Kategori
blog lecture

Architecture Story: How The Journey Started (Tracing the Dots)

Sabtu, 27 Mei 2023 kemarin saya diundang di acara webinar archistory yang diadakan oleh himpunan mahasiswa Teknik Arsitektur Universitas Negeri Semarang. Tema dari webinar ini adalah “Architecture Story: How The Journey Started”.

Saya merefleksikan tema tersebut kebeberapa tahun yang lalu saat saya mengenal arsitektur di bangku kuliah, pengalaman kerja, merintis biro arsitektur hingga sekarang. Kami menambahkan judul dari webinar tersebut dengan “Tracing the dots”

Penggabungan konektivitas perjalanan-perjalanan berarsitektur yang saya mulai dari hal-hal sederhana yang dipupuk sejak dibangku kuliah, dari kehidupan akademik hingga berorganisasi. Masa dimana saya selalu menjadi orang yang terakhir. Terakhir merapikan kursi-kursi setelah acara, terakhir mematikan lampu dikantor dsb. Secara tidak langsung hal-hal tersebut membentuk karakter kerja sampai tuntas dan belajar mengakhiri apa sudah dimulai. Di dunia arsitektur ternyata hal tersebut sangat berguna, karena proses pengerjaan sebuah proyek arsitektur merupakan perjalanan panjang yang membutuhkan konsistensi yang tinggi hingga sebuah arsitektur terbangun, membentuk karakter konsisten hingga akhir.

Senjatanya adalah 3 hal, yang pertama adalah pengetahuan, yang kedua menemukan mentor, seperti Norman Foster selama 2 tahun, Mas Emil 1 tahun di Urbane, seperti juga mas Dani satu tahun di DP Architect, semua mentor saya sampai sekarang saya punya mentor-mentor sampai pada akhirnya kita punya role model, yang ketiga bangga dengan diri sendiri.

Kita akan dipertemukan dengan orang-orang yang setipe dengan kita, menurut adik-adik yang bertanya pada saat pemaparan materi kuliah, mereka mengaggap saya sosok seorang arsitek yang mempunyai idealisme, sehingga dia bertanya “Bagaimana menyikapi ketika idelisme kita bertentangan dengan dosen?”, jawaban saya sederhana, bahwa kita tidak bisa lepas dari ekosistem pendidikan kita, dimana kita masih terperangkat dengan cara mendidik yang sistemnya top down. Itu memeng sudah diteliti juga bahwa negara-negara seperti kita yang masih berkembang ini sangat butuh ekosistem untuk kita mendengarkan anak-anak muda, juga menvalidasi siapa mereka. Tetapi dari sistem pengajaran juga mereka takut bahwa anak-anak akan berhasil atau tidak, karena waktunya benar-benar mepet. Kita itu sama-sama terjepit, seakan-akan sudah harus berproduksi, padahal masih butuh waktu untuk didengarkan.

Semakin cepatnya informasi, maka tekanan itu juga semakin besar. Kamu seakan-akan tidak didengarkan padahal yang terjadi adalah informasi begitu banyak. Padahal zaman dulu kita susah mencari informasi. Sekarang infoemasi dimana-mana. Kalau dulu anak-anak harus haus akan ilmu, karena kalau tidak mencari informasi, dia tidak akan mendapat apa-apa. Kalau sekarang tidak bergerakpun bisa mendapatkan banyak hal. Tapi banyak hal itu anatar jelek atau bagus tidak tau, Jadi menurut saya menjadi penting untuk memposisikan cara berfikirnya. Menurut saya, saya bisa advice. Cara berfikir dan filosofi itu menjadi penting ditahap-tahap awal mempelajari arsitektur.

Filososfi dimulai dari memvalidasi diapa aku, jadi punya background cerita dulu seperti keluarga, dsb. supaya kamu bisa dihargai orang, karena itu sebuah hal yang sangat baik. Caranya bisa lepas dari itu adalah dengan menfalidasi diri sendiri dulu, meskipun mungkin tidak ada dosen ataupun orang yang memvalidasi, kamu harus survive. Jadi reposisinya harus dirubah dulu bahwa dosen itu jangan dianggap sebagai client. Kita tidak bisa tau pengalaman dosen kita, oleh karena maka yang tepat adalah bukan masalah client atau tidak, tetapi proses bagaimana kita menggerakkan bukan cuma clientnya, tapi tentang bagaimana kamu suka dan cinta pada arsitektur. Jadi menurut saya dosen jangan dianggap sebagai client, tapi dianggap sebagai mentor. Nah dari situ kamu akan suka, pada akhirnya idealismenya dimana sih? “Kamu tau apa yang kamu suka dan kamu cintai, jadi kamu bekerja secara otomatis, bekerja tanpa disuruh – dengan begitu soul terbentuk”.

Kategori
blog

Selamat Ulang Tahun Laurensia

.
“Kado terbaikku tahun ini adalah melihat Miracle pulih dari sakitnya”
.
Sudah hampir satu minggu ini Miracle sakit, dan kami beberapa kali ke dokter. Setiap hari juga, Laurensia berdoa supaya ia cepat sembuh, pusing setiap saat membuat kami was-was satu minggu ini. Beberapa hari terakhir ini Miracle sudah mulai pulih dan aktif kembali.
.
Umur kali ini adalah umur dimana kami belajar melewati krisis kami untuk lebih setia pada niat-niat baik ke orang lain, ke anak-anak. Dari Laurensia, saya belajar bahwa mana yang diniatkan akan terjadi, baik menjadi baik. Desain rumah kami, kehidupan studio tidak lepas dari peran dirinya. Ia sendiri yang meminta supaya tempat kerja dan tempat tinggal menyatu dan tidak berjauhan. Ia mengerti saya yang selalu tidak pernah lepas dari pekerjaan.
.
Kalau ada satu hal yang saya perjuangkan adalah membuat Laurensia bahagia, dan terus hadir di tengah-tengah kami. Melihat Laurensia dan harapannya, ia adalah orang yang sederhana, keluarganya adalah surganya, saya dan anak-anak sangat beruntung bisa mendapatkan kasih sayang dari dirinya. Setiap hari ia menyiapkan kebutuhan kami, setiap saat juga ia selalu hadir untuk kami semua.
.
Memang benar surga dan keajaiban hidup ada di telapak kaki Ibu dengan kesederhanaannya dan kesehariannya. Kami bersyukur bisa merasakannya. Happy birthday Laurensia, you are the best mom, wife, and dentist. Love u so much to the moon.

Kategori
blog

Home of Atlantis

.

Saya bertemu dengan client kami ini Anggit, kira-kira ditahun 2008 ketika saya masih ada di London. Saya tidak pernah menyangka bahwa kami bisa bekerja bersama sebagai arsitek & client. Anggit adalah pribadi yang menyenangkan & pikirannya terbuka akan berbagai macam kemungkinan. Ia dilatih oleh ayahnya dengan berbagai macam sudut pandang untuk bisa mempertanyakan “Kenapa sebuah hal itu bisa muncul?”

Di dalam interaksi desain kami menghabiskan waktu 4 tahun. Saya menemani Anggit didalam proses panjangnya untuk menggali nilai lebih tentang kehidupan. Dari dia & orang tuanya saya mengenal banyak pribadi & konsepsi tentang kebersahajaan. Saya sungguh berterimakasih karena konsep tersebut yang menggarisbawahi apa yang kami sedang perjuangkan didalam studio yaitu sebuah konsep mengenai “Understated Beauty”. Sebuah kecantikan yang bersahaja, tidak berlebihan & memiliki akar yang kuat.

Perbincangan dengan Anggit berlanjut dengan dikusi lebih dalam dengan pak Heru, ayahnya Anggit. Dari pak Heru saya mendapatkan cerita bahwa energi di dalam alam ini selalu berputar, cerita tentang bumi, air, dan udara akan terus menghiasi & menghayati arsitektur, & selalu hadir untuk mengisi kehidupan. Diantara serpihan memory, kenangan yang begitu dalam tentang rasa trauma, suka & duka didalam setiap keluarga.

Di satu waktu, Pak Heru menambahkan satu elemen lagi sebelum proyek ini dimulai dengan menambahkan kata tetangga. Hal ini menujukkan kepeduliannya dengan sekitar. Sama seperti cerita petugas keamanan yang begitu bersyukur mendapatkan beras beberapa kilogram perbulan dari dirinya. Arsitektur itu bisa saja sangat rumit, tetapi bisa juga sangat sederhana. Karena cerita-cerita arsitektur ini membuat saya bisa mengenal banyak kebaikan diantara serpihan rekonstruksi kenangan. Dan rumah ini adalah sebuah rekonstruksi kata pak Heru.

Rekonstruksi ini adalah bagaimana kita bisa saling meningkatkan kehidupan orang lain dengan cara apapun yang kita bisa termasuk arsitektur.
.
Terimakasih Anggit + Pak Heru tim @realricharchitectureworkshop: Haikal, Evan dan Adriyan, sudah mengawal project ini, Pandu, Alifian, Thomas dan Anthony juga, serta banyak orang yang lain.

.

Kategori
blog

Coil Bioclimatic Home

.

Bioclimatic Home
.
Pagi-pagi di rumah mas Hugo dan mbak Lisa, suatu rumah yang saya namakan Rumah Ngumpar atau Coiling Home. Di awal perbincangan, saya bertemu mas Hugo yang menginginkan rumah yang memiliki cerita. Permintaan seperti itu bukanlah permintaan yang mudah untuk dijalankan dan dimengerti, karena sebuah cerita di dalam sebuah rumah adalah cerita tempat dimana keluarga itu akan hidup dan besar bersama. Kemudian pertemuan-pertemuan setelah itu adalah mengenal mbak Lyza, istri dari mas Hugo yang sangat pengertian dan terbuka akan begitu banyak kemungkinan di dalam membesarkan anak-anak dan memberikan pengertian kepada mas Hugo.

Rumah ini kemudian terbentuk dengan kombinasi dan keterbukaan seperti bentuk tangan yang sedang memeluk sekitar. Kumparan menurut saya adalah sebuah kediaman yang akan memberikan kesejukan bagi keluarga yang tinggal di dalamnya.

Kejujuran itu memberikan kehangatan dan energi. Energi itu akan berkumpul seperti didalam sebuah kumparan atau coil dan bentuk lingkaran yang erat antara satu dengan yang lain. Begitulah hubungan antara sebuah keluarga yang disatukan oleh ruang-ruang keluarga tanpa sekat, yang terhubung antara beberapa ruang untuk beristirahat atau ruang tidur yang dihubungkan di dalam sebuah sirkulasi kearah yang vertikal. Dimana ada cahaya masuk dengan konsep Punden Berundak.

Pundak berundak ini menerus dari lantai paling atas berupa skylight sampai ke balkoni dan teras dan kolam renang kemudian sampai ke ramp yang mengelilingi bangunan sebagai pintu utama. Komposisi ini menunjukkan sebuah kesatuan dan pemikiran yang panjang tentang sebuah arsitektur biolimatic yang memberikan kesejukan bagi pengguna, kenyamanan termal, kedekatan personal, dan hopefully sebuah tampak yang menyerupai hutan kota. Ditunggu ya kabar selanjutnya.
.
Terimakasih tim @realricharchitectureworkshop : Mei mei, Rico, Putra, Teh Al, dan Pandu yang sudah mengawal project ini. Juga mas Hugo, seluruh tim pembangun Sirin, Watno.
.
#RAWongoing#RAWprogress#Kumparan#CoilBioclimaticHome#house#home#details#bioclimatic#architecture#architecturedetails#architectureproject#workingonprogress#dezeen#archdaily#arsitektur#arsitekturindonesia

.

Kategori
blog

IDN Media Headquarters

.
Kira2 beberapa tahun yang lalu kami mendapatkan pekerjaan desain ruang kantor IDN media yang memiliki perhatian terhadap Milenial dan Gen Z di Indonesia dituangkan dalam bentuk media digital multi-platform yang berfokus pada news and entertainment.
.
Program brief didasarkan pada desain ruang yang efisien multi guna sekaligus ruang meeting dan ruang kerja yanh fungsional, fleksibel, dan terbuka. Proyek ini juga dikerjakan dalam waktu yang singkat dan intensif, seperti salah satu core mindset IDN Media, sangat memperhatikan fokus dan kecepatan.
.
Menurut studi yang dilakukan oleh McKinsey pada tahun 2018 yang berjudul ‘True Gen: Generation Z and its implications for companies’, gen Z merupakan generasi yang penuh dengan keterbukaan dan bebas mengekspresikan diri, berorientasi pada komunitas, dan mengedepankan dialog. Mereka juga cenderung lebih realistis dan analitis.
.
Karakter tersebut mempengaruhi pendekatan dalam organisasi ruang kerja. Kami mendesain ruang kerja mereka dengan plafon ekspos, untuk mendapatkan ketinggian maksimal, dan ruang–ruang di desain untuk mendapatkan penerangan sebaik mungkin dan fleksibilitas banyaknya meja–meja kerja yang bisa memancing kolaborasi dan dialog. Di sisi–sisi pinggir diletakkan kotak kaca untuk memberikan tempat bagi leader ataupun ruang meeting sesuai kapasitas. Desainnya mengalir begitupun juga diskusi saya dengan winston dan william.
.
Sampai kita mendiskusikan cukup intens bagaimana bentuk lobby utama dengan menggunakan berbagai macam tipe komposisi batik sehingga muncul batik khas di dalam ruang yanng membingkai meja, grand piano, tv dan sofa, sebuah simbol seni, informasi, kolaborasi, dan keterbukaan. Bentuk anak panah yang diulang2 dan batik yang diulang2 menggambarkan kecintaan IDN terhadap Indonesia yang lekat dengan unsur budaya yang maya dan kritis terhadap sda yang terbatas.
.
Kami belum sempet mempublikasikannya sudah kepotong covid. Kemarin kami kesana lagi, dan saya senang dan bangga sekali dengan apa yang sudah dimulai mereka. Sudah lama saya pingin silahturahmi dan kali ini kami doakan mereka untuk maju terus wins william dan @idnmedia team !
.
Photographs by @kafinnoeman

.

Kategori
blog

Dari tidak bisa menjadi bisa, dari bisa menjadi biasa

.
Suatu saat kami mendapatkan tumpukan kayu tidak dipakai dengan kualitas bagus, sedangkan tempat di sudut benteng pun terbatas, mau ditaro dimana lagi. Setelah itu kami mendesain sebuah struktur mirip perahu pinisi yang ditambatkan di kedua ujung tumpuan yang ringan. Bentuknya menyerupai jembatan yang menghubungkan kanopi dengan berat yang ringan. Yang dulu tidak bisa diinjak menjadi bisa diinjak, menuju kotak yang digantung oleh plat yang menggantung. strukturnya menggunakan elemen-elemen yang kecil-kecil, ringan-ringan seperti sarang burung.

Waktu dibuat desainnya, tidak ada yang berani membangun. Tetapi justru tukang-tukang yang tidak berpengalaman dalam membangun konstruksi kayu dan tidak punya pikiran apapapun yang sung-sungguh bekerja dan bisa mengkonstruksinya dengan alat-alat yang sederhana dan mengandalkan benang sebagai as. Setiap pagi saya berjumpa mereka, berdialog, berdiskusi, dan bereksperimen didalam struktur sosial ketukangan. Mereka adalah tukang-tukang yang kelas tiga. Kelas satu adalah para mandor, kelas dua adalah para tukang pengrajin. Kawan-kawan kami ini mungkin tidak memiliki pengalaman yang banyak, namun memiliki daya juang dan kreativitas yang tinggi dan juga mau untuk terus belajar.

