang bangunan dengan dasar pengetahuan yang kuat, memanfaatkan warisan arsitektur yang telah ada, dan mengabungkannya dengan gagasan-gagasan inovatif. Selain itu, sophia juga mencakup pemahaman tentang budaya dan konteks lokal dimana bangunan akan dibangun. Seorang arsitek yang memiliki sophia memahami bagaimana desain mereka dapat memengaruhi masyarakat dan budaya di sekitarnya, serta bagaimana menciptakan bangunan yang merespon kebutuhan dan nilai-nilai masyarakat tersebut. Pentingnya sophia juga terkait dengan etika dalam praktik arsitektur. Seorang arsitek dengan sophia yang baik mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan dari desain mereka dan berusaha untuk menciptakan bangunan yang etis, berkelanjutan, dan ramah lingkungan. Sophia juga mencerminka aspek estetika dalam arsitektur, yaitu pemahaman tentang keindahan dan harmoni dalam desain. Ini melibatkan kemampuan untuk menciptakan bangunan yang tidak hanya fungsional tetapi juga indah dan memuaskan mata. Dalam dunia arsitektur yang terys berkembang, sophia adalah kualitas yang penting bagi seorang arsitek. Ini memungkinkan mereka untuk merancang bangunan yang bukan hanya teknis, tetapi juga menginspirasi, berkelanjuran dan etis. Sophia mencerminkan kebijaksanaan dalam meciptakan lingkungan binaan yang bermakna dan berdampak positif pada masyarakat dan lingkungan. 

Cara menentukan kebijakan dalam praktik seorang arsitek melibatkan penerapan prinsip-prinsip techne, phonesis, episteme, dan sophia. Berikut adalah cara menentukan kebijakan untuk masing-masing dari empat aspek ini dalam praktik seorang arsitek. Yang pertama Kebijakan Techne, seorang arsitek yang memiliki akses ke teknologi terbaru dan keterampilan teknis yang mutakhir, ini melibatkan pelatihan berkelanjutan dan integrasi alat dan perangkat lunak desain terkini dalam praktik. Selanjutnya, arsitek yang menggunakan material dan teknik konstruksi yang ramah lingkungan dalam desain, ini dapat mencangkup persyaratan atau insentif untuk sertifikasi berkelanjutan. Selanjutnya, seorang arsitek yang menentapkan standar keamanan yang ketat untuk melindungi penghuni bangunan. Pastikan bahwa kualitas bangunan tidak dikompromikan demi efisiensi.

Yang kedua ada Kebijakan Phonesis, seorang arsitek yang menegakkan kode etik yang kuat dalam praktik arsitek untuk memastikan kebijaksanaan dalam pemenuhan nilai-nilai etis dan keberlanjutan. Selanjutnya, arsitek yang terlibat dalam dialog dengan komunitas dan pemaku kepentingan terkait dengan proyek arsitektur. Selanjutnya, arsitek yang mempertimbangkan dampak sosial dari desain arsitektur, seperti aksesibilitas dan kualitas hidup penghuni. 

Yang ketiga ada Kebijakan Episteme, seorang arsitek yang melanjutkan pendidikan mereka dalam teori arsitektur, teknologi, dan inovasi melalui pelatihan dan pengembangan profesional. Selanjutnya, arsitek yang mempelajari kajian kasus sejarah arsitektur untuk memahami prinsip-prinsip desain yang sukses. Selanjutnya, arsitek yang menekankan pentingnya integrasi teknologi terbaru dalam desain, termasuk BIM (Building Information Modelling) dan teknologi berkelanjutan

.

Yang keempat ada Kebijakan Sophia, seorang arsitek yang menciptakan budaya dimana kreativitas dan inovasi dihargai dalam desain arsitektur. Selanjutnya, arsitek yang menanamkan penghargaan terhadap keindahan dalam desain arsitektur dan dorongan eksperimen estetika yang inovatif. Selanjutnya, arsitek yang berfokuskan pada dampak budaya dalam desain, seperti pemahaman konteks budaya dan upaya untuk meresponnya.

Menurut saya, menetapkan kebijakan-kebijakan ini dalam praktik seorang arsitek akan membantu memastikan bahwa mereka memadukan dengan bijaksana aspek-aspek techne, phonesis, episteme dan sophia dalam setiap proyek mereka. Ini akan menciptakan lingkungan binaan yang lebih baik, berkelanjutan, etis, dan indah bagi masyarakat dan lingkungan.

Kategori
Teaching Tugas 2 - Reflection

Golfei Huang – Reflection

Bagi saya Nous itu sangat berpengaruh serta bekerja di dalam kehidupan perkuliahan saya. Hal yang saya bicarakan ini berkorelasi dengan pendidikan di dunia arsitektur, Nous itu sebuah konsep yang ada di dalam kehidupan sehari-hari setiap individu. Nous itu dibagi menjadi 4 kecerdasan yang terdiri dari Episteme, Phronesis, Techne, dan Sophia. Yang pertama merupakan kecerdasan Episteme, yang dimana Episteme ini merupakan daya tangkap seorang individu terhadap ilmu pengetahuan, dan ilmu pengetahuan ini memiliki pengaruh yang paling besar di kehidupan tiap individu, karena di dunia pendidikan tinggi kita ini kita itu bertujuan untuk mendapatkan ilmu bukan hanya sekedar nilai, nilai hanyalah sebuah angka namun ilmu pengetahuan itulah yang berdampak besar di kehidupan kita. Ilmu pengetahuan yang saya dapatkan semasa saya berkuliah tidaklah sedikit, ilmu pengetahuan inilah yang membantu saya dalam membuka pikiran saya akan dunia arsitektur yang lebih luas. Di pendidikan tinggi arsitektur ini saya mendapatkan ilmu pengetahuan itu lebih banyak belajar dengan metode mendengarkan, dan di pendidikan arsitektur itu saya tidak hanya mendapatkan ilmu pengetahuan dari dosen, saya juga dapat ilmu pengetahuan dari berbagai hal.

 Mulai dari pengalaman teman-teman saya, kakak tingkat saya, serta narasumber yang kemarin saya wawancarai yaitu pak Dana. Memang ilmu pengetahuan itu kita dapatkan dengan orang-orang yang mempunyai pengalaman yang mungkin belum pernah kita alami atau jelajahi, oleh karena itu ilmu pengetahuan itu merupakan hal yang paling besar dan kebanyakan kita itu belajar nya melalui cara mendengarkan dari orang-orang yang lebih berpengalaman. Ilmu pengetahuan ini sangat berdampak di kehidupan saya, semakin hari semakin lebih tau sedikit demi sedikit, dengan cara mendengarkan itu tadi. Ilmu pengetahuan bukan hanya soal matematis, atau penalaran dan lain sebagainya. Sama seperti arsitektur, arsitektur tidak hanya sekedar berbicara tentang tata ruang, bangunan, yang bersifat konstruktif, namun masih banyak elemen lainnya yang berhubungan dengan arsitektur

.

Ilmu pengetahuan bisa dari hal-hal kecil lainnya di luar akademis, tanpa adanya ilmu pengetahuan maka tidak akan adanya perkembangan cara pola pikir yang bermanfaat untuk kehidupan kita. Selanjutnya ada kecerdasan Phronesis, kecerdasan yang satu ini merupakan kecerdasan secara taktikal, praktik atau dalam hal bertindak. Phronesis ini pada umumnya dapat ditemukan di dunia praktik atau pekerjaan seperti magang dan lain sebagainya, yang dimana otomatis sangat berbanding terbalik dengan kecerdasan Episteme, yang dimana Episteme itu kita lebih banyak mendengarkan dari pengalaman dan mendapatkan ilmu pengetahuan tapi tidak melakukan praktik, dan Phronesis ini merupakan kecerdasan praktik yang dimana kita itu dilatih untuk bertindak atau melakukan sesuatu. Otomatis akan ada gap atau jarak antara pengajaran yang dilakukan di dunia pendidikan dengan dunia praktik atau dunia kerja. Dikarenakan di pendidikan tinggi arsitektur itu didominasi oleh gaya belajar dengan cara mendengarkan, maka dari itu kesempatan atau sebuah ruangan untuk belajar praktik dan taktikal itu tergolong kecil.

Kejadian seperti ini saya alami di pendidikan tinggi arsitektur, karena ada beberapa materi ajar yang disampaikan dan setelah saya pahami arsitektur itu tidak hanya sesimpel itu dan sangat berbeda di dunia kerja atau praktik nanti. Ibarat kita semasa perkuliahan masih diberi makan bubur terus menerus saat melaju ke dunia praktik kita diberi makan nasi dan lauk keras, otomatis kita akan kesusahan dalam hal tersebut. Di pendidikan tinggi arsitektur diajarkan itu bagaimana sebuah konsep terbentuk, sebuah bangunan itu terbentuk dari berbagai bentuk-bentuk dasar, namun kenyataan nya tidak semudah itu untuk mengimplementasikan hal tersebut ke dunia praktik atau kerja karena akan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi sebuah arsitektur itu terbentuk, bukan hanya dari perubahan bentuk-bentuk dasar yang disatukan. Pada awalnya memang pendidikan arsitektur itu bagi saya cukup rumit dan saya cukup kewalahan di awal-awal, dikarenakan saya masih awam dan tidak tahu apa apa tentang arsitektur, namun seiring berjalannya waktu dengan adanya Episteme tadi itu membantu saya, namun hal tersebut tidaklah cukup dikarenakan kurangnya latihan praktik yang dipakai di dunia kerja nanti atau disebut juga Phronesis. Maka dari itu di pendidikan tinggi arsitektur ada yang namanya simulasi studio atau bisa kita sebut sebagai stupa, beruntungnya di dalam dunia pendidikan ada Techne, yang menjadi sebuah simulasi dalam bentuk studio desain atau stupa, yang bantu dengan kuliah praktik agar dapat mencicipi sedikit bagaimana nanti dunia praktik itu bekerja.

 Di studio desain ini, para pelajar juga belajar untuk berpikir kritis serta mengembangkan ide-ide yang ada, dimulai dari merancang sebuah konstruksi yang dibilang masih tergolong kecil namun hal tersebutlah yang membantu para pelajar untuk menjadi lebih tahu hal-hal dasar dan hal dasar tersebutlah yang dapat menjadi pondasi utama untuk para pelajar terus berkembang ke arah yang lebih baik. Namun pembelajaran seperti ini itu terhitung opsional tergantung dari Universitas itu, karena setiap Universitas memiliki ciri khas nya masing-masing dalam melakukan proses belajar mengajar. Selanjutnya ada Sophia, Sophia merupakan keberanian dan kecintaan dalam berkarya, Sophia ini merupakan ranah yang lebih personal dan bersifat pribadi yang membentuk kecintaan dan keberanian dalam berkarya. Sophia ini lebih mengarah pada personal bagaimana kita bisa mengenali diri kita sendiri dengan baik, dan di situasi seperti ini kita bisa mencari sebuah role model yang mirip dengan kita. Yang bisa kita jadikan acuan, ataupun sebuah inspirasi dalam menciptakan karya-karya kita. Maka dari itu kita perlu kenal baik dengan diri kita terlebih dahulu agar kita bisa mencari sosok model yang lebih berpengalaman yang bisa membagikan pengalaman nya untuk kita jadikan sebuah acuan ataupun inspirasi kita dalam berkarya. 

Dengan demikian setelah kita dapat mengerti masing-masing elemen yang ada di Nous, kita harus mampu menyeimbangkan keempat elemen tersebut. Sebelum saya mengetahui konsep ini, jujur saja saya kehilangan arah dalam melakukan pendidikan di arsitektur, namun seiring berjalannya waktu saya mulai mencari cara dan menemukan pace saya dalam menjalani pendidikan arsitektur ini. Tentunya kadar Nous yang ada di setiap pribadi sudah pasti berbeda, namun hak tersebut lah yang bisa membantu kita melihat dari berbagai sudut pandang dari tiap individu.

Saya akan berbagi sedikit pengalaman saya, jujur pada saat awal memasuki pendidikan tinggi di arsitektur, saya merasa kewalahan dikarenakan saya tidak terlalu tahu dengan apa itu arsitektur. Jadi saya betul betul kosong pikiran saya tentang apa itu arsitektur, saya sangat ingat kali pertama saya sebelum menjalani perkuliahan di arsitektur, ada yang namanya TKH atau Temu Keakraban Himpunan yang diadakan oleh himpunan mahasiswa arsitektur. Sejak saat itu saya merasa sangat banyak hal yang tidak saya ketahui, dan banyak istilah-istilah baru yang membuat saya merasa tertekan dalam fase memasuki perkuliahan arsitektur. Saya betul-betul merasa down dan merasa takut akan tidak sanggup dalam menjalani perkuliahan di arsitektur, merasa bimbang dan merasa saya orang yang tidak kompeten dalam hal tersebut. Setelah memasuki perkuliahan pun saya masih merasakan hal yang sama, yang dimana saya masih selalu meragukan diri saya sendiri, saya sering merasa takut dan merasa tidak berkembang dalam melakukan hal-hal yang berkaitan dengan perkuliahan di arsitektur. 

Saya merasa saya sangat tertinggal jauh dibelakang teman-teman saya, mulai dari teknik menggambar, menggunakan software, pengetahuan tentang arsitektur dan lain sebagainya. Namun seiring berjalannya waktu, saya selalu mendapat support dan kata kata yang memotivasi diri saya dari kedua orang tua saya, dan saya perlahan menyadari bahwa saya itu hanya tidak percaya diri, dan saya hanya memerlukan waktu untuk menjadi lebih baik lagi kedepannya. Banyak hal yang saya dapatkan selama menjalani pendidikan arsitektur di Bina Nusantara, bukan hanya sekedar ilmu pengetahuan tentang arsitektur namun juga ada ilmu pengetahuan lainnya yang bisa membantu saya untuk mendevelop diri. Di binus ada beberapa mata kuliah yang saya anggap sangat membantu saya dalam proses pengembangan diri saya serta, mengembangkan pemahaman saya. Seperti Architectural Design, dan Introduction to Architecture. Mata kuliah ini berhubungan dengan hal Techne dan Episteme, yang dimana di mata kuliah Architectural Design atau kita sebut sebagai stupa itu lebih ke arah techne, karena disitulah kita dilatih untuk merancang untuk membangun sebuah konstruksi namun bukan hanya sekedar merancang semerta-merta begitu saja, namun banyak hal yang perlu diperhitungkan dimulai dari 3 aspek yang terdiri dari Venustas, Firmitas, dan Utilitas. Di stupa ini juga diajarkan untuk berpikir kritis, seperti kenapa bentuknya harus begini kenapa struktur nya begini, itu semua dibuat dengan sebuah alasan. Karena setiap hal yang dibuat pasti memiliki sebuah maksud. Masuk ke mata kuliah Introduction to Architecture, di mata kuliah ini saya mendapatkan sebuah insight lebih akan dunia arsitektur, mata kuliah ini membantu saya untuk memahami bahwa arsitektur itu tidak hanya sebuah part kecil, namun banyak part-part lainnya yang bisa berkorelasi dengan arsitektur yang tidak kalah penting. 

Saya juga mendapatkan tugas dari pak Rich untuk mewawancarai arsitek dan mencari role model. Hal tersebut semakin membuka mata saya, dan membantu saya mengembangkan pikiran saya. Pada waktu itu saya mewawancarai pak Dana yang saya jadikan role model, beliau menyampaikan pengalamannya berkarir di dunia arsitektur, serta menjalani pendidikan arsitektur itu sangatlah berkesan bagi saya. Dikarenakan beliau juga sempat struggle dalam menjalani perkuliahan arsitektur, dan hal tersebut tidaklah membuat beliau menjadi down namun beliau justru bangkit. Kadar Nous memang sangat mempengaruhi pribadi orang-orang, selama menjalani perkuliahan arsitektur selama kurang lebih sudah setengah semester, saya merasa banyak yang mempengaruhi insight atau pandangan saya akan suatu hal. Dikarenakan perbedaan Nous, tentu akan mempengaruhi cara berpikir juga, maka dari itu saya juga merasa tingkat Nous yang bervariatif pada tiap orang itu yang bisa membuat pola pikir kita semakin berkembang. Dari keempat elemen yang ada di Nous, kita harus mampu menyeimbangkan semuanya, dampaknya kepada kita jika kita berhasil menyeimbangkan Nous itu pun akan sangat bermanfaat dari aspek kehidupan kita, dan bisa juga untuk membantu orang-orang yang ada di sekitar kita.

Kategori
Teaching Tugas 2 - Reflection

Janely Chandra – Reflection

BRIGHT VISION

Have you ever heard that “Life is so Boring”? 

Yes, we have. Too many times.

At that time when we were still a senior high school student, we think that everyday life is just like that. Nothing is special. Morning goes to school; afternoon go home from school. We’re college student now. And we thought that everything will be just as boring as it was in Senior Highschool.

But guess what?

We met an extraordinary Lecturer, His name is Realrich Sjarief. First time we heard his name, we were like “Damn, his name is so cool.” When we met him the first time, again, we were like “Extraordinary Name is held by Extraordinary Man.” He has a very broad outlook on life.

Mind, there are 3 types of minds, he said.

Original Mind

Conventional Mind

Dimensional Mind

Original mind, is about the Past. We need to surpass the past us. Let go of the past. Be free from the past. Learn from the past. Accept the past. And that past is all about fear and sadness. 

You can’t go back and change the beginning, but you can start where you are and change the ending.”

Conventional mind, however, is about the Future. What we want to be? What we want to achieve? What we want to have and not have? The future where we are better than today.

“What have you done wrong yesterday? What have you forgotten to do yesterday? It’s okay, be the better person than you were yesterday.”

Dimensional mind, is the realization that in this time of life, we should enjoy our life. Do not dwell in the past, do not dream of the future, concentrate the mind on the present moment.

If you keep one hand on your past, and one hand on your future, you’ll never have either. To embrace tomorrow, you must let go of yesterday. And to embrace today, you must stop obsessing over tomorrow.”

Have you heard about “Nous? Do you know what Nous is?” he asked the whole class. Nous means Mind or Intellect. Nous has 4 poles in knowledge.

Sophia

Techne

Episteme

Phronesis

Sophia, is about belief. When you lose your belief on something, you will lose yourself. Here you can find a role model that keeps you away from negative thought and keeps you motivated.

  “Believe that everything happens for a reason, you live for a reason, you just need to see things from different perspective.”

Techne, is about skills. Soft skill, hard skill, skill that you need for your future. And all of that need not excellences, but repetitions.

Time can never be reversed. So, wake up when no one is awake, Train when no one is training.”

Episteme, is about self-improvement. You can start off with taking care of your health and mental health. Later, you can read books to improve your vision, talk to people to see things differently. Everything counts as self-improvement.

“To improve your mood, exercise. To think more clearly, pray. To understand the world, read. To understand yourself, write. To be happy, don’t expect. To get more, give.”

Phronesis, is about practical action. Things you do that gives you credits in your life. Which turns into happiness and sense of achievement.

“Don’t climb mountains so that the world can see you, climb mountains so that you can see the world.”

“Life is like a book. some chapters are sad, some are happy, and some are exciting. But if you never turn the page, you will never know what the next chapter holds.” 

Now we’re getting somewhere, aren’t we?

Isn’t it interesting?

To be honest, it’s very interesting when you are in deep thought of life.

He also talked about talent plus effort means skill, skill plus efforts means achievement. For us, this is one of our favourites. You see, if you got talent but you didn’t improve your talent, it became nothing. When you improved your talent, it became your skill. When you have that skill and you work hard with it, you get achievements. 

And what if you don’t have a talent?

That’s okay, not all talented people become successful. Effort plus effort also means skill. All you need is enjoyment. When you enjoy doing something, you will learn it well. But when you don’t enjoy doing it, you become tired, and you won’t learn well. 

“To learn fast, make the process fun.”

Lots of quotes today, isn’t it?

Always remember:

“Grapes must be crushed to make wine. Diamonds form under pressure. Olives are pressed to release oil. Seeds grow in darkness.”

Besides of life lesson, he also taught us that we’re here not to sit and listen to what the lecturer has to say, then have exam of it. We were being pushed to be confident person. He gave us an assignment to interview a person who is experienced in many ways. The truth is that we’re happy to be given assignment like this, unlike others, they commented on how crazy it is. 

We think that assignment like this will give us many lessons. Much more than the assignment that asked to you make a PowerPoint of a subject that lecturer has taught you. Of course, there are feeling on “What if they don’t agree to be interviewed? “

“If you never try, you never know what awaits.”

Turned out the person we’re interviewing was very friendly. We were afraid that he would be a grumpy person. We told him that, then we laughed. We learned a lot while talking to him, so many new insight, new perspective, so many that we can’t write it all.

“Observe everything, Observe the world, to get a better insight.”

What about a boring life you were talking about?

We enjoy observing our life.

Everything seems to be very interesting.

When we are young, we don’t have the chance to write something like this, we don’t have the chance to meet people like this. We were always bored by the way the school was. But this time, Mr. Sjarief made the whole class fun.

Since we’re a short person, people always think that we’re kids. And kids don’t understand anything about life. So, we have been keeping this for ourselves. 

But you know what? 

We know that everything is not to tell, and that’s what we are proud for ourselves. We’re addicted to the feeling of no one knows what we can do, no one knows what we understand

“Never tell anyone what you are thinking, and you’ll be mysterious. And being mysterious itself is a pleasant feeling.”

Actually, we’re secretly admiring ourselves, that we can be different from other. That’s our way to love ourselves. By dressing not for others, but for ourselves to see. We love formal clothes, our family said we’re crazy, no one is wearing formal clothes every day. But it gives us the confident.

“Dress neatly no matter the occasions, no matter the times.”

These quotes are not only changing our perspective but changing our life. Combine all that quotes and take it to your heart. You can be a better person the next day. You learn to understand the world, a life-changing occurrence that some people took long enough to realize.

At our age, you may find some are dragged to a worse path and better path. We know people who addicted to Sweet, Caffeine, Energy Drink, even Vape. Sweets are not as bad as Vape though. But, let me tell any who you are reading this,

“You never know how much valuable your health is until you are fighting for it. So fight for it now, before you have to.”

“Imagine someone gives you a Ferrari and you just leave it outside. Never drive it and don’t take care of it. Eventually the person who gifted you the Ferrari comes and sees that it’s rusted, dirty, and looks old. Because you didn’t maintain it. Naturally that person is angry because you didn’t appreciate their gift. But what if we tell you that the Ferrari is your body. And God is the one who gifted it to you. Are you really taking care of his gift?”

We don’t tell them those in their faces, because what we understood is that, You can’t change people mind, you can’t control what they do. The only thing you can control is your mind, your response, and your action.” So even if they are in a bad path, and you are their friend, that doesn’t mean you have to be like them. 

“Learn to fight.

Control your emotions.

Stay focused on your goals.

Build self-confident.

Always be yourself.

Be independent.

Stay away from gossips.”

Lastly,

We can’t thank you enough Mr. Sjarief. It’s a pleasure to be taught by you. You are against the world; rules are made to be broken; we favour that. Thank you for your insights you have shared with us.

All the quotes above are from many of resources that we have encountered and took it to our heart.

If one day you’re sharing our work to someone else, please never mention our name. Being mysterious is our pleasure. Let it be a little secret, between you and us.

“We may not be able to have the chance like this again in life.

If one day we crossed path again, it will be another miracle that happen in life.”

.

.

.

Kategori
Teaching Tugas 2 - Reflection

 Jason Nathanniel Wang – Reflection

Bagi saya, semester pertama adalah awal dari perjalanan panjang menuju menjadi seorang arsitek yang kompeten. Pada awal kuliah, kami diperkenalkan kepada dasar-dasar arsitektur, konsep ruang, dan prinsip-prinsip desain. Sebagai seorang mahasiswa, saya menemukan diri saya terpesona oleh kemungkinan-kemungkinan yang tak terbatas dalam menciptakan ruang yang indah dan fungsional. Saya juga belajar untuk melihat dunia dengan mata yang lebih kreatif, memahami bagaimana bangunan memengaruhi kehidupan sehari-hari, dan merasa terinspirasi untuk menciptakan karya-karya yang dapat memperkaya lingkungan kita. Semua ini adalah langkah awal yang membawa saya ke dalam dunia arsitektur yang menarik, di mana saya bisa menggabungkan pengetahuan teknis dengan imajinasi kreatif untuk menciptakan solusi-solusi yang berdampak positif pada masyarakat dan lingkungan.

Dalam arsitektur, ini sendiripun saya bisa bagikan beberapa poin penting yang saya pelajari, yang menurut saya sangat penting jika ingin memahami, menguasai, dan menggeluti bidang arsitektur dengan baik, yaitu, Sophia, Techne, Pronesis, dan Episteme.

Yang pertama adalah pemahaman tentang Sophia atau kebijaksanaan, yang menurut saya memainkan peran penting dalam perkuliahan arsitektur. Kami diajarkan untuk perlu memahami prinsip-prinsip etika dalam desain dan konstruksi bangunan. Selain hanya sekedar menciptakan bangunan yang indah, kami harus mempertimbangkan dampak lingkungan, sosial, dan budaya dari proyek arsitektur kami. Kebijaksanaan ini membantu kami untuk mengambil keputusan yang benar-benar bermakna dalam desain arsitektur kami. Kami merasa bertanggung jawab untuk menciptakan bangunan yang tidak hanya berfungsi dengan baik, tetapi juga memperhitungkan berbagai aspek etis dalam pembangunannya.

Kemudian, Techne atau keterampilan praktis dalam merancang dan membangun bangunan adalah inti dari perkuliahan arsitektur. Kami diajar untuk perlu memahami teknik konstruksi, ilmu material, dan desain arsitektur. Ini bukan hanya tentang merancang bangunan yang tampak indah di atas kertas, tetapi juga tentang membuatnya menjadi kenyataan dengan menggunakan material yang tepat dan teknik konstruksi yang efektif. Saya juga harus mengembangkan keterampilan menggambar teknik, model 3D, dan perangkat lunak desain arsitektur. Ini adalah bagian integral dari Techne yang membantu kami untuk menjadi arsitek yang kompeten di masa depan. Kami belajar untuk mengkombinasikan imajinasi dan keterampilan teknis untuk menciptakan bangunan yang memenuhi kebutuhan fungsional dan estetika.

Selanjutnya, Pronesis adalah kemampuan yang sangat penting dalam perkuliahan arsitektur. Kemampuan ini berkaitan dengan kemampuan untuk membuat keputusan yang tepat dalam situasi yang sering kali kompleks dan bervariasi. Dalam konteks perkuliahan arsitektur, Pronesis membantu kami untuk mengambil keputusan yang bijak dalam merancang dan mengelola proyek-proyek arsitektur. Kami harus mempertimbangkan berbagai faktor seperti anggaran, waktu, kebutuhan klien, dan peraturan lingkungan. Pronesis membantu kami untuk mengintegrasikan pengetahuan kami dalam situasi praktis dan menjadi arsitek yang mampu mengatasi tantangan dalam dunia nyata.

Terakhir, Episteme adalah pengetahuan ilmiah yang penting dalam perkuliahan arsitektur. Episteme mencakup pengetahuan tentang teori arsitektur, sejarah arsitektur, dan konsep-konsep dasar yang menjadi dasar dari praktik arsitek. Kami belajar tentang perkembangan arsitektur dari masa lalu hingga masa kini, dan bagaimana teori-teori arsitektur dapat memengaruhi desain dan pembangunan bangunan. Pengetahuan ilmiah ini membantu kami untuk memahami alasan di balik keputusan desain, serta mengapa suatu pendekatan tertentu digunakan dalam suatu proyek. Episteme memberikan dasar yang kokoh bagi pemikiran kritis dan inovasi dalam desain arsitektur.

Dengan demikian, pengembangan empat elemen Nous dalam perkuliahan arsitektur, yaitu Sophia, Techne, Pronesis, dan Episteme, memainkan peran penting dalam membentuk kami menjadi arsitek yang komprehensif dan berpengetahuan luas. Kami belajar untuk melihat lebih dari sekadar estetika dalam desain, mempertimbangkan nilai-nilai etis, menggabungkan keterampilan teknis dengan visi kreatif, membuat keputusan bijak dalam situasi yang kompleks, dan memahami dasar-dasar teori arsitektur. Semua ini membentuk landasan yang kuat untuk memasuki dunia praktik arsitektur dan memberikan kontribusi positif dalam membangun lingkungan yang lebih baik dan berkelanjutan. Kekuatan empat elemen Nous ini memberi kami landasan yang kokoh untuk menghadapi tantangan di dunia nyata dan menjadi arsitek yang kompeten serta berpengaruh.

Dengan adanya semua noun ini, kita dapat meningkatkan kualitas diri kita sendiri, dan dapat membantu kita dalam masa perkuliahan kita, baik itu secara sosial maupun dalam bidang lainnya. Salah satu contohnya adalah bahwa kita lebih mudah berkomunikasi dengan orang-orang di sekitar kita, kita lebih percaya diri untuk bertindak, baik ketika ada masalah atau jika tidak ada masalah dalam belajar. Selain itu, kita juga bisa mengembangkan ilmu berdasarkan pengetahuan yang kita miliki.

Namun, selain 4 noun ini ada juga beberapa poin yang menurut saya penting agar diri kita menjadi lebih baik lagi yaitu Original Mind, Conventinal Mind dan Juga Dimensional Mind

Original mind adalah sebuah kemampuan batin yang memungkinkan kita untuk menggali dan memahami dengan mendalam esensi dari diri kita sendiri. Melalui pemahaman ini, kita mampu bersikap jujur terhadap diri sendiri ketika menilai apa yang kita telah capai dalam hidup dan menghadapi dengan bijak apa yang kita sebut sebagai rasa takut. Ini merupakan kemampuan untuk menjalani proses introspeksi yang mendalam dan membuka diri pada keterbukaan yang memungkinkan kita untuk terus berkembang secara pribadi dan spiritual.

Conventional mind adalah pendekatan yang berfokus pada bagaimana kita dapat menciptakan citra diri yang dapat diterima oleh masyarakat. Citra diri ini sering kali mengarah pada standar dan norma sosial yang umum diterima, yang mencakup bagaimana kita memandang diri kita sendiri dan bagaimana kita ingin dilihat oleh orang lain. Untuk mencapai citra diri yang sesuai dengan konvensi ini, kita sering kali berusaha untuk mencapai pencapaian materiil yang dianggap penting oleh masyarakat dan memilih berada dalam lingkungan sosial yang dianggap “layak” oleh norma-norma tersebut.

Conventional mind pada dasarnya membahas tentang pandangan kita terhadap masa depan. Bagaimana kita merencanakan dan merajut masa depan tanpa terlalu banyak kekhawatiran. Ini mencakup ide bahwa kita perlu memiliki imajinasi dan harapan bahwa ketika kita memandang ke depan, kita melihat diri kita menjadi lebih baik dari hari ini. Ini melibatkan pencarian passion dan kebahagiaan dalam hidup, sehingga kita dapat mencapai potensi penuh kita dan meraih kebahagiaan yang lebih besar di masa depan.

Dimensional mind merupakan sebuah konsep yang menggabungkan prinsip-prinsip dari original mind dan conventional mind. Dalam konsep ini, kesadaran mengenai pentingnya menikmati kehidupan saat ini, yang merupakan bagian dari kehidupan dimensi saat ini, sangat ditekankan. Kehidupan saat ini adalah titik fokus di mana kita memiliki kendali atas waktu dan sumber daya yang kita miliki.

Dalam dimensi ini, kita berhenti membandingkan masa lalu dan masa depan kita. Kehidupan saat ini adalah sumber kebahagiaan, karena kita memahami bahwa kebahagiaan sejati hanya bisa ditemukan dalam kondisi saat ini. Dengan menyadari bahwa kita hidup dalam saat ini, kita dapat menghentikan pikiran yang terlalu banyak terjerat dalam angan-angan yang belum terwujud dan juga trauma yang selalu ada. Hasilnya, muncul perasaan puas dan cukup dalam hidup kita.

Dalam perjalanan pengembangan diri kita, diperlukan usaha dan dedikasi yang besar untuk mencapai kesuksesan. Upaya ini mengarah pada pengembangan keterampilan dan kemampuan kita, dan ketika keterampilan ini terus ditingkatkan, kita mencapai pencapaian-pencapaian pribadi yang lebih besar dalam hidup kita. Dengan demikian, upaya yang konsisten dalam pengembangan diri adalah kunci untuk mencapai kesuksesan dan pencapaian pribadi yang signifikan.

Berikut adalah cerita saya ketika saya melakukan wawancara dengan seorang arsitek yang dimana 4 noun ini menurut saya terdapat didalam semua proses-proses saya dalam mewawancarai arsitek ini.

