Kata “nusantara” cukup populer. Tidak asing juga bagi dunia arsitektur. Ia pernah menjadi topik yang hangat dalam upaya “mencari” arsitektur Indonesia. Ada yang bilang arsitektur tradisional itu bagian dari arsitektur nusantara. Ada juga yang bilang “arsitektur tradisional nusantara” itu salah kaprah, karena tidak ada arsitektur semacam itu.” Meskipun suka dipakai dan sering diperdebatkan di dunia arsitektur, asal dan arti nusantara itu belum banyak kita ketahui, terutama penggunaannya di bidang ilmu di luar arsitektur. Dalam diskusi ini kita akan mencoba memperluas wawasan sambil mencari posisi yang baik untuk meletakkan “nusantara” dalam perdebatan arsitektur. Kita akan menelusuri pengertian dan penggunaan “nusantara” dalam lima posisi: sebagi ruang 1) Periferi; 2) Geo-body; 3) Bahari; 4) Hibrida; dan 5) Resistensi.
Kata “nusantara” cukup populer. Tidak asing juga bagi dunia arsitektur. Ia pernah menjadi topik yang hangat dalam upaya “mencari” arsitektur Indonesia. Ada yang bilang arsitektur tradisional itu bagian dari arsitektur nusantara. Ada juga yang bilang “arsitektur tradisional nusantara” itu salah kaprah, karena tidak ada arsitektur semacam itu.” Meskipun suka dipakai dan sering diperdebatkan di dunia arsitektur, asal dan arti nusantara itu belum banyak kita ketahui, terutama penggunaannya di bidang ilmu di luar arsitektur. Dalam diskusi ini kita akan mencoba memperluas wawasan sambil mencari posisi yang baik untuk meletakkan “nusantara” dalam perdebatan arsitektur. Kita akan menelusuri pengertian dan penggunaan “nusantara” dalam lima posisi: sebagi ruang 1) Periferi; 2) Geo-body; 3) Bahari; 4) Hibrida; dan 5) Resistensi.
Buku Alvar Aalto adalah hasil riset OMAH Library tentang karya beliau dengan kunjungan langsung di 13 karya beliau beserta 300+ foto dengan analisa eksperensial dan metode yang beliau kerjakan. Keajaiban Alvar Aalto menjadi contoh pandemi dalam dunia desain dalam artian positif. Dimana kerja kerasnya telah menyebar di seluruh dunia dari arsitektur hingga desain produk bersama Arteknya.
Masa pandemi ini menjadi perenungan panjang dalam penyelesaian buku ini. Sehingga kami melengkapinya dengan investigasi terhadap pandemi itu sendiri, dan bagaimana proses kreatif melampaui pandemi-pandemi yang sudah pernah ada hingga yang dilakukan saat ini di pandemi COVID-19.
Buku ini adalah buku desain. Semacam ‘reporting from the front’ dari ‘Ziarah Ando’ yang dilakukan hampir 12 tahun yang lalu ketika penulis memenangkan 2009 OFIX-Ando Programme. Namun sebagai buku desain, buku ini tidak beroperasi seperti layaknya monograf arsitektur pada umumnya.
Badan tubuh buku ini ditulis dalam 10 bab, untuk membahas 7 karya yang meliputi: Galleria Akka, The Time’s I & II, Church of the Light (and Sunday School), Honpuku-Ji (atau Water Temple), Chikatsu Asuka Museum, Sayamaike Museum dan Awaji Yumebutai. Bersama beberapa karya lainnya, ketujuh proyek tersebut seringkali diidentifikasi sebagai proyek-proyek ‘klasik Ando’ – yakni proyek-proyek yang dibangun ‘di era sekitar penerimaan Pritzker Architecture Prize (1995)’ antara akhir dekade 80an hingga awal 2000an.