Sama seperti di dalam praktik arsitektur, hal ini terjadi. Bagaimana anak-anak di studio berkembang, dan terus meningkatkan diri, dari penggambaran, pengetahuan bahan, dan integrasi multi disiplin. Dulu kita kalau foto satu studio tidak muat, berkerumun dibawah, namun sekarang sudah bisa masuk semua. Disana Kami belajar bahwa kebudayaan dan masa depan adalah bagaimana menjembatani dan fokus ke keseharian di dalam berpraktik dan mampu membuat ketakutan dan nilai di dalam diri seseorang menjadi sumber untuk jiwa bertumbuh dan beregenerasi. Dari hal-hal kecil sehari-hari, kami belajar untuk terus fokus, berhati-hati, dan belajar.
.
Ditunggu ya cerita-cerita lebih lanjut lg dari studio kami, di studio kami sibuk menangani proyek yang intensif mulai dari pengecekan desain, merumuskan konsep, berdiskusi antar disiplin dan owner, juga menggali lagi, apa ada lagi yang bisa dieksplorasi. Salaam reflektif !

Kategori
blog lecture

Pendekatan Desain di Praktik?

Kemarin saya dihubungi oleh pak Hanson E. Kusuma (Pengajar di ITB), dulu dosen saya dan kita pernah bekerja bersama. Saya baru tahu juga beliau menggawangi IPLBI. Kerja-kerja arsitektur sebenarnya lekat kaitannya dengan sebuah hubungan yang tidak hanya personal, tapi juga saling berkolaborasi. Kemudian ada lecture IPLB, saya bersyukur bisa diundang oleh beliau dan juga bersama rekan-rekan yang lain,

Dhini Dewiyanti | Universitas Komputer (Chief Editor JLBI dan JDLBI)
@madcahyo | SDA Architects (Arsitek – penulis – peneliti)
Nurhikmah B. Hartanti | Universitas Trisakti (Kepala Pusat Peneliti GCE)
@pancawatidewi | Universitas Gunadarma (Kaprodi Magister Arsitektur)

Semoga acara ini bisa memberikan dampak baik, karena yang namanya pendekatan desain dalam artikel journalism ada kaitannya dengan hal yang sifatnya praktis dan juga elaborasi ilmu pengetahuan yang terjadi didalamnya.

Pendekatan desain dan penulisan itu dua hal yang saling membantu dan saling terhubung supaya dengan adanya penulisan, elaborasi ilmu pengetahuan bisa dilakukan dengan lebih runtun. Tapi pendekatan desain itu sebenarnya seperti penggabungan penyatuan antara intuisi dan merasionalkan keputusan-keputusan desain. Semakin runtun, semakin cepat. Jadi kedua hal tersebut saling menunjang untuk sebuah optimalitas kegiatan mendesain.

realricharchitectureworkshop #realrichsjarief #architecture #arsitek #lecture #architecturelecture #RAWArchitecturelecture


@realricharchitectureworkshop

Kategori
blog

Tracing Our Own Asian Architecture Heritage?

.

Dari dulu kami mencari nilai-nilai heritage/pusaka di dalam praktik, keseharian, belajar-mengajar di kampus ataupun di studio. Hal tersebut memunculkan banyak diskusi dan tanda tanya di kolaborasi kami kemarin antara @iaibanten@sabd.tribe@untar.architecture dan @omahlibrary
.
Puji syukur, acara Tracing Our Own Asian Architecture Heritage di @omahlibrary kemarin berjalan lancar. Diskusi ini seperti sebuah jeda sejenak untuk menyusun gambaran ide. Yang terpenting adalah interraksi yang terjadi berlangsung hangat dan intensif, dialognya terbuka dan saling membangun di sela-sela makan bersama, tertawa, dan serius bersama juga.
.
Kami berharap kolaborasi seperti ini bisa berjalan terus sebagai sebuah momen untuk mengisi waktu-waktu jeda yang menciptakan kesempatan untuk lebih banyak orang disela-sela praktik yang intensif.
.
Terimakasih untuk ibu Veronica Ng, head of School of Architecture, Building and Design (SABD), Taylor’s University. Bu Maria Veronica Gandha, ketua Program Studi Sarjana Arsitektur Universitas Tarumanagara. Pak @pierrepongai, ketua IAI Banten, Robert Powell, lecturer at Taylor University, Camelia, lecturer at Taylor University. Kawan dekat saya @eka_swadiansa, Researcher & Principal at OSA dan @madcahyo, JAAI-IAAN Advisory Board, Bu @_ti2n, pengajar di Universitas Tarumanagara, Bu @nyonya5161t, pengajar di Universitas Tarumanagara.
.
Dan teman-teman yang ada di OMAH Libray @hanifahsausann@luil_mn@meinnamelani@arlynkeizia@yophrm@khunmey, seluruh tim @majalahsketsa yang sudah membantu, serta teman-teman himpunan @himanika_nawasanga prodi Arsitektur Budi Luhur yang tidak hanya hadir namun menambah warna dan kesan yang tidak tergantikan. Hangat dan manis.
.
#architecture#architect#lecturers#architecturelecture#reseachers#arhitecturereseacher#writers#architecturewriters

Kategori
blog lecture

Kebudayaan dan Masa Depan: Merancang Arsitektur Rumah Panggung Masa Depan?

Pada tanggal 9 Maret 2023 kemarin, kami berbagi mengenai pendekatan desain dengan tema “Kebudayaan dan Masa Depan – Merancang Arsitektur Rumah Panggung pada Masa Depan” bersama moderator Kumbang Bernaung yang merupakan lulusan @kampusbudiluhur @arsitektur_ubl didalam rangkaian acara @kanvas_ubl. Kumbang adalah lulusan @omahlibrary yang kami banggakan dan senang sekali kami bertemu dengan dia kembali.

Didalam tema ini saya mencoba memberikan cerita tentang bagaimana saya mencoba melihat Indonesia dari hal yang sangat personal dan juga hal yang sangat publik. Jadi mencoba untuk mempertanyakan banyak hal. Kalau melihat Indoensia terdapat beberapa signery, kalau kita melihat postur badan, setiap orang punya idealnya masing-masing, di dunia juga ada beberapa postur badan. Kenapa hal ini penting? Karena ini kaitannya ke Rumah Panggung, kita tau ada Vitrivius yang gerakannya seperti huruf “V”, kalau kita membentuk huruf “V” yang kita tarik kebelakang kemudian punggung kita sakit, itu berarti kita forward neck.

Jadi problematik tulang belakang seperti rumah panggung, bukanlah tulang itu sendiri, tapi adalah otot yang menyangga tulang tersebut. Kita melihat Vitruvius seperti Architype Yunani Kuno. Kita lihat di India atau China, dimana kebudayaan Indonesia berasal dari migrasi dari laut China selatan. orang yang sedang berlutut memberikan mudra seperti yoga, bersila dan belakangnya rata, nafasnya melalui perut, diam dan perutnya kencang barulah muncul postur yang ideal. Mulai rata dan ada sebuah pelatihan kuda-kuda. Di Indonesia ini, kalau ada foto-foto budaya banyak orang yang jongkok dibawah, mendekatkan posisinya ketanah supaya tidak jatuh. Kalau jatuh pada bangunan iyu adalah fatalitas. Jadi postur itu sendiri ada berbagai macam rupa, tapi pernah tidak kita lihat apakah kita sudah punya postur yang sangat baik atau belum?.

Mempertanyakan kontek Indonesia berarti kita melihat bahwa Indonesia adalah budaya dan iklim yang ada dua musim. Sudut mataharinyapun berbeda, dia ada dari utara dan selatan, beda dengan Paris, Norwegia, ataupun Finlandia ya matahari itu kan dari selatan. Oleh karena itu Hagia Sophia sangat panjang dan tinggi suapaya matahari bisa masuk kedalam inti dari bangunan, makanya ada banyak lubang cahaya. Nah hal-hal seperti ini menjadi penting.

Jadi rumah panggung ada kaitannya dengan cara hidup dan budaya yang ada komunitas didalamnya. Tapi tidak sesimple itu, kamu lihat rumah panggung didalam konteks keadaan kota yang sekarang. Karena kalau semuanya dibikin rumah panggung 1 lantai dengan teman-tema arsitektur vernakular, tidak cukup lahan kita. Jadi pertanyaannya bagaimana?. Saya masih meyakini bahwa konsep rumah panggung adalah salah satu konsep terbaik yang kita punya, yang perlu di kontekstualisasikan dengan arsitektur masa depan. Masuknya buday luar ke Indonesia itu dilihat dari lautan dan dari daratan, karena kita dikelilingi oleh lautan. Tapi rumah panggung yang di daratan dan lautan itu memiliki problematika yang berbeda-beda, dan materialnya juga berbeda-beda, dari pemakain kayu besi, kayu biasa, kayu kecil dsb, itu berarti ada intervensi dari sesuatu yang tidak pada akar kita unutk masuk pada akar kita dan mempengaruhi secara langsung.

Hal tersebut memunculkan beberapa pertanyaan, apakah arsitektur Indonesia lebih baik daripada arsitektur barat? atau sebaliknya. Dan bagaimana posisi Indonesia didalam konstelasi arsitektur timur?. Aslinya Indonesia adalah sebuah negara yang sangat beragam, hibrida, yang akan menjadikan relasi, bagaimana ketakutan-ketakutan kita sebagai bangsa perlu untuk dihindari dan kita menghadapi, apa sih yang kita sedang cari?.

Permasalahan kota itu benar adanya sehingga perlu menempatkan arsitektur panggung pada tempatnya menurut analisis saya pribadi. Jadi permasalahan kota ini tidak bisa dianggap remeh karena sehar-sehari kita menghadapi permasalahan tanah, budget, gempa, banjir. Dan kita butuh justifikasi, apa itu arsitektur panggung?.

Jadi di lecture ini kita akan mencoba menelisik akar-akar arsitektur Indonesia kita. Didalam teori arsitektur oleh dowin numerik, belum tentu arsitektur itu terbentuk dari sebuah proses yang sangat sederhana. Proses untuk menopang siku-siku tenda membentuk segitiga-segitiga yang membentuk sebuah bangunan, dan kemudian bentuk itu bertransformasi, kemudian direvisi lagi menjadi sebuah tren. Tren itu punya sebuah persepsi juga dari publik tentang ekspektasi sebuah arsitektur. Tetapi didalam proses sebenarnya kita perlu merenungkan kembali dari proses menuju satu, menuju kebawa. Dari situlah persepsi kita semua terhadap rumah panggung. Apakah kita malihat rumah panggung hanya sebuah sebagai sebuah tren saja, sebuah bentuk saja, ataukah kita merunut satusatu mana yang penting sebenarnya untuk kita ambil hari ini.

Olah karena itu saya akan membicarakan bagaimana sebuah imaginasi itu mencul melalui hal-hal yang cukup popular dan membawakan nilai yang positif bagi kita. Seperti film-film disney seperti Marvel of united, membawa beberapa inspirasi nusantara kedalam bermacam-macam dunianya dan akhirnya memiliki banyak dunia, banyak tempat, sitsuasi dan kondisi. Dan itu adalah alam imaginasi. Dan sebenarnya pendekatan kita adalah akar kita. Banyak ilustrator dari Marvel of united itu muncul dari Indonesia dengan semua peradabannya. Kita punya 9 kebudayaan besar yang sudah mengakar sampai sekarang, dan terpecah dibanyak pulau. Dan beberapa budaya vernakular itu masih aktif sampai sekarang. Dibeberapa negara di eropa itu sudah tidak aktif lagi.

Di Indoensia, diranah ketertinggalan dan kemajuan kita mendapatkan sebuah referensi budaya-budaya yang masih aktif, masih mengakar, masih diajalankan, dan itu bisa kita rasakan secara langsung. Dan inilah alam imaginasi bersama. Sehingga begitu kita berbicara tentang geografis yang dilaut ataupun didaratan, itupun jadi tidak menjadi persoalan.

Mempertanyakan Rumah Panggung sebagai Masa depan Arsitektur Kita?

Lirik lagi “Panggung Sandiwara – Nike Ardilla”:

Dunia ini panggung sandiwara
Ceritanya mudah berubah
Kisah Mahabrata
Atau tragedi dari Yunani
Setiap kita dapat satu peranan
Yang harus kita mainkan
Ada peran wajar
Dan ada peran berpura-pura
Mengapa kita bersandiwara?
Mengapa kita bersandiwara?
Peran yang kocak bikin kita terbahak-bahak
Peran bercinta bikin orang mabuk kepayang
Dunia ini penuh peranan
Dunia ini bagaikan jembatan kehidupan

Disana Kami belajar bahwa kebudayaan dan masa depan adalah bagaimana menjembatani dan fokus ke hal-hal yang terus mengakar membawa nilai budaya yang semakin kuat, dimulai dari keseharian di dalam berpraktik dan mampu membuat ketakutan dan nilai di dalam diri seseorang menjadi sumber untuk jiwa bertumbuh dan beregenerasi. Rumah panggung di dalam konteks ini hanyalah sebagian cerita dari jembatan – jembatan kehidupan yang kami jalani di dalam waktu yang terbatas.

1001 cerita
Sejuta rasa
Di dalam 99 persen
proses yang tidak pernah selesai

Kategori
blog lecture

Konsistensi Merancang Konsep Desain hingga Perwujudan ?

Tanggal 7 Maret 2023 lalu, saya diundang mengisi kuliah umum studio perancangan arsitektur di @maranathaarsitektur. Tema dari seminar ini “Membangun Konsep Desain Arsitektur yang Konsisten hingga Perwujudan Desain”

Tema ini mengingatkan saya pada proyek Rumah Gading Tower, pada saat itu saya ditelfon oleh klien, beliau menyakan “Mau ya pak mendesain rumah kecil sepeti ini?”. Kadang kami heran, mungkin ada persepsi bahwa yang kita kerjakan adalah proyek-proyek besar semua. Akhirnya saya mendapat empati bahwa pasangan klien ini sangat percaya kepada kami. Setelah itu kami berkomitmen bahwa apa yang dikerjakan disini adalah sebuah kolaborasi antara kami dan klien.

Banyak dari klien kami yang bertanya hal serupa, “Kenapa mau totalitas dalam mendesain rumah diatas lahan yang kecil?”. Menurut kami, bukan masalah mau tau tidak, tapi bagaimana sebuah proyek menjadi ruang untuk bertumbuh bagi klein dan juga kami. Jadi bukan masalah kecil atau besarnya proyek, tetapi apa nilai yang bertumbuh disana.

Arsitektur yang kami buat, secara visi bisa untuk banyak hal dan banyak orang. Di proyek ini lucu, kami mengeksplorasi letak tangga yang dipinggir sehingga bisa menjadi efisiensi diatas lahan yang tebatas. Pengolahan bentuk-bentuk jendela setelah lingkaran yang membingkai keseharian ketika sedang memasak dan bisa menjadi tampak bangunan. Dan penempatan lubang-lubang cahaya dan udara yang membuat bentuk kotak padat. Bentuk massa yang tinggi menjadi terbuka sehingga mendapat sirkulasi udara dan matahari secara langsung.

Penyadaran bahwa konsistensi didalam berarsitektur dimulai dari sebuah visi untuk melayani dan bagaimana arsitektur bisa dinikmati banyak orang dan menumbuhkan banyak hal. Dipupuk dari attitude didalam mendengarkan klien, kemudian hal tersebut menumbuhkan kepercayaan diatara klien dan arsitek dan berevolusi menjadi komitmen bersama. Darisana proses yang begitu intensif dimulai, antar designer dan klien, desainer dan crafsman, hingga operasional dengan seluruh stakeholder.

Kategori
blog lecture

Empathy in Architecture – Training the Soul

Hari Kamis, tanggal 23 Februari 2023 lalu saya diundang mengisi kuliah umum studio perancangan 8 oleh Universitas Tarumanegara sceara offline. Tema dari kuliah ini “Empathy in Architecture – Training the Soul”

Kami mencoba menarik akar dari tema tersebut, dari mana sebuah empati bisa muncul?. Di dunia digital saat ini banyak sekali informasi masuk melalui gadget kita, darisana dapat memunculkan sikap simpati yang menunjukkan kepedulian kita terhadap orang lain, kondisi sebuah emosi yang berjarak. Darisanalah empati terasah untuk muncul, berusaha merasakan yang orang lain rasakan lebih dalam dan tanpa jarak. Namun, apakah sikap empati cukup didalam berpraktik arsitektur? Jawabannya tidak cukup. Didalam membangun arsitektur diperlukan lebih dari sekedar emosi, tapi juga action atau kasih sayang berupa tindakan yang penuh dengan keringat dan air mata.