Ketika saya mendapat tugas wawancara yang mengharuskan setiap mahasiswa mewawancarai seorang arsitek dan menjadikannya sebagai model, awalnya saya bingung dengan tugas tersebut. Namun, saya memutuskan untuk mengambil tindakan untuk mendukung pelaksanaan proyek ini. Pilihan ini menunjukkan phronesis, kebijaksanaan praktis untuk melakukan hal yang benar. Saya memutuskan untuk memilih arsitek yang saya sukai dan ingin saya wawancarai.

Dalam proses ini, saya merasakan perlunya keberanian, yang merupakan bagian dari diri Sophia. Keyakinan ini mendorong saya untuk melakukan hal-hal yang diperlukan untuk menyelesaikan proyek ini. Setelah memilih arsitek, langkah selanjutnya adalah menjadwalkan wawancara. Metode ini melibatkan penggunaan techne, yaitu pengetahuan dan keterampilan teknis dalam melakukan wawancara. Wawancara ini merupakan pintu gerbang menuju pemahaman yang lebih dalam tentang visi dan kebutuhan proyek, serta kesempatan untuk berkolaborasi dengan arsitek yang dipilih untuk menciptakan desain yang memenuhi harapan dan tujuan kami.

Sebelum wawancara, saya berusaha mempersiapkan diri dengan baik agar wawancara berjalan dengan baik dan lancar. Saya menghabiskan beberapa menit sebelum wawancara untuk mempersiapkan beberapa pertanyaan yang akan saya ajukan dan aspek lain untuk didiskusikan. Ini adalah contoh techne, dimana saya berlatih dan mendorong peningkatan keterampilan teknis saya dengan menerapkan pengetahuan tersebut. Hari pertemuan wawancara pun tiba dan wawancara dilakukan secara online melalui aplikasi Zoom. Saya merasa saya perlu mencoba menerapkan langkah-langkah teknis ini untuk memastikan semuanya berfungsi dengan baik. Pada saat wawancara, saya mencoba untuk melakukan noun episteme, yaitu upaya untuk mendapatkan wawasan dan pemahaman dari arsitek yang saya wawancarai.

Saya mendengarkan baik-baik perkataannya, mencoba memahami setiap bagian pesan yang disampaikannya. Pertanyaan berlanjut hingga akhir wawancara, dimana saya berterima kasih kepada arsitek yang telah meluangkan waktu untuk diwawancarai oleh saya. Ini menunjukkan kebaikan dan rasa hormat terhadap orang lain. Selama wawancara ini berlangsung, saya merasa wawancara ini merupakan pengalaman yang berharga bagi saya. Saya tidak hanya memperoleh pengetahuan berharga dari seorang arsitek yang saya kagumi, tetapi saya juga dilatih di berbagai bidang seperti phronesis, Sophia, techne, dan episteme. Wawancara ini telah membantu saya dalam pengembangan pribadi dan pemahaman saya tentang dunia arsitektur.

Karena tindakan saya, baik dalam pemilihan arsitek, maupun dalam persiapan wawancara dan ketika sedang mewawancarai seorang arsitek. Saya rasa tugas ini membantu saya meningkatkan kemampuan saya dalam komunikasi dan teknologi. Yang menurut saya, semua hal ini merupakan hal yang penting dalam perjalanan saya sebagai mahasiswa BINUS dan calon arsitek dimasa depan.

Kategori
Teaching Tugas 2 - Reflection

Jason Santino Halim – Reflection

Architecture is a very deep subject, and all the more complicatedit is to be an architect. A student would percieve architect differently than how a professional architect would, ant henm both, the architect and the student, see architecture differently than the average person. It is already a hassle to deal with architecture because of varying perspectives society has about it. It becomes even more difficult knowing that within the process of creating architecture, there are various topics, people, knowledge, practices, and other factors that come into play. All of which are involved in forming specific architecture and also the general sense of what we now understand as architecture.

The issue with learning architecture is that the knowledge of architecture does not translate very fluently into practice, and neither does the technical skill of architecture have direct influence to the quality or inspiration to the design. It is as if there are multiple separate disciplines that a person has to master in order to be sufficient as an architect.

“Nous” is a greek term that often associates with intellect or a higher form of knowledge. In the works of Aristotle, he refers to nous as the human’s capacity to reason. Phronesis, Techne, Episteme, and Sophia, are four terms, used in association with the concept of nous that have distinct meanings. The concept of nous that Arsitotle speaks of corellates very well to the intellectual learning curve of an architect.

“Phronesis” means a “practical wisdom”. It refers to a person’s ability to make sound judgement, and decisions in situations where it is required. Phronesis is practical, moral, and ethical, which means it is a form of higher knowledge that is concerned with the application of principles and values into realistic situations. In architecture this would be described as the architect’s ability to use their knowledge of architecture, whether if it is about their theory of design or even if it is their scientific knowledge, in order to tackle real-life scenarios with awareness of the real-life conditions. Phronesis requires attentivenes, observation, and attention to detail in order to pick and choose from theoretical and scientific knowledge, and find what can be used in specific situations.

Aside from Phronesis, another important for of knowledge is “Techne”, which describes the knowledge a person has that is associated with their soft-skills. The translation of techne from greek to english is “art” or “craft”. It is most accurately described as the ability to create or produce something. As an architect, it is common practice to draw, create models, operate architectural software, and other ways to create a clear layout of information through the available forms of media do communicate the various aspects of a design. To develop the ability to create such things, requires time and practice. An architect with better “techne” can create visualizations for better designs, and though it is not the determining factor of the design, it always helps the architect to take the next step in the design process.

“Episteme” means “knowledge” but specifically “intellectually certain knowledge”. In simple terms we call it science, which is the theoretical knowledge that derives off of observation, experience, and experimentation. This is the way in which an architect can know about what works, and what doesn’t. There are various theories in architecture from a wide range of categories within the discussions of function and aesthetics. Episteme is the conventional understanding of architecture that is learned mostly through education. The world of architectural education, mostly revolves around an epistemic approach. 

To understand episteme more deeply, we must be aware that although episteme is about the knowledge of the certain, we can be deceived into thinking that we have sufficient knowledge of the world. There is more knowledge out there than what is commonly seen. In architecture, the majority of well known and well praised products are those that belong to a more capitalistic or power-oriented approach to architecture. It is uncommon to see architecture with weaker relations to business and market or less extravagant and cheaper products of architecture to be discussed and praised by many across the world.

The reason to the reality of the greater appreciation towards the more capitalistic and power-oriented approach to architecture is merely because that is the nature of such things. Buildings that symbolize power and capitalism have an objective to be popular and seen as something great. It is not wrong for that to be the case, but what is wrong is to limit our knowledge to only that side of architecture. Architecture and knowledge, can be divided into The Four Quadrants of Wisdom.

The first quadrant of wisdom in architecture would be capitalism, as said before. This discussion of architecture occurs in a world that focuses in a market-based economy where everyone has to compete in order to get what they want. Architecture in this quadrant is often built for the reason of creating a market or a product that brings in money. The priority of capitalistic architecture is profit. This type of architecture is well represented by property developers whose businesses revolve around designing and constructing property, to sell for profit.

Another objective of capitalistic architecture is to create innovation, in hopes of creating architecture that is more efficient in cost. The use of concrete for example, has developed to become the standard for constructing buildings because of the cost efficency and how concrete is more practical. It may be a cheaper and faster process, but the use of such materials come with an environmental cost. Due to profit being the driving force of capitalistic architecture, it forces architecture to lean towards cost efficiency more than environmental well-being.

The next quadrant is architecture that demonstrates power. Architecture, especially before the era of modern architecture, has often been regarded as a luxury of the wealthy and powerful. The most noticeable application of demonstrating power through architecture in history, in my opinion, can be seen in the Rennaisance. During the Reannaisance, the artistic limits of architecture were push to higher limits due to the wealth acquired by colonist countries who were wealthy and powerful. 

The presence of architecture on buildings that belong to the powerful, such as the government and large-organizations are examples of the demonstration of power. The clear presence of architecture in the powerful class makes us forget the significance that architecture has in contributing to the prosperity of smaller parts of society.

This brings us to the third quadrant of episteme in architecture. Architecture that follows values from socialism, approaches architecture in the opposite way from the interests of the capitalist. Socialism in architecture focuses on collective well-being, and often contributes nescessary limitations for architecture in order to create sustainable design and does not put its priority on profit, even occassionally constructed purely for the purpose of helping those in need. To differentiate from “socialist” architecture, “socialism” in architecture is not a style of architecture but more accurately, it is a concept of architecture.

Last but not least, the quadrant of “tradition” in architecture. The goal of tradition in architecture Is to preserve certain values and practices that are usually decreasing due to the influence/authority of the powerful. To learn about tradition in architecture is to understand the history of cultures, values, and practices in specific parts of the world. The preservation of religion is a great example of how tradition is preserved in hopes of continuing the practice of a belief that is regarded as universal truths by many. Another great example of tradition in architecture is the vernacularity of specific traditional architecture. Vernacular buildings were developed through time based on functionality and practicality in their corresponding regions. This often results in a more environmentally friendly architecture, despite the fact that these buildings were not designed by architects.

“Sophia” is the wisdom of knowledge. To have sophia is to know how to navigate through episteme or scientific knowledge. Sophia does not have a consisten description of what is right or wrong, but it is an approach to knowledge that involves creating a standard for what is right and what is wrong within the person’s morals and values. An architect has to have sophia to be certain of which decision corresponds with their morals and values. Aside from morals and values, sophia in architecture allows the architect to have an original mind and an original approach to architecture. A person’s Sophia defines their inspiration and motivation to do what they do and be who they intend to be, in this case to create architecture and to be an architect.

After breaking down The Four Quadrants of Nous, we can understand that each form of knowledge, whether it be practical knowledge (Phronesis), productive knowledge (Techne), scientific knowledge (Episteme), or wisdom of knowledge (Sophia), has its own role in making a person of high intellectual quality. It is important to note that each individual has a varying innate capability of developing each of these quadrants. Whether or not a person should focus on one quadrant or try to balance them out, relies on their own judgement.

For an architect, it may appear to be a challenge to navigate through their career without a well balanced Nous. This is because the work of an architect very often pushes the architect to be involved in situations where the quadrants would intersect. The architectural design also does not simply follow one or two quadrants. It has to consider each and every quadrant and fix the proportions accordingly. If one thing is clear, it is that Nous is a dynamic of the four quadrants that all work together, back and forth or even simultaneously, and that to be concious of the four quadrants of Nous is a path to understanding who we are, and knowing who we want to be.

Kategori
Teaching Tugas 2 - Reflection

 Jesslyn Evania Citra – Reflection

Bagi saya, kemampuan Nous sangat penting bagi setiap mahasiswa. Nous adalah kemampuan untuk berpikir secara kritis dan rasional. Dengan memiliki Nous, kita dapat belajar dengan lebih efektif, membuat keputusan yang tepat, dan mencapai tujuan yang kita inginkan. Nous menjadi penting karena memungkinkan kita untuk memperoleh wawasan, kecerdasan, dan mendapatkan pemahaman intelektual yang bijaksana. Nous adalah kunci untuk mencapai pemahaman terdalam tentang semua hal yang kita pelajari. Selain itu, Nous juga dapat membantu kita dalam pengembangan diri. 

Nous adalah kemampuan intelektual manusia untuk memahami dan memaknai dunia. Nous adalah konsep filosofis yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Nous berasal dari bahasa Yunani yang berarti pikiran atau akal budi. Dalam konteks filsafat, Nous merujuk pada akal budi sebagai sumber pengetahuan dan pemahaman yang lebih tinggi. Selain itu, Nous juga dapat diinterpretasikan sebagai kekuatan yang memungkinkan manusia untuk memperoleh pemahaman tentang dunia dan realitas di sekitarnya. Nous bekerja dengan refleksi (mengamati dan mengevaluasi pengalaman dan pengetahuan seseorang), analisis (menguraikan dan membedakan komponen yang membentuk sesuatu), dan sintesis (menggabungkan dan menyusun komponen tersebut menjadi suatu kesatuan yang baru dan lebih baik). Nous mencari makna, tujuan, dan nilai dari semua yang ada di dunia. Nous juga membuat pandangan dan teori yang dapat menjelaskan dan memecahkan masalah yang dihadapi manusia. 

Dalam pemahaman Nous, terdapat empat elemen yang saling terkait dan berpengaruh satu sama lain, yaitu Sophia, Techne, Pronesis, dan Episteme. Sophia adalah kebijaksanaan yang berkaitan dengan kebenaran dan kebaikan. Techne adalah keterampilan yang berkaitan dengan pembuatan sesuatu. Pronesis adalah kecerdasan taktikal dalam bertindak dan juga merupakan kebijaksanaan praktis yang berkaitan dengan pengambilan keputusan. Episteme adalah ilmu pengetahuan yang memiliki porsi paling besar berkaitan dengan kebenaran yang pasti. Keempat elemen ini membentuk sebuah sistem yang saling melengkapi dan memungkinkan manusia untuk memahami dunia dan realitas yang ada di sekitar kita dengan lebih baik. Dalam kehidupan sehari-hari, Nous membantu manusia untuk memahami prinsip-prinsip dasar yang mendasari realitas dan dunia yang ada di sekitar kita. Nous juga membantu manusia untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat dan berguna. Selain itu, Nous membantu manusia untuk mengambil keputusan yang tepat dalam situasi yang sulit. Nous juga membantu manusia untuk memahami konsep dan ide yang mendasari bidang studi mereka dengan lebih baik. 

• Sophia, yang berarti kebijaksanaan, adalah kemampuan untuk memahami prinsip-prinsip dasar yang mendasari realitas dan dunia yang ada di sekitar kita. Sophia juga berarti memiliki visi dan tujuan yang yang lebih tinggi dalam hidup. Sophia adalah kebijaksanaan yang diperoleh melalui pengalaman dan refleksi. Sophia memungkinkan kita untuk memahami kebenaran dan makna hidup. Sophia adalah ranah yang lebih pribadi yang membentuk keberanian dan kecintaan dalam berkarya. Dalam kehidupan perkuliahan, Sophia penting untuk membantu saya memahami tujuan dan nilai-nilai yang lebih tinggi dalam pendidikan. Sophia membantu saya untuk memahami bahwa dalam perkuliahan bukan hanya tentang memperoleh pengetahuan, tetapi juga tentang mengembangkan diri dan mencapai tujuan hidup yang lebih besar. Sophia dapat diwujudkan dalam bentuk kemampuan untuk berpikir kritis dan kreatif, serta mampu melihat sesuatu dari berbagai perspektif. Contoh Sophia dalam kehidupan perkuliahan adalah ketika saya memilih jurusan yang sesuai dengan minat dan bakat saya, serta memiliki cita-cita yang ingin saya capai di masa depan. 

• Techne, yang berarti keterampilan, keahlian, atau seni, adalah kemampuan untuk membuat dan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat, indah, dan harmonis. Techne adalah keterampilan yang diperoleh melalui pelatihan dan praktik. Techne juga berarti memiliki kreativitas dan inovasi dalam berbagai bidang. Techne melibatkan kemampuan untuk memahami prinsip-prinsip dasar yang mendasari suatu bidang atau disiplin ilmu. Dalam kehidupan perkuliahan, Techne sangat penting untuk membantu kita mengembangkan keterampilan dan keahlian yang diperlukan untuk sukses dalam bidang studi kita. Techne juga memungkinkan kita untuk menyelesaikan tugas-tugas tertentu secara efektif. Techne membantu kita untuk memahami prinsip-prinsip dasar dalam bidang yang saya pelajari dan mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk menghasilkan karya yang bermanfaat dan berguna. Techne dapat diwujudkan dalam bentuk kemampuan untuk mengerjakan tugas-tugas akademik. Contoh Techne dalam kehidupan perkuliahan adalah ketika saya membuat proyek atau tugas yang menarik dan berkualitas, serta menguasai berbagai teknik dan metode yang diperlukan dalam mengerjakan tugas yang diberikan. 

• Pronesis, yang berarti praktik, adalah kemampuan untuk bertindak dan memutuskan sesuatu yang baik dan benar. Pronesis adalah kemampuan untuk mengambil keputusan yang bijaksana. Pronesis merujuk pada kebijaksanaan praktis atau kecerdasan praktis. Pronesis merupakan kemampuan untuk memahami situasi dan menentukan tindakan yang tepat dalam situasi tersebut. Pronesis juga melibatkan kemampuan untuk memahami nilai-nilai dan tujuan yang lebih tinggi dalam hidup dan mengambil tindakan yang sesuai dengan nilai dan tujuan kita. Dalam kehidupan perkuliahan, Pronesis penting untuk membantu kita mengambil keputusan yang tepat dalam situasi yang kompleks dan sulit. Contoh Pronesis dapat diwujudkan dalam bentuk kemampuan untuk mengatur waktu dengan baik dan menentukan strategi belajar yang efektif. 

• Episteme, yang berarti pengetahuan atau ilmu, adalah kemampuan untuk mengetahui dan memahami hal-hal yang bersifat empiris, rasional, dan logis. Episteme juga berarti memiliki rasa ingin tahu dan kritis dalam belajar. Episteme adalah pengetahuan yang diperoleh melalui penalaran dan pembuktian. Episteme memungkinkan kita untuk memahami kebenaran secara mendalam. Episteme merujuk pada pengetahuan atau pemahaman yang lebih tinggi. Episteme merupakan kemampuan untuk memahami prinsip-prinsip dasar yang mendasari realitas dan dunia yang ada di sekitar kita dengan lebih baik. Episteme juga melibatkan kemampuan untuk memahami hubungan antara berbagai konsep dan ide. Dalam kehidupan perkuliahan, Episteme dapat diwujudkan dalam bentuk kemampuan untuk menguasai materi pelajaran, memahami konsep-konsep abstrak, dan menyelesaikan masalah secara kompleks. Misalnya, dengan membaca buku, artikel, dan jurnal untuk mempelajari hal-hal baru. Contoh Episteme dalam kehidupan perkuliahan adalah ketika saya membaca dan mempelajari berbagai ilmu pengetahuan yang relevan, serta menganalisis dan menyimpulkan data yang valid.  

Keempat elemen Nous ini bekerja dan berpengaruh dalam kehidupan perkuliahan saya dengan saling mendukung dan memperkaya dalam berbagai cara. Sophia memberi saya motivasi dan inspirasi untuk belajar dengan sungguh-sungguh dan berprestasi. Sophia juga memungkinkan saya untuk memahami materi pelajaran dengan lebih baik. Saya dapat berpikir kritis tentang konsep-konsep yang dipelajari. Techne memberi saya kemampuan dan keterampilan untuk menyelesaikan berbagai tantangan dan masalah yang saya hadapi. Techne juga memungkinkan saya untuk mengerjakan tugas-tugas akademik dengan lebih efektif. Saya dapat belajar lebih cepat, dan menghasilkan karya yang lebih berkualitas. Pronesis memungkinkan saya untuk mengambil keputusan yang tepat dalam kehidupan perkuliahan saya. Saya dapat mengatur waktu belajar saya dengan baik. Pronesis memberi saya pedoman dan nilai-nilai untuk bersikap dan bertindak dengan baik dan benar. Episteme memberi saya pengetahuan dan pemahaman yang dengan lebih luas dan mendalam tentang berbagai hal yang saya pelajari. Saya dapat menyelesaikan masalah-masalah yang kompleks dan berpikir secara kreatif. 

Konsep Nous ini ada didalam kehidupan kita sehari-hari. Dalam kehidupan sehari-hari, Nous dapat dimanifestasikan dalam berbagai cara, seperti berpikir kritis dan rasional dalam mengambil keputusan (misalnya, ketika kita harus memilih pekerjaan, Nous dapat digunakan untuk mempertimbangkan berbagai faktor, misalnya gaji dan lokasi kerja), mengembangkan kreativitas dan inovasi (misalnya, ketika kita ingin menciptakan sesuatu yang baru, kita harus menggunakan Nous untuk berpikir out of the box), serta membangun hubungan yang bermakna dengan orang lain (menggunakan Nous untuk memahami sudut pandang mereka). 

Dalam kehidupan perkuliahan saya sendiri, keempat elemen Nous sangat berpengaruh dalam pengembangan diri dan pencapaian tujuan saya. Sophia membantu saya untuk memahami nilai-nilai dan tujuan yang lebih tinggi dalam bidang studi, Techne membantu saya untuk mengembangkan keterampilan dan keahlian yang diperlukan untuk sukses dalam bidang studi saya, Pronesis membantu saya untuk mengambil keputusan yang tepat dalam situasi yang kompleks dan sulit, dan Episteme membantu saya untuk memahami konsep dan ide yang mendasari bidang studi saya dengan lebih baik. 

Nous juga membantu saya dalam kehidupan sehari-hari sebagai mahasiswa arsitektur dalam mengembangkan ide-ide kreatif dan solusi inovatif untuk desain saya. Saya belajar untuk berpikir kritis, menganalisis konteks, dan membuat desain yang tidak hanya indah tetapi juga berguna dan memenuhi kebutuhan secara fungsional. Pertama-tama, Nous membantu saya dalam memahami esensi dari arsitektur sebagai disiplin ilmu. Dalam belajar tentang arsitektur, kita tidak hanya mempelajari teknik-teknik dan konsep-konsepnya, tetapi juga bagaimana mengaplikasikannya dengan baik dalam merancang bangunan dan ruang. Penggunaan Sophia, yang merupakan elemen Nous yang menggambarkan kebijaksanaan dan pemahaman, membantu saya dalam menggali lebih dalam tentang filosofi di balik desain arsitektur dan bagaimana itu memengaruhi pengguna dan lingkungan sekitarnya. Kemudian, Techne, yang mewakili keterampilan praktis dan teknis, menjadi elemen yang tak terpisahkan dari Nous dalam konteks pendidikan arsitektur. Kita belajar untuk merancang bangunan dan merancang tata letak. Dalam konteks keberlanjutan dan etika arsitektur, pronesis, elemen Nous yang mengacu pada kemampuan moral dan pengambilan keputusan sangat relevan. Ada pula Episteme yang merujuk pada ilmu pengetahuan, menjadi dasar untuk pemahaman dalam arsitektur. Saya mempelajari teori-teori arsitektur, sejarah arsitektur, dan berbagai disiplin ilmu lainnya yang berdampak pada desain dan konstruksi. 

Secara keseluruhan, Nous membantu saya dalam berpikir secara kritis, logis, dan kreatif mengenai berbagai topik yang saya pelajari di perkuliahan. Dengan adanya Nous ini pula saya dapat mengembangkan sikap terbuka dan objektif terhadap pengetahuan. Selain itu, Nous juga membantu menemukan minat serta tujuan belajar saya. Menurut saya, Nous merupakan salah satu aspek penting dalam menjalani kehidupan perkuliahan karena perkuliahan bukan hanya berkaitan dengan menghafal fakta atau mengikuti aturan tetapi juga tentang bagaimana cara belajar dengan baik serta berpikir serta bertindak secara mandiri dan bertanggung jawab. Melalui adanya kemampuan Nous ini pula membuat rasa bahwa belajar bukan hanya sekedar mencari nilai, melainkan juga menemukan kebenaran dan kebaikan.

Kategori
Teaching Tugas 2 - Reflection

Michelle Carolina – Reflection

Bagi saya, Ilmu itu merupakan priotitas utama dan ilmu merupakan hal yang tidak ada habisnya lebih tepatnya tidak akan habis ataupun tidak terbatas , Ilmu merupakan perihal yang sangat penting karena dapat mengembangkan pola pikir otak kita dengan adanya galian rasa ingin tahu dan antusias untuk terus belajar maka pepatah mengatakan “ Proses tidak akan mengkhianati hasil ” kalaupun hasil tidak sesuai, maka tidak menutup kemungkinan pintu pintu kesuksesan mengakses ilmu itu terkunci. Tipe Tipe Knowledge sebenarnya banyak, luas dan berbeda beda, Namun pada pembahasan kali ini saya akan menjelaskan ” 4 Types Of Knowledge ” Dengan apa yang sudah diajari oleh Pak Rich. Mari kita lihat apa itu dan apa saja kunci kunci itu, Types Of Knowledge terdiri dari 4 kunci tapi kunci ini terdapat di dalam satu zona yang sama. Empat kunci tersebut dinamakan dengan nama, Techne, Episteme, Sophia dan Phronesis. Pertama tama izinkan saya untuk membahas “Techne” terlebih dahulu, Techne suatu kata yang menggambarkan suatu “Art atau craft”. Techne adalah ilmu pengetahuan yang merujuk pada bagaimana kita mengasah kemampuan soft skill maupun hard skill. Techne diawali dengan rasa ingin belajar. Bagaimana cara kita mempelajari skill tersebut ? dengan cara research atau mungkin dalam dunia perkuliahan dengan mengadakan les tambahan. ”Apa yang kira kira bisa dilakukan orang? Bagaimana kita dapat mengaplikannya ? ” Itu salah satu dorongan dari bagaimana diri kita ingin melakukan sesuatu sehingga dapat menghasilkan atau mewujudkan suatu objek dan mencapai tujuan ataupun sasaran dari apa yang kita pelajari. Tidak ada ilmu yang dapat membuat kita rugi, ilmu selalu dapat digunakan dalam jangka pendek, Panjang bahkan selamanya. Jadi Techne sendiri mengandung kata “Training” tanpa adanya Latihan kita tidak akan tau kemampuan craft kita sampai mana. ”skill” terdapat dengan berlatih secara konsisten , “Method” dan “Habits” karena tanpa adanya salah satu dari kata tersebut, kita tidak bisa mengasah ilmu Techne lebih dalam. Techne dalam perkuliahan Arsitektur adalah simulasi kedalam studio yang diperkuat dengan praktik dan profesi, dikuliah biasanya disebut dengan Stupa jadi kita merancang pavilion,menggambar dan membuat maket.

Ilmu ini sebenarnya ilmu yang telah dicombine dengan pengetahuan teoritis “Episteme” karena dengan adanya teori anda dapat memahami mengapa dan bagaimana prinsip prinsip ini dapat bekerja. Selanjutnya ‘’Episteme”, Episteme ini memiliki porsi yang besar dari SD sampai sekarangpun tanpa kita sadari, kita selalu mendapatkan ilmu Episteme Secara terus menerus. Jadi ini merupakan ilmu dimana kita dapat mengetahui pengertian, asal usul, penyebab, cara kerja.Logika kita dalam mengasah ilmu. Bisa dibilang yaitu perkumpulan informasi yang dimiliki pada setiap individu. Bentuk aktivitas manusia disebut “ Theoria “ yang artinya contemplation atau thinking jadi bagaimana kita menjadikan suatu gagasan yang memberikan bentuk pada pengetahuan teoritis. Bagi saya, justru kita harus berhati hati karena ilmu dalam pengertian, asal usul, kata yang sudah saya mentioned di atas tergolong ilmu yang sangat luas, ilmu yang memerlukan wawasan yang terbuka.Jangan sampai karena terlalu banyak informasi kita jadi tidak tau inti sebenarnya itu apa. Berikut merupakan kata kunci Episteme yakni, “Facts” ,”Evidence” tanpa adanya fakta dan bukti bagaimana kitab isa tau bahwa ilmu itu akurat “ Understanding” dan “Memory” dengan ini hal kita dapat mengembangkan daya ingat dan pemahaman kita pada otak kita. Pada saat interview saya berkesempatan untuk berbicara dengan Pak Popo Danes.Pak Popo Danes menceritakan bagaimana asal usul ketertarikan pada Arsitektur, bagaimana inti dari pengertian pendalaman Arsitektur menurut Pak Popo Danes yaitu salah satunya mendatangkan karya karya Arsitek lain dengan mengapresiasi Bangunan tersebut dan juga Pak Popo sebagai orang yang menyebarkan ilmu Episteme dengan menjadi pembicara dikampus yang ada di Asia. jadi disini saya cenderung untuk belajar dengan hanya mendengarkan, Jadi saya “ oo begitu” jadi mencoba untuk selalu memahami paparan Pak Popo ,Jadi mendapatkan ilmu dengan mengetahui perjalanan dan cerita Pak Popo itu seperti apa. Jadi dengan mendengarkan saya dapat ilmu yang berbeda berbeda dan itu menjadi pelajaran untuk saya, untuk melihat apa yang bisa saya pelajarin dari mengdengarkan itu. Ini merupakan contoh ilmu Episteme selain kalau dalam perkuliahan itu seperti saya mengikuti sebuah acara seminar yang diadakan oleh kampus maupun diluar kampus dan memang benar kita tidak bisa tertuju dengan satu perihal saja namun cobalah untuk melihat perihal perihal yang lain juga. 

Saat saya sedang melakukan Research terkait materi ini,saya menemukan ilmu opini atau yang disebut “doxa” jadi episteme adalah ilmu yang pasti dan doxa merupakan pengetahuan yang dianggap bisa keliru karna bersifat berubah ubah. Selanjutnya ada Sophia yaitu kebijaksanaan teoretikal mengenai kebenaran yang bersifat universal, kebenaran dalam berkarya yang merujuk pada rasa cinta terhadap karya. Yaitu dengan bagaimana kita memperlihatkan rasa keberanian pada diri sendiri dalam membentuk suatu karya. Tanpa adanya Sophia cenderung akan merasakan kelelahan karena tidak ada dorongan dalam keyakinan terhadap kecintaan itu sendiri.Bagi saya jika dikaitkan dengan Arsitektur mengikat mengenai seberapa dalam saya mencintai Arsitektur, saya menyadari dan selalu disadari bahwa Arsitektur itu kompleks namun sekompleks kompleksnya, mengkhianatiIlmu Arsitektur itu indah dengan menemukan tujuan arti kita,dengan menemukan tujuan untuk klien, kita dapat menyenangi orang lain begitu juga rasa bangga yang kita dapatkan.Pak Popo sempat berkata bahwa adanya apresiasi membuat semuanya semakin bermakna. Selanjutnya Kebijakan yang dimaksud adalah sebuah proses, berbeda dengan yang namanya Phronesis, Phronesis kebijakan taktikal, lebih mempertimbangkan bagaimana cara bertindak untuk menghasilkan perubahan. Berbeda dengan episteme dimana saya hanya mendapatkan sebatas ilmu namun Pada momen ini biasanya kita akan lebih tau, bahwa apa yang akan didapatkan Ketika kita bisa terjun langsung ke lapangan, yaitu pemahaman dalam “awalnya tidak sadar Ketika melakukan sesuatu, namun setelah melakukan hal tersebut baru mereka bisa mempelajarinya dan memahaminya”. Saya memang belum merasakan “ praktik “ namun saya yakin dengan adanya praktik, ilmu yang awalnya tidak tahu nantinya akan menjadi tahu. Nah dari semua type of knowledge yang sudah saya jelaskan, mendorong saya untuk menargetkan dan menata semuanya, saya harus mencari untuk mendapatkan ilmu dari semua types tadi karena dengan begitu kita akan mempunyai pengalaman pengalaman yang baru dan juga perspektif yang baru. Zona itu mempunyai Batasan lingkaran besar di luarnya yang merupakan penggabungan suatu types of knowledge. Dinamakan dengan “ Nous “, jadi nous merupakan center, keutuhan yang melingkup semua types of knowledge. Kadar Nous setiap orang sudah pasti berbeda beda yang dimaksud adalah seperti ini.

Ketika kita sudah mendapatkan dan mempelajari ilmu keempat empatnya, ilmu itu nanti akan saling mengutuhkan jadi disatukan menjadi sebuah bola gitu ya, dimana pada saat digunakan ilmu ilmu itu akan saling nyaut menyaut. Jadi kesimpulan yang saya dapatkan yaitu sudah dibilang kadar Nous setiap orangkan berbeda nah kesimbangan terhadap nous tergantung pada diri sendiri,tegantung pada aksi yang kita lakukan dan rasa ingin belajar apa yang kita utamakan ? dengan menjawab hal itu kita bisa mengurutkan sesuai dengan Takaran kita sendiri. Mungkin kita dapat menguasasi salah satunya tapi harus juga ada usaha untuk menyeimbangkan empat ilmu tersebut.Lebih Personal saya ingin menyampaikan bahwa memang benar materi ini memang dibutuhkan dalam pemikiran dan pendidikan Arsitektur, bagaimana mengarahkan dan menyeimbangkan suatu ide desain itu dengan keempat ilmu tersebut. Ilmu Episteme dan Sophia mencerminkan bagaimana diri kita, tindakan dan pilihan yang akan membentuk pola Nous kita. Lalu untuk ilmu Techne dan Phronesis merujuk pada profesi professional karena sudah membawa kita mengarah ke hasil proses yang sudah dilakukan.Jadi untuk sekarang saya masih ingin mendengar pengalaman pengalaman setiap orang dalam proses menuju Episteme, Techne , Sophia dan Phronesis dan mencari motivasi pendukung agar saya mencapai 4 kuadran tersebut. Jadi dapat saya katakan Pengaruh dari 4 kuadran atau kunci keilmuan ini berpengaruh dengan bagaimana kita mengembangkan pikiran kita. Dan hal yang sedang saya pelajari adalah menjalankan Ilmu Episteme dan mengaitkan dengan Ilmu Techne karena dengan begitu saya bisa lebih cepat memahami, jadi dengan adanya Latihan hard skill dan soft sill dalam sebuah teori, logika kita secara tidak langsung akan saling mengaitkan dan mewujudkan sasaran dengan hasil yang ingin kita ketahui. Ini memang menjadi bekal untuk saya, menjadi bekal dari saya mendengarkan Pak Rich memaparkan ilmu ini sampai lulus sampai cita cita saya teraih, Sebenarnya masih Panjang waktunya namun dengan berusaha untuk meyakinkan diri dari step by step, maka saya yakin pada akhirnya akan menghasilkan bunga yang cantik, walaupun bentuknya masih kurang jelas. 