Rumah Jawa adalah tempat untuk membina, mengembangkan, dan mentransformasikan budaya melalui praktik berkehidupan yang diselenggarakan di dalamnya. Buku ini memaparkan secara rinci rumah sebagai tempat untuk aktivitas keseharian, untuk pelaksanaan upacara dan perhelatan, serta untuk panggung seni pertunjukan. Dalam ketiga praktik tersebut rumah dimaknai dan dihayati oleh warganya. Berusaha untuk menyajikan spektrum yang luar, buku in mengkaji empat rumah Jawa di Yogyakarta dalam berbagai skala, dari bangunan tunggal yang kecil, hingga rumah pengusaha, dalem pangeran, dan Kraton yang terdiri atas lebih dari seratus bangunan. Melibatkan diri pada sejumlah peristiwa di rumah-rumah tersebut, penulis sangat akrab dengan kehidupan didalamnya sehingga mampu menyajikan rinci kehidupan dan praktik di dalamnya untuk kemudian diangkat dalam wacana budaya meruang yang luas. Diterbitkan pertama kali hampir 20 tahun yang lalu, Omah adalah referensi yang tersaji sederhana namun mampu mengungkapkan kekayaan makna dalam hidup meruang.
AKI dan OMAH Library kembali meluncurkan sebuah buku serial yang bertajuk “Antologi Kota Indonesia” seri 1 dan 2.
Kota-kota terus tumbuh sebagai fenomena karya manusia. Pertumbuhan ini terus melahirkan pemikiran-pemikiran baru dan tindakan-tindakan baru. Pemikiran dan tindakan akan terus menghasilkan kajian-kajian perkotaan terintegrasi sehingga studi tentang perkotaan akan terus dikembangkan dengan diskursus intelektual yang lebih dalam. Buku ini adalah upaya untuk terus menghadirkan kajian-kajian perkotaan dengan latar belakang multi-disiplin dan multi-perspektif.
AKI dan OMAH Library kembali meluncurkan sebuah buku serial yang bertajuk “Antologi Kota Indonesia” seri 1 dan 2.
Kota-kota terus tumbuh sebagai fenomena karya manusia. Pertumbuhan ini terus melahirkan pemikiran-pemikiran baru dan tindakan-tindakan baru. Pemikiran dan tindakan akan terus menghasilkan kajian-kajian perkotaan terintegrasi sehingga studi tentang perkotaan akan terus dikembangkan dengan diskursus intelektual yang lebih dalam. Buku ini adalah upaya untuk terus menghadirkan kajian-kajian perkotaan dengan latar belakang multi-disiplin dan multi-perspektif.
Buku ini memaparkan bagaimana pengaruh perkembangan budaya kehidupan komunal masyarakat Dayak Kanayatn, Desa Saham, terhadap morfologi bentuk dan ruang hunian mereka yang masih eksis hingga sekarang. Studi dan dokumentasi Radakng desa Saham mengkaji sisi arsitektural terkait tatanan ruang, filosofi, bentuk, struktur, dan konstruksi yang merupakan kemewahan warisan arsitektur leluhur Dayak Kanayatn, masih berdiri kokoh dan senantiasa dijaga serta dilestarikan hingga kini. Radakng sejatinya adalah sebuah wadah komunal tempat mereka bernaung, berlindung, membangun peradaban, dan melepaskan jubah individualisme untuk membangun sebuah antusiasme yang menjadi landasan utama budaya hidup komunal yang mereka jalani.
Arsitektur Lobo Melintas Waktu seri kesatu berjudul “Lobo Ngata Toro” bekerjasama dengan JAAI (Jaringan Arsip Arsitektur Indonesia) yang ditulis oleh Komunitas Tadulako Tradisional. Di Ngata Toro, adat tumbuh dari tempat (mungki). Arsitektur Lobo adalah hasil dari pemikiran orang tua dan tetua adat untuk mendirikan tempat bermusyawarah. Dengan demikian maka Lobo merupakan bagian dari sarana dan prasarana dadat untuk menemukan, merembugkan, dan meutuskan ketentuan-ketentuan yang menjadi dasar hidup manusia, sebagai pembimbing, sebagai pembina dalam berkehidupan.
Sehingga dapat dikatakan tujuan pertama kali berdirinya Lobo adalah sebagai wadah berlangsunganya adat dan untuk merumuskan adat, fungsinya saat ini merupakan bagian dari adat itu sendiri. Selain daripada itu, Lobo yang berada disini merupakan salah satu kekayaan masyarakat adat Ngata Toro yang bertahan dan berkesinambungan hingga saat ini.