Didalam berpraktik arsitektur dibutuhkan kemampuan beradaptasi seperti bunglon, yang menjadi dasar sebuah brikolase. Brikolase seperti menyamar dan kemudian menjadi bagian dari orang lain, sampai blending. Hal tersebut diperlukan didalam proses desain hingga aktualisasi disain.

Didalam perjalanan panjang berpraktik, kami membagi proses perjalanan ini kedalam 3 fase: Yang pertama art, kedua detailing proses, dan ketiga supervising. Didalam fase Art atau tahap conceptual design, kita akan mengalami 5 kondisi. Dari mulai menghadapi ketakutan atau fear dan munculnya defensif atau perasaan yang muncul akibat menerima kritikan dsb yang menyebabkan munculnya vulnerability atau kerapuhan dari dalam diri. Ibarat lautan, di kondisi seperti ini kesakitan-kesakitan itu muncul hingga membuat kita jatuh kedasar paling dalam. Kondisi-kodisi yang kadang kita anggap sebagai proses gagal inilah yang sebenarnya akan membuat kita tumbuh dan muncul kembali kepermukaan.

Fase yang kedua adalah detailing proses atau tahap aktualisasi dari sebuah art. Fase dimana setiap detail pelaksanaan diimplementasikan dan diperbincangkan, seperti material, waktu, kendala konstruksi, hingga sisi operasionalnya.

Terakhir merupakan fase supervising, dimana ketika kita ke lapangan, kita akan menemukan kondisi-kondisi tidak tertebak atau tidak pasti. Terkadang menemukan kesalahan-lesalahan tukang, klien yang berubah-ubah dsb. Fase ini menjadi sangat penting, kita harus melewati fase detailing proses yang begitu komplek sebelum memasuki fase ini.

Dari mengetahui ketiga fase inilah perasaan lebih dari sekedar empati muncul. Didalam berpraktik, soul, mind and body bekerjasama memberikan kasih sayang kepada tim, client, dan tukang didalam keseharian kami. Begitu juga didalam mengeksekusi tugas-tugas studio perancangan.

Kategori
blog publication

RAW Architecture shares studio culture in Design Anthology Issue 32 | March 2022

Realrich Architecture Workshop featured on Design Anthology

We see architecture as an act of collaboration and deep connection. Enjoying the architectural process filled with memories of all our happiness and struggles. We love being able to share our studio process with lots of people. Luckily in 2022 Simone Schultz, Managing Editor of Design Anthology contacted us and gave us the opportunity to talk about the culture in our studio.

In Design Anthology Issue 32/March 2022 we share how our studio in Guha, has become a broad ecosystem with the presence of the OMAH Library and our experimental workshops in it. Having a wide cross-discipline in Guha from designers, writers, administrators and craftsmen makes our studio more like a campus with many individuals playing various roles, but they can all also be involved in the process of creative exploration and experimentation.

Kategori
blog publication

Guha featured on Monocle Magazine Issue 160 | Feb 2023

Guha featured on Monocle Magazine

During the pandemic, the living room has always changed from a private space to a more communal space. It’s a space that we are passing by every day at Guha. It consists of a round window, landscape with retention, and water filtration system, and connection to the closest library, pantry, and more private space. This living room is the center of the site. That’s why when the editor of Monocle Magazine, Nic Monisse contacted us to feature this space in the magazine, we are super excited and super happy that finally we have seen the publication in our space. This living room at Guha was featured in “50 x sense of places” Monocle Magazine.

Thank you Monocle Magazine and editor Nic Monisse for writing about our Guha.

The article highlighted how flexible the space in the middle of our studio is. A form of adaptation and expression from a living room to a library of materials, where we meet clients, to a private study room, and all of this is done in just a 4×8 m area. We are hoping to extend and redefine this space to be more hybrid, practical, and adaptive to more positive transformation. It’s like believing that architecture is always transforming with time and functions.

Kategori
blog publication

Otten Coffee Experience published on ArchDaily

Otten Coffee Experience published on ArchDaily

There is good news from one of our projects, Otten Coffee Experience, Bandung is published on ArchDaily. Thank you to all of the people involved in RAW Architecture.

Otten Coffee Experience is located at Pasir Kaliki Street, Bandung, West Java. In the design process, we applied the concept of a Bandung locality which is similar to Gesamtkunstwerk, which means total work of art in German. We make local craftmanship a common thread by elaborating 6 materials to summarize the craftmanship experiments at the Realrich Architecture Workshop such as: brick, bamboo, gypsum, stone, concrete and steel. This results in a fresh artistic shape with repetition of exposed cement brick arches and natural lighting plus artistic lighting and design layout..

Here is the full coverage:

Otten Coffee Experience / Realrich Architecture Workshop | ArchDaily

Kategori
blog publication

Stupa House featured on designboom

Stupa House featured on designboom

Cited from website: “RAW architecture crowns Indonesian house with six tapered skylights. RAW architecture brings peculiarity to the alam sutera neighborhood at the outskirts of jakarta with its house of skylights called ‘stupa’. characterized by a traditional tapered design, the residence stands as a small castle that honors local culture while providing thermal insulation and breathability amid the hot and humid local climate. effectively, each skylight features tiny gaps that let in natural light and ventilation without comprising internal temperatures.

Here is the full coverage:
https://www.designboom.com/architecture/raw-architecture-stupa-house-alam-sutera-indonesia-02-01-2022/

Kategori
blog publication

Sarang Nest House published on ArchDaily

Sarang Nest House published on ArchDaily

It’s a huge achievement for our team, Sarang Nest House is published on ArchDaily. Thank you to all of the people involved in RAW Architecture.

Located in a residential area, Taman Buana Permata house complex, West Jakarta. With an area of 250 sqm, Sarang Nest House consists of 2 generations of families living together, this underlies a centralized circulation and creates a micro-environment through a spatial arrangement with different angles. This angle creates distance between the perimeter of the house and the neighbors thereby allowing air to flow freely around the building while maintaining privacy between spaces. Each room has its own outdoor space. Light enters the room through perforated walls, crevices, windows, and skylights. The shape of this house is tilted to make it more efficient as well as a response from the corner of the building.

Here is the full coverage:

Sarang Nest House / Realrich Architecture Workshop | ArchDaily

Kategori
blog

Tahun ini saya berumur 41

.

Tahun ini saya berumur 41, saya mengucapkan banyak harapan untuk kita semua, terutama orang-orang terdekat saya. Ulang tahun kali ini saya merasakan lebih untuk mensyukuri kebahagiaan yang ada dan melihat refleksi bagaimana bisa punya dampak yang baik untuk orang lain.

Terima kasih untuk @laurensiayudith yang sudah menemani saya sejauh ini, mendoakan, dan mempersiapkan vitamin C setiap harinya. Juga pelukan, senyuman, tawa setiap hari dari Miracle, dan Heaven yang selalu adorable dan lucu. Juga semua tim, keluarga besar studio, juga kawan-kawan semua.
.
Semoga pikiran, badan, dan perkataan ini bisa lebih berguna di tahun ini untuk banyak orang. Doa saya untuk kesuksesan kita semua, kebahagiaan, kedamaian, mimpi-mimpi, dan keceriaan yang menjadi nyata. Di balik rambut yang memutih, perut yang membesar dan mengecil, kerutan yang nampak, ada keceriaan anak-anak, gelak tawa, dan keharuan yang tidak pernah terlupakan. Big Hugs

Picture by @_yophrm@luil_mn@meinnamelani, thank you ya guys, juga seluruh saudara-saudara, kawan-kawan tercinta, dan keluarga RAW Architecture @realricharchitectureworkshop

Happy Birthday 16 jan 2023
Happy 41st birthday Kak Realrich
Kategori
blog

Platonic Bioclimatic Home

.
Kali ini saya mau cerita tentang satu proyek di jakarta. Untuk klien sudah lama saya kenal, perbincangan dengan beliau memberikan kesan yang hangat tanpa kehilangan respek terhadap profesionalitas. Beliau adalah seseorang pencari nilai keluarga sekaligus seorang strukturalis yang memiliki prioritas nilai yang tergambarkan juga di program kebutuhan ruang.
.
Ruang-ruang bawah dibuat terbuka dengan posisi perpustakaan dan ruang kerja di massa yang paling belakang, di lantai atasnya diletakkan ruang keluarga yang fleksibel terbuka dengan akses ramp melalui luar. Aksesnya memutar dari sisi samping dan void ruang terbuka membuka cahaya dari keempat sisi bangunan. Lantai teratas adalah zona ruang tidur yang memiliki ruang berkumpul bersama.
.
Ruangannya optimal sekaligus lega. Tidak sabar buat rumahnya selesai dan bertransformasi kembali. Untuk tipologi rumah tinggal pribadi menjadi salah satu tipologi yang menantang karena sisi psikologi klien yang perlu diselami. Sekaligus mengolah keahlian mengolah ruang, detail, komposisi, dan kesadaran akan lingkungan yang sehat.
.
Konsep ruang-ruang privat dan publik rumah ini terdiri dari 4 sisi yang saling berhadapan dengan sisi-sisi yang transparan. Sehingga mendapatkan cahaya matahari tidak langsung yang menerus di sepanjang harinya. Hasil dari bayang-bayang menciptakan lorong-lorong udara yang membelah massa-massa bangunan. Lorong cahaya dibentuk dari 40 pola arsitektur di lorong pintu masuk.
.
Thank you, clients (IS), builders, engineers, and the teamwork @realricharchitectureworkshop team, @timbulsimanjorang@joanaagustin@gabymarcelina@vyaanasss, and others (Ali, Dini). Architecture is a long process and collaborative effort.
.
#RAWongoing#RAWprogress#Platonichome#PlatonicBioclimaticHome#house#home#details#bioclimatic#architecture#architecturedetails#architectureproject#workingonprogress#dezeen#archdaily#arsitektur#arsitekturindonesia


Kategori
blog

Artisanal Bioclimatic Home

.
Rumah ini merupakan proyek renovasi bangunan di atas lahan 8 x 20 yang mempertahankan sebagian dinding dan pondasi eksisting. Renovasi didesain memiliki bentuk unik sesuai kebutuhan (2 kamar anak, 1 kamar utama, ruang keluarga dengan sarana pendukung). Klien kami adalah pasangan yang sederhana, mendambakan rumah yang memiliki estetika yang baik sekaligus tidak mahal.

Saya mengenal salah satu dari mereka dari sejak kecil, kami bertetangga dan sering berpapasan. Justru kemudian pasangannya secara kebetulan mengetahui referensi dari klien kami. Mereka adalah pasangan yang rasional, empatik sekaligus senang dengan seni. Mereka bisa membuka dirinya, sehingga proses desain bisa berjalan lebih lentur dan eksploratif.

Strategi arsitektur dimulai dengan membuka pandangan ke arah belakang dengan memanfaatkan struktur yang digunakan untuk menopang struktur baru. Penambahan lantai menumpu diatas pondasi telapak sesuai dengan perhitungan beban dan kondisi tanah eksisting sekaligus dibuka untuk mendapatkan ruang yang fleksibel.

Celah Antar kiri kanan dan cerobong cahaya berfungsi untuk memasukkan udara segar sekaligus cahaya. Meskipun rumah terdiri dari 2 lantai dan berbatasan dengan dinding tetangga samping tidak menjadi penghalang agar rumah mendapat pencahayaan dan sirkulasi udara yang baik. Tampak depan yang memiliki bagian balkon kantilever dan rongga ruang di samping kanan kiri sehingga menampilkan kesan ringan dan ramping. Kantilever berfungsi sebagai naungan pintu masuk yang ada di bawahnya. Rongga ruang samping ini juga berguna agar semua area mendapat cahaya dan sirkulasi udara yang baik. Pintu masuk didesain dengan bentuk bulat sehingga menampilkan kesan artistik di dalam komposisi arsitektur yang optimal.

Thank you, clients (H+T), builders, engineers, and the teamwork @realricharchitectureworkshop team, @joanaagustin@timbulsimanjorang@alimhanz, and others (Vivi, Ali, Aga). Architecture is a long process and collaborative effort.
.
#RAWongoing#RAWprogress#HarrisTiffanyHouse#house#details#bioclimatic#architecture#architecturedetails#architectureproject#workingonprogress#dezeen#archdaily#arsitektur#arsitekturindonesia


Kategori
blog

Morahai House

.
Rumah ini memiliki dua sisi, ia privat juga ada sisi publik. Sisi kamar tidur berisi permainan bentuk lengkung-lengkung yang menerus seperti terasering. Massa bangunannya seakan-akan diangkat untuk mengakomodasi daerah komunal-perpustakaan-dan daerah tempat tinggal. Ada tangga disisi ujungnya yang dikelilingi oleh bukaan kotak-kotak. Kebetulan suami dari sahabat saya, suka berkomunitas. Rumah ini adalah cerminan dua sisi komunitas dan keluarga yang saling bertolak belakang. Explorasi kombinasi bentuk lengkungan dan kotak pada bentuk dan fasad bangunan didesain untuk memberikan aliran udara yang sehat dan menghadirkan cahaya udara alami kedalam ruang.
.
Istri dari klien kami adalah sahabat lama saya dari SD. Dulu Saya bertemu dia lagi kira-kira 12 tahun yang lalu dan baru 3 tahun yang lalu bertemu kembali dan menjadi klien kami. Kali ini Pekerjaan kayu-kayu, kisi-kisi depan dan kayu ulin yang sudah terpasang.
.
Layouting didalam rumah rumah ini menyediakan dua jenis zona privasi, publik dan privat karena klien kami menginginkan setiap kerabat yang berkunjung bisa merasa seperti rumah mereka sendiri.
.
Thank you, clients (G+J), contractor, and the teamwork, architecture is collaborative work
@realricharchitectureworkshop , @timbulsimanjorang@alimhanz, and many other people involved, hugs 🤗
.
#RAWongoing #RAWprogress #Morahaihouse #house #details #bioclimatic #architecture #architecturedetails #architectureproject #workingonprogress #dezeen #archdaily #arsitektur #arsitekturindonesia

Kategori
blog inspiring people

Tan Tjiang Ay + Yuswadi Saliya

Barusan hari ini di akhir tahun 31 Desember 2022, saya berkesempatan bertemu Om Tan Tjiang Ay dan Pak Yuswadi Saliya.
.

Dari om Tan saya belajar keseharian berpraktik yang realistis, optimal, dan detail. Saya berpraktek karena keterpaksaan, ia berujar.
.
“Masa sih pak keterpaksaan, menurut saya bukan keterpaksaan, tapi memahami keterbatasan melalui penyelesaian permasalahan.” Jawab saya.

“Tapi yang saya selesaikan, adalah permasalahan lapangan yang sehari – hari. Yang tidak mahal, yang praktis.”Ujarnya.

“Itu salah satu aspek yang bisa dijawab arsitektur pak, permasalahan sehari – hari, dan juga diperlukan oleh banyak orang. Mungkin juga detail, solusi yang sederhana bisa menjadi inspirasi oleh publik.” Jawab saya

Perbicangan seperti ini berjalan berjam – jam lamanya. Sampai satu saat saya menanyakan benang merah berkarya. Ia menjawab, wah wah pertanyaan berbahaya itu, sambil terkekeh- kekeh. Ia bercerita saya menimpali, itulah kenikmatan tersendiri di dalam memahami om Tan yang sudah berpraktek 50 tahun lamanya. Tempat kerjanya ada di dalam sebuah bangunan yang sudah berdiri dari tahun 1920, disesuaikan ulang, di tambah – tambah dan juga dikurang – kurangi. Umur struktur bangunan tersebut sudah 102 menuju 103, dari situ kita bisa belajar soal sikap menghargai, ya attitude adalah awal dari proses perencanaan, sebelum filosofi, sebelum teori, sebelum metode, dan ilmu – ilmu lapangan.
.