Mungkin itu saja dari saya perjalanan saya sampai tengah semester satu merupakan pengalaman yang membutuhkan effort yang extra karena saya dan teman teman yang lain harus bisa menyesuaikan diri dari masa SMA ke masa Kuliah.Saya juga harus berlatih dengan perihal apa yang akan datang fase fase selanjutnya, karena Ketika saya berusaha mencapai seseuatu akan datang tantangan dan cobaan yang diberikan, bukan untuk menggoyah namun untuk melihat seberapa kuat kita menghadapi hal tersebut seberapa mampu kita meng-logikakan hal tersebut,seberapa bisa kita mengaitkan ke ilmu yang sudah dipelajari sebelum sebelumnya.dengan adanya tantangan di depan muka maka itulah waktu kita untuk menunjukan apa yang sudah saya lakukan sebelum sampai dititik itu, tanpa melihat kebelakang kita sudah bisa membuktikan kemampuan kita.Maka itu saya ingin terus belajar dan belajar, tidak ada hal yang lebih indah daripada Ilmu karena Ilmulah yang dapat membimbing kita semua, dan Orang Orang yang sudah berpengalaman yang selalu menurunkan Ilmunya merupakan orang yang mulia yang sampai sekarang tidak Lelah untuk terus mencari Ilmu.Saya kagum dengan orang orang yang saya temui, orang orang yang mempunyai perspektif yang berbeda beda, orang orang yang memprioritaskan Ilmu pengetahuannya dengan adanya Orang yang seperti itu maka saya,teman teman yang lain,generasi muda dapat belajar banyak, mendapatkan sebuah motivasi dan mendapatkan perspektif ataupun jalan yang baru.Dan saya ingatkan lagi types of knowledge yang sudah saya pelajari akan berdampak banyak untuk saya dan teman teman saya bekal bekal maupun pesan pesan akan kami pakai dengan bijak.Sekian dari Saya, Michelle Carolina mengucapkan Terima kasih.

Kategori
Teaching Tugas 2 - Reflection

 Muammar Rasendriya Rahman – Reflection

Nous adalah sebuah konsep yang memiliki akar dalam pemikiran orang-orang Yunani kuno. Konsep ini memiliki peran yang sangat penting dalam pengembangan pemahaman intelektual dan kebijaksanaan. Pemahaman tentang Nous membantu kita merenungkan realita dengan lebih mendalam, memungkinkan kita untuk mengembangkan pemikiran yang lebih baik. Ketika kita tumbuh dewasa, Nous membantu kita membedakan antara pemikiran yang buruk dan pemikiran yang baik, membimbing kita menuju kebijaksanaan. Tidak hanya itu, Nous juga mendorong kita untuk mengembangkan pemikiran kritis, beretika, dan lebih bijaksana. Dengan memahami konsep Nous, kita dapat merenungkan peran pentingnya dalam sejarah pemikiran dan bagaimana ia masih relevan dalam konteks kehidupan modern kita. Konsep ini mengajarkan kita untuk tidak hanya memikirkan realita, tetapi juga cara kita memikirkannya, sehingga kita dapat menjadi individu yang lebih bijaksana dan beretika dalam menghadapi tantangan kehidupan. 

Menurut saya dalam konteks pendidikan tinggi, pemahaman Nous dan elemen-elemennya memegangperan penting dalam tadi yang saya sebut diatas yaitu pemikiran kritis, beretika, dan juga bijaksana. Dimana Nous memiliki 4 elemen yang memainkan peran kunci dalam pemahaman dan pengembangan intelektual itu. Sepeti Sophia, Techne, Pronesis, dan Episteme.   

Sophia, sebagai salah satu elemen kunci dalam pemahaman Nous, memegang peranan yang sangat penting dalam membentuk karakter dan etika dalam dunia perkuliahan. Sophia merujuk pada kebijaksanaan yang tinggi, yang melibatkan pemahaman mendalam tentang prinsip-prinsip moral, etika, dan kebijaksanaan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konteks pendidikan tinggi, Sophia memberikan landasan yang kuat untuk mahasiswa dalam memahami apa yang benar dan salah, serta bagaimana berperilaku dengan integritas dalam konteks akademik. 

Mahasiswa yang mampu menerapkan konsep Sophia dapat menjadi pemimpin yang baik di masa depan. Mereka tidak hanya memiliki pemahaman yang mendalam tentang etika dan moral, tetapi juga mampu berpikir dengan bijaksana dalam menghadapi situasi yang kompleks. Mereka memiliki kemampuan untuk membuat keputusan yang bertanggung jawab dan memiliki tingkat integritas yang tinggi. 

Selain itu, pemahaman Sophia juga membantu mahasiswa untuk mengembangkan tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas dan kewajiban mereka dalam lingkungan akademik. Mereka menjadi individu yang dapat diandalkan dan dihormati oleh sesama mahasiswa dan dosen karena kesediaan mereka untuk menjalani kehidupan akademik dengan prinsip-prinsip etika yang kuat. 

Dengan demikian, pemahaman Sophia bukan hanya relevan dalam konteks pendidikan tinggi, tetapi juga memiliki dampak positif dalam membentuk karakter dan etika mahasiswa, yang pada gilirannya dapat menghasilkan pemimpin yang beretika, bijaksana, dan bertanggung jawab di masyarakat. Ini adalah kontribusi yang sangat berharga dari konsep Nous dalam dunia pendidikan. 

Elemen kedua dari Nous, yaitu Techne, memiliki peran yang sangat penting dalam pengembangan kemampuan keterampilan. Techne merujuk pada penguasaan pada suatu bidang tertentu, dan dalam konteks pendidikan tinggi, ini mencakup penguasaan materi pembelajaran, keterampilan penelitian, serta kemampuan untuk menerapkan konsep dalam situasi praktis. 

Ketika mahasiswa menguasai elemen Techne, mereka menjadi lebih kompeten dalam menjalani tugas-tugas akademik mereka. Kemampuan ini tidak hanya berlaku dalam pengertian akademik, tetapi juga relevan dalam dunia nyata. Mahasiswa yang memiliki penguasaan yang baik terhadap materi pembelajaran akan lebih siap dalam menghadapi tantangan dalam karier mereka di masa depan. 

Selain itu, elemen Techne juga berkontribusi pada prestasi akademik mahasiswa. Mahasiswa yang mampu menguasai materi dengan baik dan memiliki keterampilan penelitian yang kuat akan cenderung mencapai hasil yang lebih baik dalam ujian dan tugas-tugas akademik mereka. Ini berarti bahwa elemen Techne tidak hanya membantu dalam pengembangan keterampilan, tetapi juga dalam mencapai keberhasilan akademik. 

Dengan kata lain, Techne adalah elemen yang memberdayakan mahasiswa untuk menguasai bidang studi mereka dengan baik, mengembangkan keterampilan yang relevan, dan akhirnya meraih prestasi akademik yang luar biasa. Ini adalah kontribusi yang sangat berharga dalam konteks pendidikan tinggi, karena mahasiswa yang memiliki penguasaan Techne yang baik akan lebih siap untuk menghadapi tantangan di dunia yang terus berkembang. 

Pronesis, sebagai elemen ketiga dari Nous, memainkan peran penting dalam pengembangan kebijaksanaan praktis dan intuisi moral. Pronesis melibatkan kemampuan untuk membuat keputusan dalam berbagai situasi, terutama ketika dihadapkan pada pilihan antara yang baik dan yang benar. Individu yang memiliki sifat ini memiliki kemampuan untuk mempertimbangkan konsekuensi dari setiap pilihan mereka, dengan tujuan untuk menghindari kesalahan atau hasil yang tidak diinginkan. 

Dalam konteks pendidikan tinggi, pronesis sangat relevan, terutama untuk mahasiswa. Mahasiswa sering kali dihadapkan pada berbagai pilihan dalam pembelajaran mereka. Mereka perlu memilih mata kuliah yang sesuai dengan minat dan tujuan karier mereka, membuat keputusan tentang waktu studi, mengatur prioritas antara tugas-tugas akademik, dan masih banyak lagi. Dalam hal ini, kemampuan pronesis membantu mereka untuk membuat keputusan yang bijaksana dan berfokus pada mencapai tujuan akademik mereka. 

Sebagai contoh, dalam bidang seperti arsitektur yang Anda sebutkan, pronesis memegang peranan kunci. Seorang mahasiswa arsitektur harus mengambil keputusan tentang materi apa yang akan digunakan dalam proyeknya, lokasi bangunan, teknologi yang dibutuhkan, dan banyak aspek lainnya. Kemampuan pronesis memungkinkan mereka untuk membuat pilihan yang tepat, yang pada akhirnya dapat memengaruhi kualitas dan hasil akhir dari proyek arsitektur mereka. 

Jadi, pronesis adalah elemen penting yang dibutuhkan oleh mahasiswa untuk berhasil dalam pendidikan tinggi dan juga dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan ini membantu mereka membuat keputusan yang lebih bijaksana, menghindari kesalahan, dan mencapai hasil yang diinginkan dalam studi dan karier mereka. 

Episteme, sebagai elemen keempat dalam Nous, mengacu pada pengetahuan ilmiah yang mendalam dan berakar pada pengalaman yang lebih dalam. Episteme melibatkan pemahaman yang konseptual dan pengetahuan yang diperoleh melalui studi dan refleksi yang mendalam. Ini adalah elemen yang sangat relevan dalam konteks pendidikan tinggi, khususnya dalam pemahaman dan penguasaan mata kuliah yang diajarkan oleh dosen. 

Dalam lingkungan perkuliahan, mahasiswa membutuhkan elemen Episteme ini untuk memahami dan menguasai materi pembelajaran. Mereka harus mampu menggali pengetahuan secara mendalam, memahami konsep-konsep yang kompleks, dan mengaplikasikannya dalam situasi nyata. Mahasiswa yang memiliki pemahaman Episteme yang baik cenderung menjadi mahasiswa yang cerdas dan terdidik. 

Episteme juga berperan dalam mengembangkan pemikiran kritis. Dengan pemahaman yang mendalam tentang materi pelajaran, mahasiswa dapat mengevaluasi informasi dengan lebih baik, mengidentifikasi kelemahan dalam argumen, dan menyusun pemikiran yang lebih terstruktur. Ini adalah keterampilan yang sangat berharga dalam pendidikan tinggi dan dalam kehidupan sehari-hari. 

Selain itu, Episteme juga berkontribusi pada pengembangan dasar pengetahuan yang mendukung penelitian dan pengembangan ilmiah. Mahasiswa yang memiliki pemahaman Episteme yang kuat memiliki landasan yang solid untuk berpartisipasi dalam penelitian dan menciptakan pengetahuan baru dalam disiplin ilmu mereka. 

Dengan demikian, Episteme adalah elemen penting dalam Nous yang membantu mahasiswa menjadi individu yang cerdas, terdidik, dan siap menghadapi kompleksitas pengetahuan dalam pendidikan tinggi dan di masa depan. Pemahaman yang mendalam tentang ilmu dan konsep ilmiah adalah aset berharga yang dapat membantu mahasiswa mencapai kesuksesan akademik dan kontribusi yang signifikan dalam berbagai bidang. 

Pemahaman Nous dan elemen-elemennya memiliki dampak yang sangat luas dan signifikan dalam berbagai aspek kehidupan, terutama dalam konteks pendidikan tinggi. Inilah beberapa manfaat dan pengaruh yang dibawa oleh Nous dan elemen-elemennya: 

1. Etika dan Moral Elemen Sophia dan Pronesis membantu siswa mengembangkan landasan etika yang kuat dan kemampuan membuat keputusan moral yang bijaksana. Ini memengaruhi karakter siswa dan tindakan mereka terhadap orang lain, menghasilkan tingkat integritas yang tinggi. Penghargaan terhadap integritas adalah kunci dalam menjaga etika dan moral dalam kehidupan akademik dan di luar kampus. Siswa yang menginternalisasi nilai-nilai etika ini memiliki potensi untuk menjadi pemimpin yang beretika dalam masyarakat. 

2. Kemampuan Akademik Elemen Techne dan Episteme memainkan peran kunci dalam pengembangan kemampuan akademik siswa. Mereka membantu siswa menguasai materi pelajaran, mengembangkan keterampilan akademik yang kuat, dan memahami isi yang diajarkan oleh dosen. Kemampuan ini sangat penting dalam mengejar keberhasilan akademik dan kehidupan profesional di masa depan. Siswa yang memiliki penguasaan teknis dan pemahaman teoritis yang kuat lebih siap untuk menghadapi persaingan di dunia kerja. 

3. Pemikiran Kritis Konsep Nous secara keseluruhan mendorong pemikiran kritis dan analitis. Ini membantu mahasiswa untuk mempertanyakan dan merenungkan konsep-konsep, tindakan, dan pengetahuan mereka. Pemikiran kritis sangat relevan dalam dunia perkuliahan, di mana mahasiswa diajarkan untuk berpikir secara kritis, menilai informasi, dan mengembangkan argumen yang kuat. Ini adalah keterampilan yang sangat berguna tidak hanya dalam konteks akademik, tetapi juga dalam pengambilan keputusan sehari-hari dan dalam memahami dunia yang kompleks. 

4. Pemahaman yang Mendalam Elemen Episteme mendorong siswa untuk mendalami bidang studi mereka. Ini memberikan mereka pemahaman yang lebih mendalam tentang subjek yang mereka pelajari, dan memungkinkan mereka untuk berkontribusi pada penelitian dan pengetahuan yang lebih besar. Siswa yang mendalami bidang studi mereka dapat membantu memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang tersebut. Mereka juga lebih mungkin menjadi ahli yang dihormati dan diakui dalam komunitas akademik. 

Dengan pemahaman yang lebih mendalam tentang Nous dan elemen-elemennya, kita dapat lebih menghargai betapa pentingnya konsep ini dalam membentuk individu yang bijaksana, beretika, dan terdidik. Dalam dunia pendidikan tinggi, elemen-elemen Nous membantu mahasiswa untuk sukses secara akademik dan mengembangkan keterampilan yang sangat relevan dalam kehidupan sehari-hari mereka. Selain itu, konsep Nous juga mempromosikan pemikiran kritis dan pemahaman yang mendalam, yang menjadi dasar penting dalam menghadapi kompleksitas pengetahuan dan tantangan di masa depan. Semua ini menggambarkan bahwa pemahaman Nous dan elemen-elemennya membawa manfaat yang sangat besar dalam pengembangan individu dan masyarakat yang lebih baik.  

5. Pengembangan Karakter Nous dan elemen-elemennya membantu dalam pembentukan karakter individu. Pengertian akan etika, moral, integritas, dan tanggung jawab yang dihasilkan dari elemen Sophia dan Pronesis membentuk dasar karakter yang kuat. Karakter yang baik adalah dasar bagi individu untuk menjadi pemimpin yang beretika, yang berfikir dengan bijaksana, dan yang dapat dipercaya dalam berbagai situasi. 

6. Pemahaman Terhadap Perbedaan Kultural dan Etika Elemen Sophia membantu dalam pengembangan pemahaman terhadap prinsip-prinsip moral dan etika yang dapat bervariasi di berbagai budaya. Ini sangat penting dalam dunia yang semakin terhubung dan multikultural. Pemahaman ini dapat membantu mahasiswa dan individu secara umum untuk berinteraksi dengan orang dari berbagai latar belakang dan menghargai keragaman budaya. 

7. Kemampuan Problem Solving yang Lebih Baik  Konsep Nous dan elemen-elemennya membantu dalam mengembangkan kemampuan problem solving yang lebih baik. Mahasiswa yang menginternalisasi pemahaman ini akan lebih cenderung menilai situasi dengan lebih baik, mencari solusi yang tepat, dan membuat keputusan yang lebih bijaksana dalam menghadapi tantangan akademik dan kehidupan sehari-hari. 

8. Pengembangan Sikap Hati-hati Mahasiswa yang memahami Nous dan elemen-elemennya, terutama Pronesis, akan memiliki kecenderungan untuk bertindak dengan lebih hati-hati. Mereka akan mempertimbangkan konsekuensi dari setiap tindakan dan keputusan yang mereka buat. Hal ini dapat mengurangi risiko tindakan yang ceroboh dan dampak negatif dalam kehidupan mereka. 

9. Kontribusi pada Pengetahuan dan Kemajuan Ilmiah Elemen Episteme membantu dalam mengembangkan pemahaman mendalam tentang ilmu pengetahuan. Mahasiswa yang mendalami bidang studi mereka dapat berkontribusi pada pengetahuan dan kemajuan ilmiah dalam disiplin mereka. Dengan berpartisipasi dalam penelitian dan kontribusi pada pengetahuan, mereka membantu memajukan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi masyarakat secara luas. 

10. Pemahaman yang Mendalam tentang Dunia  Akhirnya, Nous membantu individu untuk memiliki pemahaman yang lebih mendalam tentang dunia dan kompleksitasnya. Ini membantu dalam mengembangkan wawasan dan pemahaman yang lebih baik tentang masalah global dan tantangan yang dihadapi manusia. Mahasiswa yang memiliki pemahaman ini cenderung lebih terlibat dalam isu-isu sosial dan lingkungan serta berkontribusi pada pemecahan masalah yang lebih bijaksana. 

Dengan demikian, pemahaman Nous dan elemen-elemennya tidak hanya berdampak dalam konteks pendidikan tinggi, tetapi juga membentuk individu yang lebih bijaksana, beretika, dan bertanggung jawab dalam masyarakat. Konsep ini mendorong pemikiran kritis, kemampuan problem solving, dan pengembangan karakter yang kuat, yang semuanya memberikan manfaat yang sangat berharga dalam kehidupan sehari-hari dan dalam menghadapi tantangan dunia modern yang semakin kompleks. Pemahaman ini bukan hanya tentang ilmu, tetapi juga tentang pengembangan diri yang lebih baik sebagai individu dan warga dunia yang lebih baik.

Kategori
Teaching Tugas 2 - Reflection

 Muhammad Daniel Ardani – Reflection

Bagi saya Nous adalah kapasitas ; kemampuan mengembangkan pemahaman, kecerdasan dan kemampuan memperoleh kecerdasan intelektual. Apa itu kecerdasan intelektual? Kecerdasan atau Intelligence Quotient atau IQ adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan kepribadian dan pemikiran yang mencakup berbagai kemampuan seperti kemampuan berpikir, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir jernih, memahami gagasan, menggunakan bahasa, memahami dan belajar. Kecerdasan erat kaitannya dengan kemampuan intelektual seseorang. Kadar Nous setiap manusia dapat berbeda-beda satu sama lain sebab kemampuan dalam memahami, memecahkan masalah, mengembangkan pemahaman seseorang berbeda-beda. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan seseorang akan memiliki kadar Nous yang sama. Sebagai contoh saya dengan sahabat saya memiliki kemampuan yang berbeda dalam memahami materi pembelajaran, sangat mudah bagi saya memahami materi yang berkaitan erat dengan sains seperti biologi, fisika, kimia, matematika, dan lain sebagainya sedangkan sahabat saya tidak mudah untuk cepat mengerti materi yang berkaitan erat dengan sains. Dia dengan sangat cepat memahami materi yang berkaitan erat dengan ilmu rumpun sosial seperti ekonomi, sosiologi, geografi, sejarah, dan lain sebagainya. Tidak menutup kemungkinan juga bahwa ketika kami ingin memecahkan suatu masalah kami memiliki kesamaan solusi untuk memecahkan masalah tersebut. Nous juga dapat dipahami sebagai pikiran intuitif sebagai pusat keseimbangan intelektual yang bijak, deskriptif, artistik, dan praktis. 

Selain itu Nous merupakan sebuah konsep dari filsafat ternama Aristoteles yang menganggap bahwa pengetahuan dan keterampilan sebagai definisi kebajikan -manusia bukan hanya sekadar kebenaran sederhana tentang keindahan rasional, akan tetapi kualitas yang menginspirasi kreativitas dan mampu membuat seseorang menjadi cemerlang-. Nous sangat berkaitan erat dengan Episteme, Phronesis, Techne, dan Sophia. Apa yang membuat Nous berkaitan erat dengan ke-empat kecerdasan tersebut? karena keseimbangan ke-empat kecerdasan tersebutlah yang membentuk sebuah Nous. Selain itu ke-empat kecerdasan tersebut bukan untuk dilihat siapa yang lebih pintar namun kecerdasan di sini sebuah kapasitas yang membuat seseorang mampu dalam membuat pilihan-pilihan yang benar. Sebagai contoh ketika saya wawancara seorang arsitektur beliau berkata bahwa kita belajar arsitektur tidak hanya untuk tahu arsitektur tetapi mampu membuat pilihan-pilihan dalam membuat desain. Episteme atau ilmu pengetahuan memiliki porsi paling besar sebab di dalam dunia pendidikan, kita lebih banyak belajar dengan mendengarkan. Selain itu Episteme merupakan keleluasan ilmu dan ide dengan menjelajahi batas-batas pengetahuan dalam arsitektur saat ini. 

Pertanyaan tentang pengetahuan adalah pertanyaan tentang batasan. Wacana umum yang beredar penuh batasan antara mengetahui atau tidak mengetahui. We know what we know, we know what we don’t know, we don’t know what we don’t know, and what is often missed is: we don’t know what we know. Dalam arsitektur pun episteme mengenai batas, arsitektur pun merupakan salah satu cabang ilmu dari banyak nya ilmu-ilmu di dunia perkuliahan, materi dan karya para arsitek yang peduli terhadap bentuk dan fungsinya. Kecerdasan juga merupakan suatu jenis aktivitas berpikir jadi kita harus pegang teguh hal itu. Tingkat kecerdasan dan pengetahuan ini pada akhirnya juga merupakan tanda kepercayaan diri dalam menghadapi situasi di masa mendatang. Selain itu juga pengetahuan terkait dengan pengalaman, pengalaman pun yang menjadi guru pertama kita dan mungkin sekaligus sebagai guru terakhir kita sebelum ajal menjemput kita dari muka bumi ini, Kita juga sebagai manjsia belajar dengan cara mencari tahu, mencari pemahaman, mencari kebijaksanaan, mencari apapun selagi menambahkan broaden knowoledge kita dari orang lain. Sebagai contoh, misalnya dalam kehidupan mahasiswa arsitektur, kita sebagai mahasiswa arsitektur pasti dekat dengan cara mencari sebuah preseden atau mendapatkan desain. 

Pertanyaannya adalah bagaimana kita sebagai mahasiswa arsitektur tahu bahwa preseden itu merupakan preseden yang indah dan fungsional? Berdasarkan hal tersebut, maka apa yang kita pikirkan sebagai mahasiswa arsitektur dan anggap sebagai preseden yang indah dan fungsional merupakan desain yang indah dan fungsional. Selain itu ketika saya wawancara dengan seorang arsitek, beliau sempat mantion mengenai broaden knowledge atau memperluas wawasan dengan beliau waktu itu ngabantuin apa saja disuruh ini disuruh itu kan soalnya beliau selalu paling muda -selalu paling kecil- jadi dianggapnya paling anak-anak, jadi beliau ketika itu disuruh buat poster karena ada acara, beliau hanya menjawab “iya pak iya bu”. Walaupun extra time beliau tetap mengerjakannya, walaupun mesti harus ngerjain tugas yang sangat takes time ya arsitektur gambar dan lain sebagainya bikin 3d, bikin autocadnya, tapi beliau coba sempet-sempetin mau kontribusi, beliau seneng aja dan tapi lama-lama ternyata ada gunanya. Beliau ketemu lebih banyak orang, beliau mendengar cerita di sana-sini ternyata ada yang arsitek bener ada yang arsitek tapi spesialisnya project rumah-rumah, spesialisnya project rumah sakit, ada yang hotel, ada yang apa. Beliau ketemu bapak ibu dari mana-mana yang sangat senior dong ya -pasti ya- atau mas mba yang mungkin tetap masih muda tapi orang-orang itu juga udah pengalaman, beliau dapet input ini itu ini itu, beliau jadi punya broaden knowledge karena mendengar hal itu. 

Phronesis merupakan kecerdasan taktikal dalam bertindak, tetapi di dalam dunia akademisi yang didominasi oleh mendengarkan, hanya ada sedikit peluang untuk melatih kecerdasan, hal ini yang menciptakan kesenjangan antara kurikulum universitas dengan dunia praktis. Selain itu juga Phronesis sebuah gaya strategis yang menggunakan kebijaksanaan berdasarkan pengetahuan dan prinsip-prinsip yang masuk akal dan bijaksana dalam mempertimbangkan kepentingan pribadi sekaligus mempertimbangkan kepentingan umum. Sebagai keterampilan strategis, Phronesis hanya dapat diperoleh melalui latihan situasional -karena kebijaksanaan dasar memberinya kedekatan dengan moralitas manusia. Phronesis erat dikaitkan dengan kemampuan mempersepsikan suatu situasi secara akurat, diikuti dengan kemampuan menganalisis situasi secara cerdas-. Manusia mengambil keputusan tentang apa yang harus dilakukan dan melaksanakannya dengan maksimal. Mungkin kalau kita kaitkan dengan arsitektur yang kerap erat dengan desain sebagai suatu aktivitas nyata banyak kaitannya dengan Phronesis baik dalam perencanaan maupun pekerjaan kontruksi, jelas bergantung pada kemampuan mengambil keputusan dalam situasi yang kompleks dan unik. Praktek penggunaan arsitektur juga mencakup Phronesis yang memanfaatkan ruang pada bangunan. Pada saat yang sama, praktik pemahaman arsitektur dapat dipahami sebagai suatu jenis rencana apresiasi yang dimaksudkan untuk membangun suatu hal yang benar yang akan menjadi dasar perencanaan dan pengorganisasian. Sebagai contoh ketika saya mewawancarai narasumber -seorang arsitek, kontraktor, lecturer, dan salah satu aktivis IAI Daerah Istimewa Yogyakarta- mantion mengenai melaksanakan apapun dengan maksimal. “Pokoknya kita maksimal aja deh dalam melakukan sesuatu itu aja sih yang aku pegang. Karena waktu engga bisa diulang kalau kita engga maksimal kita nyesel, jadi kalau misal gagal oke ada yang biasanya gagal itu adalah keberhasilan yang tertunda -iya- tapi kalau dari awal engga berusaha ya sama aja. Tapi kalau kita udah maksimal dan gagal itu mungkin ada faktor yang lain kayak tadi gitu mungkin oke saya percaya itu tapi bukan gagal karena sesuatu yang kita belum coba.” Itu lah yang beliau katakan ketika wawancara berlangsung dan beliaupun tidak sekali dua kali mantion kata maksimal. Beruntungnya di dalam dunia akademisi terdapat Techne yang dikembangkan dan diperkuat dengan kuliah praktik dan profesi. Meskipun studi ini dianggap opsional, kebijakan atau gaya pembelajaran setiap universitas berbeda-beda. Apakah Techne dapat disebut sebagai keterampilan? sejatinya Techne berkaitan atau berhubungan dengan seni atau keterampilan. 

Mungkin dalam bidang arsitektur Techne ada keterkaitan dengan keteknikan dan juga Techne secara suatu proses atau teknik yang digunakan, untuk mengembangkan ide atau informasi dengan lebih detail atau mendalam, serta mengetahui bagaimana membuat sesuatu yang sudah dipraktikkan terus menerus hingga menjadi mahir dalam titik sadar maupun bawah sadar. Jika kita mempertimbangkan, merancang, dan mengembangkan arsitektur dengan mengacu pada konsep Techne yang dipelajari secara cermat, maka Techne dapat memberikan dampak multidisiplin terhadap arsitektur. Techne tidak hanya memadukan aspek seni, aspek teknologi, dan aspek teknik, akan tetapi juga aspek lingkungan, sustainable, dan lain sebagainya. Sebagai contoh ketika saya wawancara dengan seorang arsitek beliau berkata “Saya memang suka karya arsitektur yang ada di Singapur, kenapa? karena mereka itu keindahannya dapet, fungsinya dapet, dan pemikiran yang few step forwardnya dapet. Jadi kadang kita arsitek indah-indah iya tapi kalau kita harus mikir fungsional kadang indahnya lupa, tapi kalau di Singapur kebanyakan yang saya lihat mereka bener-bener mikir tentang sustainable desain. Mereka memang bener-bener pikir bagaimana bangunan itu dari atas sampai bawah semua spacenya bisa berguna untuk mengsokong hidup manusia”. Itu lah yang beliau katakana kepada saya, dan ternyata menjadi seorang arsitek tidak hanya dilihat dari keindahan tetapi memikirkan apakah bangunan terseut akan berdampak baik kepada lingkungan sekitar atau malah memperburuk lingkungan sekitar. 

Sophia merupakan ranah yang lebih personal yang membentuk keberanian dan kecintaan dalam berkarya. Apakah Sophia dapat disebut sebagai Transformasi? Sophia dikaitkan dengan transformasi dan pemahaman serta bersifat reflektif -suatu kegiatan berpikir yang terarah, gigih, dan terus-menerus dengan mempertimbangkan secara seksama dalam penyelesaian masalah baru yang berkaitan dengan pengetahuan dan pengalaman lama yang telah diketahui untuk menentukan langkah yang berurutan dan saling terhubung- dan kebajikan ini bersifat teoretikal -menyusun abstraksi dari hasil-hasil penelitian-. Dalam bidang arsitektur, kebajikan teoretikal juga dapat dijumpai pada karya-karya arsitek dari early beginning > ancient Egypt architecture > Greece architecture > Rome architecture > middle age architecture > transition of middle age architecture > renaissance architecture > modern architecture > post modern architecture > deconstruction architecture. Dari penjelasan tersebut kita dapat mengetahui bahwa konsep kebajikan ini ada didalam kehidupan kita sehari-hari, terutama dalam konteks pendidikan arsitektur. Manusia juga harus membuat pilihan dan tindakan serta menurut Aristoteles rasionalitas sebagai fenomena jiwa biasanya rasionalitas kita mengetahui sebagai fenomena pikiran. Bagaimana manusia dapat membuat keputusan yang baik dalam menentukan pilihan dan bagaimana rasionalitas bekerja dengan baik? Dari situlah manusia belajar dengan tipe-tipe pengetahuan yang telah dijelaskan seperti Episteme, Phronesis, Techne, dan Sophia. Jika ke-empat pengetahuan tersebut dapat diinternalisis -penghayatan, pendalaman, penguasaan secara mendalam- maka orang itu akan memiliki wawasan yang kemudian digambarkan oleh Aristoteles sebagai Nous.

Kategori
Teaching Tugas 2 - Reflection

Nicholas Akbar – Reflection

Bagi saya, setiap orang memiliki ciri khas nya masing masing. Ketika seseorang ingin diingat atau dikenang oleh orang lain, dia harus memiliki suatu ciri khas yang membuat dirinya berbeda atau memiliki keunggulan dalam dirinya. Ciri khas ini disebut dengan Nous, yang di dalam nous ini memiliki 4 elemen kecerdasaan yang dapat mempengaruhi ciri khas orang itu sendiri. Ciri khas merupakan sesuatu yang bisa kita bentuk dari apa yang kita cari dan kita dapatkan. Maka dari itu kadar nous dalam tiap orang bisa berbeda beda sesuai dengan banyak faktor, misalnya lingkungan, cara pandang dan banyak hal. Keempat elemen kecerdasan ini sangat penting didalam kehidupan kita dan tentu saja ada di dalam kehidupan kita sekarang. 