Meski sistem strata sosial sudah ditinggalkan, jejak cara hidup warga Mamasa zaman dulu masih tercermin pada perbedaan wujud fisik Banua seperti pada warna, ornamen, elemen struktur, dan ukuran bangunan. 5 jenis banua berdasarkan tingkat strata sosial tinggi-rendah suku To Mamasa masa lampau yaitu: Banua Layuk, Banua Sura, Banua Bolong, Banua Rapa, Banua Longkarin. Pembangunannya adalah hasil runtutan trial-eror yang panjang, menggunakan material alam lokal, proses membangunnya sarat makna, gotong royong dan telah menjadi tradisi antar generasi.
Dalam buku ini, kami ajak pembaca menikmati keindahan arsitektur Mamasa melalui beragam sketsa, foto, dan penggambaran observasi yang menyentuh hati. Buku ini menggarisbawahi pentingnya mengalami berbagai macam khasanah akar budaya Indonesia sebagai sumber inspirasi yang maha dahsyat.
SPIRIT_45 is numerous sessions of dialogue, expansive moments of discourses, and odes to past architectural marvels. Andy Rahman, Eka Swadiansa, and Realrich Sjarief -3 young Indonesian architects- gathered and collided, drowned in endless discussions, to continuously reflect the Indonesian architecture scenery in the perspective of their daily practices. Of concepts and reality, of abstracts and details, of scale and magnitude, of time and space, of simplicity and complexity, of design visions and construction strategies –of all the oxymoron culminated within the limitation of their young practices- SPIRIT_45 is an attempt to understand the spirit of our time. To go beyond the mainstream popular cults, and be freed from hegemonic status quo of ‘formal’ history. A struggle to define new informality, a paradigm shift possibly of the spirits from the distant past. A journey among friends in search of collective identities.
Buku Soul of Borobudur, Filosofi Mandala Chakravartin bercerita mengenai nilai-nilai atau esensi dari Candi Borobudur, bahwa ia bukanlah sekadar monumen mati, melainkan monumen hidup yang relevan dengan kehidupan bangsa Indonesia. Di dalam buku ini, penulis berusaha menyadarkan pembaca mengenai betapa hebatnya bangsa Indonesia. Pada era pembangunan Candi Borobudur, peradaban Nusantara banyak dibawa jauh ke Jepang, Cina, Korea, dan negara-negara Asia Tenggara lainnya, bahkan hingga ke Tibet. Penyebaran peradaban tersebut kemudian memantik munculnya peradaban-peradaban baru di negara-negara tersebut.
Bagi penulis, Borobudur bukan sekadar cerita perjalanan masa lampau. Borobudur menjadi mandala dalam diri setiap manusia yang direpresentasikan secara monumental. Borobudur menggambarkan kehidupan keseharian yang mengajak kita untuk lebih mengenal dan menggali diri sendiri.
Harapannya, dengan menghayati isi dari buku ini, pembaca juga dapat terinspirasi untuk lebih mencintai Indonesia dan turut berkontribusi membawa Indonesia maju ke depan dengan menengok kisah dari masa lalu.
Pembuatan buku ini didukung oleh banyak sekali mandala yang membantu penulis. Di antaranya ada Ivan Chen dan Ninoi Kiling, CEO dan kepala pengembang dari studio yang membuat game moba pertama di Indonesia. Merekalah yang membantu penulis menetapkan Borobudur sebagai titik awal sudut pandang buku ini. Setelah naskah selesai ditulis, tantangan belum berhenti. Di sanalah dukungan OMAH Library masuk dengan segala naik-turun, suka-duka, yang membuat penulis masih merasa menjadi manusia di dalam prosesnya.
Pada akhirnya, walaupun buku ini lebih banyak menekankan kecintaan kepada Indonesia, ia tetap membebaskan pembaca untuk menyukai sesuatu yang berasal dari luar. Namun, sama halnya dengan mandala diri, kita perlu mencintai diri sendiri terlebih dahulu untuk dapat mencintai orang lain.
Dengan demikian, kita akan menjadi mandala yang utuh dan kaya.