Dari Pak Yus kita bisa belajar memahami perspektif yang lebih dalam dari permukaan.
Ia melihat perspektif perlu didukung oleh data, sehingga polanya bisa terbaca, ia menyebutnya taksonomi atau pengelompokkan. Arsitektur pun demikian.
.
Data itu penting yang dipergunakan untuk memetakan langkah – langkah ke depan, ia mengulangi berkali – kali.
.
Dari kedua legenda hidup tokoh arsitekur ini, saya belajar kedalaman perspektif dan sikap hidup sehingga perbincangan berjam – jam menjadi taksonomi desain. Memang langkah pertama dari kreativitas adalah membuka diri dari situ kita hanya warana(alat) dan wahana(kendaraan) yang indah untuk sekitarnya.
.
Pak ini resep awet muda, saya berkelakar, mereka pun tertawa.

“Untuk Om Tan saya siapkan anggur, untuk menemani malam tahun baru.” Saya berkelakar.

“Wah ini harus sedikit – sedikit nih, supaya santai dan diam – diam, nanti ngga boleh gaul sama ibu” Ia pun balas berkelakar sambil tertawa terbahak – bahak.
.
“Untuk pak Yuswadi saya siapkan buah, ini resep umur panjang.”

istri pak yus datang, dan beliau tertawa,

“aduh ini kita suka sekali.” Ia berkata, dan pak Yus tertawa lepas.”Jangan pulang dulu kita masih bisa ngobrol dan diskusi.” Saya pun duduk 30 menit lagi sebelum istri saya telp karena sudah mulai malam.
.
“Pak saya pamit dulu ya, soalnya saya mau nemenin istri dan anak – anak makan.” Saya berpamitan.
.
“Pak saya foto ya buat kenang – kenangan.”
.
“Hayuuuukk.” Katanya.
.
Memang tawa para legenda arsitektur ini tidak bisa dilepaskan dari pasangannya, dua legenda romantis yang sayang akan cinta sejatinya dan kehidupannya yang dijalaninya dengan seksama.
.
Ini hanya refleksi singkat dari pertemuan dengan para legenda hidup arsitektur. Doa dari keseharian, meneruskan pesan untuk merajut jiwa. 2023 yuk jalan.

Kategori
blog

Guha, The Heart of The Family

Tahun ini penuh dengan refleksi kehilangan dan kelahiran kembali. Kami kehilangan akan kematian ayah kami, dan juga rasa bersyukur kami akan orang – orang terdekat yang terus bisa menjaga tali silahturahmi.

.

Kira – kira 3 bulan yang lalu, saya dipanggil oleh ibu saya untuk mengajak bicara Dad (panggilan kami ke ayah). Dad ada di satu pojok meja makan sedang terdiam begitu saya masuk ke pintu ruang keluarga. Dalam hati saya bertanya – tanya apakah beliau sedang ngambek ? Apa karena ia dipaksa makan ? ataukah ada kalimat – kalimat dari sekitarnya yang tidak sengaja muncul menyakiti hatinya ? .

Saya mencoba duduk di sampingnya selama 45 menit untuk mencoba mengajaknya bicara, dan akhirnya beliau berkata,

“Dad mau ke kamar, mau tidur!”

Di satu sisi ruangan saya melihat ibu saya, yang terduduk lemas, karena terkuras energinya untuk mengurus Dad. Ibu saya adalah orang yang sangat aktif, ia adalah ketua RT. Baginya aktifitas itu penting, dan ia sangat cinta pada ayah saya. Saya tahu di dalam hati Mom takut kalau ayah makin kurus, atau jatuh sewaktu berjalan, atau sesimpel ia kuatir begitu dad diam saja tidak mau berinteraksi dengan sekitarnya karena Parkinson. Mom adalah orang yang berjaga – jaga terus, mengantisipasi begitu banyak kemungkinan karena rasa sayangnya untuk Dad.

Dad kemudian berjalan ke kamar, dan saya mengikuti beliau. Ia masih bisa berjalan lancar. Ia kemudian merebahkan diri dan memejamkan mata. Saya duduk di sebelah beliau dan mencoba mengajaknya berbicara, ia seketika membuka mata dan sadar.

Ia tiba – tiba berkata :

“Sorry ya yal(panggilan Dad ke saya) … Daddy, kena penyakit Parkinson, maaf kalau Dad ngga bisa mengatur pikiran Dad sendiri, dan kadang penyakit ini bikin Dad ngga bisa makan, karena ngga bisa nelen.” Ia sambil menangis berbicara seperti itu.

Saya menanggapi :

“Di, ngga apa2, namanya penyakit orang tua, yang sabar ya di, kita temenin Daddy.”

Saya mendengar dari cerita – cerita orang sekitar, banyak orang menjauhi orang – orang tua yang sakit, karena ketakutan orang tersebut sendiri, dan tidak tega melihat penderitaan orang sakit. Tapi saya sangat sayang ke Dad, dan pengalaman melihat orang tua sakit adalah pengalaman pertama saya, kedua orang tua kami (saya dan Laurensia) masih lengkap.

Situasi sudah larut malam, saya mau pamit pulang karena saat itu sudah hampir tengah malam, saya menghampiri Dad.

“Dad, Real mau pulang dulu, besok Real main lagi kesini, saya jemput kita jalan – jalan ke proyek.”

Seketika ia bicara

“Kamu jangan pergi, Dad mau peluk kamu”, dan seketika itu air mata saya menetes, dan saya memeluk Dad untuk pertama kalinya sesudah begitu lama. “Real sayang Daddy, yang sabar ya Di.” Dari situ saya sudah berpikir bahwa waktunya sepertinya sudah dekat. Saya mempersiapkan diri untuk menjaga Mom karena energinya pasti akan terkuras, fisik dan mental.

Saya sempat membawa Dad untuk menginap di rumah kami di Guha karena saya melihat Mom sedang capai – capainya, dan saya punya tenaga yang bisa yang membantu beliau sembari dirawat. Anggap saja Mom perlu istirahat sementara. Kemudian setelah beliau tinggal beberapa hari saya baru sadar, bahwa Dad mencari Mom, cinta sejatinya.

Saya sempat membawa Dad untuk menginap di rumah kami di Guha karena saya melihat Mom sedang capai – capainya, dan saya punya tenaga yang bisa yang membantu beliau sembari dirawat. Anggap saja Mom perlu istirahat sementara. Kemudian setelah beliau tinggal beberapa hari saya baru sadar, bahwa Dad mencari Mom, cinta sejatinya. Pertanyaannya sekitar, mana Mom ? Mom jangan cape2 dia banyak yang diurusin. Dari situ juga saya belajar bahwa, di pikiran Dad sebenarnya Mom adalah prioritas untuk dia jaga. Secinta itu Dad sampai Ia yang orang sakit pun menjaga Mom, orang yang sehat. Kemudian kita berbincang – bincang dan saya terkadang menimpali perbincangan dia, meyakinkan dirinya kalau ia bisa dimengerti oleh lawan bicaranya. Beberapa hal yang dibicarakan adalah seputar proyek, klien, kawan – kawan tenisnya, dan menanyakan apa kabar mereka semua.

Pertanyaannya sekitar, mana Mom ? Mom jangan cape2 dia banyak yang diurusin. Dari situ juga saya belajar bahwa, di pikiran Dad sebenarnya Mom adalah prioritas untuk dia jaga. Secinta itu Dad sampai Ia yang orang sakit pun menjaga Mom, orang yang sehat.

Kemudian kita berbincang – bincang dan saya terkadang menimpali perbincangan dia, meyakinkan dirinya kalau ia bisa dimengerti oleh lawan bicaranya. Beberapa hal yang dibicarakan adalah seputar proyek, klien, kawan – kawan tenisnya, dan menanyakan apa kabar mereka semua.

Dulu dari sejak 20 tahun yang lalu, Dad adalah orang yang sungguh setia, ia adalah orang yang setia menelpon kawan – kawannya 1 – 2 jam sebelum acara main tennis dimulai. Ia adalah seorang pencatat. Di Permata Buana ia menghabiskan waktu – waktunya 2 – 3 kali seminggu di lapangan tennis. Beliau menghabiskan waktu 6 tahun di lapangan tenis yang lama di depan komplek sampai pindah ke lapangan baru di komplek baru selama 10 tahun setelahnya. Ia adalah orang yang menjadi bendahara sekaligus pencatat, saya kadang menemani beliau untuk membeli bola tenis untuk kawan – kawannya.

Dulu dari sejak 20 tahun yang lalu, Dad adalah orang yang sungguh setia, ia adalah orang yang setia menelpon kawan – kawannya 1 – 2 jam sebelum acara main tennis dimulai. Ia adalah seorang pencatat. Di Permata Buana ia menghabiskan waktu – waktunya 2 – 3 kali seminggu di lapangan tennis. Beliau menghabiskan waktu 6 tahun di lapangan tenis yang lama di depan komplek sampai pindah ke lapangan baru di komplek baru selama 10 tahun setelahnya. Ia adalah orang yang menjadi bendahara sekaligus pencatat, saya kadang menemani beliau untuk membeli bola tenis untuk kawan – kawannya. Di dalam lingkup batas yang kecil, Dad mengajarkan ke kami semua bahwa hidup yang terbatas ini perlu untuk berkontribusi dan jangan merepotkan orang lain. Ia juga percaya bahwa hidupnya adalah untuk membuka jalan kemungkinan berkembang untuk orang lain, dan juga menjaga teguh nama baik keluarga. Dia menjalani kehidupan yang luar biasa, a great dad, pribadinya adalah pribadi yang sederhana dan teguh akan prinsip – prinsip yang diyakininya.

Di dalam lingkup batas yang kecil, Dad mengajarkan ke kami semua bahwa hidup yang terbatas ini perlu untuk berkontribusi dan jangan merepotkan orang lain. Ia juga percaya bahwa hidupnya adalah untuk membuka jalan kemungkinan berkembang untuk orang lain, dan juga menjaga teguh nama baik keluarga. Dia menjalani kehidupan yang luar biasa, a great dad, pribadinya adalah pribadi yang sederhana dan teguh akan prinsip – prinsip yang diyakininya.

Kira – kira 10 tahun yang lalu, kami mengalami pengalaman kehilangan anak kami, pada waktu itu, saya dan Laurensia tidak bisa berkata – kata apa – apa. Sampai dalam keseharian kami memilih untuk menutup diri dan mencoba datar atau tidak memiliki emosi apa – apa karena kesedihan kami yang begitu dalam. Di balik kesedihan yang muncul begitu berat saat itu, kami bertanya – tanya kenapa, kenapa hal tersebut bisa terjadi ?

Kira – kira 10 tahun yang lalu, kami mengalami pengalaman kehilangan anak kami, pada waktu itu, saya dan Laurensia tidak bisa berkata – kata apa – apa. Sampai dalam keseharian kami memilih untuk menutup diri dan mencoba datar atau tidak memiliki emosi apa – apa karena kesedihan kami yang begitu dalam. Di balik kesedihan yang muncul begitu berat saat itu, kami bertanya – tanya kenapa, kenapa hal tersebut bisa terjadi ?

Dad hanya berpesan supaya kami sabar, dan fokus untuk terus mencoba. Kami mendapatkan jawabannya dengan kelahiran anak kami Miraclerich dan Heavenrich. Bahwa ada pesan dalam kehidupan kami bahwa supaya kami tidak lupa bahwa kami perlu menjaga generasi muda.

Dalam kesehariannya juga Dad adalah pribadi yang luar biasa, ia tidak pernah sama sekali merepotkan, dan punya integritas sangat tinggi. Ia menjauhi konflik dan biasa memendam hal – hal yang menjadi kegusarannya di benaknya saja. Ia juga tidak pernah berteriak sakit, ataupun mengeluh. Bahkan ketika 2 bulan yang lalu ketika tulangnya patah, dan tidak ada yang menyadarinya, dan ia juga tidak mengeluh, sampai 1 bulan kemudian kami mengetahuinya justru dari dokter home care.

Dalam kesehariannya juga Dad adalah pribadi yang luar biasa, ia tidak pernah sama sekali merepotkan, dan punya integritas sangat tinggi. Ia menjauhi konflik dan biasa memendam hal – hal yang menjadi kegusarannya di benaknya saja. Ia juga tidak pernah berteriak sakit, ataupun mengeluh. Bahkan ketika 2 bulan yang lalu ketika tulangnya patah, dan tidak ada yang menyadarinya, dan ia juga tidak mengeluh, sampai 1 bulan kemudian kami mengetahuinya justru dari dokter home care. Kami membawanya ke laboratorium untuk rontgen dan baru saat itu saya mendengar ayah saya menangis, karena kesakitan ketika badannya dibalik – balik untuk memudahkan foto Rontgen. Hari keesokannya Dad dioperasi oleh Dokter William, dokter di Rumah Sakit Puri Indah. Keadaan baik – baik saja setelah itu, dan beliau bisa pulang. Berat badan beliau berangsur – angsur meningkat. Dan saya benar – benar bersyukur melihat senyumnya. Ia masih bisa berdiskusi meski kesulitan berbicara mungkin karena terhalang selang NGT yang dipasang untuk memudahkannya makan. Operasi tulang tersebut adalah salah satu jalan juga untuk memasukkan selang NGT supaya beliau bisa makan, karena parkinson dideritanya membuat otot menelannya bermasalah, jadi beliau sering tersedak dan kesulitan makan. Begitulah yang saya pahami bahwa, penyakit parkinson menyerang sarang yang semakin degeneratif dimana satu saat pikiran tidak bisa berkordinasi lagi dengan gerakan badan.

Saya kadang bertanya, “Dad, kenapa ngga ngomong kalau sakit ? ” Ia hanya diam. Dad seperti dad yang dulu, ia hanya tidak mau memberatkan kami semua di sekitarnya.

Kami membawanya ke laboratorium untuk rontgen dan baru saat itu saya mendengar ayah saya menangis, karena kesakitan ketika badannya dibalik – balik untuk memudahkan foto Rontgen. Hari keesokannya Dad dioperasi oleh Dokter William, dokter di Rumah Sakit Puri Indah. Keadaan baik – baik saja setelah itu, dan beliau bisa pulang. Berat badan beliau berangsur – angsur meningkat. Dan saya benar – benar bersyukur melihat senyumnya. Ia masih bisa berdiskusi meski kesulitan berbicara mungkin karena terhalang selang NGT yang dipasang untuk memudahkannya makan. Operasi tulang tersebut adalah salah satu jalan juga untuk memasukkan selang NGT supaya beliau bisa makan, karena parkinson dideritanya membuat otot menelannya bermasalah, jadi beliau sering tersedak dan kesulitan makan. Begitulah yang saya pahami bahwa, penyakit parkinson menyerang sarang yang semakin degeneratif dimana satu saat pikiran tidak bisa berkordinasi lagi dengan gerakan badan.

Satu waktu saya sedang dalam perjalanan rapat, jam 17.35 ada telp masuk dari kakak ipar saya. Kalau ada sampai telp masuk ke saya biasanya adalah masalah serius soal Dad.

“Real, Daddy sesek.”

Saya kemudian membatalkan rapat pada hari itu dan langsung bergegas ke rumah Dad. Saya melihat Dad meringkuk dan kesulitan bernafas. Kemudian saya menghubungi Nurul (anak pak Misnu, perawat). “Nurul tolong ke tempat Opa (Dad) , Opa sesek, tolong cek kita bisa ada stok oksigen.” Saya pun menghubungi Laurensia. “Dith(nama belakang Laurensia), Dad sesek, ke sini buat rembuk kita perlu antisipasi.”

Dari diskusi dengan seluruh keluarga, kakak, adik, kami menanyakan ke Mom yang sudah pasrah dengan keadaan Dad. Laurensia waktu itu menelpon Dokter Home Care, yang merupakan teman satu SMA kami, dokter Anton. Ia datang membawa alat penyedot lendir, dan menambah oksigen, supaya Dad tidak sesak.

Anton : “Dith, Yal (nama panggilan kami berdua), baiknya dibawa ke rumah sakit, karena peralatan lebih lengkap, dan pasti beliau lebih ngga sakit dan lebih tenteram.”

kami memutuskan malam itu juga dimasukkan ke Rumah Sakit, karena saturasi oksigen menurun sampai ke 70. Di UGD, kami mengatur skedul jaga, dan saya mendapatkan tugas pagi – pagi supaya bisa bertemu dokter dan mengantisipasi apa saja yang perlu dilakukan.