Kecerdasan pertama ada Epitesme yang merupakan ilmu pengetahuan yang pastinya dibutuhkan oleh semua orang. Banyak cara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan salah satu yang pasti kita mendapatkan ilmu pengetahuan adalah di tempat kita bersekolah atau tempat kita berkuliah, di tempat kita belajar kita setiap hari disuguhi oleh segudang ilmu pengetahuan tergantung bagaimana kita memanfaatkan kesempatan itu. Selain dari perkuliahan sebenarnya masi banyak cara kita bisa mendapatkan ilmu pengetahuan. Epitesme memiliki 4 sumbu, yaitu ada barat yang memiliki gaya hidup modern, utara yang condong capitalism atau dengan kata lain lebih fokus pada urusan pribadi, ada timur yang cenderung ke arah tradisional mengambil pengalaman dari orang terdahulunya dan ada juga selatan yang lebih terbuka kepada orang lain atau jiwa sosialnya lebih besar. Di dalam dunia arsitektur, yang dimana tugas kita adalah mendesign suatu bangunan. Kita sangat perlu berbagai macam sumbu ilmu pengetahuan dari berbagai macam belahan dunia dan menuangkan ilmu ilmu tersebut pada hasil karya kita yang nantinya mungkin bisa menjadi ciri khas kita dalam mendesign suatu bangunan. Dan ketika kita tahu bagaimana ilmu arsitektur mereka dan bagaimana ilmu arsitektur mereka bekerja kita akan belajar banyak dari mereka dan itu sangat bisa mempengaruhi skill dan pengetahuan kita, tentu juga berpengaruh pada hasil karya atau bahkan kepribadian kita sendiri. Kita bisa menggali ilmu mereka sedalam dalam nya yang kita inginkan dengan berbagai macam cara. Bisa dengan membaca buku dari berbagai macam negara, atau mungkin sekarang jaman semakin canggih kita bisa mengaksees nya melalui media sosial (youtube, instagram, tiktok) atau mungkin kita bisa mengikuti perkembangan berita dari berbagai belahan dunia, jadi kita tetap update untuk setiap perkembangan nya. Ilmu pengetahuan sangat penting dalam kehidupan kita, semakin kaya ilmu kita maka akan semakin besar juga ruang lingkup yang bisa kita gapai. Semakin besar juga value yang ada didalam diri kita dan itu bisa mempengaruhi pola pikir kita terhadap sesuatu.

Selanjutnya yang kedua ada Techne yang merupakan penerapan di dunia nyata atau praktik nyata dari ilmu yang sudah kita dapatkan atau kecerdasan epitesme yang sudah ada di dalam diri kita. Techne juga meliputi penggunaan hardskill dan softskill yang ada didalam diri kita. Setelah melakukan wawancara arsitektur bersama ibu Tresnowati kemarin saya menjadi lebih tersadarkan bahwa di dalam perkuliahan banyak cara yang dapat kita lakukan untuk meningkatkan hardskill dan softskill kita. Salah satu nya bisa dengan mengikuti organisasi organisasi yang ada di kampus, bu Tresnowati menyampaikan bahwa sangat penting untuk aktif pada saat masa perkuliahan selain untuk menambah pertemanan mengikuti organisasi merupakan wadah yang tepat untuk melatih hardskill maupun softskill kita dan juga menambah pengalaman kita. Tidak harus merupakan organisasi didalam kampus, organisasi diluar kampus juga bisa melatih hardskill dan softskill kita tentu saja. Pengalaman kita dari mengiktui organisasi organisasi terbilang cukup penting dan berpengaruh terhadap diri kita sendiri, kita bisa banyak belajar dari pengalaman tersebut di berbagai macam aspek. Misalnya belajar cara melakukan sesuatu yang merupakan termasuk hardskill misalnya jadi bisa membuat proposal atau surat perijinan, dan juga softskill misalnya cara berbicara di depan orang banyak, cara bernegoisasi dengan orang lain, cara kita menyampaikan ataupun menerima pendapat, cara kita mengatur waktu dan masih banyak lagi. Contoh dari techne sendiri adalah dengan mengikuti kuliah praktek atau yang biasa kita sebut magang yang merupakan kerja nyata dari simulasi yang sudah kita latih di studio di masa perkuliahan. Dimana magang ini mungkin bersifat opsional sesuai dengan ketentuan universitas masing masing namun magang ini sangat berbeda dengan simulasi studio yang biasa kita lakukan di studio pada saat perkuliahan. Di dunia kerja nyata kita berhadapan langsung dengan masalah masalah yang nyata adanya dan kita harus bisa dan siap untuk mengahadapi dan mencari solusinya. 

Pada saat inilah kecerdasan epistesme kita ilmu ilmu yang sudah kita dapatkan selama perkuliahan sangat berguna untuk kelangsungan pekerjaan kita, ketika kita memiliki ilmu yang cukup atau bahkan lebih kita bisa dengan mudah menyelesaikan perkerjaan yang memang seharusnya kita kerjakan. Dan juga skill skill yang sudah kita latih pada saat mengikuti organisasi sangat terpakai di dunia magang atau kerja nyata ini. Dengan sudah terlatihnya kita dalam membagi waktu dan lain hal sebagainya kita pasti menjadi lebih mudah melewati hari hari dan juga permasalahan yang ada di dunia pekerjaan. Bayangkan jika kita tidak memiliki ilmu pengetahuan yang cukup dan juga skill yang memumpuni, pekerjaan akan berantakan dan tidak terurus dengan baik. Dengan effort yang lebih kita bisa melatih kemampuan yang ada didalam diri kita dan jika kita terus melakukan itu dengan rutin dan sungguh sungguh itu bisa menjadi sebuah bakat yang tidak kita punya sebelum nya

.

Kecerdasan yang ketiga adalah phronesis yaitu taktikal dalam bertindak. Selain kecerdasan epitesme atau ilmu pengetahuan, kemampuan mengambil sikap dan kemampuan mengambil keputusan bijaksana dalam menghadapi masalah juga diperlukan dalam kehidupan ini. Setiap keputusan atau setiap sikap kita dalam merespon orang sangat penting untuk keberlanjutan hidup yang akan kita lalui nantinya. Jika dikaitkan dengan dunia perkuliahan mungkin bisa dibilang ketika masih menjadi mahasiswa kita belum mmepunyai banyak kemampuan dalam kecerdasan yang satu ini, karena kita belum turun ke dunia kerja secara nyata. Namun jika kita mengambil contoh paling kecil, bisa dimulai dengan cara kita menyikapi orang lain terhadap sesama mahasiswa misalnya dalam berteman, ketika sedang ada masalah dalam pekerjaan tugas kelompok, ketika menghadapi teman yang memiliki sikap yang buruk, dari sana kita sudah bisa mulai untuk berlatih dalam kecerdasan ini yaitu kemampuan mengambil sikap dan mengambil keputusan. Namun jika mengingat kembali kepada wawancara yang saya lakukan bersama ibu Tresnowati, saya merasa heran mengapa seorang arsitektur yang sudah sangat berpengalaman dan tentu saja sibuk mau meluangkan waktunya untuk membantu saya melakukan tugas wawancara ini, sikap nya yang ramah dan sangat welcome juga bisa membuat orang merasa nyaman di dekatnya. Dan ketika saya mulai wawancara dengan beliau saya menjadi mengerti, karena dari dulu beliau sudah aktif dalam ber organisasi dari semenjak kuliah bahkan sampai di detik saya mewawancarai, beliau masih aktif berbagai macam kegiatan diluar pekerjaan nya. Mungkin karena itulah ketika dia banyak bertemu dengan orang yang berbeda beda dengan karakter dan permasalahan yang berbeda beda juga ia menjadi tahu bagaimana harus bersikap kepada orang orang di sekitarnya

Kecerdasan yang terakhir adalah sophia, ranah yang lebih personal yang membentuk keberanian dan kecintaan dalam berkarya. Selain ketiga kecerdasan yang tadi sudah dibahas, kecerdasan yang satu ini juga sangat penting di dalam kehidupan kita. Ketika kita berani dan mencintai apa yang kita kerjakan kita akan merasa nyaman dan menikmati segala proses yang sedang kita kerjakan. Ketika wawancara kemarin saya sempat menanyakan kepada ibu Tresnowati tentang bagaimana cara dia mencintai apa yang sedang dia kerjakan setiap harinya. Beliau menyampaikan ketika ia baru masuk kedalam dunia arsitektur tentu saja mengalami masa sulit tetapi cara dia mengatasinya adalah dengan cara terus menjalani dan mengingat perjuangan orang orang yang sudah mendukung kita sampai ketitik ini, terutama pada saat memasuki dunia pekerjaan ia menyampaikan ia menjadi jatuh cinta kepada pekerjaan nya karena ketika project yang sudah ia buat dan susun sedemikian rupa akhirnya terealisasikan juga. Beliau menyampaikan ada keterpuasan tersendiri setelah berhasil melakukannya. Beliau juga menyampaikan sekaligus memberi pesan dan nasehat kepada saya bahwa keputusan yang sudah kita ambil harus kita selesaikan, kita harus bertanggung jawab dengan apa yang sudah menjadi pilihan kita. Dari apa yang disampaikan oleh beliau saya bisa menarik kesimpulan bahwa ketika sudah mengambil keputusan, kita harus siap dan bertanggung jawab dalam menjalani nya. Meskipun awalnya sulit harus tetap memiliki keberanian dalam bertanggung jawab atas pilihan yang sudah diambil dan terus jalani. Akan ada saat dimana kita merasa nyaman dan kecintaan terhadap karya yang kita kerjakan.

Keempat kecerdasan ini sangat penting dalam kehidupan kita dan keempat kecerdasan ini sangat berkesinambungan dalam artian nyambung satu dengan yang lainnya maka dari itu penting nya untuk menjaga agar tiap dari diri kita memiliki ke empat kecerdasan ini sama rata. Ketika kita memiliki ke empat kecerdasan ini sama rata, kita akan memiliki ciri khas menarik dalam diri kita. Seperti yang diawal di katakan kadar nous di tiap orang berbeda beda, semua itu kita sendiri yang atur seberapa banyak kadar nous atau seberapa besar ciri khas yang ingin kita punya dalam diri kita. Semua bisa kita usahakan dengan effort yang kita lakukan, kita memegang kendali penuh terhadap diri kita sendiri. Ingin menjadi pribadi yang biasa saja atau menjadi orang yang mempunyai ciri khas tersendiri.

Jadi menurut saya sangat penting untuk menyeimbangkan ke empat kecerdasan ini, dengan seimbangnya nous yang ada di dalam diri kita kita bisa menjadi seorang profesional yang tahu akan value yang ada dalam diri kita dan tahu ciri khas yang kita punya. 

Kategori
Teaching Tugas 2 - Reflection

Nikisya Abrietta – Reflection

Bagi saya, setiap orang memiliki ciri khas nya masing masing. Ketika seseorang ingin diingat atau dikenang oleh orang lain, dia harus memiliki suatu ciri khas yang membuat dirinya berbeda atau memiliki keunggulan dalam dirinya. Ciri khas ini disebut dengan Nous, yang di dalam nous ini memiliki 4 elemen kecerdasaan yang dapat mempengaruhi ciri khas orang itu sendiri. Ciri khas merupakan sesuatu yang bisa kita bentuk dari apa yang kita cari dan kita dapatkan. Maka dari itu kadar nous dalam tiap orang bisa berbeda beda sesuai dengan banyak faktor, misalnya lingkungan, cara pandang dan banyak hal. Keempat elemen kecerdasan ini sangat penting didalam kehidupan kita dan tentu saja ada di dalam kehidupan kita sekarang. 

Kecerdasan pertama ada Epitesme yang merupakan ilmu pengetahuan yang pastinya dibutuhkan oleh semua orang. Banyak cara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan salah satu yang pasti kita mendapatkan ilmu pengetahuan adalah di tempat kita bersekolah atau tempat kita berkuliah, di tempat kita belajar kita setiap hari disuguhi oleh segudang ilmu pengetahuan tergantung bagaimana kita memanfaatkan kesempatan itu. Selain dari perkuliahan sebenarnya masi banyak cara kita bisa mendapatkan ilmu pengetahuan. Epitesme memiliki 4 sumbu, yaitu ada barat yang memiliki gaya hidup modern, utara yang condong capitalism atau dengan kata lain lebih fokus pada urusan pribadi, ada timur yang cenderung ke arah tradisional mengambil pengalaman dari orang terdahulunya dan ada juga selatan yang lebih terbuka kepada orang lain atau jiwa sosialnya lebih besar. Di dalam dunia arsitektur, yang dimana tugas kita adalah mendesign suatu bangunan. Kita sangat perlu berbagai macam sumbu ilmu pengetahuan dari berbagai macam belahan dunia dan menuangkan ilmu ilmu tersebut pada hasil karya kita yang nantinya mungkin bisa menjadi ciri khas kita dalam mendesign suatu bangunan. Dan ketika kita tahu bagaimana ilmu arsitektur mereka dan bagaimana ilmu arsitektur mereka bekerja kita akan belajar banyak dari mereka dan itu sangat bisa mempengaruhi skill dan pengetahuan kita, tentu juga berpengaruh pada hasil karya atau bahkan kepribadian kita sendiri. Kita bisa menggali ilmu mereka sedalam dalam nya yang kita inginkan dengan berbagai macam cara. Bisa dengan membaca buku dari berbagai macam negara, atau mungkin sekarang jaman semakin canggih kita bisa mengaksees nya melalui media sosial (youtube, instagram, tiktok) atau mungkin kita bisa mengikuti perkembangan berita dari berbagai belahan dunia, jadi kita tetap update untuk setiap perkembangan nya. Ilmu pengetahuan sangat penting dalam kehidupan kita, semakin kaya ilmu kita maka akan semakin besar juga ruang lingkup yang bisa kita gapai. Semakin besar juga value yang ada didalam diri kita dan itu bisa mempengaruhi pola pikir kita terhadap sesuatu.

Selanjutnya yang kedua ada Techne yang merupakan penerapan di dunia nyata atau praktik nyata dari ilmu yang sudah kita dapatkan atau kecerdasan epitesme yang sudah ada di dalam diri kita. Techne juga meliputi penggunaan hardskill dan softskill yang ada didalam diri kita. Setelah melakukan wawancara arsitektur bersama ibu Tresnowati kemarin saya menjadi lebih tersadarkan bahwa di dalam perkuliahan banyak cara yang dapat kita lakukan untuk meningkatkan hardskill dan softskill kita. Salah satu nya bisa dengan mengikuti organisasi organisasi yang ada di kampus, bu Tresnowati menyampaikan bahwa sangat penting untuk aktif pada saat masa perkuliahan selain untuk menambah pertemanan mengikuti organisasi merupakan wadah yang tepat untuk melatih hardskill maupun softskill kita dan juga menambah pengalaman kita. Tidak harus merupakan organisasi didalam kampus, organisasi diluar kampus juga bisa melatih hardskill dan softskill kita tentu saja. Pengalaman kita dari mengiktui organisasi organisasi terbilang cukup penting dan berpengaruh terhadap diri kita sendiri, kita bisa banyak belajar dari pengalaman tersebut di berbagai macam aspek. Misalnya belajar cara melakukan sesuatu yang merupakan termasuk hardskill misalnya jadi bisa membuat proposal atau surat perijinan, dan juga softskill misalnya cara berbicara di depan orang banyak, cara bernegoisasi dengan orang lain, cara kita menyampaikan ataupun menerima pendapat, cara kita mengatur waktu dan masih banyak lagi. Contoh dari techne sendiri adalah dengan mengikuti kuliah praktek atau yang biasa kita sebut magang yang merupakan kerja nyata dari simulasi yang sudah kita latih di studio di masa perkuliahan. Dimana magang ini mungkin bersifat opsional sesuai dengan ketentuan universitas masing masing namun magang ini sangat berbeda dengan simulasi studio yang biasa kita lakukan di studio pada saat perkuliahan. Di dunia kerja nyata kita berhadapan langsung dengan masalah masalah yang nyata adanya dan kita harus bisa dan siap untuk mengahadapi dan mencari solusinya. 

Pada saat inilah kecerdasan epistesme kita ilmu ilmu yang sudah kita dapatkan selama perkuliahan sangat berguna untuk kelangsungan pekerjaan kita, ketika kita memiliki ilmu yang cukup atau bahkan lebih kita bisa dengan mudah menyelesaikan perkerjaan yang memang seharusnya kita kerjakan. Dan juga skill skill yang sudah kita latih pada saat mengikuti organisasi sangat terpakai di dunia magang atau kerja nyata ini. Dengan sudah terlatihnya kita dalam membagi waktu dan lain hal sebagainya kita pasti menjadi lebih mudah melewati hari hari dan juga permasalahan yang ada di dunia pekerjaan. Bayangkan jika kita tidak memiliki ilmu pengetahuan yang cukup dan juga skill yang memumpuni, pekerjaan akan berantakan dan tidak terurus dengan baik. Dengan effort yang lebih kita bisa melatih kemampuan yang ada didalam diri kita dan jika kita terus melakukan itu dengan rutin dan sungguh sungguh itu bisa menjadi sebuah bakat yang tidak kita punya sebelum nya

.

Kecerdasan yang ketiga adalah phronesis yaitu taktikal dalam bertindak. Selain kecerdasan epitesme atau ilmu pengetahuan, kemampuan mengambil sikap dan kemampuan mengambil keputusan bijaksana dalam menghadapi masalah juga diperlukan dalam kehidupan ini. Setiap keputusan atau setiap sikap kita dalam merespon orang sangat penting untuk keberlanjutan hidup yang akan kita lalui nantinya. Jika dikaitkan dengan dunia perkuliahan mungkin bisa dibilang ketika masih menjadi mahasiswa kita belum mmepunyai banyak kemampuan dalam kecerdasan yang satu ini, karena kita belum turun ke dunia kerja secara nyata. Namun jika kita mengambil contoh paling kecil, bisa dimulai dengan cara kita menyikapi orang lain terhadap sesama mahasiswa misalnya dalam berteman, ketika sedang ada masalah dalam pekerjaan tugas kelompok, ketika menghadapi teman yang memiliki sikap yang buruk, dari sana kita sudah bisa mulai untuk berlatih dalam kecerdasan ini yaitu kemampuan mengambil sikap dan mengambil keputusan. Namun jika mengingat kembali kepada wawancara yang saya lakukan bersama ibu Tresnowati, saya merasa heran mengapa seorang arsitektur yang sudah sangat berpengalaman dan tentu saja sibuk mau meluangkan waktunya untuk membantu saya melakukan tugas wawancara ini, sikap nya yang ramah dan sangat welcome juga bisa membuat orang merasa nyaman di dekatnya. Dan ketika saya mulai wawancara dengan beliau saya menjadi mengerti, karena dari dulu beliau sudah aktif dalam ber organisasi dari semenjak kuliah bahkan sampai di detik saya mewawancarai, beliau masih aktif berbagai macam kegiatan diluar pekerjaan nya. Mungkin karena itulah ketika dia banyak bertemu dengan orang yang berbeda beda dengan karakter dan permasalahan yang berbeda beda juga ia menjadi tahu bagaimana harus bersikap kepada orang orang di sekitarnya

Kecerdasan yang terakhir adalah sophia, ranah yang lebih personal yang membentuk keberanian dan kecintaan dalam berkarya. Selain ketiga kecerdasan yang tadi sudah dibahas, kecerdasan yang satu ini juga sangat penting di dalam kehidupan kita. Ketika kita berani dan mencintai apa yang kita kerjakan kita akan merasa nyaman dan menikmati segala proses yang sedang kita kerjakan. Ketika wawancara kemarin saya sempat menanyakan kepada ibu Tresnowati tentang bagaimana cara dia mencintai apa yang sedang dia kerjakan setiap harinya. Beliau menyampaikan ketika ia baru masuk kedalam dunia arsitektur tentu saja mengalami masa sulit tetapi cara dia mengatasinya adalah dengan cara terus menjalani dan mengingat perjuangan orang orang yang sudah mendukung kita sampai ketitik ini, terutama pada saat memasuki dunia pekerjaan ia menyampaikan ia menjadi jatuh cinta kepada pekerjaan nya karena ketika project yang sudah ia buat dan susun sedemikian rupa akhirnya terealisasikan juga. Beliau menyampaikan ada keterpuasan tersendiri setelah berhasil melakukannya. Beliau juga menyampaikan sekaligus memberi pesan dan nasehat kepada saya bahwa keputusan yang sudah kita ambil harus kita selesaikan, kita harus bertanggung jawab dengan apa yang sudah menjadi pilihan kita. Dari apa yang disampaikan oleh beliau saya bisa menarik kesimpulan bahwa ketika sudah mengambil keputusan, kita harus siap dan bertanggung jawab dalam menjalani nya. Meskipun awalnya sulit harus tetap memiliki keberanian dalam bertanggung jawab atas pilihan yang sudah diambil dan terus jalani. Akan ada saat dimana kita merasa nyaman dan kecintaan terhadap karya yang kita kerjakan.

Keempat kecerdasan ini sangat penting dalam kehidupan kita dan keempat kecerdasan ini sangat berkesinambungan dalam artian nyambung satu dengan yang lainnya maka dari itu penting nya untuk menjaga agar tiap dari diri kita memiliki ke empat kecerdasan ini sama rata. Ketika kita memiliki ke empat kecerdasan ini sama rata, kita akan memiliki ciri khas menarik dalam diri kita. Seperti yang diawal di katakan kadar nous di tiap orang berbeda beda, semua itu kita sendiri yang atur seberapa banyak kadar nous atau seberapa besar ciri khas yang ingin kita punya dalam diri kita. Semua bisa kita usahakan dengan effort yang kita lakukan, kita memegang kendali penuh terhadap diri kita sendiri. Ingin menjadi pribadi yang biasa saja atau menjadi orang yang mempunyai ciri khas tersendiri.

Jadi menurut saya sangat penting untuk menyeimbangkan ke empat kecerdasan ini, dengan seimbangnya nous yang ada di dalam diri kita kita bisa menjadi seorang profesional yang tahu akan value yang ada dalam diri kita dan tahu ciri khas yang kita punya. 

Kategori
Teaching Tugas 2 - Reflection

Nofitrian Shelly – Reflection

Bagi saya, Nous merupakan ciri khas seseorang. Nous membutuhkan keseimbangan dari 4 kecerdasan yaitu Episteme; Phronesis; Techne; dan Sophia, bukan hanya unggul di salah satu bidang kecerdasan tapi mengabaikan bidang kecerdasan lainnya. Dalam kehidupan perkuliahan di jurusan arsitektur, Nous sangat berpengaruh. Mulai dari Episteme yang memiliki porsi paling besar yaitu sebagai ilmu pengetahuan, bahkan ilmu pengetahuan merupakan hak mendasar dalam kehidupan manusia. Pada dasarnya manusia tidak lepas dari ilmu pengetahuan karena pengetahuan akan terus berkembang sejalan dengan kebudayaan dan peradaban manusia. 

Dalam kehidupan perkuliahan Episteme merupakan kecerdasan yang hampir selalu diasah dan digunakan setiap harinya. Episteme yang saya dapat sehari-harinya dan paling banyak adalah melalui guruchella, yaitu sistem belajar seperti mentoring dari dosen-dosen atau sesi tutor seperti pada mata kuliah Architecture Design. Lalu sisanya seperti: distance learning pada saat Guided Self Learning Class (GSLC), buku-buku yang dapat diakses dari perpustakaan di universitas, banyaknya video pembelajaran yang disediakan pada aplikasi atau website Binusmaya, dan lain-lain. Dari banyaknya Episteme yang saya dapat, bagi saya Episteme merupakan kecerdasan dari dunia pendidikan yaitu kampus dengan lebih banyak belajar dengan mendengarkan, karena semua fasilitas yang disediakan dari universitas untuk melatih kecerdasan Episteme mahasiswa, semuanya diakses dan dicerna melalui atau dengan cara mendengar. Pada saat saya mendapat tugas wawancara dari pak Realrich pada mata kuliah Introduction to Architecture, saya juga mendapat kecerdasan Episteme dari arsitek yang saya wawancarai, Mande Austriono, yaitu berbagai ilmu pengetahuan baru yang diberikan dari beliau, seperti cara menggali kemampuan desain, cara untuk memperdalam ilmu pengetahuan, dan lain-lain.

Menurut saya Episteme merupakan kecerdasan yang sangat penting dan mendasar dalam Nous, karena jika tidak ada Episteme maka dalam membangun tiga kecerdasan yang lain akan sangat sulit karena tidak didasari oleh ilmu pengetahuan yang kuat. Peran banyak orang dalam dunia pendidikan sangatlah penting dalam hal ini, terutama para pengajar seperti dosen maupun guru. Jika tidak adanya seseorang yang meneruskan, memfasilitasi, atau memberitahu mahasiswa mengenai ilmu pengetahuan yang begitu luas maka mahasiswa akan jauh lebih sulit dan lebih lambat dalam mengembangkan kecerdasan ini.

Diikuti dengan Phronesis yaitu kecerdasan taktikal dalam bertindak atau kemampuan untuk mengambil sikap dan keputusan bijaksana dalam memecahkan berbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari di kampus, karena didominasi oleh gaya belajar mendengar, ruang untuk melatih kecerdasan taktikal sangat sedikit sehingga terdapat gap antara pelajaran di universitas dan dunia praktik dan akan menghasilkan sifat impulsif. Biasanya, mahasiswa kurang dalam hal kecerdasan Phronesis ini. Kecerdasan Phronesis ini dapat saya lihat dari sikap atau reaksi seseorang terhadap sosial, bagaimana mereka menyelesaikan sebuah masalah. Kecerdasan Phronesis ini bisa dilatih ketika turun ke lapangan langsung atau ketika berinteraksi dengan seseorang. Phronesis hanya dapat terwujud dalam tindakan yang bersifat situasional dimana adanya kemampuan untuk menilai sebuah situasi secara bijak yang juga mempertimbangkan kepentingan diri sendiri sekaligus kepentingan yang lainnya. Menurut saya singkatnya Phronesis bisa disebut pemikiran mengenai problem solving. 

Menurut saya, dalam kehidupan perkuliahan di dunia arsitektur, problem solving merupakan suatu hal yang sangat penting. Pada saat wawancara yang saya sebutkan diatas, saya juga dapat sedikit melihat kecerdasan Phronesis pada arsitek yang saya wawancarai, Mande Austriono mengenai cara beliau bertindak atau caranya dalam menyelesaikan masalah selama masa hidupnya. Saya juga dapat belajar dari beliau bahwa dalam memilih seorang arsitek yang kita sukai, kita dapat belajar atau melihat kecerdasan Phronesis yang dimiliki arsitek tersebut melalui karyanya, bagaimana arsitek-arsitek tersebut menyelesaikan masalah dan kemampuan mengambil keputusan dari situasi yang kompleks dan khas dari setiap karya yang mereka buat. Pak Mande mengungkapkan bahwa arsitek berbeda dengan seniman, jika seniman tidak memiliki aturan dalam berkarya, arsitek memiliki hal tersebut. Maka dari itu ketika terjadi permasalahan yang tidak sesuai aturan, arsitek harus memiliki suatu solusi untuk memecahkan masalah tersebut. Seperti kalimat yang diucapkan beliau, “Jadi, solusi setiap arsitek itu pasti akan beda walaupun briefnya sama”, beliau menyebutkan bahwa setiap cara orang atau masing-masing arsitek dalam memecahkan masalah pasti berbeda, sehingga ia mengagumi seorang arsitek dari setiap gaya atau cara arsitek tersebut memecahkan solusi dari setiap karya bangunan yang dibuatnya. 

Selanjutnya ada kecerdasan Techne, karena mahasiswa kurang dalam hal kecerdasan Phronesis, beruntungnya ada Techne yaitu skill yang diberikan dari dunia pendidikan, yang disimulasikan ke dalam studio desain, yang diperkuat dengan adanya kuliah praktik dan profesi tetapi ini bersifat opsional dengan kata lain, setiap universitas atau kampus dapat memberikan kebijakan atau gaya belajar yang berbeda. Saat di Binus saya merasakan adanya dukungan pada kecerdasan Techne ini. Melalui mata kuliah seperti Architecture Design, Building Technology, dan Computational Architecture saya bisa merasakan praktik dalam menggambar, modelling, dan rendering. Kemudian pada saat semester 5 dan 6 nanti, juga akan disediakan beberapa pilihan yaitu kesempatan belajar di luar negeri; membangun suatu usaha; pengabdian pada masyarakat; kuliah praktik dan profesi magang yang nantinya akan melatih soft skill maupun hard skill yang lebih banyak untuk kita, ada juga pilihan lain yang dapat melatih Episteme seperti lanjut ke Strata-2 atau penelitian untuk skripsi. Saya merasa bahwa kecerdasan Techne ini ikut serta dalam penugasan wawancara yang diberikan, karena memerlukan salah satu soft skill yaitu komunikasi mengenai bagaimana menyikapi arsitek yang menetapkan waktu wawancara secara mendadak, bagaimana saya mengikuti waktu tersebut, bagaimana cara saya bersikap ketika sudah bertemu langsung dan melakukan wawancara.

Techne sebenarnya juga bisa dilatih dari hal-hal kecil yang didapat dari universitas atau kampus seperti melalui presentasi-presentasi di kelas; kerja kelompok; organisasi kemahasiswaan; tugas pengabdian pada masyarakat, yang dapat membentuk soft skill kita dalam hal komunikasi, kerja tim, kepemimpinan, dan empati. Menurut saya melalui kecerdasan Techne akan sangat berpengaruh juga untuk mendapatkan relasi dari berbagai lingkup pendidikan yang kita hadapi. Relasi merupakan hal yang sangat penting dalam pekerjaan dan untuk bertahan hidup. Sehingga kecerdasan Techne ini bagi saya bisa disebut dengan kecerdasan pada masa kehidupan perkuliahan yang akan menjadi bekal untuk kehidupan di masa depan dan dalam dunia pekerjaan nantinya, karena Techne inilah yang akan lebih dicari di dalam dunia pekerjaan nanti.

Kecerdasan yang terakhir yaitu Sophia yaitu kebajikan atau wisdom yang merupakan ranah yang lebih personal yang membentuk keberanian dan kecintaan dalam berkarya. Sophia sering dikaitkan dengan intuisi karena melibatkan penalaran mengenai kebenaran universal atau umum. Sophia tidak  memiliki nilai praktikal, bersifat kontemplatif, dan memiliki unsur pemahaman. Kecerdasan Sophia ini berbeda dengan Phronesis, bedanya Sophia lebih umum dan melibatkan perasaan atau intuisi sedangkan Phronesis perlu adanya pemikiran rasional yang meliputi berbagai analisis. Sophia lebih menekankan pada apa yang kita rasakan bukan apa yang kita lihat, jadi apa yang kita pahami belum tentu bisa ditransfer kepada orang lain sehingga Sophia ini bersifat sangat personal. Sophia dalam dunia perkuliahan merupakan apa yang kita nikmati seperti rasa senang; menikmati; lelah; dan sebagainya, serta menekankan pada pengetahuan terhadap diri sendiri, seperti saya bisa menjadi apa dan saya ini apa. Menurut saya Sophia merupakan poin penting dalam Nous, karena menekankan transformasi secara mendasar yang mengubah diri saya. 

Dalam konteks kehidupan perkuliahan, saya bisa kehilangan apa yang saya dapatkan termasuk ilmu pengetahuan kalau tidak dapat saya transformasi dalam diri saya. Sophia mengharuskan saya untuk mentransformasikan ilmu pengetahuan tersebut ke dalam diri saya, supaya saya bisa menjadi sesuatu di masa depan. Sehingga bagi saya, dalam kehidupan perkuliahan, Sophia merupakan sebuah pemahaman mengenai tujuan utama dari hidup kita, visi yang akan saya buat dari berbagai perasaan yang saya alami dan apa yang saya rasakan serta pahami sehingga saya dapat membentuk keberanian dan kecintaan dalam berkarya. Ilmu pengetahuan yang sudah saya dapat harus bisa saya transformasikan ke diri saya agar saya dapat menjadi arsitek yang sukses nantinya, sehingga ilmu pengetahuan mengenai dunia arsitektur yang saya dapatkan dalam dunia pekerjaan bisa mengubah saya menjadi seorang arsitek yang baik atau diri saya sendiri yang lebih baik lagi di masa depan. Mungkin contoh yang bisa saya ambil adalah dari wawancara bersama pak Mande kemarin mengenai Sophia, beliau menjelaskan bahwa sedari awal beliau kuliah, pak Mande memang sudah berencana menjadi arsitek dan ingin membuka sebuah kantor pribadi miliknya. Singkatnya Sophia merupakan pemahaman mendalam tentang kehidupan yaitu makna dan tujuan hidup. 

Keseimbangan keempat kecerdasan ini yaitu Episteme; Phronesis; Techne; dan Sophia, membentuk sebuah Nous, kapasitas untuk membangun wawasan, kecerdasan, dan kemampuan untuk memperoleh kebijaksanaan intelektual. Kadar Nous dapat berbeda-beda pada setiap orang. Meskipun berbeda, tapi setiap kecerdasan yang ada di dalam Nous terus berdampingan. Kita tentu perlu melihat dan mempertimbangkan kadar Techne dalam diri kita untuk mempunyai Sophia, sedangkan Techne didapat dari Episteme dan Phronesis. Mungkin ada yang lebih unggul pada kecerdasan Episteme, ada yang lebih menguasai kecerdasan Phronesis, ada yang lebih terlatih pada kecerdasan Techne, atau ada yang lebih kuat dalam Sophia. Contohnya ada yang lebih menguasai teori dibanding dengan praktiknya, ada yang hebat dalam memecahkan masalah tetapi tidak dapat mempresentasikannya, dan masih banyak lagi. 

