Minggu lalu, saya dapat kesempatan bertemu dengan Pak Budi Sukada. Dalam perbincangan kami, beliau banyak berbagi tentang perjalanan karir arsitektur dan pengalamannya menempuh magister di Architecture Association (AA) London. Beliau juga bercerita bahwa ada peran Prof. Gunawan Tjahjono, dosennya di UI, yang terus mengajaknya berdiskusi tentang buku-buku, hingga akhirnya membuat beliau mencintai filsafat. Salah satu buku yang sangat berkesan baginya adalah karya Pak Fuad Hassan berjudul “Berkenalan dengan Eksistensialisme”
Bagi beliau, menjadi mahasiswa AA Graduate School adalah semacam dunia fantasi karena ia dapat bertemu dengan banyak arsitek dunia seperti Rem Koolhaas, Zaha Hadid, Charles Jencks. Yang menarik adalah ketika mentornya bertanya tentang apa yang ingin beliau pelajari, beliau menjawab ingin belajar teori arsitektur. “Tidak ada yang namanya teori arsitektur, yang ada itu sejarah dan teori arsitektur. Anda harus mengerti sejarah dulu sebelum belajar tentang teori arsitektur.” Jawaban ini terus diingat oleh beliau hingga saat ini.
Di usia yang sudah tidak muda lagi, Pak Budi Sukada masih memiliki keinginan untuk terus berkontribusi. Beliau menyebutnya sebagai sikap “refuse to be forgotten”. Ia tidak ingin arsitektur Indonesia hanya sisa kulitnya saja. Beliau juga banyak sekali membahas tentang pentingnya sejarah dalam teori. Saya kemudian bertanya, “Kenapa perlu belajar teori arsitektur, Pak? Bapak menyebut kaitannya dengan sejarah. Untuk apa sebenarnya teori itu diingat dan dipelajari?”
“Sejarah dan teori itu untuk menguji pernyataan seseorang, baik terhadap karyanya maupun karya orang lain. Kalau tidak teruji, ya omong kosong. Sejarah, teori, dan kritik itu penting. Ada saja yang selalu tidak terima ketika dikritik. Yang penting, kalau tidak terima, harusnya bisa menjelaskan kenapa tidak terima, dan itu secara teoritis, jangan secara sensitif, subjektif.”
Beliau menyampaikan bahwa kritik menjadi hal biasa di luar negeri, seperti Charles Jencks saat mengkritik James Stirling, begitu juga dengan kritik kepada Zaha Hadid, Leon Krier, dan Norman Foster dalam kelas kritik yang beliau ikuti di AA Graduate School.
#realrichsjarief #guhatheguild