Pagi satu hari setelahnya saya bergegas untuk menemui Dokter Margareta, dan membicarakan kemungkinan apa yang bisa dilakukan. dari diagnosa beliau Dad mengalami sesak nafas karena pita suaranya tertutup karena gerak saraf untuk menggerakkan pita suara tersebut terhambat oleh Parkinson. Sekaligus ada penumpukan lendir di tenggorokan. Beliau berbicara mengenai satu – satunya kemungkinan adalah Trakeostoma, melubangi membuka jalan udara dari leher. Trakeostoma ini, sangat dihindari oleh ibu saya, yang tidak menginginkan adanya penderitaan dari Dad. Dan kami anak – anaknya menghormati keputusan ibu.

Pagi satu hari setelahnya saya bergegas untuk menemui Dokter Margareta, dan membicarakan kemungkinan apa yang bisa dilakukan. dari diagnosa beliau Dad mengalami sesak nafas karena pita suaranya tertutup karena gerak saraf untuk menggerakkan pita suara tersebut terhambat oleh Parkinson. Sekaligus ada penumpukan lendir di tenggorokan. Beliau berbicara mengenai satu – satunya kemungkinan adalah Trakeostoma, melubangi membuka jalan udara dari leher. Trakeostoma ini, sangat dihindari oleh ibu saya, yang tidak menginginkan adanya penderitaan dari Dad. Dan kami anak – anaknya menghormati keputusan ibu.

Sekaligus Ia pun mengecek kembali beberapa saat setelahnya ternyata ada pnemonia besar di paru – paru. Dan juga memberikan antibiotik. Dari tenggorokan bermasalah dan dari paru – paru pun bermasalah.

Dokter Margareta berkata, “Sepertinya dengan keputusan yang diambil, kita tidak bisa melakukan apa – apa. Dan kita persiapkan supaya beliau dimonitor terus memasuki fase DNR (A do-not-resuscitate order, or

(Note : DNR order, is a medical order written by a doctor. It instructs health care providers not to do cardiopulmonary resuscitation (CPR) if a patient’s breathing stops or if the patient’s heart stops beating.)

Pada saat itu, air mata saya tidak terbendung lagi, dan saya menangis di pojok ruangan. Dan seketika itulah, saya bersiap – siap untuk menjaga Mom dan menyampaikan kabar ini, bahwa kita semua bersiap – siap.

Kemudian saya mencoba berpikir taktis, strategis, mencoba bersiap – siap tanpa perasaan apapun supaya kesehatan orang. – orang yang menjaga Dad bisa stabil di dalam memasuki fase yang genting.

Saya menulis di Wa keluarga seperti ini.

Kesepakatan jaga daddy 

Kriteria : 1.realrich (aku prefer di pagi karena bisa cek dokter bareng yudith) dan winson baiknya di pagi atau malam alasan ketemu dokter atau buat nganter mami pulang (koko win/saw2 noni perlu banyak ngobrol sama mami ) dan mami ngga boleh tidur di rumah sakit karena dia udah tua dan berumur. Tekanan mentalnya berat kalau liat daddy. 2.richman prefer siang sambil bisa kerja remote di studio 3.winson bisa malam tp menurutku ngga boleh jaga malam 4.realrich sama mondrich kadang2 ada rapat di siang 

Skema 1 (mondrich off) 07.00 – 12:00 (4-5) realrich 12:00 – 17:00  (4-5) richman 17:00 – 22:00  (4-5) winson. Skema 2 (realrich off) 07.00 – 12:00 (4-5) winson 12:00 – 17:00  (4-5) richman 17:00 – 22:00  (4-5) mondrich. Skema 3 (richman off) 07.00 – 12:00 (4-5) realrich 12:00 – 17:00  (4-5) mondrich 17:00 – 22:00  (4-5) winson. Skema 4 (winson off) 07.00 – 12:00 (4-5) realrich 12:00 – 17:00  (4-5) richman 17:00 – 22:00  (4-5) mondrich

Suster khusnul jam 07.00-19:00 Perawat Rivaldo jam 19:00 – 07.00. Perawat datang dalam kondisi sudah makan. Semua kebutuhan vitamin dsb bisa kordinasinsama realrich atau yudith buat perawat. Mom akan drop makan siang untuk suster. 

Kondisi off: 1.Koko winson / richman perlu cek toko ke luar jakarta, 2.Sakit dari salah satu, 3. Ada urgent di studio Realrich / Mondrich4. Rotasi skedul. Rotasi tetap kecuali ada item 1-3 kita backup lagi. Sabtu : Mondrich off Minggu : Winson off Senin : Realrich off Selasa : Richman Off Rabu : mondrich off Kamis : winson off Jumat : richman off. Note : Realrich bisa gantian sama Laurensia (Yudith) jd sementara gini dulu jd ada waktu istirahat.

Saya menganggap kordinasi seperti ini seperti menyusun program ruang di dalam arsitektur. ada SOP, protokol yang dilakukan dengan evaluasi terus menerus.

Fase – fase menjaga Dad ini berjalan intensif, saya belajar untuk fokus sisi keluarga besar, Mom, kakak2, dan adik saya, bahwa mereka perlu ditemani, dijaga. Di tahap ini saya merasa bahwa saya juga sudah tidak enak makan, seperti makan udara saja cukup. Waktu tidur, dan waktu bertemu Laurensia yang sejenak menjadi saat istirahat cuma 3 – 4 jam sebelum masuk ke rotasi skedul untuk menjaga Dad.

Sampai satu hari di hari minggu, Mom berjaga – jaga, ia kerap kali menangis. Ia bilang Dad mau pulang,

“apa kita ajak pulang saja ya.”

Saya meyakinkan rumahnya Dad disini bersama keluarganya di rumah atau di rumah sakit, kalau di rumah sakit akan lebih baik. Beliau lebih tenteram. Saya mengerti bahwa Mom sangat sedih waktu itu. Saya mengajak Mom dan Laurensia untuk berdoa. Kemudian kakak ipar pun datang, dan kami melakukan doa Rosario.

Setelah doa rosario selesai. Laurensia berbisik,

“Yang, itu tadi ada kelupaan doa koronkanya, aku mau doa dulu ya.” Kemudian setelah doa itu selesai, kami berdiri. Dan saya menelpon seluruh saudara, karena Dad sudah seperti tidak sadar. Setelah saudara berkumpul,

Kakinya dingin, nafasnya pun melambat. Dad pun pergi meninggalkan kami.

Satu demi satu tangisan pun muncul, dan tidak disadari air mata saya deras menetes, dan mengingat 3 bulan yang lalu, kehangatan yang muncul, pelukan, momen, kenangan membasahi dengan air mata.

Hati kami remuk diitinggal beliau, dengan menyadari bahwa kenangan yang terbentuk seakan – akan pecah.

Kita semua yang ditinggalkan adalah pribadi yang rapuh karena proses kehilangan seseorang yang kita cintai. Dari situlah ucapan bela sungkawa, bunga – bunga, dan tegur sapa menjadi sebuah proses indah yang menyatukan kami kembali dalam satu keluarga yang utuh untuk saling menjaga.

Di dalam perjalanan kita semua, setiap keluarga memiliki keindahan prosesnya masing – masing, dan kami hanya bisa berterima kasih dengan membalas doa yang sudah disampaikan melalui doa dan harapan sentuhan kehangatan untuk menemani perjalanan kita semua di dalam waktu terbatas. Sebuah proses yang indah sekaligus memanusiakan, dari debu kembali ke debu menuju Bapa di Surga.

.

Beberapa minggu kemudian, saya menelpon Roby salah satu komposer dari Yogya. “Rob ini ada 8 pergantian di dalam lagu yang kamu buat.” pada saat itu kami sedang membuat video dokumenter tentang RAW Architecture Studio Garasi. saya berkata. “4 bagian tentang Daughter, 4 bagian tentang Dad, sebuah proses kehidupan. Kelahiran, dewasa, menua, dan kehilangan, dan lahir kembali, sebuah Supernova yang diberikan mereka berdua, ledakan kasih yang tidak terhingga batasnya.

Renjana artinya di antara rindu dan cinta kasih, dari ayah untuk ayah. Sisi diri ini yang kehilangan Cheri dan ayah saya, menarik saya di antara dua dunia, dua generasi yang berbeda. Saya teringat akan figur Basudewa, ayah dari Kresna yang dikenal sebagai penjaga nilai – nilai kebaikan. Pesan ayah akan bagaimana menjaga tali silahturahmi antara yang muda dan tua akan saya teruskan di antara dua dunia, dua generasi. Air mata saya menetes ketika mengingat Dad dan Cheri.

I miss them all so much. Mereka hadir di sekitar kami, menemani jalan kami, di studio, di rumah, di perjalanan. Kehadiran mereka menjaga langkah – langkah kami untuk membantu sesama dan menciptakan surga bagi orang lain. Studio kami juga terus berkembang, masih kecil seperti sebelumnya, penuh dengan kawan – kawan yang terus berprogress bersama. Ayah saya adalah mentor abadi yang terus membimbing, ajarannya terus melekat sampai sekarang. Ajaran terutama beliau, adalah belajar dari orang yang lebih berpengalaman sembari membagikan pengalaman ke yang lebih muda sepenuh hati, sepenuh jiwa.


.
Barusan hari ini di akhir tahun 31 Desember 2022, saya berkesempatan bertemu kawan, mentor, sekaligus tempat berkaca-Pak Tan Tjiang Ay dan Pak Yuswadi Saliya. Dari om Tan saya belajar keseharian berpraktik yang realistis, optimal, dan detail. Dari Pak Yus kami belajar memahami perspektif yang lebih dalam dari permukaan. 

Tahun 2022 adalah waktu berdua – dua, sebuah saat untuk melekatkan diri dengan pasangan sejiwa. Tahun 2023 adalah tahun berkomunitas, tempat merajut impian bersama. Di depan kami terlihat berdua namun di belakang kamj, ada begitu banyak jiwa yang membantu, mendorong, mewujudkan impian untuk saling mensejahterakan.
.
Saya mendoakan kawan-kawan semua diberkati dengan kesehatan, impian, dan kawan seperjalanan yang bisa terus membuat kebahagiaan itu nyata setiap harinya. Terima kasih untuk 2022, selamat datang 2023 membuka keajaiban baru memberikan surga untuk banyak orang.

Selamat datang 2023, mari melangkah.

Guha, The Heart of The Family

Judul Lagu : Guha, The Heart of The Family, Karya : Roby Framelens

Chapter 1 : Our Daughter

Jantung hati kunantikan

Sewaktuku berdoa

Buah hati kurindukan

Sewaktuku berdoa

Satu doa kudengar detak itu degup nelangsa ku bahagia ku,

ketika kurasa tendangan kecilnya

menyentuh raga ku terharu

Satu saat kudengar detak itu degup nelangsa kubahagiaku,

ketika kurasa tendangan kecilnya

menyentuh sukma ku terharu

Reff :

Nak anakku berkembang dalam doa

Nak anakku berkembang dalam doa

ku anakku ku berkembang dalam asa

ku anakku ku berkembang jiwamu

Chapter 2 : Our Father

Prelude :

Dalam surga, ada bapa, ada pesan, ada doa, dalam surga ada tawa ada pesan ada doa.

Sakitmu kurasakan

dalam langkahku langkahmu, menjalani ragamu dan aku ku dirimu, bertemu surgamu surgaku.

Kategori
blog

Selamat Natal 2022

.

Kami sekeluarga mengucapkan Selamat Natal 2022 dan Tahun Baru 2023. Semoga berkat berlimpah untuk kita semua di dalam kedamaian dunia yang indah ini.
.
Semoga hidup lebih sehat dan bahagia, sukses juga untuk kita semua. Selamat liburan ya ^^
.
🙏🙏🙏❤️

Kategori
blog

Sunaryo dan Ronchamp Chapel 


.
Di Ronchamp Chapel karya Le Corbusier ada permainan cahaya dengan tampak menghadap utara selatan sehingga cahaya pagi didesain untuk menerangi altar utama. Sedangkan daerah selatan didesain untuk altar terbuka dengan bukaan-bukaan dengan pola besar kecil.

Kami tinggal di satu penginapan, salah satu keluarga donatur Ronchamp yang memiliki hotel di pinggir sungai yang bercabang ke sungai Le Rahin. Pada saat makan pagi bersama, ia berkata Ronchamp sendiri dibangun untuk membiayai ekonomi kota, bersama warga. Bentuknya yang tidak biasa terkadang membuat orang bertanya-tanya, bagaimana bisa karya seperti itu hadir di puncak bukit.

Bulan lalu saya bertemu Seniman Sunaryo di Selasar Paviliun, di pameran Le Corbusier. Saya menyapa beliau ketika melihat beliau duduk istirahat di rumput. Saya bertanya ke beliau “Apa itu arsitektur ?”

Menurut beliau bangunan dan seni adalah satu, tidak terpisahkan, itulah arsitektur lalu Ia bertanya pendapat saya “Apakah memang karya Le Corbusier yang di Ronchamp punya nilai yang baik?” Ia sendiri punya rasa penasaran terhadap pameran Le Corbusier di Selasar Paviliun.

Saya bertanya “Bagaimana cara untuk mengutuhkan arsitektur melalui seni?”. Pak Sunaryo menjelaskan bahwa penguasaan teknik menjadi langkah awal, kemudian disusul oleh pertanyaan untuk siapa kamu berkarya, yaitu untuk orang lain melalui dirimu sendiri.

Setiap karya arsitektur dari segi skala, memiliki tingkat kesulitan, pertimbangan, taktik eksekusi yang optimal dan efisiensi yang berbeda-beda. Yang menarik adalah bagaimana karya itu menggerakkan perekonomian kota dari masa waktu dibangun sampai setelah dibangun. Kerja tersebut pasti melelahkan. Hal itu berulang di dalam desain gereja Firminy dilanjutkan dari sketsa Corbusier. Oubrerie, asisten yang menemani Corbusier di dalam berkarya menjadi desainer dari gereja tersebut dengan banyaknya turunan teknik desain. Jadi energi beliau, berlanjut, merintis dan berkembang dari benih satu ke selanjutnya, beliau menjadi jembatan seperti Pak Sunaryo dengan program selasarnya yang menjadi jembatan untuk seniman muda berpameran.
.
Jembatan kasih untuk tahun 2023, pas :p

#RAWinspirasi
.

Kategori
blog

Variant of Free Curves 


.
Chimney House is one of RAW Architecture’s works in Tangerang. The design proposes free-curve variants to respond to lights, air movement, views, and programs. The design makes use of natural lighting through skylights above the stairs, corridors, and bathrooms. Opening and skylight in the center of the building are a response to getting enough natural light and allowing air movement.
.
The open plan concept that combines outdoor and indoor spaces provides a limitless space experience and maximizes space quality. The transparent room provides unlimited views and panoramas that can be enjoyed while relaxing inside the house.
.
#RAW99%finished #Chimneyhouse#house#bioclimatic#architecturedetails#details#architecture#architectureproject#realricharchitectureworkshop#realrichsjarief#archdaily#archistudent#architect#architecture#dezeen#indonesia#indonesianarchitecture#brikolase#dotworkshop

Kategori
blog

Bioclimatic Tube House 


.
One of the RAW Architecture #RAW99%finished. It’s a 3-story house with a compact, technological design with solar panel integration and a north-south opening.

The layout is separated by 3 simple grids. The shape is like a tube with a bridge in the middle – the result of efforts to incorporate air and light into the bedroom and living room.
.
@realricharchitectureworkshop
.