Dalam kehidupan perkuliahan mungkin Episteme memiliki porsi lebih banyak sehingga banyak mahasiswa yang lebih cenderung ke arah sana tetapi ketika lulus dari perkuliahan, menurut saya, mahasiswa perlu sedikit banyaknya memiliki keempat kecerdasan ini secara seimbang. Tentu saja dalam hal mengembangkan keempat kecerdasan ini, support system akan sangat berpengaruh. Adanya support system akan memberikan suatu dukungan sosial terhadap apa yang kita lakukan, sehingga akan membuat kita menjadi lebih bersemangat dalam mencintai dunia arsitektur dan secara tidak langsung mengembangkan keempat kecerdasan ini. Support system tersebut bisa berupa teman seperjuangan dalam jurusan atau kehidupan perkuliahan, keluarga, sahabat, pasangan, atau memotivasi diri sendiri melalui role model kita. Dengan melengkapi setiap kadar Nous, ini akan menjadikan diri kita sebagai seorang profesional dalam studio yang mengenal diri sendiri dan tujuan hidup pada diri masing-masing.

Kategori
Teaching Tugas 2 - Reflection

Qaisya Amellia Syabrina Qodri – Reflection

Bagi saya, Nous adalah dimana kita Belajar banyak hal, baik dari segi Teknologi, Sains, seni san ilmu pengetahuan. Kita bisa belajar latar Belakang dari suatu sejarah atau belajar dari karya karya terkenal seluruh Dunia. Kadang Kita bisa menggunakan Indera indera kita untuk menikmati apa yang kita pelajari, seperti Kita bisa melihat bangunan atau Pemandangan yang indah, Merasakan makanan Dan sebagainya. Itu juga bisa menjadi motivasi kita untuk melakukan  Hal Hal yang luar biasa, mungkin juga bisa mengispirasikan untuk Orang lain. 

Kadang kita harus memperluas Ilmu pengetahuan kita dengan cara Membaca buku atau melihat di internet untuk mencari informasi. Dan Kita juga harus banyak mempelajari Hal Hal baru, seperti kita coba untuk Memasak, Belajar menyetir dan banyak Hal Hal baru lainnya yang perlu kita coba juga. Jangan pernah Takut Untuk melakukan hal hal yang baru dan jangan mudah menyerah.

Kategori
Teaching Tugas 2 - Reflection

Rafa Alifandra Karel – Reflection

Bagi saya nous dalam kehidupan perkuliahan memiliki peran yang sangat penting terhadap keberlangsungan proses belajar saya. Dimana, Nous sendiri memiliki 4 elemen yang mencerminkan kecerdasan dalam membangun wawasan yang terdiri dari Episteme, Pheronesis, Techne, dan juga Sophia, keempat elemen ini memiliki pengaruh yang besar terhadap perjalanan kuliah saya. Dimana keempat elemen tersebut memiliki artinya masing-masingg yakni, Episteme yang merupakan ilmu pengetahuan, dimana dalam dunia perkuliahan setiap mahasiswa harus memiliki porsi dalam ilmu pengetahuan yang cukup untuk menunjang pedinidikan di Universitas tersebut. Episteme, bagi saya sendiri merupakan sebuah proses analisa yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan sebuah ilmu dasar, yang dimana cara belajar dengan menganalisa inilah yang juga saya terapkan dalam dunia perkuliahan arsitektur. 

Analisa sendiri merupakan suatu cara atau kegiatan untuk memeriksa serta menyelidiki peristiwa melalu data untuk mengetahui bagaimana keadaan yang sebenar nya terjad, dan dari situ, saya mendapatkan banyak ilmu serta hal yang baru sayang ketahui, dengan contoh saya mewawancarai arsitek senior yang dimana beliau pernah kuliah di amerika untuk mempelajari serta mendalami undang-undang arsitek yang ada di negara tersebut, dan beliau kembali ke Indonesia dengan membawa ilmu yang di dapat di sana dan menerapkan ilmu tersebut melalui penerbitan undang-undang arsitek.

Dari sini kita belajar bahwa menganalisa suatu hal yang baru dapat memberikan solusi terhadap ilmu yang di dapatkan pada saat menempuh pendidikan di luar negri dan membawa dampak yang baik untuk udang-undang arsitek. Dan ketika saya berbincang dengan beliau, saya mendapatkan banyak ilmu serta sudut pandang yang baru yang kemudian saya dalami lagi hal tersebut dengan menganalisa nya, apa yang membuat beliau tersebut menjadi seorang arsitek yang hebat dan sukses. Pembelajaran itu tentunya akan sayan terapkan dalam dunia perkuliahan saya sebagai mahasiswa arsitektur yang sedang saya tempuh. Elemen selanjutnya merupakan Pheronesis, bagi saya memahami teori saja tidaklah cukup, elem Pheroneis juga di perlukan dalam dunia perkuliahan, dimana elemen ini merupakan bentuk dari merealisasikan sebuah teori pelajarajan ke dalam dunia praktik. 

Belajar praktik sendiri merupakan suatu proses yang dilakukan untuk melatih serta meningkatkan keterampilan seseorang, dengan adanya kesempatan melakukan sebuah praktik yang diberikan universitas kepada mahasiswa nya, dapat merasakan pengalaman langsung serta merasakan apa yang terjadi di lapangan dan mencari sebuah problem solve ketika terjun kelapalangan langsung. Dimana nanti nya seluruh pengalaman ini, dapat menjadi bekal saya pribadi maupun mahasiswa lain dalam melakukan pekerjaan profesi sebagai arsitek. Kegiatan praktik juga menjadi sebuah pelajaran yang lebih banyak terlibat langsung, sehingga akan menjadi lebih efektif bagi diri saya dibandingkan hanya menerima pembelajaran pasif yang hanya tau teori tetapi tidak pernah terjun kelapangan.

Selanjutnya Techne, bagi saya elemen techne juga menjadi pedoman saya dalam menjalani praktik sungguhan. Techne mengajarkan saya bagaimana meralisasikan materi arsitek kedalam studio perancangan desain serta diperkuat dengan pembelajaran praktik seperti membuat maket dari apa yang kita sudah desain, pembelajaran ini sungguh penting bagi diri saya dalam memperoleh sumber pengetahuan, yaitu mengenai pengetahuan yang saya terima dan saya tuangkan dalam bentuk praktik profesi, dimana kegiatan praktik ini akan menjadi sebuah pengalaman atau experiental knowledge yang berguna bagi profesi saya nanti kedepannya sebagai seorang arsitek. Untuk menjadi seorang arsitek sendiri tidaklah mudah, pasti banyak tantangan yang harus saya lalui. Kesiapan dan kematangan untuk menjadi seorang arsitek dalam memulai pekerjaan, sangat penting bagi diri saya. Dengan memiliki kesiapan, segala pekerjaan akan dengan mudah diatasi dan juga dapat dikerjakan dengan lancar hingga memiliki hasil yang baik dan sempurna.

Selama melakukan kegiatan praktik, saya mampu melihat, mengamati, memahami, dan membantu saya dalam memecahkan suatu permasalahan yang ada, maka saya menyimpulkan bahwa saya tidak akan bisa belajar hanya berdasarkan teori saja, tetapi saya harus terjun langsung ke lapangan dan merasakan sendiri bagaimana seorang arsitek melakukan tugas-tugasnya. Elemen Techne menjadi sebuah elemen yang sangat penting bagi diri saya dan dunia perkulihan yang arsitek yang sedang saya jalani ini. Dengan seluruh fasilitas lengkap dan relevan yang disediakan oleh Universitas, sangat membantu saya mewujudkan tujuan pembelajaran untuk mendapatkan hasil yang optimal bagi bekal masa depan saya yang akan kerja dan berprofesi sebagai seorang asritektur.

Elemen Nous yang selanjutnya merupakan Sophia, Sophia sendiri merupakan sebuah ranah yang jauh lebih personal yang membentuk keberanian serta kecintaan dalam setiap proses berkarya. Dalam mengejar sebuah cita-cita tentunya dipenuhi dengan segala rintangan perjalanan, namun seluruh rintangan itu akan dengan mudah dilalui apabila pada dasarnya diri kita telah memiliki kegigihan dan rasa cinta terhadap cita-cita kita. Seperti halnya yang terjadi pada diri saya sekarang, saya telah bermimpi untuk menjadi seorang arsitek sejak kecil, dan dengan perlahan-lahan saya mulai mendalami dunia arsitek. Rasa ingin tahu saya yang sangat tinggi hingga mendorong saya untuk semakin semangat dalam meraih sebuah cita-cita. Dan dengan mendalami dunia arsitek, rasa cinta saya terhadapnya menjadi semakin tinggi dan membuat diri saya semakin yakin untuk masuk kedalam jurusan arsitek saat kuliah.

Namun dilain sisi dalam meraih sebuah impian, saya membutuhkan alasan yang cukup kuat untuk memulai hal baru. Banyak sekali orang diluar sana yang telah melalui proses yang panjang dalam mengejar cita-citanya namun harus berhenti ditengah jalan, hal ini terjadi karena kurangnya persiapan dalam diri mereka untuk menghadapi semua proses rintangan yang dirasa cukup berat untuk dilalui. Elemen Sophia mengajarkan saya untuk selalui mencintai sebuah pekerjaan yang dengan memiliki rasa keberanian yang besar, ini sangat membantu saya untuk menempuh dunia perkuliahan arsitek dengan persiapan yang cukup matang. Saya juga merasakan perbedaan yang cukup besar apabila saya melakukan sesuatu dengan memiliki rasa kecintaan dan keberanian akan setiap prosesnya, hal ini sangat jauh berbanding terbalik apabila saya melakukan suatu pekerjaan tanpa dasar cinta dan keberanian yang tertanam dalam diri saya.

Manfaat lain untuk diri saya dengan menerapkan elemen Sophia, membuktikan sendiri bahwa untuk mencapai sebuah cita-cita, saya harus berani berjuang dalam tekanan apapun yang mungkin terjadi di kedepannya. Seluruh masa perkuliahan pasti bisa saya lalui apabila saya mau bertahan dan bersungguh-sungguh dalam menjalankannya. Semester pertama kuliah tentunya menjadi hal yang sangat baru bagi saya. Seiring waktu dengan perlahan, saya mulai mengenal lingkungan baru perkuliahan serta mengenal juga bagaimana dunia arsitek yang sesungguhnya. Dengan berlandaskan rasa cinta dan keberanian saya kepada setiap proses yang saya akan jalani terhadap jurusan arsitek, saya merasa mampu untuk melewati masa-masa awal perkuliahan ini dengan sangat baik. 

Keempaat elemen Nous mengajarkan saya bagaimana cara menyesuaikan diri saya di dunia perkuliahan arsitek, dengan adanya elemen-elemen tersebut, membuat saya menjadi lebih paham mengenai aspek apa saja yang ada pada arstitek. Elemen tersebut juga membantu saya dalam menemukan hal-hal baru mengenai diri saya, dimulai dengan saya yang menjadi tahu akan perlunya kegiatan praktik pada proses pembelajaran arsitektur. 

Pada awal dimulainya masa perkuliahan, saya masih belum dapat menempatkan dam memposisikan diri saya dengan baik, semua terasa begitu berat bagi diri saya. Dengan seiring berjalannya waktu, saya mulai mengenal Nous dimana terdapat 4 elemen yang membantu kita untuk mengeksplor lebih dalam mengenai dunia arsitek, serta bagaiman perjanan untuk menjadi seorang arsitek. Kehadiran elemen Episteme, dimana elemen ini mengajarkan mahasiswa untuk mengenal dasar-dasar pada jurusan arsitektur, saya menggunakan metode analisa dalam menerima sebuah informasi yang berkaitan dengan dunia arsitek, metode ini memudahkan saya untuk menggali lebih dalam mengenai pengetahuan yang sebelumnya belum saya ketahui. 

Setelah mendengar dan mempelajari dasar-dasar ilmu dengan menganalisa, elemen Phronesis membantu saya dalam merealisasikan pelajaran yang telah saya dapatkan melalui materi dikelas dengan terjun langsung ke dalam dunia praktikal. Belajar dengan melakukan kegiatan praktik tentunya berbeda halnya dengan hanya belajar melalui materi yang saya dengarkan di kelas oleh dosen. Dunia praktik sangat membantu saya dalam mengatasi segala rasa penasaran saya berkenaan dengan bagaimana seorang arsitek dapat bekerja, kegiatan ini merupakan penunjang bagi diri saya untuk memasuki dunia profesi dikemudian hari.

Kuliah profesi dan menjalani praktik dengan terjun langsung ke lapangan merupakan tahap yang akan saya tempuh selanjutnya dalam dunia perkuliahan arsitek. Di masa ini, seluruh mahasiswa arsitek akan merasakan simulasi yang sesungguhnya seperti arsitek sungguhan yang telah bekerja. Hal ini berkesesuaian dengan elemen Techne, dimana elemen ini merupakan elemen selanjutnya yang akan saya realisasikan di kemudian hari, ketika sudah saatnya saya memasuki dunia simulasi studio sebagai seorang arsitek. Dengan bekal-bekal ilmu dasar dan kegiatan praktik yang telah saya lakukan, akan menjadi sangat bermanfaat pada masa kuliah praktik dan profesi dikemudian hari.

Semua perjalanan yang saya mulai dari menjalani pendidikan arstitek hingga turun ke dunia profesi tentunya tidak akan terasa mudah apabila dilakukan dengan sebuah paksaan. Dalam memulai suatu hal, saya selalu berfikir matang dan mencari tahu terlebih dahulu akan hal tersebut. Seperti halnya yang saya lakukan sebelum masuk ke dalam jurusan arsitek, saya telah melakukan research mendalam dan menyadari bahwa jurusan arsitek akan cocok dengan diri saya. Hal ini juga saya pelajari pada Nous melalui elemen Sophia yang menjelaskan bahwa rasa keberanian dan kecintaan dalam berkarya perlu ada dalam diri seseorang. 

Hingga kini, dalam dunia perkuliahan arsitek, saya merasa tidak terbebani dan enjoy dalam menyelesaikan seluruh tugas-tugas yang ada, karena semua ini merupakan proses yang harus dijalani setiap orang dalam mencapai sebuah cita-citanya. Dengan itu, saya rasa seluruh elemen yang ada pada Nous atau universitas, sangat membantu dalam masa perkuliahan saya di jurusan arsitek. Dengan seluruh bekal pengetahuan, keberanian dan kecintaan akan dunia arsitek,  saya akan menempuh seluruh prosesnya dengan baik hingga saya dapat membuahkan hasil yang memuaskan.

Kategori
Teaching Tugas 2 - Reflection

Raffi Wiratama – Reflection

Bagi saya, dunia perkuliahan arsitektur adalah sebuah perjalanan yang menarik yang membawa mahasiswa ke dalam dunia desain dan konstruksi bangunan. Dalam perkuliahan ini, mahasiswa belajar mengenai berbagai aspek yang terkait dengan arsitektur, seperti survey lokasi, perencanaan lokasi, konsep rancangan, dan estetika.

Mahasiswa arsitektur belajar untuk tidak hanya mendesain sebuah bangunan, namun juga bagaimana bangunan tersebut dapat berfungsi baik tanpa menghilangkan unsur estetika pada bangunan itu sendiri. Menggali pengetahuan tentang bagaimana bangunan di bangun, mulai dari gambar konsep hingga pembuatan maket. Selain itu, mahasiswa juga belajar tentang berbagai gaya arsitektur dari berbagai periode waktu sejarah.

Proses belajar ini tidak selalu mudah. Mahasiswa belajar untuk mendalami pengetahuan tentang cara menggabungkan elemen – elemen desain pada design arsitektur, teknik konstruksi pada teknologi bangunan, dan kreativitas untuk menciptakan bangunan yang memenuhi kebutuhan manusia. 

Dalam konteks ini, Nous, yang berasal dari tradisi ajaran Yunani kuno, memiliki peran yang penting. Untuk memahami peran filosofi nous dalam konteks arsitektur, kita harus menggali lebih dalam. Dalam arsitektur, nous berarti menggabungkan ide dan kreativitas dalam merancang sebuah bangunan.

Dunia perkuliahan arsitektur, kita belajar untuk memahami kebutuhan dan fungsi dari bangunan serta menciptakan desain yang sesuai dengan keadaan lingkungan sekitar. Nous membantu kita menggabungkan berbagai elemen ini dengan baik, menghasilkan bangunan yang dapat berfungsi maksimal namun juga tidak lupa dari segi estetik.

Selama kuliah, mahasiswa arsitektur belajar menganalisis data, merencanakan konsep, dan mengerjakan tugas – tugas arsitektur yang mencerminkan pemahaman mahasiswa secara tidak langsung mengenai nous. 

Terdapat empat bagian nous yang penting dalam pemahaman dunia arsitektur, yaitu episteme, phronesis, techne, dan sophia. Kita akan menghubungkan konsep – konsep ini dengan dunia arsitektur dan memberikan contoh – contohnya bila di implementasikan ke dunia arsitektur.

1.Episteme (Ilmu Pengetahuan)

Episteme adalah salah satu dari bagian nous. Episteme merupakan pengetahuan yang didasarkan pada fakta dan logika. Ini adalah pengetahuan yang bersifat universal dan objektif. Dalam konteks arsitektur, episteme mengacu pada prinsip – prinsip dasar desain yang kita pelajari pada mata kuliah desain arsitektur, teknik konstruksi pada mata kuliah teknologi bangunan, dan teori arsitektur. Contohnya adalah pemahaman tentang pondasi, dinding, dan kuda – kuda atap yang memungkinkan kita untuk merancang bangunan yang kokoh dan aman. Hal ini secara singkat menjelaskan bahwa proses pembelajaran di dunia perkuliahan menjadi salah satu contoh dalam episteme.

Episteme juga diperoleh karena adanya penelitian yang dilakukan dalam studi secara sistematis, didasarkan pada pengetahuan ilmiah dan menggunakan metode ilmiah dalam menganalisis data. Terdapat kuadran north (power), east (tradition), west (capitalism), south (socialism) dalam sebuah episteme.

Di perkuliahan saat ini, episteme memegang porsi paling besar diantara empat bagian nous lainnya. Karena dalam proses pembelajaran, mahasiswa lebih banyak mendengarkan materi – materi yang disampaikan. Sehingga bobot yang kita dapat tidak seimbang.

2.Phronesis (Taktikal dalam bertindak)

Phronesis merupakan kecerdasan taktikal dalam bertindak yang berkaitan dengan etika dan moral. Phronesis adalah kemampuan untuk membuat keputusan bijaksana berdasarkan pengalaman yang ada. Dalam dunia arsitektur, phronesis akan membantu seorang arsitek dalam membuat keputusan mengenai proyek – proyeknya, seperti bagaimana memperhatikan keberlanjutan lingkungan yang ada dalam mata kuliah sustainable architecture.

Phronesis dilatih untuk memimpin dan memahami dinamika tim serta sikap ketika mengambil keputusan bila berada di lapangan. Cara kita mengambil keputusan etis dalam keadaan kompleks menjadi peranan krusial bagi seorang arsitek. Karena terbiasa mengambil keputusan etis, lama kelamaan seorang arsitek akan muncul sikap impulsive, sikap dimana kita tidak lagi berfikir panjang mengenai sebuah keputusan. Hal ini timbul karena pengalaman yang sudah kita lalui contohnya seperti magang.

Namun di dunia Pendidikan, gaya belajar mendengarkan masih mendominasi seperti yang sudah dijelaskan pada episteme sebelumnya. Ruang untuk melatih kecerdasan taktikal sangat sedikit. Sehingga menimbulkan jarak antara pelajaran yang di dapat di universitas dan realita di dunia praktik.

Phronesis, secara konseptual, merujuk pada kemampuan seseorang untuk melakukan Tindakan dengan bijak dan taktik. Ini melibatkan pemahaman yang mendalam dan pola piker yang matang dalam menjalankan suatu Tindakan. Dalam dunia pendidikan, menurut pandangan saya, phronesis seringkali kurang ditekankan. Pendidikan cenderung fokus pada teori dan pemahaman tanpa memberikan cukup kesempatan untuk praktik.

Berdasarkan pemahaman yang telah saya peroleh, pendidikan tidak selalu mendukung pengembangan phronesis secara optimal. Ini bukan berarti pendidikan menghalangi seseorang untuk memiliki phronesis, tetapi lebih kepada kurangnya fasilitas untuk mengembangkan pemikiran dan pemahaman tersebut sehingga bisa diterapkan dalam kehidupan sehari – hari.

Mahasiswa yang memiliki phronesis cenderung lebih mahir dalam menghadapi situasi dengan cepat dan terorganisir, dan dianggap sebagai orang yang berpengetahuan dan bijak. Bagaimana seseorang menghadapi situasi dengan keteraturan dan ketertiban adalah inti dari konsep phronesis.

Dalam dunai arsitektur, phronesis sangat penting, terutama bagi seorang arsitek. Tanpa phronesis, perencanaan yang teliti dapat berantakan jika tidak dikelola dengan baik, terutama dalam situasi darurat yang tidak terduga. Ini menekankan pentingnya memiliki kemampuan taktis dan bijak dalam menghadapi situasi di luar perencanaan.

3.Techne (Simulasi studio)

Techne merujuk pada keterampilan praktis yang diperoleh melalui pelatihan dan latihan. Dalam arsitektur, techne melibatkan kemampuan fisik dan teknis untuk merancang dan membangun sebuah bangunan. Sehingga kemampuan hard skill dan soft skill bagi seorang arsitek harus selalu di tingkatkan dan di latih. Di dunia arsitektur, studio menjadi tempat, dimana kita bisa mengasah kemampuan kita. Tidak semua universitas memiliki fasilitas tersebut namun biasanya dari kebanyakan arsitek, bekerja dan khususnya berlatih hard skill di studio. Bila dijelaskan secara singkat, techne menerapkan ilmu yang sudah diajarkan dan menerapkannya di dunia nyata.

Techne adalah elemen fundamental bagi individu, karena mencakup dasar – dasar yang diperlukan untuk mengimplementasikan pengetahuan (episteme) ke dalam dunia professional. Secara umum, techne menjadi lebih terikat ketika seseorang memasuki dunia karir mereka. Techne berperan sebagai pelengkap terhadap keterbatasan phronesis. Dalam konteks pendidikan, techne memainkan peran penting dalam memudahkan pemahaman individu terhadap pengetahuan phronesis saat diterapkan.

Sebagai contoh, techne dapat ditemukan dalam praktik studio desain arsitektur. Dalam arsitektur, seorang arsitek harus memiliki tujuan perancangan dan melaksanakannya dengan menggabungkan pengetahuan teknis, baik dalam hal keterampilan “softskill” maupun “hardskill,” yang kemudian di implementasikan dengan presisi.

Ketika seseorang berhasil menguasai techne, dapat dianggap bahwa mereka telah mencapai tahap puncak pengetahuan yang mereka pelajari selama pendidikan mereka. Meskipun mengembangkan techne dapat dimulai sejak masa pendidikan, namun pengaplikasian praktis menjadi kunci untuk mendorong perkembangan techne individu.

4.Sophia (Keberanian)

Sophia adalah jenis pengetahuan yang mendalam dan berhubungan dengan pemahaman filosofis. Sophia merupakan ranah yang lebih personal yang membentuk keberanian dan kecintaan dalam berkarya. Dalam konteks arsitektur, sophia dapat ditemukan dalam pemikiran dan konsep – konsep yang menginspirasi desain arsitektur yang unik dan berbobot. Seorang arsitek mungkin menggunakan sophia untuk menciptakan karya – karya yang menggabungkan makna filosofis dengan estetika bangunan.

Sophia lebih fokus pada sifat individu dan bagaimana seseorang dapat terus mendorong perkembangan pribadinya, terlepas dari profesi yang mereka gemari. Sophia melibatkan penggabungan prinsip dasar dengan pengetahuan yang mengikuti prinsip – prinsip tersebut. Pemahaman saya tentang Sophia adalah tentang bagaimana kita sebagai mahasiswa bisa memberikan makna pada hidup, menghargai, menikmati dan mencintai perncapaian kita, serta memahami makna hidup itu sendiri.

Sophia merupakan keyakinan yang mendorong mahasiswa untuk lebih memahami diri sendiri dan aspek – aspek lain dalam diri. Oleh karena itu, Sophia lebih menekankan aspek – aspek yang bersifat pribadi dan individual. Seseorang yang memiliki Sophia cenderung memiliki keyakinan diri yang kuat dan dapat menikmati hidup. Kecintaan dalam berkarya menjadi motivasi yang mendorong mereka untuk mengekspresikan peraasan dan aspirasi dalam kehidupan.

Dalam konteks arsitektur, Sophia menjadi elemen fundamental bagi kehidupan pribadi seorang arsitek. Mencintai karya dan proses adalah hal yang sangat penting untuk mengasah keterampilan dan keberanian dalam mengungkapkan perasaan melalui karya seni. Selain itu, mahasiswa yang memiliki Sophia lebih mudah menerapkan kecerdasan episteme, phronesis, dan techne karena menikkmati apa yang meraka lakukan

.

Bagi saya sebagai mahasiswa arsitektur, episteme berarti pemahaman yang mendalam tentang prinsip – prinsip dasar dalam arsitektur yang saya pelajari, seperti struktur, material, estetika, dan fungsi. Saya diajarkan untuk memahami episteme untuk mengembangkan pengetahuan yang kuat. Saya harus belajar tentang Sejarah arsitektur, teori desain, dan metode konstruksi yang telah dipelajari sepanjang perkuliahan. Dengan episteme, saya dapat memahami mengapa beberapa gaya arsitektur berbeda – beda pada setiap negara sebagai salah satu contohnya.

Namun episteme juga menantang saya untuk selalu mencari pengetahuan yang baru. Memahami bahwa desain dan teknologi terus berkembang. Selain itu, dalam pandangan saya sebagai mahasiswa arsitektur, episteme juga berbicara tentang tanggung jawab dalam merancang sebuah bangunan. Saya harus mempertimbangkan dampak lingkungan dan sosial dari desain saya. Dengan memahami episteme ini, saya dapat menjadi mahasiswa arsitek yang lebih berpengetahuan, kreatif, dan bertanggung jawab.

Sebagai seorang mahasiswa arsitektur, saya dapat mengembangkan phronesis dengan menggabungkan teori dan praktik. Hal ini melibatkan saya pembelajaran tentang prinsip – prinsip desain, teknik konstruksi, dan estetika, tetapi juga melibatkan pengalaman, seperti kunjugan ke lokasi site, menganalisis aktivitas yang ada, dan pembuatan konsep sesuai dengan aktvitas pada lokasi tersebut. Phronesis juga membuat saya untuk terus berpikir kritis, mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan dari sesain saya.

Dalam arsitektur, phronesis juga dapat membantu saya menghindari kesalahan desain yang tidak efisien. Hal ini membuat saya untuk merancang bangunan yang lebih kreatif, nyaman, dan paling penting fungsional. Selain itu, phronesis membantu saya berkontribusi menciptakan bangunan yang memenuhi kebutuhan masyarakat.

Selanjutnya techne, bagi saya dalam kehidupan mahasiswa arsitektur, techne mencerminkan kemampuan saya dalam merancang dan membangun bangunan di dalam studio kampus sebagai contohnya. Techne melibatkan penerapan pengetahuan dan keterampilan yang saya pelajari dalam desain dan teknologi bangunan. Saya di latih untuk menggunakan keterampilan saya tidak hanya dalam bentuk pengetahuan saja, namun juga di kolaborasikan dengan praktik di studio. Dengan cara itulah saya sebagai mahasiswa dapat melatih kemmapuan hardskill saya. Melalui kombinasi yang terjadi antara pengetahuan dan keterampilan yang seimbang, saya dipersiapkan untuk melatih kemampuan saya sebelum memulai karir di dunia kerja.

Dan terakhir adalah Sophia dalam kehiduapan saya sebagai mahasiswa arsitektur. Sophia memiliki arti mendalam pada perjalanan saya sendiri seorang mahasiswa arsitektur. Bagi saya, Sophia mengacu pada kebijaksaan atau pengetahuan dalam dunia arsitektur dan desain. Sophia adalah teman setia yang membimbing saya dalam menciptakan karya arsitektur dan fungsi bangunan yang memenuhi kebutuhan manusia.

Sophia mengajarkan saya untuk berpikir lebih tentang segala hal yang saya kerjakan. Sebagai mahasiswa arsitek, saya perlu memahami bahwa setiap rancangan memiliki dampak pada lingkungan dan masyarakat. Sophia mengingatkan saya untuk tidak hanya berfokus pada estetika visual, tetapi juga pada prinsip – prinsip etika dan keberlanjutan. Sehingga, saya perlu menjadi mahasiswa yang bijaksana dalam mengambil keputusan.

Selain itu, Sophia juga mengajarkan saya pentingnya kreativitas dan imanjiansi dalam merancang. Sebagai mahasiswa arsitektur, saya sering kali dihadapkan pada masalah kompleks yang memerlukan pemikiran kreatif. Sophia menginspirasi kita untuk berpikir dan menciptakan solusi yang inovatif.

Sophia juga mengingatkan saya bahwa pembelajaran dan pertumbuhan adalah proses selama saya hidup di dunia ini. Harus terus belajar dan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan. Sophia mengajarkan saya untuk mencari pengalaman, baik yang positif maupun yang negatif, sebagai bagian dari perjalanan pribadi saya dalam dunia arsitektur.

Pada akhirnya, filosofi nous adalah konsep filosofis yang memiliki empat komponen penting, yaitu episteme, phronesis, techne, dan sophia. Masing – masing komponen ini memiliki peran dan makna tersendiri dalam pemahaman saya khususnya sebagai mahasiswa arsitektur. Dalam kesimpulan, Nous menawarkan pandangan tentanf berbagai aspek. Episteme, phronesis, techne, dan Sophia mewakili dimensi berbeda dari pengetahuan dan pemahaman, mulai dari pengetahuan yang diperoleh dari pembelajaran, taktik dalam menyelesaikan masalah, praktik yang dilatih untuk meningkatkan keterampilan, serta bagaimana sikap pribadi kita dalam mengenal hal tersebut.

Kategori
Teaching Tugas 2 - Reflection

Raymond Preston Prayogo – Reflection

Bagi saya menjalani masa Pendidikan atau universitas merupakan waktu dimana seseorang akan menyerap begitu banyak pengetahuan yang belum pernah didapatkan semasa sekolah. sebagai seorang Mahasiswa Arsitektur, saya merasa sangat banyak Pelajaran baru yang didapatkan, namun menurut saya keseimbangan antara teori dan praktek masih jauh dari kata sempurna. Hal ini merujuk dari suatu paham yang bernama Nous. Secara garis besar nous merupakan suatu kemampuan untuk memahami suatu pemikirian abstrak dan tinggi. Menurut saya setelah menjalani masa perkuliahan selama setengah semester ini, Nous membuka pemikiran saya tentang bagaimana kehidupan kampus tidak selalu menjadi sebuah gambaran Ketika nanti saya lulus dari kuliah. Saya mempelajari apabila nous merupakan penggabungan dari 4 konsep kecerdasan, dimana terdiri atas Phronesis, Episteme, Techne, dan Sophia. 

Secara konsep dan pengertian Phronesis adalah pemikiran atau kecerdasan seseorang yang bersifat taktikal. Taktikal yang saya maksudkan adalah tindakan kita dalam melakukan sesuatu. Segala sesuatu tindakan yang akan dilakukan oleh seorang individu memerlukan suatu pemahaman dan pola pikir yang matang itulah yang disebut sebagai taktikal. Dalam kehidupan di pendidikan, Phronesis menurut saya pribadi masih kurang terterapkan dimana pendidikan cenderung hanya mengajarkan suatu teori atau pemahaman tanpa adanya praktik. Berdasarkan materi yang telah saya pelajari dan pahami, phronesis tidak sepenuhnya didukung oleh pendidikan. Bukan berarti Pendidikan menghalangi seseorang memiliki suatu phronesis, melainkan pendidikan tidak cukup memfasilitasi seseorang untuk mengembangkan pemikiran atau pemahaman phronesis agar bisa diterapkan dalam kehidupan. Individu yang memiliki phronesis cenderung akan lebih pandai dalam mengelola situasi atau kondisi dengan cepat dan tidak terlihat sebagai orang yang amatir karena mereka memiliki suatu kebajikan dan kecerdasan. Selain itu bagaimana seseorang bertindak terhadap suatu hal dengan tertata dan tidak berantakan menjadi poin penting dari Phronesis. Dalam Arsitektur, phronesis sangat penting bagi seorang Arsitek karena tanpa phronesis, segala perencanaan yang telah dibuat sedemikian rupa apabila tidak dikelola dengan baik akan sangat mudah untuk menjadi berantakan karena seperti yang sudah saya sampaikan apabila seseorang akan kesulitan apabila tidak dapat mengelola suatu situasi terutama jika situasi darurat yang tidak ada dalam perencanaan.