Rendering by @enomuvisual

.
#RAW99%finished #Rumahtabung#henderafanihouse#house#Banten#details#bioclimatic#architecture#architecturedetails#architectureproject#realricharchitectureworkshop#dezeen#archdaily#arsitekturindonesia

Kategori
blog

Poetic Space In Three-Generation Home 

.
New project ongoing at Bukit Golf BSD #RAWongoing. We design houses for three-generation families. The shapes of walls form the views of the golf course in South Jakarta and create airflow, natural lights, water catchment, and a series of landscapes that define bioclimatic architecture.
.
@realricharchitectureworkshop
.
#RAWongoing #RAWprogress #Wangkarhouse #bukitgolf #house #details #bioclimatic #architecture #architecturedetails #architectureproject #workingonprogress

Kategori
blog

Taman Hutan Raya Bandung 

Taman Hutan Raya
.
Kemarin kami berkunjung ke Taman Hutan Raya. Lokasi Tahura yang tidak jauh dari pusat kota dan berdekatan dengan @Piyandeling membuatnya mudah diakses, di dalamnya ada Gua Belanda, Gua Jepang, kandang kelinci. Setiap ke Bandung kami biasa berangkat jam 4 pagi, dan pulang lagi keesokan harinya, saya sendiri mengontrol kerja tim kami di Bandung jam 7-8 di Bandung sebelum bersiap – siap menemani Laurensia dan anak – anak. Dulu waktu saya sekolah di Bandung, kadang – kadang saya naik ke atas ke Tahura di tengah – tengah kesibukan untuk sekedar duduk – duduk di bawah pohon.
.
Di Tahura, kami menghabiskan waktu dengan hal – hal yang sederhana seperti berjalan di tengah – tengah pepohonan, makan jagung, pisang, kelapa, ketan, bertegur sapa dengan pengunjung lain.
.
Miracle terus bertanya ke pengunjung yang lain, “mas / mbak dimana gua Belandanya ?” Dijawab “Masih jauh satu belokan lagi.” Begitupun berulang – ulang, sampai akhirnya sampai.
.
Akhirnya kami sampai ke Gua Belanda, menemui guide dan dijelaskan banyak hal tentang sejarah gua tersebut, jalur logistik, cara konstruksi gua. Saya yakin guide ini sudah menjelaskan hal yang serupa ribuan kali sampai ia berbicara sedemikian fasihnya.
.
Begitupun juga keseharian, terus berulang mulain dari pertanyaan dan perjalanan untuk mencari jawaban, sebuah proses untuk mencari kefasihan.
.
Have a nice weekend all ❤️

Kategori
blog

Arsitektur Regionalisme yang Reflektif 

Kampono House

Hari jum’at saya diundang di event tahunan @titiktemu_2022 program studio arsitektur Universitas Muhammadiyah Banjarmasin. Tema dari seminar ini adalah “Arsitektur kini”.

Kami merefleksikan tema tersebut bahwa diantara arsitektur kini ada arsitektur dulu dan nanti. Arsitektur kini berkiatan dengan hal-hal mendasar yang menjadi kebutuhan manusia, seperti air, cahaya, dan udara.

Tantangannya adalah bagaimana kebutuhan dasar tersebut terintegrasi kedalam faktor-faktor yang mempengaruhi arsitektur masa kini, seperti sinergi dengan kondisi alam yang berubah-ubah, kondisi ekonomi yang fluktuatif, dan space yang semakin terbatas. Ketiga hal tersebut menjadi faktor yang membedakan cara hidup seseorang yang pada akhirnya akan mendasari pendekatan desain yang diambil oleh arsitek dan klien menuju masa depan atau arsitektur nanti.

Karena faktor tersebut desain bangunan memiliki jiwa yang bisa dikembangkan dari waktu kewaktu, terus berubah sehingga menjadi bahan refleksi nilai-nilai kehidupan. Dari sana muncullah judul seminar ini “Arsitektur Regionalisme yang Reflektif”.

Di tingkatan selanjutnya, pertanyaan lanjutan muncul tentang dari mana datangnya keunikan di dalam arsitektur. Apakah dari kebiasaan mendesain, tren, fantasi dan imajinasi?. Apa saja hal yang memantik keunikan dibalik ruang yang juga di bayangi fungsi yang harus diperhatikan? Ada stimulus proyek-proyek tertentu yang memiliki pendekatan yang khas.

Seperti di dalam foto ini, Kampono House. Di dalam proses iterasi desain yang terjadi bisa membuat hal yang tidak terduga menjadi kenyataan. Dimulai dari hal sederhana, orientasi terhadap matahari dan pohon existing, penempatan skylight pinggir dan tengah. Beberapa material yang memiliki volume besar seperti beton, bata, dan acian kami gunakan karena mudah didapatkan, tidak mahal, dan memiliki ketahanan. Permainan bentuk, seperti bidang lengkung di ujung untuk membingkai pandangan sekaligus menangkap cahaya dan angin.

Architect: @realricharchitectureworkshop
Photograph: @eric dinardi
Thank you @mirzakampono @adhistykampono

RAW99%finished #Dancerhouse #Kamponohouse #house #bioclimatic #architecture #architectureproject #realrichsjarief #arsitek

Kategori
blog

Lumintu House 

New project ongoing at Pantai Indah Kapuk, North Jakarta. #RAWongoing . We designs bioclimatic architecture by study on how industrial and handcrafted details can collaborate to break through the details of normal architectural stereotypes.
.
@realricharchitectureworkshop
.
#RAWprogress #PIK #Lumintuhouse #house #details #bioclimatic #architecture #architecturedetails #architectureproject #workingonprogress

Kategori
blog

Sarang Nest House is published in @archdaily 

It’s a huge achievement for our team, Sarang Nest House is published in @archdaily . Thank you @henry_yen , and all of the people involved in RAW Architecture | @realricharchitectureworkshop , captured by @ericdinardi
.
Located in a residential area, Taman Buana Permata house complex, West Jakarta. With an area of 250 sqm, Sarang Nest House consists of 2 generations of families living together, this underlies a centralized circulation and creates a micro-environment through a spatial arrangement with different angles. This angle creates distance between the perimeter of the house and the neighbors thereby allowing air to flow freely around the building while maintaining privacy between spaces. Each room has its own outdoor space. Light enters the room through perforated walls, crevices, windows, and skylights. The shape of this house is tilted to make it more efficient as well as a response from the corner of the building.
.
Further Credit:
.
Clients: Henry Kusuma Family
Lead Architects: Realrich Sjarief
Design and Project Team: Realrich Sjarief, Agustin, Erick Fei, Riswanda Setyo, Tirta Budiman, Septrio Effendi, Miftahuddin Nurdayat, Regi Kusnadi
Supervisor In Charge: Singgih Suryanto, Sudjatmiko, Muhammad Enoh, Eddy Bahtiar, Endang Syamsudin
Construction Manager: Singgih Suryanto, Agustin
Structure Engineer: John Djuhaedi, Singgih Suryanto
Mechanical And Electrical Engineer: Hamin MEP
Master Craftsmen: Tata Pirmansyah, Aep, Aep Syapuloh, Nari , Solehudin Grandong, Syaipuddin, Dicky, Bonari, Tohirin, Nur Hidayat, Rudi Setiawan
Interior + stylist: Cindy Sumawan + team
Management: Laurensia Yudith, Reffi Nurkusuma, Nurul
Plan, Illustration Team: Lu’luil Ma’nun, Andriyansyah Muhammad Ramadhan, Satria A. Permana, Agustin, Riswanda Setyo Addino
Photo Credits: Eric Dinardi
Videographer: Muhammad Farhan Nashrullah
.
#rawarchitecturepublication
.
#Sarangnesthouse#ArchDaily#realrichsjarief#realricharchitectureworkshop#arsitekturindonesia#house#residential

Kategori
blog

Defining Your Own Mega Transformation

Miracle umurnya 7 tahun hari ini, dia sekarang sudah kelas satu sd. Ia sudah punya teman – teman dekatnya di sekolah. Hal – hal yang kami tunggu adalah ceritanya di sekolah, bagaimana ia mengisi waktu istirahatnya, apa yang terjadi kelasnya, ataupun saat – saat ketika ia pulang dan bercanda ria beserta pak Misnu yang disebutnya mbah Nu, Nurul, ataupun siapapun yang menjemputnya.

Saya kadang tersenyum – senyum melihat bagaimana Nurul anak mbah Nu kadang bercerita “hahaha miracle bilang mau punya brain yg besar biar bisa inget a lot of memories with bapak 🤣 (misnu)… iya katanya dia sayang sm sy sm mbah Nu mangkannya mau selalu inget setiap momen kalau kita sama2”.
.
Miracle seperti namanya, saat – saat bersamanya adalah saat yang penuh keceriaan, kesenangan, dan magis. Seperti namanya ia memberikan keajaiban berupa rasa bahagia di sekelilingnya, mukanya sumringah, energinya besar, dan hidupnya penuh dengan rasa main – main dan penasaran. Satu saat ia bertanya sewaktu pulang sekolah “papa, bagaimana kamu tau aku ini Miracle.” Atau “Apa yang papa mama rasakan waktu aku belum ada?” Kami menjawab, kamu adalah doa bagi kami, semoga kebahagiaan yang bisa kamu berikan ke kami bisa menerus ke orang lain.
.
Juga satu saat dia bercerita tentang pokemon, bagaimana pokemon bisa melakukan mega transformation. Ia menjelaskan hal ini dilakukan pokemon untuk membela yang lemah, kemudian saya penasaran, kalau itu tujuan pokemon lalu apa tujuan hidupmu?
.
Dia bilang “saya masih berpikir tentang itu”, ia menambahkan “kalau saya sudah tau nanti saya bilang. Tidak mudah memikirkan tujuan hidup, perlu waktu.” Terakhir ia balik bertanya, “pa what do you think about me? Are you happy, I am here?”

Kami menjawab, son we are very proud of you. Ia pun tersenyum, dan berkata “aku mau ke heaven dulu.” Heaven lahir 5 tahun setelah Miracle, sebagai jawaban akan doanya, ia ingin adik yang bisa diajaknya bermain atau mungkin membuat keajaiban, membahagiakan orang lain bersama – sama.
.
Happy birthday yang ke 7 Miraclerich Sjarief. You are the best.
.
Thank you kak @luil_mn udah abadikan foto Miracle dengan sangat baik 👍

Kategori
blog

Kofuse Coffee and Dine

Ini kafe yang kami desain yang terbaru namanya Kofuse Coffee and Dine yang didesain setelah jaman pandemi. Bisa di cek di ignya @kofuse.id untuk temen – temen yang mau nyari suasana / experience di waktu weekend besok. Hidangannya enak, soft, my preference bisa dimakan berulang – ulang.

Kami menggunakan garis – garis lengkung yang natural dan dinamis untuk desainnya dengan material bata yang digosok cat putih, beton yang digosok dengan kombinasi batu dan kayu. Kofuse memiliki nuansa seperti suasana museum, galeri yang lebih bersahaja, cantik dari dalam dan artistik.

Terima kasih ke @idrissandiya atas kepercayaan yang diberikan. Juga @junarorimpandeyofficial atas diskusinya dan wawasannya tentang makanan dan kitchen setting. Juga bu dewi, nadira, dan keisya.

Juga seluruh tim kofuse bu @nu.rulh dan tim. Terlebih lagi tim dream team kesayangan saya RAW Architecture @realricharchitecturworkshop yang sudah be kerja super hard untuk selesainya kafe ini. @joanaagustin, @andriiyansyahmr, @melisaakma, @timbulsimanjorang, @ha.ykal, @cirana_nsb, @tyodngrh dan @_finasharfina dan mamang2 ano, asep, unang, ujang, saudara2 beda bapak dan beda ibu, juga @luil_mn yang membantu

Salam dari saya @rawarchitecture_best
Let’s go @kofuse.id maaaaaaemm nyammz have a great weekend. #RAW99percentfinishedproject #realrichsjarief #realricharchitectureworkshop

Kategori
blog tulisan-wacana

Lilin dan Gelas Kaca – Refleksi Terhadap Eksploitasi Arsitektur

Bagian 1 | Midlife Crisis ?

Sebenarnya saya enggan untuk membahas soal eksploitasi, karena ujungnya adalah soal identitas, atau mungkin saya sendiri enggan juga untuk menyinggung hal – hal personal. Ataupun mungkin saya sendiri takut apakah memang yang saya risaukan adalah hal yang saya hindari, saya irikan, atau justru hal – hal yang saya risaukan atau takutkan ini justru hal yang sedang saya kerjakan. Hal ini penting untuk bisa fokus di dalam mengeksplorasi secara total dan berani sekaligus menelusuri sisi – sisi yang membuat saya bahagia.

Tahun ini, saya berumur 40 tahun sekarang, secara umum arsitek baru berkembang di umur – umur 40, jadi perlu mengorientasikan dirinya, menginvestasikan dirinya. Mungkin di dalam kasus saya juga memilih – milih jalan mana yang harus ditempuh. Usia 40, adalah usia mematangkan diri. Seperti istilah “Midlife Criris” yang dikatakan oleh psikolog Elliott Jaquest, biasanya seseorang pada usia 40-65 tahun merenungkan kembali kedudukan profesionalitas mereka dan membuat perubahan. Pada usia ini seseorang jadi mempertanyakan banyak hal diantara kegelisahan, penuaan, tujuan yang masih ingin dicapai, sampai memperhitungkan kematian mereka. Begitu pula seorang arsitek, kematangan karyanya biasanya terbentuk di usia yang tidak muda, karena berarsitektur merupakan perjalanan yang panjang.

Salah satu arsitek yang menjadi role model saya, Renzo Piano, berumur 40 ketika Pompidou diselesaikan di 1977, ia sendiri lahir di tahun 1937. 4 tahun kemudian, selama 4 tahun barulah ia mematangkan diri di dalam karya Menil Galeri yang bertempat di kawasan rumah tinggal, sebuah tempat koleksi seni keluarga Menil. Di umur 50 an barulah ia memiliki sebuah body of work yang cukup lengkap, dengan begitu banyak variasi metode desain yang menghasilkan variasi tipologi proyek, di berbagai tempat di dunia dengan desain airport, cultural museum di Oceania, dan begitu banyak kantor, mall, residensial, dan paviliun. Selanjutnya bisa kita lihat, bagaimana ia menata ekosistem, menikmati masa tuanya dengan terus mendesain dan terus berkolaborasi dengan timnya RPBW (Renzo Piano Building Workshop). Di satu sisi saya berpendapat bahwa menjadi arsitek seperti beliau membutuhkan waktu yang panjang.


Namun, saya melihat persepsi melihat parameter sebuah kesuksesan terhadap waktu seringkali berbeda di dalam dunia digital. Dengan munculnya Tik Tok, instagram, facebook, banyak arsitek – arsitek, calon – calon arsitek, dan publik biasa, semua memiliki jejak digital dalam upaya mendefinisikan identitas diri. Identitas sendiri adalah hal yang penting, karena saya melihat Renzo Piano juga meraih identitas dirinya melalui begitu banyak hal yang bisa dipelajari yakni kliennya, publik dan intelektual melalui referensi tulisan ataupun verbal, kritik arsitektur, publikasi media melalui publikasi karyanya, penghargaan ataupun jejak – jejak media sosial yang dilakukannya dan juga firma RPBW (Renzo Piano Building Workshop). Ada yang saya pertanyakan di dalam mudahnya dan cepatnya identitas itu dibentuk sekarang melalui sosial media. Ibaratnya dengan media sosial, saya sendiri dengan mudah untuk mensejajarkan diri dengan arsitek – arsitek lainnya. Apakah sebenarnya sejajar ? ataukah apa yang sedang saya sejajarkan ini adalah upaya untuk mengaktualisasikan sisi ingin tampil saja. Mungkin arsitektur menjadi kompleks karena manusia pada dasarnya kompleks dan ingin memburu – buru waktu. “ini ada apa ya ?” seringkali saya merasa dieksploitasi dengan informasi yang terjadi tanpa diberitahu apa arahnya, apa maksudnya. Taruhlah mungkin kita ada di satu kumpulan. Anehnya di dalam satu titik, apa yang saya kerjakan jadi berorientasi juga ke ekosistem media sosial yang begitu masif, saya baru sadar saya berubah.

Bagian 2 | Midlife Crisis ?

Saya jadi teringat, peribahasa ekosistem merubahmu, dan kamu pun merubah ekosistemmu. Saya berpikir apa ada ya kecenderungan praktik yang mengedepankan apa – apa yang dilakukan perlu dibingkai dalam kacamata media sosial. Dan saya juga berpikir, mungkin saya saja yang terlalu kuno. Hal ini adalah hal yang terus baru untuk saya yang konvensional/malah tradisional dalam berpikir, dan wacana ini terus menjadi pergumulan untuk saya yang sedang terus mendefinisikan apa yang saya kerjakan sampai sekarang.

Di dalam keseharian, saya terpapar referensi visual. Referensi ini sangat memudahkan klien untuk memahami arsitektur. Perlu diingat bahwa arsitektur lebih daripada sebuah gambar visual, namun juga gambar teknis yang berupa instruksi berupa detail bubble programming , space planning, dan materialitas. Seorang calon arsitek yang tidak memahami keutuhan dari sebuah karya membentuk pemahaman arsitektur yang sebatas visual saja.

Tapi hal – hal yang saya bimbangkan di dalam kebimbangan di atas adalah, sejauh mana memang proses ekploitasi itu dilakukan oleh para praktisi arsitek? . Eksploitasi itu juga terkait di banyaknya klaim – klaim terbaik, terindah yang dimainkan di dalam persona – persona yang terbentuk. Saya sendiri juga berpikir, apa saya juga yang sering terjebak di dalam jebakan identitas, seperti itu, dan sejenak saya berpikir, refleksi ini berputar – putar tidak pernah selesai.

Kemarin saya bertemu mbak Sunthy, saya lama tidak bertemu dia. Tentunya saya selalu ingat bahwa tulisannya mengenai Bare Minimalist, berjudul “Function Over Fashion” adalah salah satu tulisan yang mengupas ide – ide di balik sebuah proyek. Yang menariknya, ia memulai dengan pertanyaan – pertanyaan sebelum mengamati, dan di tulisannya banyak referensi – referensi reflektif dari klien kami, Charles Wiriawan. Tentunya proses saya bertemu beliau juga ada kaitan dengan bisnis media dibaliknya, ada kepentingan mendapatkan karya dari para arsitek untuk kepentingan publikasi.

Dalam pertemuan kami, di satu lapak, ada kata – katanya yang membekas dalam ingatan saya “begitu membaca tulisan, sebenarnya bisa kita baca mana tulisan yang menggurui atau reflektif.” Kemudian kita berdiskusi perjalanan saya melihat polarisasi yang terjadi dengan kawan – kawan di barat (Jakarta Sumatra), timur (Jawa Timur khususnya), dan Jawa tengah (Yogyakarta, Solo) dengan berbagai macam dinamikanya kelompok kiri kanan ataupun tengah, kapitalis, sosialis, ataupun punya dogma – dogma kedaerahan. Ada yang terpolariasi sebagai arsitek yang terpinggirkan, ada juga yang terpolarisasi sebagai arsitek yang hedonistik, ada juga yang terpolarisasi sebagai arsitek yang introvert dan menyingkir ke pedalaman.

Kami berdiskusi dan saling bercerita tentang perjalanan hidup masing – masing, bersahabat dengan arsitek – arsitek dari jauh, dan memisahkan preferensi. Ada yang secara pribadi sesuai dengan preferensinya dan ada yang tidak sesuai. Diskusi berlanjut bahwa ada fenomena klaim – klaim yang kurang dalam/tidak berdasar/hanya judul yang dilakukan yang bukan preferensi kami. Contohnya arsitek dengan jualan material tertentu seperti beton atau batu batanya, ataupun dengan kayu atau bambu – bambunya, juga arsitek dengan medianya, klaim – klaim teritori itu, tidak menyehatkan. Saya bertanya – tanya dalam hati apa yang tidak menyehatkan tersebut karena perasaan tereksploitasi ?

Mbak Sunthy juga melanjutkan ceritanya, di dalam menggawangi beberapa arsitek yang ingin merajut media dan arsitektur di dalam platform design stories – spotify dsb. Ini adalah runtunan dari proses eksplorasi diri mbak Sunthy, memulai dengan pertanyaan di beberapa media yang berbeda. Kalau saya pikir, pertanyaan – pertanyaan yang diberikan sebenarnya untuk menjelaskan bahwa banyak elemen konteks arsitektur misal klien / arsitek / tempat / iklim / material / pembangunan / penemuan itu memiliki daya untuk saling tarik menarik. Dan elemen tersebut menjelaskan bahwa singularitas itu terjadi dari hibriditas elemen tersebut. Nah kemudian hal ini menjadi personal begitu menjelaskan preferensi saya. Bahwa ada subjektifitas, kecocokan dan juga ketidak cocokkan, nah hal tersebut mungkin yang bisa mejelaskan ketidak setujuan satu dengan yang lain. Dan hal tersebut memancing wacana.

Di dalam membahas eksploitasi terhadap arsitektur, saya secara personal, berusaha cukup hati – hati di dalam memainkan media sosial. Secara pribadi saya merefleksikan bahwa media sosial itu bisa jadi 4 hal yang perlu dijaga, di dalamnya adalah persahabatan, keluarga, keyakinan, kesehatan. dan 1 hal lainnya adalah tentang bisnis. 4 hal itu sifatnya rapuh, mudah retak, seperti gelas kaca, dimana sekali retak tidak akan kembali. Namun hal yang kelima yaitu bisnis yang bisa dieksplotiasi, sifatnya seperti lilin yang bisa dibentuk apabila dilelehkan. Persahabatan, keluarga, keyakinan, dan kesehatan adalah investasi seumur hidup kita, kenangan yang membentuk pribadi kita seutuhnya. Sedangkan bisnis, selalu rentan untuk dibentuk dan dieksploitasi, tinggal perlu api, dengan mudah.

Berbeda dengan bisnis yang seperti lilin yang bisa dibentuk, 4 lainnya bisa diibaratkan gelas kaca, yang membentuknya juga diperlukan api, sekali terbentuk gelas kaca tersebut, gelas kaca yang diibaratkan persahabatan, keluarga, keyakinan dan kesehatan akan kaku dan tidak akan bisa kembali, kecuali pecah. [1]

Semoga ketika pecah, bukan berarti tidak bisa kembali, namun bara api yang diperlukan untuk menyatukannya kembali bukan menggunakan api lilin. Namun api tungku dengan 1400 derajat celcius dan itu pasti bukan nyala api lilin dari bisnis belaka. 1400 derajat itu adalah vitamin C, cinta yang bisa mengubah semua orang menjadi kawan, termasuk musuh saya yang terbesar yaitu diri saya yang trauma terhadap masa lalu saya sendiri.

Terima kasih Tuhan untuk memberikan orang – orang yang bisa memberikan pelajaran berharga untuk memisahkan yang mana gelas kaca dan yang mana lilin yang bisa dibentuk sehingga yang namanya persahabatan, keluarga, keyakinan, dan kesehatan akan terjaga dengan apik.

note :

[1] Terinspirasi dari Bryan Dawson tentang cerita “Jugling Glass and Rubber Balls” lihat pidato di Georgia Tech September 1991.

Disunting oleh by Lu’luil Ma’nun, penyunting membantu menyusun diagram / gambar / komposisi / dan juga tulisan – tulisan pembantu.

Kategori
blog

Revolusi Humanisme

Dua bulan terakhir ini, kami merenovasi struktur dari Summer Pavilion/rumah buku untuk menambah 2 buah mezanin tempat tidur penjaga rumah buku sekaligus pengemong anak – anak kecil dari kampung sekitar rumah kami. Perpustakaan ini adalah perjuangan dari saya untuk melakukan kegiatan sosial di sekitar komplek kami dimana banyak anak – anak membutuhkan ruang singgah, dan visi apa yang bisa dicapai di masa depan. Titik lompatannya adalah bagaimana tempat yang tersedia bisa dijadikan sebagai ruang aktif, tempat bagaimana anak – anak bisa belajar, bermain, dan mendapatkan komunitasnya. Dibalik itu semua saya menulis beberapa refleksi dengan perspektif humanisme terhadap perjalanan hidup manusia, terkait kepercayaan, dogma, ataupun refleksi terhadap kekuatan – kekuatan dibalik arsitektur.

Masyarakat modern ditawarkan kekuasaan yang memiliki konsekuensi bahwa kita sebagai manusia cepat atau lambat akan melepaskan kepercayaan terhadap kosmis yang sejauh ini dipahami pahami sebagai sebuah makna kehidupan. Sedangkan sepanjang sejarah, nabi dan filsuf meyakini bahwa ketika umat manusia berhenti meyakini rencana kosmis, maka konsekuensinya adalah seluruh ketertiban di dunia ini akan lenyap. Namun sampai tahun 2016 umat manusia berhasil memiliki keduanya yaitu tak ada satu pihak pun yang membatasi kekuasaan dan di sisi lain masih meyakini bahwa hidup ini memiliki makna.

Humanisme merupakan sebuah kredo revolusioner yang telah menawarkan sebuah solusi penangkal untuk eksistensi tanpa makna dan tanpa hukum sehingga agama yang revolusioner seharusnya juga humanis berprinsip berorieontasi kemanusiaan dan mengharapkan kemanusiaan mampu mredefinisikan makna ke-Tuhan-an, sebagai contoh dalam berbagai agama seperti Kristen Katolik, sedangkan hukum alam masih berperan dan berlaku dalam kepercayaan Buddha dan Daoisme. Dalam konsep tradisional, kepercayaan terhadap kosmis raya memberikan makna bagi kehidupan manusia, namun konsep humanisme adalah manusia harus menarik pengalaman dari dalam diri mulai dari makna kehidupan dalam diri masing – masing individu hingga makna seluruh jagat raya untuk menciptakan makna bagi sebuah dunia yang tidak bermakna. Pada akhirnya inti dari revolusi religius modernitas adalah: mendapatkan kepercayaan pada kemanusiaan dan bukanlah menghilangkan kepercayaan kepada Tuhan.

Dua bulan terakhir ini, kami merenovasi struktur dari Summer Pavilion/rumah buku untuk menambah 2 buah mezanin tempat tidur penjaga rumah buku sekaligus pengemong anak – anak kecil dari kampung sekitar rumah kami. Perpustakaan ini adalah perjuangan dari saya untuk melakukan kegiatan sosial di sekitar komplek kami dimana banyak anak – anak membutuhkan ruang singgah, dan visi apa yang bisa dicapai di masa depan. Titik lompatannya adalah bagaimana tempat yang tersedia bisa dijadikan sebagai ruang aktif, tempat bagaimana anak – anak bisa belajar, bermain, dan mendapatkan komunitasnya. Dibalik itu semua saya menulis beberapa refleksi dengan perspektif humanisme terhadap perjalanan hidup manusia, terkait kepercayaan, dogma, ataupun refleksi terhadap kekuatan – kekuatan dibalik arsitektur.

Revolusi humanisme dapat dipahami kedalaman dan implikasinya melalui kultur modern Eropa yang berbeda dengan kultur Eropa pada abad pertengahan dimana pada tahun 1300 orang – orang di London, Paris dan Toledo mempercayai bahwa hanya Tuhan yang bisa mendefinisikan kebaikan, keindahan, dan kebenaran dan cenderung tidak bisa mempercayai bahwa manusia mampu menentukan sendiri kebenaran, keindahan dan kebaikan sehingga pandangan ini telah menjadikan Tuhan sebagai sumber tertinggi yang bersifat otoriter. Prinsip Tuhan sebagai makna dan otoritas dapat dikatakan cukup mempengaruhi manusia dalam kehidupan sehari – hari. Sebagai contoh kasus ini tercermin melalui sebuah fenomena ketika seorang perempuan yang baru saja menikah bersenang – senang dengan tetangganya dan melakukan hubungan seks dengan lelaki yang merupakan tetangganya tersebut. Setelah melakukan perbuatan tersebut ia mulai bimbang dan mempertanyakan apakah yang telah dilakukanya adalah perbuatan baik atau buruk sehingga ia perlu untuk mendatangi pendeta untuk membimbingnya. Kemudian pendeta tersebut mengungkapkan tentang apa yang disebut dengan perzinaan. Pendeta tersebut dengan tegas memfonis perempuan itu telah melakukan dosa besar. Pada akhirnya perempuan tersebut ber-nazar untuk tidak melakukanya lagi dan menanggung semua konsekuensi atas dosa yang telah diperbuatnya.

Dari kasus di atas dapat dipahami bahwa ketika manusia ingin memahami apa yang telah diperbuatnya maka ia akan mencermati dengan hati dan perasaannya. Ketika perasaannya tidak jelas ia akan menghubungi temannya untuk mencurahkan isi hatinya, jika keadaan masih terasa membingungkan ia akan pergi ke terapis untuk mengutarakan masalahnya karena secara teoritis kedudukan terapis sama dengan pendeta pada abad pertengahan.

Dari apa yang telah dipelajari tentang perasaan, hal ini cukup erat kaitannya dengan apa yang telah Nietzche deklarasikan yaitu “Tuhan Telah Mati”. beberapa kasus juga telah menggambarkan bahwa dalam politik humanis pemilihlah yang paling tahu, dalam ekonomi humanis pelanggan selalu benar, dalam estetika humanis keindahan ada pada mata penonton, dalam etika humanis jika terasa baik-lakukanlah, dan dalam pendidikan humanis prinsipnya adalah berpikirlah untuk diri anda sendiri. Pada akhirnya sebagai manusia masing – masing dari kita memiliki keyakinan yang kuat terhadap hati. Bahkan ketika manusia memiliki keyakinan pada Tuhan pun itu karena hatinya meyakini bahwa ia mempercayai Tuhan di dalam hatinya. Hal ini cukup membuktikan bahwa otoritas tertinggi adalah humanisme dan bukanlah Tuhan.

Namun Hal ini tidak cukup hanya sampai perasaan saja karena tidak menutup kemungkinan bahwa perasaan sendiri juga memiliki kelemahan sehingga hal ini menjadi soal bagaimana metode untuk menilai otoritas dan mendapatkan pengetahuan sejati. Dalam kepercayaan Eropa pada abad pertengahan rumus pengetahuan adalah Pengetahuan = Kitab Suci x Logika sehingga ketika seseorang ingin memahami makna dari teks kitab suci perlu untuk membaca kitab suci dan menelan teksnya dengan logika yang telah dimiliki. Hal ini digambarkan melalui: ketika seseorang inging mengetahui bentuk permukaan bumi. Meraka akan menggunakan penggalan teks dari kitab suci seperti Yesaya 40:22 yang menyatakan bahwa Tuhan “duduk bertakhta diatas lingkaran bumi” sehingga didapati jawaban bahwa permukaan bumi itu bulat.

Sedangkan revolusi saintifik mengajukan rumusan bahwa Pengetahuan = Empiris x Matematika. Ketika ingin mengetahui jawaban atas pertanyaan perlu untuk menemukan data empiris yang relevan, dan kemudian menggunakan alat – alat matematika untuk menganalisanya. Hal ini dapat digambarkan melalui fenomena manusia yang ingin mengukur bentuk sebenarnya dari bumi. Jawabanya dapat ditelusuri melalui pengamatan terhadap matahari, bulan, dan planet – planet lain disekitar bumi. Setelah hasil observasi terkumpul maka bisa menggunakan trigonometri untuk menyimpulkannya.

Namun meskipun demikian, disisi lain humanisme juga menawarkan sebuah alternatif yaitu ketika manusia telah mendapatkan kepercayaan terhadap dirinya sendiri maka rumusan untuk mendapatkan pengetahuan yang etis adalah Pengetahuan = Pengalaman x Sensitivitas. Artinya ketika kita ingin mengetahui jawaban etis atas pertanyaan apapun perlu untuk menjangkau pengalaman dalam diri kemudian mengamatinya dengan sensitivitas yang tinggi.

Rumus Pengetahuan = Pengalaman x Sensitivitas telah membawa persepsi kita kepada permasalahan berat seperti perang. Hal ini mulai dipikirkan oleh seniman Dix dan Lea dimana mereka mencoba untuk mengungkap kebenaran tentang perang yang selama ini dianggap sebagai sesuatu yang mengerikan. Dix dan Lea mendapatkan jawaban bahwa di satu sisi perang adalah neraka namun disisi lain perang juga merupakan jalan menuju surga.