Kemudian ada episteme, secara garis besar episteme merupakan suatu ilmu pengetahuan yang didapatkan melalui pembelajaran dan episteme ini merupakan bagian dari tahap dimana seseorang mengembangkan pengetahuan diri mereka. Dalam dunia Pendidikan, episteme merupakan subjek yang memiliki porsi paling banyak karena Pendidikan cenderung lebih banyak melakukan pembelajaran dengan cara mendengarkan dan menyerap materi-materi yang disampaikan. Episteme sendiri selain dicapai melalui Pendidikan formal yang tersistematis, juga bisa diraih melalui penelitian dimana seseorang melakukan Analisa data-data. Dari sini bisa disimpulkan apabila episteme adalah suatu kecerdasan yang menjadi dasar untuk membantu ketika nanti seseorang harus melakukan suatu praktik nyata. Kemudian menurut saya hal ini bukan berarti seseorang harus memiliki episteme terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan techne dan phronesis. Melainkan orang bisa memulai dari mana saja karena ketiga kecerdasan ini masih tetap berada di dalam lingkup nous. Sebagai gambaran, orang orang yang langsung melakukan praktik bisa merasakan suasan profesi dibarengi dalam proses tersebut ada pengembangan diri. Begitupun sebaliknya apabila seseorang melakukan pengembangan diri terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan profesi. 

Bagi saya techne merupakan bagian yang paling fundamental bagi semua individu karena techne mencakup semua dasar yang kemudian melalui techne seseorang akan mengimplementasikan epitesme mereka dan dalam prosesnya phronesis akan bekerja. Secara garis besar, techne merupakan bagian dari profesi dimana maksud saya adalah techne cenderung akan lebih banyak terlihat Ketika nanti seseorang sudah memulai dunia karir mereka masing-masing. Techne sebagai penyeimbang atau pelengkap dari kekurangan phronesis. Apabila dilihat dari sisi Pendidikan suatu phronesis membutuhkan yang namanya techne agar memudahkan masing-masing individu untuk memahami phronesis mereka saat melalukan techne. Techne sebagai contoh dapat dilihat dengan adanya suatu praktik, praktik yang saya maksud adalah studio desain di Arsitektur. Konteks dari techne adalah bagaimana seorang individu dapat mengembangkan softskill dan hardskill masing-masing dari mereka disertai keterampilan dalam 

praktiknya. Dalam penerapannya di Arsitektur, seorang arsitek harus memiliki tujuan dalam perancangan yang kemudian semua dilaksanakan dengan mengandalkan pengetahuan teknis mau itu secara softskill ataupun hardskill yang kemudian diimplementasikan melalui kemampuan teknis yang presisi. Apabila seseorang sudah bisa menggapai techne mereka, bisa disepakati bahwa individu tersebut merupakan orang yang sudah hampir lengkap karena techne adalah puncak dari pengetahuan atau tahap akhir dari pengetahuan yang sudah dipelajari dan dimiliki pada masa-masa Pendidikan. Akan sangat mudah bagi seseorang untuk mengembangkan techne mereka semenjak masih berada di bangku Pendidikan namun agar semua itu bisa terwujud diperlukan yang namanya pengaplikasian nyata yang dapat mendorong seseorang untuk mengembangkan techne mereka masing-masing.

Setelah ketiga kecerdasan tersebut yang cenderung lebih mengarah kepada profesi dan pengembangan diri dari segi pengetahuan, Sophia lebih mengarah kepada sifat individu dan bagaimana seseorang dapat tetap mendorong diri mereka untuk selalu berkembang secara personal dan tidak tercampurkan dengan profesi. Lalu kemudian secara konsep Sophia adalah penggabungan dari prinsip dasar dan pengetahuan yang mengikuti dari prinsip dasar tersebut. Yang saya pahami dari Sophia adalah bagaimana kita sebagai seorang yang dapat memaknai hidup, eksistensi dari hidup, bagaimana kita bisa menikmati juga mencintai suatu karya, dan menekankan kepercayaan tentang makna dari hidup itu sendiri. Sophia sendiri merupakan keyakinan yang akan mendorong seseorang untuk lebih memahami diri mereka sendiri atau bahkan sisi lain dari diri mereka, oleh sebab itu Sophia cenderung menekankan hal-hal yang bersifat pribadi atau personal. Seseorang yang memiliki Sophia cenderung akan memahami diri mereka dan bisa menjadikan mereka sebagai seorang yang lebih yakin akan diri sendiri dan menikmati hidup mereka. Kecintaan dalam berkarya menjadi motivasi yang membuat mereka lebih berani untuk mengekspresikan apa yang mereka rasakan dan inginkan dalam kehidupan. 

Dalam Arsitektur Sophia menjadi bagian fundamental bagi kehidupan personal seorang arsitek dimana mencintai karya dan proses sudah pasti menjadi hal yang wajib agar mereka bisa lebih piawai dan berani untuk mengungkapkan perasaan mereka melalui karya. Selain itu seorang yang memiliki Sophia akan lebih mudah melakukan penerapan dari kecerdasan episteme, phronesis, dan techne karena seperti yang sudah saya sebutkan tadi kalau mereka menikmati dan mencintai apa yang mereka lakukan. 

Berdasarkan dari penjabaran pemahaman saya terkait keempat kecerdasan ini dapat dilihat apabila semua kecerdasan tersebut bisa didapatkan namun tidak bisa secara langsung karena kecerdasan tersebut hanya bisa didapatkan pada tahap-tahap tertentu. Pada masa kuliah episteme dan sophia merupakan kecerdasan yang bisa diraih saat masa kuliah dan masih bisa dikembangkan lagi kedepannya. Sedangkan techne dan phronesis cenderung didapatkan pada saat bekerja. Namun ini Kembali lagi pada masing-masing individu karena setiap individu pasti memiliki prinsip berbeda yang nantinya mempengaruhi di tahap mana mereka dapat memiliki keempat kecerdasan tersebut. 

Setelah memahami pengertian dari komponen-komponen dari nous. Bagi saya ada beberapa pengaruh yang bisa saya rasakan setelah memahami dan mencoba untuk membangun pola pikir nous tersebut dalam kehidupan perkuliahan saya. Namun untuk hasil secara garis besar masih belum begitu signifikan karena saya pribadi belum banyak menerapkan prinsip-prinsip yang terdapat pada nous. 

Yang pertama Shopia, dibandingkan dengan tiga prinsip atau kecerdasan sebelumnya menurut saya pribadi Sophia cukup memberikan pengaruh kepada kehidupan kampus saya. Setelah memahami apa itu shopia saya mencoba untuk menerapkannya dengan cara mencoba mencintai setiap proses pembelajaran saya, proses mengerjakan tugas-tugas studio dan beberapa hal-hal lainnya yang berkaitan dengan perkuliahan. Sophia mengajarkan saya untuk selalu mencoba untuk menghargai apapun yang sudah saya buat dan menghargai setiap proses yang sudah saya buat untuk menghasilkan suatu karya. Walaupun saya belum menghasilkan karya namun saat ini saya berada dalam tahap untuk menghasilkan suatu karya. Setelah mencoba untuk menghargai proses tersebut dan tujuan karya tersebut saya menjadi lebih terbuka dengan saran-saran yang ada dan lebih berani untuk memperlihatkan proses karya saya. Karena saya tahu karya saya nantinya akan bisa dilihat dan dinikmati oleh orang lain sehingga karya tersebut tidak hanya berasal dari pemikiran pribadi saya, melainkan berdasarkan pemikiran pribadi yang digabungkan dengan saran dan masukan orang lain yang kemudian saya kembangkan lagi agar bisa mendapatkan suatu tujuan karya yang ingin saya capai. Proses ini memang cukup sulit namun dengan adanya shopia, saya belajar untuk mengharga setiap proses tersebut.

Lalu yang kedua adalah episteme, episteme yang merupakan bagian penting menjadi salah satu selain shopia yang menurut saya cukup mempengaruhi pola pikir dan kehidupan saya di perkuliahan. Cara episteme bekerja dalam kehidupan kuliah saya adalah mendorong saya untuk memaksimalkan penyerapan materi maupun teori yang bisa saya dapatkan karena episteme mengajarkan saya untuk memahami konsep-konsep Teknik yang belum pernah saya dapatkan. Selain itu episteme juga mendorong saya untuk mencoba memahami apabila suatu arsitektur itu selalu memiliki konteks dan Sejarah dan itu perlu suatu Analisa dimana Analisa ini merupakan suatu proses untuk mencapai suatu kecerdassan episteme.

Kemudian yang terakhir Phronesis, phronesis memiliki porsi paling sedikit dibanding ketiga kecerdasan sebelumnya. Dimana cara phronesis berkerja dalam kehidupan kuliah saya adalah sebagai motivator untuk mencoba menjadi seorang yang lebih pandai dan tenang dalam menghadapi suatu situasi yang bersifat mendadak ataupun tidak ada dalam perencanaan saya. Sejauh ini saya belum banyak mengalami hal tersebut akan tetapi ada satu waktu saat studio perancangan dimana saya diharuskan menjelaskan proses dari pengerjaan saya. Bagi saya pribadi ini bukan masalah besar hanya saja bagaimana cara saya menjelaskannya menjadi suatu barrier buat saya sendiri. sehingga semenjak saat itu saya mencoba untuk menerapkan phronesis untuk membantu saya agar lebih matang Ketika nantinya diletakkan pada situasi yang serupa lagi

kemudian untuk techne sendiri saya belum merasa adanya perubahan yang saya alami karena saya masih bergumul dengan kedua kecerdasan yang menjadi dasar hubungan techne. Seperti yang sudah saya jelaskan sebelumnnya apabila techne merupakan bagian akhir atau suatu kesimpulan dari phronesis dan episteme. 

Akhir kata menurut saya Nous merupakan suatu konsep pemikiran yang sangat dibutuhkan oleh seorang arsitek yang sudah harus dibangun semenjak perkuliahan. Seperti apa yang dikatakan bapak Archica Danisworo kepada saya apabila masa mahasiswa adalah masa dimana saya harus banyak melakukan explore bagian ini sangat relevan dengan episteme yang mendorong seseorang untuk mendalami semua ilmu yang bisa didapatkan. Dan yang terpenting Ketika lulus nanti besar kemungkinan sulit untuk membangun atau menanamkan Nous pada seorang individu. 

Kategori
Teaching Tugas 2 - Reflection

Rudy Winata – Reflection

Menurut saya, Nous itu adalah salah satu cara kita untuk mengetahui ciri khas seseorang. Karena setiap orang akan memiliki nous yang berbeda beda. Jadi nous ini bisa dibilang gabungan dari beberapa sifat dari manusia yang nanti nya menjadi sifat atau ciri khas pada manusia itu sendiri. Lalu nous ini memiliki 4 kecerdasan yang berbeda, yaitu: Sophia, Episteme, Techne, Phronesis. Ke empat kecerdasan ini lah yang nanti nya akan bergabung menjadi nous/ciri khas manusia.

Yang pertama adalah episteme, episteme yang biasa kita bilang adalah ilmu pengetahuan memiliki porsi yang paling besar di keempat kecerdasaan ini. Salah satu contoh nya adalah, kita dari TK hingga sekarang kita masih mempelajari atau menuntut ilmu pengetahuan. Karena dengan ilmu pengetahuan kita akan lebih mengetahui banyak hal. Lalu kita juga banyak mendengar, kita akan selalu mendengar orang lain membicara kepada kita mau itu dari orang yang lebih tua hingga anak anak kecil. Kita akan selalu mendapat masukan dari orang lain maupun itu nasihat atau perintah dari orang lain. Contoh nya adalah kita di rumah akan selalu mendengarkan orang tua kita berbicara atau pun menceritakan masa lalu mereka. Dan itu akan sangat berdampak sengan hidup kita karena kita akan merasa lebih mengenal keluarga kita. Contoh selanjutnya yang berada di lingkungan sekarang atau kuliah adalah, mendengari dosen dosen menjelaskan atau ceramah di depan kelas. Dengan mendengari dosen tersebut kita akan lebih mengetahui apa yang kita pelajari di kelas dan akan lebih paham dengan materi yang di beri oleh dosen tersebut. lalu yang selanjutnya kita tidak hanya membutuhkan ilmu pengetahuan untuk menjadi orang yang sukses. 

Kita juga harus memiliki pengalaman kerja/lapangan, karena itu akan membuat kita lebih paham di dunia kerja. Maka kecerdasan yang akan di jelaskan selanjutnya adalah, Phronesis.

Phronesis ini adalah salah satu kecerdasan kita untuk membuat suatu taktik yang nantinya akan digunakan di dunia nyata atau dunia kerja. Karena memiliki suatu taktik akan lebih memastikan untuk berhasil di suatu hal maupun itu di kehidupan sehari hari maupun kehidupan saat kuliah, kita akan membutuh kan taktik agar bisa berhasil lebih lancar. Salah satu contoh nya adalah jika kita menginginkan untuk pergi keluar kota menggunakan kendaraan darat, maka kita akan mencari waktu yang dimana kondisi jalan nya tidak macet agar kita bisa sampai pada tujuan lebih cepat atau tidak terjebak macet. Contoh selanjutnya adalah, karena saya dulu nya pernah mengikuti lomba lomba di bidang olahraga basket, maka saya mengerti bahwa memiliki suatu taktik itu sangat penting. Apalagi dalam permainan basket itu akan ada 5 orang di dalam lapangan tersebut main bersamaan. 

Maka kita akan membutuhkan taktik bagaimana kita melakukan penyerangan pada gawang musuh, dan bagai mana kita bisa menghentikan musuh untuk mencetak poin di gawang kita. Kita tidak bisa bergantungan hanya dengan skill masing masing. Karena jika kita hanya bergantungan dengan skill masing masing, kita akan susah mencetak poin dan akan susah untuk memenangkan pertandingan tersebut. maka kita saat bermain basket kita sangat membutuhkan coach yang bisa memberi kita taktik untuk dipelajari dan digunakan saat dalam pertandingan tersebut. lalu contoh selanjutnya adalah saat di dalam dunia perkuliahan arsitektur sekarang yang sedang di jalanin oleh saya. 

Menurut saya, taktik di dunia perkuliahan ini sangatlah penting bagi semua mahasiswa, karena dengan ada nya taktik kita akan lebih mudah untuk melanjutkan perkuliahan kita. Contoh nya adalah menyusun waktu kita agar lebih efisien dalam melakukan hal hal/ tugas tugas yang diberikan. Dengan Menyusun jadwal jadwal dan melakukan nya sesuai denga napa yang dijadwal, kita akan merasakan bahwa kita berhasil mengerjakan tugas tugas tersebut lebih efisien dari pada kita yang tidak menggunakan taktik atau time table yang sudah di buat oleh kita sendiri. Tidak hanya di dunia olahraga basket atau dunia perkuliahan saja yang membutuhkan taktik. Kita juga akan menggunakan taktik dalam dunia perusahaan juga, nbagaimana kita bisa menahankan produk atau jasa yang kita sediakan agar bisa bertahan lama dan masi laku. Maka karena itu dengan ada nya taktik dan ilmu pengetahuan akan lebih memudahkan kita untuk membuat atau menjalankan suatu perusahaan.

Kecerdasan selanjutnya adalah Techne, techne sendiri adalah hasil dari gabungan apa yang sudah kita lakukan dari kecerdasan episteme dan kecerdasan Phronesis. Tentu saja jika kita sudah melakukan mencari ilmu pengetahuan dan taktik taktik yang padat, maka kita juga harus mencoba nya agar mengetahui apakah hal yang sudah kita rencanakan dan pelajari bisa digunakan untuk kerja? Maka karena itu kita harus mencoba nya. Salah satu contoh dari techne adalah salah satu pembelajaran yang sedang kita pelajari adalah AD atau yang biasa disebut Architecture Design.

 Architecture design sendiri adalah contoh mata kuliah dimana dilaksanakan didalam studio lalu membuat hasil apa yang sudah kita pelajari dari pelajaran Design Thinking atau DT dan taktik taktik yang sudah direncanakan untuk mengeksekusikan proyek atau miniature yang ingin dibuat. Maka dengan ada nya techne, ini kita akan mengetahui proses caranya bagaimana kecerdasan Episteme dan kecerdasan Phronesis bisa dilakukan secara bersamaan dan menghasilkan sebuah miniature atau proyek kecil yang nanti nya akan di nilai oleh dosen dosen mata kuliah Architechture Design. Mungkin tidak hanya di dunia perkuliahan saja yang menggunakan kecerdasan Techne, ada juga contoh lainnya yang kita gunakan dalam kehidupan sehari hari kita, yaitu menggunakan keahlian diri sendiri untuk melakukan hal tersebut. contoh nya adalah jika kita lagi bermain basket tentu saja orang yang sudah lama bermain dan berlatihan akan lebih menonjol dari pada orang yang jarang main bahkan masi pemula dalam permainan basket. Maka karena itu orang yang sudah lebih ahli secara tidak langsung akan bermain lebih ahli. Lalu jika di dalam kehidupan perkuliahan juga bisa saat seseorang yang sudah ahli dalam pelajaran itu, dia akan memiliki nilai yang tinggi dan tidak kesusahan. Maka dia akan bisa meluangkan waktu untuk mengajar atau membantu teman lainnya yang tidak terlalu mengerti pada mata kuliah tersebut. lalu yang terakhir adalah Sophia.

Shopia adalah salah satu kecerdasan yang dimana lebih melihatkan passion atau kegemaran dari seseorang dalam melakukan suatu hal. Didalam kehidupan kita, pasti memiliki kegemaran tersendiri, mungkin juga ada beberapa orang atau suatu kelompok yang memiliki kegemaran yang sama. Tetapi pada umumnya hal hal yang disukai sama semua orang itu akan berbeda beda. Contoh nya aka nada orang yang sangat mencintai untuk menjadi seorang arsitek, ada juga orang yang sangat mencintai menjadi orang penting seperti pemerintahan, kementrian, dan lain lain, dan ada juga yang suka bermain sepak bola, bola basket, bulu tangkis. Semua orang akan memiliki kegemaran yang berbeda dari orang lain. 

Salah satu contoh nya adalah, didalam kehidupan menjadi seorang mahasiswa BINUS dengan jurusan Arsitek yaitu, didalam jurusan arsitek memiliki banyak mata kuliah yang berbeda beda, dan ada juga yang berhubungan. Tentu saja ada orang yang memiliki kegemaran dengan salah satu mata kuliah tersebut. contoh nya ada orang yang menyukai pelajaran Architecture Design karena menurut mereka, Saat mata kuliah Architecture Design itulah dimana ia bisa menuangkan apa yang ada dipikiran nya dan membuat nya menjadi sebuah miniature atau sebuat maket. Dan pastinya ada juga orang yang tidak menyukai mata kuliah Architecture Design tetapi mereka menyukai mata kuliah History of Architecture, karena menurut dia menghafal dan memahami sejarah sejarah dari asal arsitek yang sekarang menjadi arsitek kuno, seperti Egypt, Yunani, Romawi, bangunan style Medieval, Gotham dan banyak lagi. Menurut mereka pasti lebih menyenangkan untuk belajar sejarah dari bangunan bangunan kuno yang ada di berbagai negara tersebut. maka menurut saya keempat kececrdasan ini sangat lah penting untuk manusia mencapai atau meraih apa yang mereka inginkan. Dan pasti nya semua orang memiliki cara sendiri, ciri khas sendiri, dan tujuan tersendiri. 

Makan denga nada nya keempat kecerdasan ini akan sangat membantu untuk seseorang agar mencapai atau mengetahui siapakah dirinya sebenarnya. Mereka akan lebih mengenal mereka sendiri, mengetahui kekuatan dia, kelemahan yang ia miliki, hal hal yang dia suka lakukan dan hal hal yang dia tidak sukai melakukannya. Lalu dengan ada nya keempat kecerdasan, ini akan menyeimbangkan semua nya agar nantinya terbentuklah Nous dari seseorang. Karena itulah kadar Nous seseorang itu akan berbeda beda, karena semua orang pastinya ada cara tersendiri untuk melakukan proses agar mencapai hingga keinginan atau goal mereka masing masing. 

Jadi kesimpulan yang saya dapatkan dalam membuat essay tentang noun dengan empat kecerdasan nya. Saya menyadari bahwa noun itu sangat lah penting dan kita sendiri tidak menyadarinya bahwa kita sudah melakukan keempat kecerdasan dan noun itu. Banyak hal yang kita lakukan setiap hari itu adalah contoh contoh dari kecerdasan Noun tersebut. salah satu contoh dari kecerdasan yang sudah kita lakukan di kehidupan sehari hari adalah, mengikuti dunia perkuliahan arsitektur. Karena dengan mengikuti perkuliahan arsitektur kita mempelajari banyak hal seperti sejarah nya bangunan bangunan yang berada di negara lain hal ini adalah kecerdasan episteme. Lalu untuk contoh Phronesis adalah kita membuat jadwal keseharian kita dengan tujuan untuk membuat pekerjaan kita lebih efesien. Lalu contoh dari Techne adalah, didalam pelajaran matakuliah Architecture design kita mempelajari bagaimana kitab isa menuangkan ide ide kita untuk menjadi suatu miniature atau maket. Lalu yang terakhir adalah kecerdasan Sophia, kegemaran dalam pelajaran mata kuliah yang telah di sediakan oleh BINUS. 

Maka karena itu kita sendiri tidak menyadari bahwa hal hal yang biasanya kita lakukan sehari hari itu sudah termasuk di keempat kecerdasan noub tersebut. maka karena itu menurut saya dengan perbedaan perbedaan kegemaran seseorang, itu lah yang membuat Nous itu menjadi ciri khas dari manusia.

Kategori
Teaching Tugas 2 - Reflection

Saint Noah – Reflection

Bagi saya mata kuliah introduction to architecture merupakan mata kuliah dimana kita bisa keluar dari zona nyaman kita sebagai seorang mahasiswa yang setiap hari nya mengkonsumsi materi yang hanya diberikan oleh binus, tidak hanya mendapatkan ilmu saja dari materi ajaran tetapi saya juga mendapatkan ilmu baru yang bisa saya terapkan dalam kehidupan saya, dimana saya bisa belajar menjadi pribadi yang lebih berani dan memiliki kemauan lebih untuk berkembang, di mata kuliah ini saya senang bertemu dengan Pak Realrich Sjarief yang di setiap pertemuan nya ada hal yang dapat saya pelajari dari beliau. Salah satu bahan ajaran yang diajarkan adalah Nous yang merupakan suatu pengetahuan yang baru dalam hidup saya, dan ini merupakan suatu pengalaman yang menarik bagi saya dimana saya mendapatkan ilmu baru dan tentunya berguna bagi saya.

Saya akan memulai dari pengertian Nous itu sendiri, dalam filsafat Yunani kuno, “nous” memiliki arti akal budi atau pikiran yang bijak, yang sering dianggap sebagai kemampuan intelektual yang tinggi atau kebijaksanaan spiritual. Dalam konteks ini, “nous” tidak hanya merujuk pada suatu kelompok orang, tetapi lebih kepada tingkat pemikiran atau kebijaksanaan tertentu. Nous atau konsep kebajikan ini menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari kita, khususnya dalam bidang pendidikan dan arsitektur. Nous dibagi menjadi 4 kuadran besar yaitu Sophia, Episteme, Techne, dan Phronesis. Setiap kuadran memiliki arti penting nya sendiri. Keempat kuadran ini juga yang dapat membantu saya dalam menyikapi dan menjalani kehidupan mahasiswa saya di jurusan arsitektur ini. Apabila kita dapat menguasai keempat kuadran ini maka kehidupan yang kita jalani dapat kita maknai dengan baik.

Untuk kuadran pertama yaitu adalah sophia yang memiliki arti tentang sebuah pemahaman mendalam tentang pertanyaan – pertanyaan besar dalam kehidupan, dan makna dari kehidupan itu sendiri. Dalam dunia pendidikan merupakan ranah yang lebih personal yang membentuk keberanian & kecintaan dalam berkarya, dalam arti luas nya kita memiliki rasa cinta dan bangga dalam melakukan suatu hal atau menjalani kegiatan sehari – hari kita entah itu di dalam pekerjaan yang menghasilkan karya maupun pendidikan kita. Sophia juga memiliki arti believe atau kepercayaan juga keberanian, pencarian juga pemahaman mendalam dalam mendalami makna sebuah kehidupan, kebijaksanaan spiritual, dan pemahaman mendalam tentang realitas atau keberadaan kita di dunia ini. Dalam arti pendidikan sophia memiliki arti kebijaksanaan atau pemahaman yang mendalam tentang pengetahuan. Ini mencakup lebih dari sekadar informasi atau fakta-fakta; “sophia” mencakup tingkat kebijaksanaan dan pemahaman yang lebih luas, seringkali berhubungan dengan pemikiran kritis, refleksi, dan pemahaman inklusif terhadap dunia. Sophia menjadi dasar bagi kita dalam mencari seorang role model dalam hidup, terkhususnya untuk saya sebagai mahasiswa semester 1 jurusan arsitektur yang seharusnya memiliki sophia dalam kehidupan perkuliahan saya, karena dengan sophia saya dapat memaknai dan mencintai apa yang saya lakukan dan akan menghasilkan karya yang terlahir dari rasa cinta saya terhadap dunia arsitektur.

Sophia menjadi hal mendasar dalam menjalani suatu hal. Dengan rasa cinta dan pemaknaan mendalam dapat menghasilkan karya yang memiliki jiwa tersendiri. Pemaknaan sophia dalam pencarian role model dapat dimanifestasi dalam proses pencarian karena adanya “sophia” menjadikan kita memiliki pemahaman yang mendalam tentang kehidupan, nilai-nilai moral, dan bagaimana menjalani hidup dengan bijaksana. Pemilihan role model dapat dipandu oleh dorongan untuk mengembangkan diri, mengejar kebijaksanaan, dan mencari arahan dari seseorang yang telah menunjukkan tingkat pemahaman yang tinggi dalam aspek-aspek tertentu. Pencarian role model dengan “sophia” juga dapat mencerminkan keinginan untuk memahami dan menerapkan nilai-nilai kebijaksanaan dalam kehidupan sehari-hari, sebagaimana diinspirasi oleh contoh yang diwakili oleh role model tersebut. 

Seorang role model pasti juga memiliki “sophia” dalam hidupnya dengan adanya sophia atau kecintaan dan keberanian dalam karyanyalah yang membuat dirinya bisa menjadi seorang yang dapat bermanfaat dan menginspirasi banyak orang. Pada intinya “sophia” memiliki peran penting dalam mengawali dunia perkuliahan saya. Saya harus mencintai, mendalami, memahami, dan mempercayai apa yang saya lakukan dan saya jalani. Dengan ada nya rasa cinta terhadap apa yang saya lakukan akan membuat masa dunia perkuliahan saya dapat saya jalani dengan rasa suka dan menghasilkan karya yang terbaik selama masa perkuliahan ini.

Kuadran ketiga merupakan “episteme” yang merupakan sebuah tahap ataupun sebuah fase dimana kita memperoleh pengetahuan dari hasil penelitian kita, melalui studi yang sistematis, metode – metode ilmiah, dan juga menganalisis data. Episteme pada intinya adalah memiliki pengetahuan – pengetahuan dalam dunia perkuliahan dalam proses nya yang dilakukan dengan cara penelitian dan pengamatan. Episteme atau ilmu pengetahuan memiliki porsi paling besar dalam dunia pendidikan, karena didunia pendidikan kita lebih banyak belajar dengan mendengarkan, ilmu yang kita dapat dari penjelasan – penjelasan yang diberikan oleh dosen dapat membantu kita dalam memperoleh informasi atau data yang valid, atau dalam arti lain terverifikasi dari seorang ahli atau dosen yang mengerti dalam bidang atau hal yang kita pelajari, contohnya adalah saya yang dalam satu minggu terdapat 5 hari dimana saya harus pergi kuliah untuk mendengarkan para pengajar memaparkan materi dan sebagai seorang mahasiswa yang baik tentu saja saya harus mendengarkan dan menyerap ilmu yang diberikan oleh dosen pengajar.

Dalam konteks pendidikan perkuliahan sebagai seorang mahasiswa arsitektur, “episteme” dapat diartikan sebagai pemahaman mendalam tentang prinsip-prinsip dasar arsitektur, teori-teori terkait, dan pendekatan yang diterapkan dalam perancangan dan konstruksi. Saya sebagai mahasiswa arsitektur belajar untuk memahami konsep-konsep teoritis, sejarah, dan prinsip-prinsip yang mendasari praktek arsitektur. Ketika saya sebagai mahasiswa arsitektur belajar “episteme” dalam perkuliahan, saya dapat mengembangkan landasan pengetahuan yang kokoh untuk memahami sejarah arsitektur, teori desain, dan inovasi dalam bidang arsitektur. Dengan memiliki pemahaman “episteme” ini, saya dapat mengembangkan kemampuan untuk merumuskan dan memahami ide-ide arsitektural secara lebih mendalam. Penting juga bagi saya untuk memahami bahwa “episteme” dalam konteks arsitektur tidak hanya berfokus pada teori semata, tetapi juga melibatkan pemahaman tentang bagaimana teori tersebut dapat diterapkan dalam praktik perancangan dan konstruksi bangunan “techne”. Sehingga, “episteme” memainkan peran penting dalam membentuk landasan intelektual dan pemahaman yang lebih luas bagi saya mahasiswa arsitektur dalam perjalanan akademis dan profesional saya kedepannya nanti.

Mari kita beralih untuk membahas kuadran Nous yang ketiga yaitu “techne”, penting untuk dipahami bahwa rasa cinta atau “sophia” dan pengetahuan yang didapat dari proses studi dan penelitian “episteme”  juga harus direalisasikan dalam bentuk tindakan. Dapat dipahami bahwa “techne” dalam konteks pendidikan mungkin merujuk pada keterampilan atau keahlian praktis yang diperoleh melalui pembelajaran langsung, seperti dalam studio desain atau kuliah praktik yang kita lakukan sebagai seorang mahasiswa, terkhususnya saya yang merupakan mahasiswa jurusan arsitektur, penerapan “techne” dilakukan dalam kegiatan kelas studio. Techne disimulasi kedalam studio desain, yang diperkuat dengan kuliah praktik dan profesi. Walaupun “techne” atau pembelajaran ini terhitung optional, dalam kata lain kebijakan atau gaya pembelajaran setiap universitas bisa berbeda – beda. Beruntung nya saya memilih Binus sebagai universitas yang saya percaya untuk mendidik saya dan mengarahkan saya untuk menjadi mahasiswa arsitektur yang tidak hanya bisa dalam hal teori arsitektur tapi juga bisa merealisasikan nya dalam berbagai teknik dan penerapan proses penciptaan sebuah proyek arsitektur. Dalam konteks ini yang saya maksud adalah adanya kelas Architectural Design, dan juga Building Technology yang dimana kelas pada kedua mata kuliah ini dilaksanakan dalam kelas studio, sehingga saya bisa merasakan langsung tahapan – tahapan seorang arsitek dalam menciptakan karya. 

Dimulai dari hal kecil seperti menggambar, dan juga mendesain. Techne merupakan hal penting dalam dunia perkuliahan karena dengan adanya techne kita dapat terjun dan merasakan langsung bagaimana rasanya menjalani sebuah profesi dan juga kita bisa melihat para ahli dalam menjalani profesinya.

Kuadran terakhir dan menjadi kuadran yang paling kompleks dalam memaknai Nous dalam kehidupan dunia perkuliahan sebagai mahasiswa arsitektur adalah “phronesis” merupakan sikap taktikal yang diterapkan dalam setiap tindakan. Phronesis juga memiliki arti dalam dunia pendidikan perkuliahan dimana kita sebagai mahasiswa harus memiliki jiwa kepemimpinan, memahami dinamika tim, dan sigap dalam mengambil keputusan. Juga memiliki keterampilan mengambil keputusan etis dalam keadaan yang kompleks. Namun di dunia pendidikan perkuliahan saya ini yang didominasi oleh gaya belajar mendengarkan, ruang untuk melatih kecerdasan taktikal sangat sedikit. Hal ini menimbulkan gap atau celah yang terbentuk antara pelajaran di universitas & dunia praktik secara langsung.

Menurut saya mata kuliah “Introduction to Architecture” bukan hanya sekedar penyampaian materi kuliah biasa tapi sebaliknya, itu adalah pengalaman yang mendalam dan banyak hal baru bagi saya. Dalam ruang lingkup perkuliahan ini, dimana saya sebagai mahasiswa merasa mampu melebihi batas kenyamanan saya dan memperoleh pengetahuan yang dapat diaplikasikan secara praktis dalam kehidupan sehari-hari saya. Saya didorong untuk terus maju dan tidak takut terhadap tantangan yang selalu datang dan berlalu, terutama pada saat melakukan tugas mewawancarai arsitek profesional yaitu Bapak  Ir. H. Achmad Noerzaman, MM. IAI yang merupakan praktisi arsitektur professional di Indonesia yang sudah mendapatkan banyak penghargaan. Tugas ini menjadi hal baru dan tantangan sendiri bagi saya yang tidak pernah melakukan wawancara terhadap orang luar yang belum saya kenal. Tentu saja hal ini merupakan hal positif bagi saya yang menjadi tombak pendorong bagi saya untuk terus maju dan berani menghadapi realita dunia. Salah satu inti materi dari pengajaran mata kuliah ini terletak pada konsep “Nous,” yang mencakup empat elemen penting yaitu Sophia, Episteme, Techne, dan Phronesis. Keseluruhan konsep ini membimbing saya sebagai mahasiswa dalam menyikapi tantangan kehidupan perkuliahan dan membantu saya mengembangkan potensi diri saya

Sophia, sebagai kebijaksanaan mendalam, memberikan fondasi yang kuat dalam mencari role model dan menumbuhkan cinta terhadap arsitektur. Dalam konteks pendidikan, Sophia tidak hanya tentang pengetahuan dan informasi, tetapi juga mengenai pemahaman mendalam terkait pertanyaan besar dalam kehidupan dan makna yang dapat diambil dalam kegiatan perkuliahan. Saya belajar untuk membentuk keberanian dan kecintaan dalam berkarya, membawa rasa bangga dan cinta terhadap kegiatan sehari-hari saya sebagai mahasiswa jurusan arsitektur. Pemahaman Sophia juga mencakup kepercayaan, keberanian, serta pencarian dan pemahaman mendalam tentang kehidupan dan kebijaksanaan spiritual.

Selanjutnya, Episteme, sebagai ilmu pengetahuan, menduduki peran berkelanjutan dalam pendidikan perkuliahan. Ini membentuk landasan pengetahuan yang kokoh bagi saya mahasiswa arsitektur, memperkenalkan kepada prinsip-prinsip dasar arsitektur, teori-teori terkait, dan pendekatan dalam perancangan dan konstruksi. Dalam prosesnya, saya mengembangkan pemahaman mendalam tentang konsep-konsep teoritis, sejarah, dan prinsip-prinsip yang mendasari praktek arsitektur. Episteme tidak hanya mengejar informasi, tetapi juga mendorong saya sebagai mahasiswa untuk mengembangkan pemikiran kritis, refleksi, dan pemahaman inklusif terhadap dunia.

Techne, sebagai keterampilan praktis, diwujudkan dalam studio desain dan kuliah praktik. Sebagai mahasiswa arsitektur kita tidak hanya dituntut untuk mendengarkan saja, tetapi mereka juga terlibat secara langsung dalam simulasi proses kreatif dan praktik profesional. Penerapan Techne terlihat dalam kelas Architectural Design dan Building Technology, di mana saya merasakan secara langsung tahapan-tahapan seorang arsitek, mulai dari menggambar hingga merancang. Saya bangga memilih Binus sebagai universitas yang menaungi saya sebagai mahasiswa arsitektur, karena gaya pembelajaran dan kebijakan universitas mendukung mahasiswa arsitektur untuk tidak hanya menguasai teori arsitektur, tetapi juga merasakan pengalaman nyata dalam proses penciptaan proyek arsitektur.

Namun, dalam dinamika pendidikan perkuliahan yang didominasi oleh gaya belajar mendengarkan, menghadirkan tantangan bagi saya untuk mengaplikasikan Phronesis, atau kebijaksanaan praktis dalam pengambilan keputusan. Saya harus menerapkan dan membiasakan jiwa kepemimpinan, pemahaman dinamika tim, dan keterampilan mengambil keputusan etis dalam keadaan kompleks. Meskipun pengalaman ini tidak sejalan sepenuhnya dalam gaya belajar yang saya jalani sehari-hari, tetapi saya tetap saja harus memiliki keinginan lebih untuk berkembang agar dapat memiliki sense bertindak secara taktikal dalam pengambilan keputusan.

Secara keseluruhan, “Nous” yang diajarkan mata kuliah Introduction to Architecture ini memberikan landasan pengetahuan beragam bagi saya sebagai mahasiswa arsitektur. Saya diajak untuk meresapi kebijaksanaan dalam semua aspek kehidupan perkuliahan, dari pemahaman mendalam hingga penerapan keterampilan praktis. Pengalaman ini mempersiapkan saya untuk menghadapi dunia arsitektur dengan pemahaman yang mendalam, keterampilan praktis yang kuat, dan kemampuan untuk mengambil keputusan taktikal.

Kategori
Teaching Tugas 2 - Reflection

Shofia Khalifah – Reflection

Nous is the balanced form of the four types of knowledge according to the Aristoteles in the sixth book of Nichomachean Ethics. Nous itself is the human “intuition” or the human’s perception to uncover the truth and acquire knowledge. Nous is divided into four: Techne (Art), Episteme (Theoretical Knowledge), Sophia (Philosophical Wisdom), and Phronesis (Practical Wisdom). 

Techne circulates knowledge that has to do with creativity and craftwork. This knowledge is mobilized in studio hours where a student will create a design and present the results of their creative thinking to their lecturers. Episteme covers the theoretical knowledge that humans usually acquire in school and university for most of their lives. Sophia covers the philosophical mind and a person’s love and passion for something. It also covers moral and philosophical knowledge in society. And lastly, Phronesis covers practical wisdom that is used every day for economic, social, and political issues. For example, a person’s way of handling problems, challenges and crises on the way would fall into the categories where Phronesis would be mobilized.

Personally, I don’t think I am perfectly balanced in all four and neither is any human my age. But I would say that I tend to go more to the aspects in the Sophia and Techne quadrant. It isn’t to say I will never get better in the rest of the quadrants, but I haven’t really found the “sweet point” for both Episteme and Phronesis due to the lack of experience in both fields regarding architecture. 

To start it off, Episteme would be the quadrant that everyone would be familiar with. Being in the first semester and away from the place I call home, I have not fully adapted to “university life”. Studying in high school and in university is vastly different in terms of how to study and how to build motivation to study. The gaps could be created because in high school, we are so used to learning everything through tutors and teachers. Lecturers are there to introduce the material to you, but other than that you need to use your own knowledge to conclude the given materials by yourself. This may be what hinders me in the Episteme quadrant. Not to say that I don’t have confidence, but I do think I need a little more time to get used to studying and learning in terms of theoretical knowledge by myself. 

COVID-19 during most of the school years also played a big pivotal role and made my study habits very off and it feels like I don’t understand how to study anymore. However, I am trying to get better and develop healthy study habits by starting to optimize my time management.

I haven’t had much trouble in understanding certain subjects regarding theory. But I would have to say the materials to base from learning is very limited. I am not referring to the knowledge that I can find is limited, but rather the references needed from the lecturers. Although learning about everything about a certain topic is quite tempting, the uncertainty of it being on a test is quite nerve-wracking. Plus, with all the assignments that us students have already received, not a lot of time is on our hands to study only one topic. And to top it all off, we also need our downtime since having all of that thrown in our face for the first two months of university, it gets overwhelming for us. We’re not robots and we will need extra space to breathe and process all of it at once. A very strong opinion, but I do feel the need to say that occasionally.

Another reason that I may be a bit limited, is that I process materials better in English and can better articulate myself in English—as I am doing right now. It has been a particular habit of mine back in high school to study materials delivered in Indonesian with notes that I translate in English and base my notes off the materials found in English. In BINUS, the materials in the PowerPoint will be in English though oftentimes, there are lecturers who present an updated PowerPoint, and the materials will be in Indonesian and don’t share the slides to us students. This creates a gap between the materials delivered and the materials that we study and won’t deliver the optimal understanding that we will need to understand the overall theory.

Secondly, Phronesis may be the quadrant that new architectural students would have the least experience on. There is very little exposure on complex problems that an architect would face in their designs. For example, problems in the electrical system, plumbing system, and structural system. The assignments are still centralized in design problems and lean more to the Techne quadrant rather than Phronesis. Still, things like time management, group assignments, and financial management fall into the Phronesis quadrant category. With that in mind, I feel like I am adjusting well enough in these first two months of university albeit a few bumps here and there. 

Phronesis itself has a lot of subcategories that imply judgement onto oneself, onto political and social engagement, and onto economics and I am sure that I am no master of Phronesis in these three subcategories. I have never lived truly alone before, in a place that I am not familiar with and am expected to encounter a lot of problems along the way. This causes me to be “forced” into the Phronesis mindset of tactical thinking in various ways. 

Techne would be a quadrant that I am not entirely sure of since I have so much to learn. Designs are very relative, and the input varies on which opinion the design would be based on. But I am confident on the fact that I will improve. I have always loved creating, whether it be using colored paper, painting, or making a house out of cardboard boxes and it is one of the things I really look forward to in architecture. The Techne quadrant itself is one of the motivations to keep doing architecture and is where the foundation of my Sophia quadrant lies. 

For the Sophia quadrant itself, I chose architecture because of my interest and love for architecture. Architecture is not an easy prospect, I admit. But I am willing enough to learn and struggle within the field even though I know very well that architecture is not easy to learn or do. I am not a thorough person in general, but I believe that through architecture I may learn to be not only a thorough person but a person who is understanding, communicative, creative, sharp, and observative in nature. 

Architecture is also the field that I believe I would love working in the most. It doesn’t only focus on design, but it also focuses on the impact it can bring into the environment and the impact it can bring to the people who interact with the building. It focuses on a lot of fields at once and requires a lot of research and learning that I love to do! It also requires a lot of practical work and calculating that makes it a bit scary to approach a first. But in time, I believe that I can be able to do it. A lot of care and work is put into a single building. That’s why I have no doubt that despite the chaotic working conditions, I can strive and be happy and proud on what I do as an aspiring architect in the future.

To be completely honest, even though I claim to be inclined to the Sophia quadrant, I struggle with motivation and even self-doubt when it comes to architecture. As I said, architecture isn’t easy, and all the assignments given felt a bit hard for me at first. I doubted about my decision and even now feel a bit burnt out. Maybe due to homesickness, maybe due to feeling out of place, maybe due to the fact I haven’t adjusted myself to the chaotic lifestyle an architecture student would have. Nonetheless, I believe I can get through it because I’m passionate enough to start learning about architecture. I believe I will be able to get through this rough start and start loving it more with the highs, the lows, and the satisfaction of project completion in the future.

In conclusion, I still have a long way to go. There are lots of things that I need to fix and learn for my Nous to be in a balanced and optimum state for me to carry on making the best decisions for my life and for myself in architecture. I feel like it would be a stretch for me to desire to be able to balance all four aspects when I still have a long journey to go. So I will decide to take small steps one by one and improve myself in all aspects slowly, taking all the time I need to be better in the future.

Kategori
Teaching Tugas 2 - Reflection

Siti Nur Assyifa Zuljani – Reflection

Nous, atau bahasa Yunani νοῦς (Inggris: /naʊs/nuːs/), yang disebut juga dengan akal budi atau kecerdasan, adalah sebuah konsep dalam filsafat klasik untuk kemampuan pikiran manusia yang diperlukan untuk memahami apa yang benar atau nyata.

Istilah bahasa Inggris alternatif yang digunakan dalam filsafat yaitu “pemahaman” dan “pikiran”; atau terkadang “pemikiran” atau “alasan” (dalam arti sesuatu yang beralasan, bukan aktivitas penalaran). Istilah ini juga sering dideskripsikan sebagai sesuatu yang identik dengan persepsi, namun ia bekerja di dalam pikiran (“mata pikiran”). Ada yang berpendapat bahwa arti dasarnya adalah sesuatu seperti “kesadaran”. Dalam bahasa Inggris Inggris sehari-hari, nous juga berarti “akal sehat”, yang mendekati bahasa sehari-hari pada zaman Yunani Kuno. Nous memainkan peran yang sebanding dengan konsep intuisi modern.

Dalam karya-karya Aristoteles, yang merupakan sumber utama dari makna filosofis sesudahnya, nous dibedakan menjadi persepsi indera, imajinasi, dan nalar, meskipun istilah-istilah ini saling terkait erat. Istilah ini rupanya telah digunakan oleh para filsuf sebelumnya seperti Parmenides, yang karya-karyanya sebagian besar telah hilang. Dalam diskusi pasca-Aristoteles, batas-batas yang tepat antara persepsi, pemahaman tentang persepsi, dan penalaran tidak selalu sesuai dengan definisi Aristoteles, meskipun terminologinya tetap berpengaruh.

Nous merupakan sebuah konsep pemikiran filosofis dalam tradisi Yunani kuno yang telah menjadi pokok pembicaraan di berbagai aliran pemikiran filosofis selama berabad-abad, dari Plato, Aristoteles hingga zaman modern. Nous, dalam bahasa Yunani dapat diterjemahkan sebagai akal budi atau pemahaman intelektual yang mendalam. Ini adalah konsep yang kompleks dan multifaset yang melibatkan berbagai elemen yang membentuk dasar untuk pemahaman dan pengetahuan yang lebih dalam.

Nous memiliki empat elemen utama yang ada di dalamnya. Keempat elemen ini antara lain adalah: Sophia (Kebijaksanaan), Techne (Kemampuan Teknis), Pronesis (Kecerdasan Praktis), dan Episteme (Pengetahuan Ilmiah). Setiap elemen ini memiliki peran dan makna yang khusus dalam pemahaman Nous dan bagaimana mereka berinteraksi dalam pengembangan pemahaman dan pengetahuan.

1.        Sophia (Kebijaksanaan)

Sophia atau kebijaksanaan adalah salah satu elemen inti dalam konsep Nous. Sophia mencerminkan pemahaman dan pengetahuan yang mendalam dan lebih tinggi. Sophia memiliki pemahaman berupa hal-hal yang mendasar seperti esensi dan fakta. Dalam konteks filsafat, Sophia dianggap sebagai pemahaman tentang prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang mendasar yang membantu kita memahami alam semesta, moralitas, dan makna kehidupan.

Dalam kehidupan sehari-hari, Sophia penting untuk pengambilan keputusan yang bijak dan memahami dunia dengan lebih mendalam. Ini mencakup aspek-aspek seperti etika, filsafat hidup, dan pemahaman tentang nilai-nilai kehidupan. Sophia juga berkaitan dengan kemampuan membedakan antara pengetahuan yang benar dan yang salah, serta kemampuan untuk memilah-milah antara berbagai konsep dan ide. Dengan memahami Sophia, seseorang dapat mengembangkan pemikiran kritis dan reflektif yang diperlukan dalam pengembangan, pemahaman dan pengetahuan yang lebih dalam.

2.        Techne (Kemampuan Teknis)

Techne mengacu pada kemampuan teknis atau keterampilan praktis yang diperlukan dalam berbagai bidang kehidupan. Ini juga mencakup kemampuan teknis yang berkaitan dengan profesi, kerajinan, seni, dan berbagai disiplin ilmu. Dalam konteks Nous, Techne memainkan peran penting dalam mengaplikasikan pemahaman dan pengetahuan yang dimiliki. Techne melibatkan keterampilan-keterampilan khusus yang diperlukan untuk mengembangkan solusi praktis bagi berbagai masalah dan tantangan.

Dalam kehidupan perkuliahan atau karier, Techne menjadi aspek penting yang memengaruhi pencapaian akademis dan profesional. Mahasiswa dan profesional perlu mengasah keterampilan teknis mereka melalui latihan, pengalaman, dan pendidikan yang sesuai. Keahlian teknis ini juga berkaitan dengan penguasaan alat, teknologi, dan metode yang relevan dengan disiplin ilmu masing-masing. Oleh karena itu, Techne membantu seseorang menjadi lebih kompeten dalam menerapkan pengetahuan dan pemahaman mereka dalam situasi dunia nyata.

3.        Pronesis (Kecerdasan Praktis)

Pronesis adalah elemen Nous yang berfokus pada kecerdasan praktis atau kemampuan untuk mengambil keputusan yang bijak dan efektif dalam berbagai situasi. Pronesis melibatkan penerapan Sophia (kebijaksanaan) dan Techne (kemampuan teknis) dalam konteks dunia nyata. Pronesis memungkinkan seseorang untuk menghadapi berbagai tantangan, tugas, dan masalah yang mungkin muncul dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam konteks perkuliahan, Pronesis sangat relevan karena mahasiswa sering dihadapkan pada berbagai pilihan, keputusan, dan dilema etis. Kecerdasan praktis membantu mahasiswa untuk menggabungkan pengetahuan akademik yang dimilikinya dengan pertimbangan etis, sosial, dan praktis dalam pengambilan keputusan. Ini juga mencakup kemampuan untuk memahami dampak dari keputusan yang diambil dan mengelola sumber daya dengan bijak. Pronesis membantu mahasiswa menjadi individu yang lebih cerdas dalam menghadapi tantangan yang muncul selama perkuliahan dan juga tantangan dalam kehidupan sehari-hari.

4.        Episteme (Pengetahuan Ilmiah)

Episteme adalah elemen Nous yang melibatkan pengetahuan ilmiah atau pengetahuan yang didasarkan pada metode ilmiah yang terstruktur. Ini mencakup pemahaman tentang prinsip-prinsip dan fakta-fakta yang telah diuji melalui metode penelitian dan penyelidikan ilmiah. Dalam konteks akademik, Episteme menjadi dasar pembelajaran ilmiah yang sangat penting.

Pengetahuan ilmiah yang diperoleh melalui Episteme membantu mahasiswa memahami dunia dengan lebih mendalam. Hal ini mencakup pemahaman tentang berbagai disiplin ilmu dan topik yang dipelajari. Pengetahuan tersebut dapat digunakan untuk mengembangkan pemikiran kritis dan analitis. Tak hanya itu, pengetahuan ini dapat mengembangkan keterampilan penelitian yang diperlukan dalam penelitian dan dapat mengembangkan pengetahuan baru. Dalam banyak kasus, Episteme adalah landasan bagi pengembangan Techne (kemampuan teknis) dalam berbagai bidang studi.

Dalam pengertian Nous, empat elemen tersebut, yaitu Sophia, Techne, Pronesis, dan Episteme, dapat disimpulkan bahwa empat elemen tersbut bekerja bersama untuk membentuk pemahaman yang lebih mendalam dan pengetahuan yang lebih kuat. Sophia (kebijaksanaan) membantu dalam pengembangan pemahaman tentang prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang mendasari segala sesuatu, Techne (kemampuan teknis) membantu dalam mengaplikasikan pengetahuan tersebut dalam konteks praktis, Pronesis (kecerdasan praktis) membantu dalam pengambilan keputusan yang bijak dan efektif dalam kehidupan sehari-hari, dan Episteme (pengetahuan ilmiah) menjadi dasar bagi pemahaman dan pengetahuan yang lebih dalam.

Pemahaman tentang Nous dan keempat elemennya ini memiliki implikasi yang signifikan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan, karier, dan pengembangan pribadi. Dalam dunia yang semakin kompleks dan beragam, pemahaman Nous dan keempat elemen tersebut menjadi sangat penting dengan pemahaman yang mendalam dan pengetahuan yang kuat. Dengan memahami konsep Nous dan elemen-elemennya, kita dapat mengembangkan landasan yang lebih kuat untuk pembelajaran dan pertumbuhan pribadi.

Bagi saya, pemahaman tentang Nous dan empat elemennya, yaitu Sophia (Kebijaksanaan), Techne (Kemampuan Teknis), Pronesis (Kecerdasan Praktis), dan Episteme (Pengetahuan Ilmiah), memiliki dampak signifikan dalam kehidupan perkuliahan. Konsep-konsep ini bukan hanya sekadar teori filsafat, tetapi juga merupakan prinsip-prinsip yang membentuk pendekatan terhadap pendidikan tinggi dan pemahaman yang lebih dalam tentang dunia. Berikut adalah pendapat saya bagaimana Nous dan elemen-elemen tersebut bekerja dan berpengaruh dalam kehidupan perkuliahan:

1.        Sophia (Kebijaksanaan)

Sophia, atau kebijaksanaan, menjadi fondasi penting dalam pemahaman dan pengetahuan kami dalam kehidupan perkuliahan. Bagi saya, ini membantu pemahaman aspek-aspek mendasar dari materi yang dipelajari dan juga dapat mencari esensi dari konsep-konsep yang diajarkan sehingga dapat memahami implikasi lebih dalam dari informasi yang diberikan dalam kuliah. Dalam praktiknya, Sophia memungkinkan untuk:

•        Mengembangkan pemikiran kritis dengan memahami inti dari konsep-konsep yang dipelajari sehingga dapat lebih kritis dalam menganalisis, menilai, dan memahami berbagai sudut pandang dalam berbagai topik.

•        Menyelidiki etika dan nilai kebijaksanaan sehingga membantu untuk lebih mendalam mempertimbangkan aspek etis dan nilai-nilai dalam setiap pertimbangan. Terutama dalam konteks topik yang berkaitan dengan etika, moralitas, dan tanggung jawab sosial.

•        Menerapkan kebijaksanaan dalam kehidupan sehari-hari. Dapat menggunakan Sophia untuk membuat keputusan yang lebih bijak contohnya dalam memprioritaskan tugas, mengelola waktu, dan menghadapi dilema etis yang mungkin timbul dalam studi.

2.        Techne (Kemampuan Teknis)

Techne, atau kemampuan teknis, bagi saya memiliki dampak langsung dalam pengembangan keterampilan praktis yang diperlukan dalam disiplin ilmu perkuliahan. Dalam kehidupan perkuliahan, bagi saya Techne dapat mengembangkan:

•        Keterampilan disiplin ilmu. Bagi saya, dalam masing-masing disiplin ilmu, penting untuk menguasai keterampilan teknis khusus yang mencakup pemahaman analisis, dan penerapan konsep-konsep yang relevan.

•        Keterampilan penelitian. Bagi mahasiswa yang terlibat dalam penelitian, Techne membantu dalam merancang penelitian, mengumpulkan data, dan menganalisis temuan.  

•        Keterampilan praktis lainnya sepeti dalam beberapa program studi, seperti seni atau ilmu terapan, techne dapat mengasah keterampilan praktis seperti melukis, memahat, atau mengembangkan program komputer.

Techne berperan penting dalam memastikan mahasiswa untuk memiliki kompetensi dalam disiplin ilmu masing-masing dan mampu mengaplikasikan pengetahuan ini dalam situasi praktis di luar kelas.

3.        Pronesis (Kecerdasan Praktis)

Pronesis, atau kecerdasan praktis, bagi saya membantu dalam mengaplikasikan Sophia dan Techne dalam situasi dunia nyata di kehidupan perkuliahan. Ini berkaitan dengan pengambilan keputusan yang bijak, pemahaman etika, dan kemampuan untuk menghadapi berbagai tantangan yang muncul. Dalam konteks perkuliahan, bagi saya pronesis membantu:

•        Mengatasi dilema etis. Dengan menggunakan kecerdasan praktis untuk mengidentifikasi dan mengatasi dilema etis yang mungkin muncul dalam penelitian, proyek, atau interaksi dengan rekan sekelas.

•        Mengelola waktu dan sumber daya. Pronesis membantu untuk mengambil keputusan tentang bagaimana memprioritaskan tugas, mengelola waktu, dan mengoptimalkan sumber daya yang tersedia.

•        Memahami implikasi praktis dari pengetahuan. Pronesis dapat digunakan sebagai penerjemah pengetahuan teoritis ke dalam solusi dan tindakan praktis dalam bidang studi.

Kecerdasan praktis pronesis membantu mahasiswa menjadi efisien dan efektif dalam menghadapi berbagai tantangan akademik.

4.        Episteme (Pengetahuan Ilmiah)

Episteme, atau pengetahuan ilmiah, bagi saya menjadi inti dari pemahaman ilmiah dalam kehidupan perkuliahan. Ini mencakup pemahaman tentang metode penelitian, prinsip-prinsip dasar dalam berbagai disiplin ilmu, dan pengetahuan yang diperoleh melalui studi ilmiah. Dalam praktiknya, episteme membantu:

•        Mengembangkan pengetahuan disiplin ilmu. Episteme membantu untuk memahami prinsip-prinsip dasar dalam berbagai disiplin ilmu dan memungkinkan untuk menguasai materi kuliah.

•        Mengembangkan keterampilan penelitian. Episteme membantu untuk mengembangkan keterampilan penelitian, termasuk pengumpulan data, analisis statistik, dan interpretasi hasil.

•        Menghargai metode ilmiah. Dalam berbagai mata kuliah, Episteme membantu untuk memahami pentingnya metode ilmiah dalam mengembangkan pengetahuan yang kuat dan dapat dipercaya.

Dengan pemahaman yang kuat tentang Episteme, bagi saya ini dapat mengembangkan pemahaman ilmiah yang mendalam dan mengaplikasikan pengetahuan ini dalam studi dan penelitia mahasiswa.

Dalam keseluruhan, pengertian Nous dan elemen-elemennya, yaitu Sophia, Techne, Pronesis, dan Episteme, saling berhubungan dan memengaruhi kehidupan perkuliahan. Menurut saya mereka membantu kita untuk menjadi mahasiswa yang lebih bijak, kompeten, dan efektif dalam mengejar prestasi akademik dan menghadapi tantangan yang muncul dalam berbagai konteks. Dengan menggabungkan kebijaksanaan, keterampilan teknis, kecerdasan praktis, dan pengetahuan ilmiah, mahasiswa dapat mengoptimalkan pengalaman perkuliahan dan mempersiapkan diri untuk masa depan yang lebih cerah.

Kategori
Teaching Tugas 2 - Reflection

Teuku Farouk Syiah Alam – Reflection

For me, the 4 nous quadrants (Phronesis, Techne, Episteme, Sophia) Pak Realrich has introduced and taught to us is the acknowledgement of understanding what life is about. Life itself is a journey with deep roots of complication but in my respective perspective, the universe is about change, life is all about judgement. I still remember when Pak Realrich wrote about existential life crisis at the board while articulating what it’s about with support of his real life experience. Such circumstances are absolutely necessary in life, and it is also inevitable. Life crisis are just part of your journey, preventing you from reaching your dreams because if everything were to be easy then everyone would do it. The difficult circumstances (pain) that you’ve  gone through is what gives it value. But is life all about winning? I really think so but also I don’t agree. In my life, winning in life isn’t about (power, success, fame, money, etc) My dreams are simple yet very complex and difficult to accomplish, which is, just to live in accord with nature. Doing things not for the glory of it, and not simply for hedonistic drives such as pleasure and popularity. 

Phronesis, also rather known as a form of practical wisdom, is the knowledge that has correlation to ethics, intuition, virtue and decision making. I believe this is the soul to unleash your maximum potential as it takes a flexible approach in life. Yes, it is about absorbing knowledge, strengthening your brain about both practicality and complexity. As the world keeps evolving into a more modern and digital world, you have to keep up. Educational institutions such as school and college are common ways to gain knowledge. But are you actually gaining knowledge or phronesis in a system? Or are you just following orders? I believe that it is not what phronesis is about, in my respectful opinion that I regard in high dignity, the educational system is what i call ‘the matrix’ or in simple understanding the rat race. The educational system indoctrinates everyone to think how they want you to think, that is literally against phronesis. You are not free, “to make someone go to prison, is to make them think it is not a prison cell”. Realization plays a pivotal part here, and sometimes you just have to wake up from reality. I’m not saying that education or degree is not important, indeed it can dictate your life. But don’t let it dictate you. Be who you want to be, not what others want you to be. There is when PLANNING ahead in life is important, you cannot just be carried away with the flow. And planning comes from acknowledging what life is about, fusing wisdom, knowledge, realization) Escape the matrix, quick. 

Techne is a form of mastery correlated to craft, art, etc. Architecture is also a part of it, a ‘studio simulation’ associated with art and the fusion of science. It is a systematic knowledge of many considerations conveyed and articulated into an existing building. Techne itself has its very own complexity, sometimes divine in ways that cannot be explained. It can be acquired  and absorbed, dwelled in a different perspective because art can articulate a meaning or a story or sometimes nothing at all, just for the glory of it. 

Talking about techne specifically in the architectural field, what is architecture actually? The art of designing a building, forming a form that accommodates its function. Building shapes us, just like how the earth orbits around the sun, I believe civilization orbits around architecture. How society moves, interacts, and expresses their feelings could be dictated by the architecture around. Is it about form or function? Form over function or function over form or the coherent and coexisting of form and function? But can architecture just be unconditional? But why do I choose architecture as a way to live? Well because the field itself can vary from one perspective to another, what I think is sufficient can be viewed as inefficient by others. There’s no right or wrong, you just have to find someone that fully appreciates and understands you. Architecture is way deeper than just form and function, yes it is an intricate desire, yet still very superficial if it is not backed up. It should narrate a story, why every consideration has its reasoning but also its deepest meaning which only you and the client understand, same vision and in the end same output and satisfaction. But again building is change, architecture is judgement. Others dream of building mega skyrise buildings with parametric and modern configuration, being the next Zaha Hadid or Bjarke Ingels. They say you have to dream big, which I agree, but my dream is simple, to let my mom and dad see the buildings I built in existence. Because it’s either they see it or nothing at all, I really hope time is with me. You have lost in life even if you win in the game of power but your parents aren’t around anymore. 

Episteme is a form of scientific knowledge. It is a theoretical discipline that is unalterable such as maths and physics. It is a fact that your opinion cannot stand, of course you can view it in your own philosophical way but if the answer is the same then it’s not divine and expressed in our own ways. One example of this in architecture is simply about the building foundations. Like the tip of the iceberg, the one beneath holds the one on top. But society often neglects the structural foundation that holds up the ‘mega winning award architecture’, because it is all about beauty that we forget the fundamentals that could make a dream a reality. We only want to know the story of a successful man or any entity, but never his story beneath. Why is it that architects always gain the entire fame, but the civil engineer is never mentioned? They say an architect’s dream is an engineering worst nightmare, but an architect’s dream cannot be made into reality without an engineer. 

Sophia is a form of a transcendental wisdom that speaks of the actual truth. Questioning the universal world, whether it is in agreement with nature or the ruling power of the world. ‘Someone has no shirt,one without bread, and the other one without a book, and here I am with every resource and yet I am not faithful, taking things for granted.’ Sometimes it just takes a single change to build a citadel, you just have to wake up and have the hunger for it. Yes, we are not where we want to be, but also remember you are not where you used to be, and that dictates the effort you put in. Remember to always take action with an aim, do not aim an action unwillingly and selfishly. Work with determination, as Pak Realrich said skill + effort = talent. Talent + effort = achievement. But is achievement actually what you want? Most likely but not for me, I only seek for a tranquil life, respect,  in accordance with nature. 

Sometimes the existential crisis we create, somehow we don’t realize is outside of our control. We often take control of things that isnt even in our control, and we end up disappointed when things go against us. But after all does it even matter? It was never part of your control anyway.   Life is short so do good. Live your life to the fullest, as in football if you concede 5 but you score 6 goals, you still win the game. Live in accordance to virtue, a peaceful sense of mind. Scared of death? What comes up must also go down. Death itself is a self-reflecting signal to make you realize that life is indeed short so don’t waste it because you only have one opportunity,if you do not live it to the fullest, it will disappear and you will also be gone, and the opportunity will not return. Assign a task, if not you’re going to be assigned one by someone. Do you really want to be assigned a task so that you could fulfill someone’s dream? What about your dream? Always have in mind, dreams without actions remain a dream,if you don’t say what you do I believe it is called manipulation and it is okay to be in a room that is not comfortable to your own liking, I really hope that you could find a space you could call your own. Live life without regret, if it fails so what? It’s better to be shameful for a day than being curious your entire life. 

Life is impermanence, so live it while you can, enjoy a little bit but always remember your priorities and your dreams. Why rest when you haven’t fulfilled your childhood dream? Isn’t that what you want? That inner child of yours that has long been gone because life took it away from you. Live in accord with nature and find that little man.

Kategori
Teaching Tugas 2 - Reflection

The Jenifer – Reflection

4 KUADRAN KEPINTARAN ( NOUS )

Bagi saya Nous merupakan kepintaran atau kualitas manusia yang beragam dan unik pastinya, konsep ini membicarakan berbagai aspek kecerdasan atau kemampuan berpikir yang dapat dimiliki oleh individu secara merinci.

Konsep ini membantu mengidentifikasi dan memahami beragam cara berpikir dan pemahaman yang dimiliki manusia.

Jadi, berdasarkan bacaan yang saya baca dan yang telah dikatakan dosen saya bahwa nous itu ada 4, yaitu;

1. Yang pertama ada Sophia yang dapat diartikan kebijaksanaan. Sophia mengacu pada jenis kepintaran yang berkaitan dengan kebijaksanaan dan pemahaman tentang prinsip-prinsip yang mendasari tindakan. Individu dengan kepintaran Sophia cenderung mampu merenungkan masalah secara mendalam, mencari pemahaman yang mendalam tentang nilai dan tujuan, serta mampu menghadapi situasi yang kompleks. Sophia sering dihubungkan dengan kemampuan refleksi diri, pemikiran filosofis, dan penalaran etis.

Sophia dapat membantu individu dalam membuat keputusan yang bijak, mengelola situasi yang kompleks, dan menjalani kehidupan dengan pemahaman yang mendalam tentang tujuan dan nilai-nilai yang mereka pegang. Ini adalah jenis kepintaran yang penting dalam menghadapi masalah abstrak dan situasi yang membutuhkan penalaran yang mendalam.

Pada zaman sekarang orang yang ber kepintaran ini dapat digolongkan menjadi kutu buku yang memiliki akal sehat. Di sophia ini ada piramida 4 tingkat, di tingkat teratas ada kebijaksanaan, di bawahnya ada pengetahuan, dibawahnya lagi ada informasi, dan yang terakhir di paling bawah ada data. Pemimpin dengan sophia terlibat dalam refleksi diri, mencari perspektif yang beragam, dan secara aktif belajar dari pengalaman dan kesalahan. Memanfaatkan pemahaman mereka tentang tujuan, nilai, budaya, dan lingkungan eksternal organisasi, mereka menavigasi situasi dan teka-teki yang kompleks.

Misalnya: pemimpin dengan sophia akan menganalisis data yang kompleks, menilai potensi risiko dan peluang, dan mengembangkan rencana strategis jangka panjang untuk organisasi.

2. Yang ke – 2 ada Techne yang dapat diartikan sebagai seni atau ketangkasan atau keahlian, mencakup berbagai jenis kemampuan yang dapat diajarkan dan dipelajari, seperti kerajinan, seni, dan teknologi. Techne dibedakan dari episteme, yang adalah pengetahuan ilmiah, karena techne lebih fokus pada keahlian praktis yang digunakan untuk menciptakan atau membuat sesuatu.

Ciri khas techne adalah bahwa ia melibatkan proses pembuatan atau produksi, dan sering kali hasil dari pengalaman dan praktek yang berulang. Contohnya, seorang tukang kayu menggunakan techne untuk membuat mebel, seorang seniman menggunakan techne untuk menciptakan karya seni, dan seorang ahli teknologi menggunakan techne untuk merancang dan membangun perangkat elektronik.

Techne memiliki nilai yang besar dalam masyarakat karena itu memungkinkan manusia untuk menciptakan barang-barang yang bermanfaat, mengembangkan keterampilan, dan meningkatkan kualitas hidup. Konsep techne membantu mengakui bahwa pengetahuan praktis dan keterampilan berkontribusi pada perkembangan sosial dan ekonomi.

Kepintaran ini lebih menonjol pada bidang teknik, hal ini membuat ketidak sempurnaan manusia menjadi representasi alam. Kepintaran ini lebih mengandalkan praktek untuk mengasah kemampuannya.

Pemimpin yang efektif mempelajari dan mengasah beberapa keterampilan praktis seperti pemecahan masalah, menginspirasi dan memberi energi pada tim, menyelesaikan konflik, membuat keputusan yang rumit, etc.

3. Yang ke – 3 ada Episteme yang dapat diartikan sebagai sains, ilmu pengetahuan, pengetahuan. Kepintaran ini biasanya bekerjasama dengan Techne. Kepintaran ini berkaitan dengan teori yang dibuktikan dan dapat dipastikan dengan eksperimen terkait dengan kebenarannya.

Contohnya: Pengetahuan tentang teknologi, dinamika pasar, tren yang sedang marak dan growing, industri, hal – hal ini merupakan bagian pijakan dari seorang pemimpin. Biasanya orang dengan kepintaran ini memperluas ilmunya dengan membaca, membangun jaringan dengan banyak orang, mengikuti konferensi, berinteraksi dengan pakar di bidang yang ia kerjakan atau ia minati, etc.

4. Yang ke – 4 ada Phronesis yang dapat diartikan sebagai practical wisdom. Sama dengan kepintaran sophia di kepintaran ini juga berhubungan dengan kebijaksanaan, tapi dua kepintaran ini dapat dibedakan, kepintaran sophia lebih condong dalam hal penalaran mengenai kebenaran universal sedangkan kepintaran phronesis lebih condong ke kemampuan berpikir secara rasional.

Phronesis memiliki kecenderungan pengetahuan dan perpotongan nilai yang saling tumpang tindih.

Misalnya, ketika seorang arsitek mengandalkan teknik sipil dan developer untuk menganalisa projek; dengan menggunakan phronesis ia akan mempertimbangkan keadaan mahluk – mahluk yang akan berada di sekitar dan di tempat itu, pilihan kualitas bangunan untuk memutuskan rencana pembangunan. Phronesis adalah kemampuan pemimpin untuk menerapkan episteme dan techne, mempertimbangkan konteks yang lebih luas, pertimbangan etis dan membuat penilaian. Misalnya, ketika menghadapi tantangan yang kompleks, pemimpin akan memahami kebutuhan dan perspektif pemangku kepentingan yang berbeda dan membuat keputusan praktis yang mengarah pada hasil positif.

Bagi saya ke – 4 elemen ini sangat mempengaruhi dunia perkuliahan saya, dan menurut saya 4 kepintaran ini dapat kita pelajari dan kita praktekkan, dan juga kepintaran ini sangatlah penting untuk kita dalam menjalani kehidupan kita, that’s the only way that we possibly survive this cruel world.

Pertama untuk bagian Sophia, Sophia adalah kemampuan untuk merenung dan memahami prinsip-prinsip dasar yang membimbing tindakan kita. Dalam konteks perkuliahan, Sophia menjadi kunci dalam pengambilan keputusan yang bijak, penalaran yang mendalam, dan refleksi diri.

Sophia membantu pemimpin, baik di dunia akademik maupun bisnis, untuk menghadapi situasi yang kompleks dengan cara yang berpikir jangka panjang.

Dalam berbisnis, seorang pemimpin dengan Sophia akan menganalisis data dengan cermat, menilai risiko, dan peluang, serta mengembangkan rencana strategis yang memandu organisasi menuju kesuksesan. Mereka memahami betul tujuan dan nilai-nilai yang menggerakkan organisasi, dan hal ini membantu mereka untuk menghadapi perubahan dan tantangan dengan bijaksana.

Ke – 2 untuk bagian Techne, Kepintaran Techne menekankan pada keterampilan praktis dan pemahaman tentang berbagai aspek teknis dan keahlian. Dalam dunia perkuliahan, pemimpin yang memiliki kepintaran Techne akan memiliki keunggulan dalam hal pemecahan masalah, kepemimpinan, dan pengambilan keputusan. Mereka cenderung mampu memecahkan masalah dengan cepat dan kreatif.

Misalnya, ketika seorang mahasiswa bekerja dalam kelompok tim untuk proyek kuliah, mereka yang memiliki Techne akan dapat mengatasi kendala teknis, seperti menciptakan presentasi yang menarik dengan cepat menggunakan alat desain seperti Canva. Kemampuan ini tidak hanya berguna dalam konteks akademik, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari, di mana pemecahan masalah adalah keterampilan yang sangat dihargai.

Ke – 3 untuk bagian Episteme, kepintaran Episteme berkaitan erat dengan pengetahuan yang didasarkan pada prinsip-prinsip ilmiah yang dapat dibuktikan. Mahasiswa yang memiliki kepintaran ini adalah pembelajar yang aktif dan bersemangat. Mereka selalu mencari pemahaman lebih dalam tentang konsep-konsep ilmiah dan teori yang relevan dengan bidang studi mereka.

Kepintaran ini sangatlah mengandalkan kemampuan visual dan listening nya, seperti kalau di kehidupan seorang anak yang sedang menempuh pendidikan di perkuliahan yaitu dengan sering membaca buku yang berkaitan dengan ilmu – ilmu pengetahuan, dalam dunia perkuliahan, kepintaran Episteme sangat penting.

Mahasiswa yang memiliki kepintaran ini akan cenderung aktif dalam mencari pengetahuan lebih lanjut, berpartisipasi dalam penelitian, menghadiri seminar, dan membangun jaringan dengan para ahli di bidang mereka. Kepintaran Episteme membantu individu dalam memahami dan mengaplikasikan prinsip-prinsip ilmiah dalam berbagai konteks.

Untuk mahasiswa BINUS yang kerap kali sering menghadiri seminar ( untungnya binus mengadakan program seperti ini ), aktif mengikuti kegiatan di Unit Kegiatan Mahasiswa serta aktif dalam Himpunan jurusannya masing – masing untuk mengasah kemampuan dasar yang ada pada diri mereka dan juga untuk melakukan eksperimen sosial, kurang lebih kemampuan ini berhubungan dengan self-growth, karena kepintaran ini sangat berfokus kan kepada mencari ilmu dan mempraktikkannya, dalam pekerjaan untuk pribadi yang lebih menonjol kepintarannya di bidang ini dapat dipastikan kebanyakan dari mereka menjadi ilmuan, fisikawan, kimiawan, dan lain – lain.

Ke – 4 untuk bagian Phronesis, Kepintaran Phronesis adalah tentang kebijaksanaan praktis. Orang dengan kepintaran Phronesis cenderung memiliki kepekaan terhadap nilai-nilai dan konteks dalam pengambilan keputusan.

Dalam kehidupan sehari-hari, kepintaran Phronesis penting dalam menghadapi situasi kompleks yang melibatkan banyak pihak yang berbeda. Pemimpin yang memiliki kepintaran Phronesis mampu memahami berbagai perspektif, mempertimbangkan dampak keputusan mereka, dan membuat keputusan yang mengarah pada hasil yang positif bagi semua pihak yang terlibat.Ini memungkinkan pemimpin untuk menerapkan pengetahuan dari Episteme dan keterampilan dari Techne, sambil mempertimbangkan konteks yang lebih luas, pertimbangan etis, dan berbagai perspektif pemangku kepentingan.

Dalam perkuliahan, pemimpin yang memiliki kepintaran Phronesis dapat memahami berbagai sudut pandang yang beragam dan membuat keputusan praktis yang mengarah pada hasil yang positif. Mereka akan mempertimbangkan etika dan nilai-nilai yang terlibat dalam pengambilan keputusan dan mencari solusi yang memuaskan semua pihak yang terlibat.

Contohnya: SCC – Cultural, History, and Environment sebagai episteme, dan Deputy Head of Department sebagai Techne dan Head of Department sebagai Phronesis, dalam segala pengambilan keputusan, dibutuhkan seorang Phronesis untuk mengambil jalan tengah yang terbaik untuk kedepannya seperti apa.

Maka dari itu dapat dikatakan bahwa peran Phronesis sangatlah penting dan berpengaruh dalam segala hal terkait kebijaksanaan dalam mengambil keputusan untuk jalan tengah, mempertimbangkan etika dan jalan terbaik dalam sebuah masalah.

Dalam kehidupan sehari-hari, Phronesis juga berperan penting dalam menghadapi tantangan yang kompleks dan dalam situasi yang melibatkan banyak pemangku kepentingan. Pemimpin yang memiliki kepintaran Phronesis akan memahami bagaimana memutuskan rencana pembangunan yang mempertimbangkan keadaan manusia dan lingkungan sekitarnya, serta nilai-nilai yang penting dalam pengambilan keputusan.

Keempat kuadran kepintaran Nous ini mewakili berbagai cara berpikir dan pemahaman yang dimiliki oleh individu. Tidak ada satu kepintaran yang lebih baik daripada yang lain; sebaliknya, mereka saling melengkapi dan dapat diterapkan dalam berbagai konteks kehidupan. Memahami kepintaran ini dapat membantu individu mengembangkan kemampuan mereka dalam menghadapi tantangan dan mengambil keputusan yang bijak dalam berbagai aspek kehidupan mereka.

Kesimpulannya, empat kuadran kepintaran ( Nous ) adalah elemen-elemen yang sangat penting dalam perkuliahan dan kehidupan sehari-hari. Masing-masing aspek kepintaran memberikan keunggulan yang berbeda dalam menghadapi berbagai situasi. Dengan memahami dan mengasah keempat kepintaran ini, kita dapat menjadi pemimpin yang lebih efektif, bijak, dan mampu menghadapi kompleksitas dan ketidakpastian dalam dunia yang terus berubah. Kepintaran adalah kunci untuk mencapai kesuksesan dan bertahan dalam dunia yang penuh tantangan ini.

Kategori
Teaching Tugas 2 - Reflection

William Tantra – Reflection

Bagi saya nous adalah kecerdasan yang dimiliki manusia. Menurut Aristotle nous dibagi menjadi 4, yaitu Episteme, Techne, Phronesis, dan Sophia. Episteme merupakan ilmu pengetahuan yang memiliki porsi paling besar baik di dunia kehidupan maupun di dalam dunia pendidikan. Bagi saya episteme adalah kecerdasan yang paling mendasar dibanding Techne, Sophia, dan Phronesis. Tanpa ilmu pengetahuan atau episteme kita tidak akan bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Tanpa ilmu pengetahuan mungkin hidup kita akan tersesat, tanpa tahu arah dan tujuan. Oleh karena itu, bagi saya menuntut ilmu pengetahuan adalah hal yang paling penting dan wajib bagi setiap orang di dunia ini. Episteme atau ilmu pengetahuan ini dapat terus berkembang seiring berjalannya waktu, akan ada ilmu pengetahuan yang baru dan bisa saja untuk mengganti ilmu pengetahuan yang lama. Kemudian bagi saya menuntut ilmu pengetahuan itu bisa dimana saja, tidak harus di sekolah dan universitas saja. Berdasarkan pengalaman saya bertemu dan melakukan podcast dengan seorang arsitek, disitulah saya bisa mendapatkan ilmu yang belum pernah saya dapatkan selama di dunia pendidikan. Misalnya saja tentang fengsui, perbedaan keinginan klien di tiap daerah, dan masih banyak lagi.

Selain itu, membaca buku adalah salah satu jalan untuk menuntut ilmu pengetahuan, karena bagi saya buku adalah jendela dunia. Dalam arti buku yang dimaksud adalah buku tentang keilmuan. Namun, yang kebanyakan orang pikir dan yang menjadi patokan dan acuan untuk seseorang menuntut ilmu pengetahuan ya di sekolah dan universitas, kebanyakan orang membaca buku itu hanya ketika di sekolah dan universitas, sangat jarang saat melihat orang lain yang membaca buku tentang ilmu pengetahuan di rumah. Hal ini menyebabkan rendahnya tingkat membaca di Indonesia yang jauh dibawah negara negara maju.

Cara lainnya adalah dengan mengikuti seminar atau webinar yang diadakan oleh universitas BINUS atau oleh IAI atau mungkin oleh seorang arsitek langsung. Bagi saya dunia pendidikan ini kita lebih banyak dituntut untuk mendengarkan guru oleh sebab itu kecerdasan episteme porsinya paling besar. Melanjutkan pengalaman selama saya menjalani dunia pendidikan dari taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas sampai saat ini saya ada di bangku perkuliahan, kenyataannya memang episteme porsinya besar sekali. Walaupun bagi saya di bangku perkuliahan ini episteme tidak sebesar saat di tingkat pendidikan dibawahnya. Bagi saya dan yang saya rasakan selama ini belajar itu terasa sangat membosankan karena polanya itu-itu saja, hanya guru atau dosen yang mengajar, guru atau dosen menjelaskan, siswa mencatat, kemudian guru atau dosen memberi soal latihan, tugas, pekerjaan rumah dan sebgainya, lalu siswa mengerjakannya. Hal ini membuat saya terkadang berpikir apa dengan penerapan gaya belajar yang menempatkan episteme dengan porsi yang besar akan membuat saya bisa bekerja dengan baik nantinya setelah lulus. Bagi saya, dunia kerja akan jauh berbeda dengan dunia pendidikan dan pastinya aja jauh lebih sulit. Dan dengan episteme yang hanya didapat di sekolah dan universitas aja itu tidak cukup, kita harus menggali ilmu pengetahuan juga dari orang lain.

Gaya belajar di sekolah dan universitas dengan porsi episteme yang besar itu juga tidak cukup untuk membuat kita menjadi seorang yang expert di dunia kerja. Bagi saya nantinya di dunia kerja yang lebih dibutuhkan adalah phronesis. Phronesis sendiri berarti kecerdasan taktikal dalam bertindak. Phronesis sendiri lebih mengarah ke dunia praktik yang dalam dunia pendidikan porsinya sangat sangat kecil. Gaya belajar mendengarkan membuat, tempat untuk melatih phronesis atau kecerdasan taktikal sangat sedikit. Padahal peran phronesis sangatlah penting, penting untuk kita untuk mengetahui seperti apa yang terjadi di lapangan. Bagi saya penting untuk kita melakukan praktik langsung di lapangan, agar kita bisa menguasa lapangan, kita bisa tahu kondisi lapangan itu seperti apa dan kita tahu apa yang harus kita lakukan saat menghadapi kondisi lapangan yang seperti itu. Untungnya di dalam dunia pendidikan kita masih diberikan techne walaupun porsinya kecil juga. Techne sendiri meliputi softskill dan hardskill. Softskill dalam konteks arsitektur lebih kepada bagaimana saat kita bertemu klien, saat kita menginformasikan desain kita. Sementara hardskill dalam arsitektur itu lebih ke bagaimana kita mendesain arsitektur dan menggunakan software arsitektur. Dan selama masa perkuliahan ini saya mendapat techne melalui studio desain arsitektur, yang hanya satu minggu sekali. Sekali-sekali ada workshop tambahan bagi yang menginginkan. Bagi saya, untuk dunia kerja ini saja tidak cukup. Di semester satu ini saya ditugaskan untuk mengembangkan hardskill dengan mendesain paviliun, dan untuk mengembangkan softskill saya juga harus bisa mengkomunikasikan dan menginformasikan hasil desain paviliun saya.

Selain itu, untuk melatih hardskill saya di jurusan arsitektur ini saya juga mulai mempelajari sendiri software-software yang digunakan di arsitektur seperti AutoCAD, Sketchup, Revit, Twinmotion, Adobe Photoshop, dan Vectorworks untuk mempelajari drafting, modelling dan rendering sebagai bekal untuk semester 3 keatas sehingga ketika memasuki semester 3 saya sudah siap menggunakan software arsitektur tersebut. Saya belajar software arsitektur ini dari internet seperti YouTube dengan dibantu sedikit dari mata kuliah computational architecture. Kemudian dari podcast yang lakukan dengan seorang arsitek saya menjadi tahu kalau saya bisa melatih softskill diluar perkuliahan dengan banyak cara seperti melakukan podcast, mengikuti organisasi, mengikuti lomba-lomba debat atau yang lainnya. Dari situ kita bisa bertemu dengan banyak orang, mengenal dan mengetahui lebih banyak orang, dan membuat kita lebih berani saat berbicara di depan banyak orang. Kembali lagi ke techne di dunia perkuliahan, sebenarnya nantinya di semester 6 dan 7, mahasiswa dan mahasiswi arsitek wajib melakukan magang di sebuah perusahaan yang berkaitan dengan arsitektur. Saya berharap bisa mendapatkan kesempatan untuk magang di perusahaan arsitektur yang bagus. Karena disitu saya bisa belajar baik tentang melatih techne, tentang melatih hardskill dan softskill, dan mungkin bisa juga tentang melatih phronesis. Bagi saya, disana kita akan belajar untuk menghadapi kondisi yang sebenarnya. Disitulah simulasi dunia kerja arsitektur yang sebenarnya, kita mungkin dihadapkan langsung dengan klien, walaupun masih akan dibantu oleh atasa-atasan disana. Disana saya akan berusaha untuk memberikan yang terbaik, bekerja keras untuk masa depan yang lebih baik. Karena apa yang kita lakukan di hari ini menentukan hidup kita kedepannya.

Kemudian setelah lulus dari masa perkuliahan menjadi seorang sarjana arsitektur kita akan mengalami fase dimana kita mengalami krisis identitas, kita akan dihadapkan dengan berbagai pilihan, karena arsitek jangkauan prospek kerjanya luas. Pilihannya bisa kita anggap sebagai 4 kuadran yaitu arsitek profesional, kontraktor, developer, dan akademisi atau mungkin kita bisa mengambil 2 sampai lebih atau juga diluar kuadran itu. Bagi saya, semua itu bisa diraih tidak hanya dengan episteme saja, kita butuh melatih techne dan phronesis. Setelah lulus dari sarjana 1 arsitektur untuk yang ingin menjadi seorang arsitek profesional sebenarnya ada pilihan opsional buat setiap orang yang yaitu progam pendidikan profesi arsitek atau PPAr selama satu tahun. Melalui pendidikan profesi arsitek dan dilanjutkan dengan magang kembali 2 tahun baru kita bisa diakui oleh Ikatan Arsitek Indonesia sebagai arsitek profesional. Saya termasuk salah satu orang yang ingin untuk mengambil PPAr dan menjadi seorang arsitek profesional. Sebenarnya ada cara lain, yaitu dengan mengambil sarjana 2 yang berkaitan dengan arsitektur. Unuk menjalani perjalanan hidup ini dari awal perkuliahan sampai kita lulus menjadi seorang sarjana kemudia hingga menjadi seorang arsitek profesional yang mungkin berat, tidak mudah dan mungkin no fun at all yang kita tidak cukup hanya dengan episteme, phronesis, dan techne saja kita juga perlu akan adanya Sophia. Sophia ini ranahnya lebih personal, Sophia membentuk wisdom yaitu kebijaksanaan, kecintaan, keyakinan, dan keberanian dalam berkarya. Tanpa Sophia semua yang kita rencanakan mungkin tidak akan tercapai.

Bagi saya, keyakinan, kecintaan dan keberanian itu bisa kita dapat ketika kita mempunyai role model. Dalam konteks ini role model itu tidak harus seorang arsitek, tapi penting untuk punya seorang role mode arsitek. Dari mereka saya bisa belajar banyak hal, saya bisa belajar dari pengalaman yang sudah mereka lalui bertahun-tahun bahkan berpuluh-puluh tahun lamanya. Hari-hari yang mereka lalui pasti tidak mudah, setiap hari pasti ada masalah. Dari situ saya bisa belajar bagaimana mereka bisa menyelesaikan permasalahan mereka, bagaimana mereka solve their problem. Yang mungkin saja bisa saya terapkan ketika menghadapi masalah yang sama. Dari mereka saya bisa tahu betapa besar effort mereka, goal mereka, fokus mereka untuk ada sampai saat ini, sampai bisa sukses dan menjadi role model dari banyak orang. Dan dengan pertemuan saya dengan role model saya, saya juga bisa mendapatkan feedback dari apa yang saya sudah lakukan dan saya pelajari. Selain role model ada juga support system yang bisa menumbuhkan kecintaan dan keyakinan kita bahwa suatu saat nanti kita bisa mempunyai masa depan yang indah. Saya sendiri merasakan selama ini support dari orang tua saya, adik saya, keluarga besar saya, sahabat sahabat saya begitu besar. Mereka sangat penting dan bermakna di hidup saya selama menjalani perkuliahan ini. Dengan adanya role model dan support system yang kuat saya semakin yakin dengan pilihan saya memilih jurusan arsitektur, dan saya semakin cinta dan berani dalam berkarya di dunia arsitektur. Saya yakin dengan melatih keempat kecerdasan ini sampai membentuk keseimbangan diantaranya kemudian ditambah dengan efort, fokus, dan kerja keras saya akan menjadi seorang arsitek yang expert. Bagi saya selama setengah semester perkuliahan ini saya menunjukkan hal itu, saya memberikan yang terbaik. Keseimbangan empat kecerdasan ini mmebentuk sebuah Nous, kapasitas untuk membangun wawasan, kecerdasan, dan kemampuan untuk memperoleh kebijaksanaan intelektual. Kadar Nous setiap orang itu berbeda-beda. Bagi saya, saya memiliki kecerdasan episteme dan sophia yang tinggi karena saya mendapat lebih banyak kecerdasan itu baik di universitas maupun di rumah.

Kategori
Teaching Tugas 2 - Reflection

Yohanes Wijaya – Reflection

Bagi saya pengertian Nous menurut Aristotle tentang 4 element antara lain, Phronesis, Techne, Episteme, Sophia cukup berkaitan dengan kehidupan – kehidupan arsitektur. Bahkan ciri khas seseorang juga dapat diketahui dengan melihat dari bagaimana sikap mereka menurut dari pengertian Nous 4 element oleh Aristotle. Menurut Aristotle tentang Nous, Nous memiliki 4 element penting yaitu: Phronesis (taktikal dalam bertindak), Techne (Simulasi studio), Episteme (ilmu pengetahuan), Sophia (keberanian).

Salah satu elemen dari Nous adalah Phronesis, Phronesis menjelaskan tentang taktikal dalam bertindak khususnya perbedaan dalam pembelajaran di universitas dengan pekerjaan yang ada di dunia kerja/ praktik. Perbedaan paling menonjol adalah dalam universitas mengandalkan informasi dari buku atau dari penjelasan dosen/ orang yang sudah berpengalaman dan teori teori yang sudah dibuat sedangkan di dunia kerja mengandalkan pengalaman berapa lama sudah menjalani kegiatan itu dengan metode atau Teknik Teknik yang harus dilakukan secara praktek di dunia kerja. Pada saat masih belajar di dalam universitas jika mahasiswa melakukan kesalahan pada pekerjaanya khususnya arsitek jika melakukan kesalahan pada gambarnya maka masih bisa diperbaiki dan tidak ada konsekuensi apapun yang mempengaruhi tetapi berbeda dengan praktek pada dunia kerja. Jika melakukan kesalahan pada dunia kerja misalnya salah menggambar dan terjadi kecelakaan atau rubuhnya suatu bangunan maka akan membuat kerugian yang besar dan lebih buruk lagi jika ada korban jiwa. Pada dunia kerja mahasiswa yang sudah lulus dari universitas harus benar benar matang tentang ilmu pengetahuannya dan harus dibantu dengan praktek dari magang atau mengikuti petunjuk oleh orang yang sudah berpengalaman dalam dunia kerja supaya tidak terjadi kecelakaan atau kesalahan apapun.

Salah satu elemen dari Nous adalah Techne, Techne menjelaskan simulasi studio atau praktek dan profesi yang bisa dicapai. Pada arsitek belum tentu semua mahasiswa arsitektur akan masuk ke dalam pekerjaan yang sama. Ada berbagai profesi yang disediakan untuk arsitektur. Beberapa pekerjaan yang bisa diambil oleh lulusan arsitektur antara lain: Arsitek, Drafter, Pengawas Proyek, Tenaga BIM, Project manager, Direktur konsultan perencana, Site Manager, Kontraktor, desainer grafis, dan masih banyak lagi. Mahasiswa harus bisa untuk memilih pekerjaan mana yang akan diambil karena tiap pekerjaan pasti mempunyai Teknik yang berbeda beda saat praktek. Tidak mungkin pekerjaan yang dilakukan oleh kontraktor bisa sama dengan pekerjaan yang dilakukan oleh desainer grafis. Untuk mahasiswa yang baru lulus atau yang sudah memilih pekerjaan yang ingin dilakukan harus memperdalam ilmu pengetahuan teori dan Teknik prakteknya sampai matang terlebih dahulu dan itu harus dilakukan satu satu supaya lebih cepat dan lebih baik. Jika mahasiswa belajar 2 hal sekaligus contohnya belajar tentang cara menjadi desainer grafis dan cara menjadi kontraktor maka akan sedikit susah jika dipelajarinya bersama sama karena dua pekerjaan tersebut tidak ada kaitan satu sama lain.

Salah satu elemen dari Nous adalah Episteme, Episteme menjelaskan ilmu pengetahuan. Episteme memiliki pengaruh yang sangat besar. Ilmu pengetahuan adalah dasar dari semua aktivitas yang dapat dilakukan contohnya bagaimana cara memasak, pasti harus mencari tahu bagaimana cara memasak nasi atau ikan goreng, rebus, dan lainnya. Jika memasak dengan asal asal maka bisa aja ikannya maish mentah saat dimakan ataupun sudah gosong sehingga tidak enak. Sama juga dengan Arsitektur, para mahasiswa harus bisa mempelajari ilmu pengetahuan nya terlebih dahulu di universitas sebelum mempraktekkannya di dunia kerja atau bisa juga dilakukan dengan simulasi kecil kecil. Ilmu pengetahuan sangat banyak sehingga universitas hanya memberikan ilmu pengetahuan yang wajib dimiliki oleh mahasiswa arsitektur berbeda dengan nanti saat sudah memilih pekerjaan dan mempraktekkannya maka pasti aka nada ilmu pengetahuan baru yang dapat didapat. Tetapi tidak dianjurkan untuk mahasiswa yang memilih 2 profesi atau banyak pekerjaan sekaligus karena dengan ilmu pengathuan yang banyak itu tidak mungkin dapat dicerna semuanya dengan singkat apalagi dengan waktu 24 jam sehari ini.

Salah satu elemen dari Nous adalah Sophia, Sophia menjelaskan tentang keberanian dan kecintaan dalam berkarya. Mahasiswa Arsitektur harus mempunyai kecintaan dalam berkarya supaya dalam pekerjaannya atau gambar yang sudah dibuat mempunyai makna yang dapat dijelaskan kepada orang lain bukan asal buat yang penting bagus cantik indah. Walaupun keindahan juga termasuk dalam karya tetapi makna terbuat karya itulah yang sangat penting mangapa karya itu dapat terbuat, apay ng ingin dijelaskan oleh pembuat, apakah karya itu memiliki arti yang sangat penting bagi orang lain. Ada banyak karya gambar ataupun bangunan dan lainnya yang dapat menunjukan ekspresi atau sifat yang ingin dijelaskan oleh pembuatnya contohnya bangunan bangunan kuno seperti kuil yang menceritakan dengan dewa dewa yang mereka sembah atau kuil yang menyimpan mayat orang orang penting seperti pyramid di mesir. Ada juga rumah rumah adat yang menceritakan sifat sifat atau adat mereka lewat bangunan. Pada zaman dahulu dimana orang orang belum bisa menulis yang masih menggunakan batu atau zaman batu, mereka menggambar di batu supaya mereka dapat menceritakan Sejarah suku mereka. Tiap orang pasti tidak mau kerja dengan sedih karena itu akan menghambat pekerjaan mereka dan itu dapat memuat orang cepat stress. salah satu cara untuk berekspresi dapat dilakukan dengan membuat karya yang dapat menjelaskan apa yang sebenarnya ingin dijelaskan oleh pembuat untuk orang lain. Ada juga orang yang menceritakan penderitaannya melalui karyanya seperti penderitaan penyakit yang dialami yang diceritakan dalam bentuk lukisan.

Jadi konsep Nous oleh Aristotle ada benarnya dan pentingnya dalam kehidupan mahasiswa arsitektur. Episteme yang mempunyai porsi paling besar yaitu ilmu pengatahuan yang menjadi dasar terbentuk banyak pekerjaan yang sudah ada sampai saat ini. Phronesis yaitu kecerdasan taktikal dalam bertindak bagaimana di dunia ini didominasi dengan pembelajaran secara mendengarkan dan di dunia dimana diharuskan praktek dengan sempurna yang menimbulkan gap di dunia universitas dengan dunia kerja/ praktek. Techne yaitu Teknik atau simulasi yang dapat dilakukan oleh mahasiswa arsitektur di universitas sehingga mahasiswa setidaknya dapat tau apa yang harus dikerjakan saat sudah lulus dan mencari pekerjaan. Sophia yaitu membentuk keberanian dan kecintaan seseorang dalam berkarya, Keseimbangan keempat kecerdasan ini membentuk sebuah Nous, kapasitas untuk membangun wawasan, kecerdasan, dan kemampuan untuk memperoleh kebijaksanaan intelektual. Kadar Nous dapat berbeda-beda pada setiap orang karena tiap orang mempunyai sikap kepribadian yang berbeda. 4 elemen Nous ini adalah optional karena bisa saja ada seseorang yang menguasai semua elemen Nous tetapi ada juga orang yang tidak bisa menguasai semuannya. Ada orang yang berkarya dengan bagus dan indah tetapi tidak dapat memberikan kesan yang mempunyai makna yang dalam. Dengan kepribadian masing masing orang yang berbeda maka ciri khas seseorang dapat berbeda dan kita dapat mengenalinnya dengan salah satu cara yaitu dengan 4 elemen Nous ini.