The Trench by Otto Dix (1923). https://mydailyartdisplay.uk/tag/war-cripples-by-otto-dix/

Hal ini dapat dilihat melalui fenomena seorang Katolik yang berperang dalam Pertempuran Gunung Putih dan ia berkata pada dirinya sendiri bahwa “Benar saya menderita. Namun Paus dan Kaisar berkata bahwa kita perang untuk kebaikan, jadi penderitaan saya ada artinya.” Sedangkan Otto Dix justru menggunakan logika yang sebaliknya bahwa pengalaman personel sebagai sumber dari segala makna sehingga cara berpikirnya menjadi: “Saya menderita-dan ini buruk-karena itu seluruh perang adalah buruk. Apabila Kaisar dan Kependetaan tetap mendukung perang ini, mereka pasti salah.”

Kemudian lambat laun Humanisme mulai terpecah hingga menjadi tiga cabang utama yaitu: Humanisme ortodoks, Humanisme Sosialis, dan Humainsme Evolusioner :

Humanisme ortodoks merupakan cabang humanisme yang memandang bahwa setiap manusia adalah individu yang unik yang memiliki suara hati yang khas dan serangkaian pengalaman yang tak akan pernah terulang. Oleh karena itu perlu untuk memberikan kebebasan sebesar mungkin pada setiap individu untuk mengalami dunia dengan mengikuti kata hatinya dan mengekspresikan kebenaran dari dalam dirinya. Dengan penekanan kepada kebebasan individu maka ortodoks humanisme memiliki cabang juga yang dikenal sebagai humanisme liberal atau biasa disebut dengan liberalisme. Salah satu prinsip Liberalisme seperti dalam seni yang memandang bahwa keindahan ada di mata penonton. Kemudian ketika humanisme mendapatkan kredibilitas sosial dan kekuatan politik, dua cabang yang berbeda mulai tumbuh darinya yaitu humanisme sosialis yang mencakup sosialis dan komunis, dan humanisme evolusioner dimana penyokong yang paling terkenalnya adalah kaum Nazi. Kedua cabang tersebut juga menyetujui liberalisme bahwa pengalaman manusia merupakan sumber tertinggi dalam hal makna dan otoritas.

Humanisme Sosial pada dasarnya sebenarnya bertentangan dengan liberalis karena hanya fokus terhadap pengalaman setiap individu sedangkan prinsip utama dari sosialis adalah memfokuskan pada apa yang telah dialami oleh orang lain. Artinya Humanisme sosial benar setuju dengan ortodoks namun dalam hal pengalaman manusia adalah sumber segala makna akan tetapi ada miliaran orang di dunia dan sosialis mereka semua sama bernilainya dengan kita.

Humanisme evolusioner berpijak dari teori evolusi Darwin bahwa konflik adalah sesuatu yang harus dihargai. Konflik merupakan bahan baku utama bagi seleksi alam untuk mendorong evolusi bergerak maju. Hal ini dapat diambil contoh dari fenomena ketika pengalaman – pengalaman manusia bertabrakan maka manusia yang kuat akan menggilas habis manusia lain yang lebih lemah. Namun hal positif yang didapat ketika menggunakan teori evolusi ini adalah bahwa manusia akan berevolusi menjadi manusia yang lebih kuat dan tangguh hingga akhirnya melahirkan manusia super. Sedangkan hubungannya terhadap humanisme ortodoks adalah humanisme evolusioner menganggap bahwa perang adalah sesuatu yang berharga dan bahkan penting karena memiliki presentase yang tinggi terkait evolusi.

Berkaca dari perhelatan antara kepercayaan Eropa pada abad pertengahan yang merumuskan (Pengetahuan = Kitab Suci X Logika) dengan rumusan (Pengetahuan = Pengalaman x Sensitivitas), pada akhirnya didapati kesimpulan bahwa agama-agama tradisional tidak akan mampu menjadi alternatif yang riil untuk liberalisme karena kitab suci tidak memiliki apapun yang bisa dikatakan tentang rekayasa genetika atau kecerdasan artificial. Begitupun dengan sebagian besar pendeta, rabbi, dan mufti tidak akan memahami terobosan-terobosan mutakhir dalam biologi dan ilmu komputer. Kalaupun jika mereka ingin memahaminya perlu untuk membaca banyak arstikel-artikel ilmiah dan melakukan eksperimen lab dan bukannya menghafal dan memperdebatkan teks-teks kuno. Pada dasarnya kedua hal ini adalah suatu pilihan karena keduanya perlu menggunakan banyak waktu.

Sedangkan diibalik dari kemenangan liberalis ini adalah terjadinya fenomena mendorong manusia untuk menjangkau imortalitas, kebahagiaan, dan keilahian. Dengan bertumpu pada prinsip bahwa kehendak pemilih dan pelanggan tak pernah salah, para ilmuan dan insinyur mulai mencurahkan energi mereka dalam proyek-proyek liberal. Kemudian skenario terburuk dari yang telah ditemukan ilmuan dan dikembangkan oleh insinyur dapat memapar keduanya pada cacat bawaan dalam pandangan dunia liberal dan kebutaan pelanggan dan pemilih. Hal ini disebabkan karena ketika rekayasa genetika dan kecerdasan artifisial menampakkan potensi penuh, liberalisme, demokrasi, dan pasar bebas menjadi suatu hal yang usang seperti halnya pisau batu, kaset, Islam, dan komunisme. Hal ini membawa manusia kedalam evolusi keadaan dirinya di dalam sebuah ekosistem berpikir, sebuah revolusi humanistik, yang berarti kepada permulaan runtuh akan kontrol dirinya akan humanitas itu sendiri.

Melihat praktik arsitektur sekarang ini di Indonesia, dimana kesadaran saya sendiri juga mulai sudah saya pertanyakan, sejauh mana saya sadar, mau bergerak, dan kemudian menebar benih – benih kemanusiaan. Jujur saya melihat jalan masih sangat panjang, sejauh mana arsitektur bisa masuk ke tingkatan humanisme yang evolusioner bahwa konflik yang dihadapi, tidak dihindari. Hal ini menggarisbawahi bahwa menghadapi konflik tidaklah mudah, dan mau tidak mau sistem yang menantang humanisme akan terus berhamburan termasuk konstestasi karya arsitektur, sejauh mana cerita – cerita humanistik digaungkan terutama kaitannya dengan politik, ekonomi, dan sosial yang pada intinya ujung – ujungnya soal kejujuran untuk selalu humanistik sebelum hilangnya proses tersebut tanpa kita sadari di tengah revolusi humanistik.

Kategori
blog

Let’s return to the “why” not just “what” is next.

We wanna thank really much to the curator of the TAB series Yann Follain from @wyto_architects described a need of looking in the region as an act of an act of togetherness, and @cosentino.asia. He put together curatorial note in new book in about ETAB lecture series. Yann wrote beautiful phrase that showing urgency of cultures, and being together for sustainability agenda “… Southeast Asia, the differences in practices and cultures have provided new vantage points on how we may innovate to advocate for the sustainability agenda.

We do not claim to know all the answers to every question, but our minds always remain open for growth and progression in thought. We see in the development of society that discoveries and new methodologies evolve over time. What may be considered revolutionary today could eventually be seen as unmistakably evident, and that is the beauty of progress and change in societies.

We as Architects, Designers & Craftsmen need a fresh change in perspective, to prevent us from just going with the flow as we practice and hone our skills. We need to reboot and think of creative solutions, even if means stepping out from the flurry of urban life just to Consider the impact of the daily decisions that we make, as we move into the new beginnings in 2022.

Let’s return to the “why” not just “what” is next.

We slowed down for this journey in the Making of Architecture. We shared generously through our project exchanges. We are now ready to invoke change.”

@realricharchitectureworkshop are delighted to be featured Together with another 15 architects curated by in TAB and eBook by Consentino, as joint forces in southeast Asia with Marc Webb & Naoko Takenouchi @naoko_takenouchi_, Mike Lim @mikelim_dpdesign & ER Yong Siew Omn, William Ti @entrari, Pan Yi Cheng @pan_yi_cheng, Alan Tay @alantay_formwerkz, Adela Askandra @adelaaskandar & Farah Azizah @farahazzizh, Goy Zhenru @goy_architects , Victor Lee & Jacqueline @plystudioarchitects , Chatpong Chuenrudeemol @chatpongc , Jonathan Quek & Koh Kari Li, Tiah Nan Chyuan, Andrian Lai.

“We are closer and stronger”

please look at the @Cosentino ig for the procedure of reading the free E book.

Kategori
blog publication

Inside All 10 Houses From Season 2 of Apple’s Design Docuseries

Guha is in the review in series of Apple Tv.

Cited from website : “The fantastical Indonesia home of Realrich Sjarief is defined from the exterior by its broad circular windows and draping plants, but inside, it’s much harder to define. Gohu means cave, and indeed the concrete structure feels like a place for discovery just like a cave. Age-old materials like bamboo are combined with steel and plastic to create a truly unique, 21st-century building.”

Here is the full coverage :

https://www.architecturaldigest.com/story/inside-houses-season-2-apple-design-docuseries

Kategori
blog blog - marriage years blog - marriage years - Family

Guha is in Apple TV +

Yesterday we watched a Guha movie on apple Tv, which was filmed by A24 the Apple TV team and edited and worked in a way I never expected. The film is directed by Sami Khan, and produced by dream team : Collin Urcutt, Nick Stern, Courtney Crock, Joe Yaggi, Patrick, Charlie Balsch, Maya Lubis, Lisa Sanusi, David Hutama, Laurensia, Miraclerich, Heaverrich, craftsmen Guha’s team, RAW Architecture studio, Omah and all of the big team in this movie.

We cried every seeing the lost our missing daughter and laughed every seeing Laurensia, Miraclerich and Heavenrich. We never expected the result to touch our heart, it’s gift to Guha.

.

Even they composed special music for the show. I discussed with Cali, to know their creativity to interpret Guha in their own way. “Thank you Realrich! initially we did some extensive research on traditional Indonesian instruments like Gamelan and Angklung and was trying to do a modern twist with them; throughout the creative process we developed quite a lot more than that, mainly drawing inspirations from your concept as an architect actually! The exciting and adventurous spirit to access every doors, blending Western Europe technology but make it work in our situation…; there was one part where you mentioned the process of bending the metal over and over again to make circle shapes (hope I remembered correctly), we found layering the music one by one, over and over (just like the process) works really well with the scene! It grew to be quite philosophical rather than just painting the right colors, if that make sense! And we had a lot of help and guidance from Collin and the team 😊
I hate to explain music too much hahah so really hope you and your family enjoy the music when the episode airs!” This humbled us with such beautiful process comes beautiful piece of music titled “Bamboo Fantasia”.


As an architects, we tried to control, experiment with, and try to fit into balance things. But this movie worked beyond the control as I can’t control of some of the aspect in my life with Laurensia. As a subject, we was prone to be able to open the question in my mind such as how can they touch my heart when we saw this movie? They made us cry and sad in one of the scenes and made me laugh and hold Laurensia’s hand, looking at her happy eyes. This movie is magical and touching with a simple script, but the technical and preparation aspects are not easy.


.
Collin and Nick spent much time discussing and talking about Guha and our family activities. Then, Sami joined as director, and then I felt the questions go more profound than before. Suddenly It touched our weakness which is Losing our daughter. That situation made me shut down my emotion over the years. I never expected that spot hits me hard, and it isn’t easy to talk about it. We cried in the session, we learned that opening myself helps to heal myself.
.
In the next session in the zoom meeting, they met with Laurensia. They needed to meet Laurensia because Laurensia was paranoid about the pandemic, and it was not easy to get Laurensia’s approval. She once said, “honey, this guy is going to make good on you. They have prepared to discuss and make things proper.”
.
She thought that it was only me who would be in the movie, but soon as she understood that her, Miracle, and Heaven were needed on the set, she changed to be a different person that is more open. This moment is a process of us opening ourselves to the fear of pandemic and the fear of us fanning ourselves. One zoom meeting sometimes takes 1-3 hours, and several times were meeting. Then, the day finally came when the Apple TV + team came to Indonesia. Sami, Courtney, and Collin led the team in collaboration with Joe, Patrick, and the team. What interests me is the perfection involved; they need to take the shots several times over and over at a different angle. The heavy tools consist of cranes, drones, lenses, and big cameras. Sami told me that the devices used to take Verite, which means the art or technique of filming something (such as a motion picture) to convey candid realism, and it’s a beautiful shot tested from several angles. Working on something over and over is like craftmanship. It takes enormous energy for one scene to take, but they did hundreds of images in weeks. One time I heard Patrick say,

Collin and Nick spent much time discussing and talking about Guha and our family activities. Then, Sami joined as director, and then I felt the questions go more profound than before. Suddenly It touched my weakness which is Losing our daughter. That situation made me shut down my emotion over the years. I never expected that spot hits me hard, and it isn’t easy to talk about it. I remember I cried in the session. I learned that opening myself helps to heal myself.

“Sami, I can’t take it anymore!” I saw Sami, Collin, and Courtney. They focus on the story, logistics, and details because their time to take shots is limited. The camera is heavy for sure.

The next interesting one is spontaneity, they encourage us, me Laurensia, and all of the people on set to be spontaneous like doing our daily activities. Being spontaneous is about showing the back and front stage as it is. It’s an open-up process. There was one line I liked when Laurensia noted that we are connected with gossip in Indonesia when we discussed the city that is so detached.

Spontaneity contested us, to be honest with me, and it helps us appreciate memories with my relation, especially with David Hutama, who interpreted and positioned me. Sami said one time, “Realrich have you heard David saying? Are you getting along with him usually ?” I think I have not met David for such a long time, 3-to 4 years. I remember I met and discussed with David when founding Omah Library.

Spontaneity contested us, to be honest with me, and it helps me appreciate memories with my relation, especially with David Hutama, who interpreted and positioned me. Sami said one time, “Realrich have you heard David saying? Are you getting along with him usually ?” I think I have not met David for such a long time, 3-to 4 years. I remember I met and discussed with David when founding Omah Library.


.
The session of Courtney directing Miracle is memorable, and It’s a Miracle’s favorite. Courtney helps to control Miracle without him even realizing he is on set. He always asked if he would meet aunty Courtney because he explored new things. It’s the same with Laurensia And Heaven, some images were sent to me by a team together as memories, and I genuinely love them because of their smile. I think about them all Of the time. Family is my priority.
.
During the interview, I saw Collin keep writing. One time, Sami asked questions, and Collin reviewed the answer and twisted it to another question for me to answer more clearly. He scrutinized all of the script, dubbing, and technical aspects over and over. They never told me that some of them were the producer, the director, and the scriptwriter. They just worked like a team that had been working for ages. Once, Collin said, “at the end of this release, we are going to be family,” which summarizes my proposition about ideas for answering the questions they prepared. So the situation, ecosystem in the making helps to inspire on site.
.
Then, the day after we went to Alfa Omega school, I felt connected with my childhood when I heard that Lisa spoke, always bringing a vision to help young people. She wanted to get independence from the education system. For young ones, I learned to be as simple as I could. Being honest is an act of humanity. That school is a reminder of how architecture can touch humanity, and we as an architect still have many things to learn.

Then, the day after we went to Alfa Omega school, I felt connected with my childhood when I heard that Lisa spoke, always bringing a vision to help young people. She wanted to get independence from the education system. For young ones, I learned to be as simple as I could. Being honest is an act of humanity. That school is a reminder of how architecture can touch humanity, and we as an architect still have many things to learn.


.
The Apple team traveled quite much, and I saw them quite exhausted. I asked Pak Joe whether this is normal For production to have a very intense camera. He said that it is only beginning. After this, there will be times for editing, and it will take months to finish. Editing takes time. I remember when collin wrote something, my mind came when I wrote the manuscript of architecture as an escape from my daily routines. Literacy for them is crucial to get the sequence in the movie. It’s like an architecture experience based on script: program, material, wisdom.
.
Ultimately, it takes the second trip with bu Maya and Charlie to add more verite video and make the shots even more beautiful. This process made me realize that we need to open myself up in this life. Wherever we are currently struggling, the energy around architects has its S curve, which means there is a steep learning phase associated with short time and intensive training, and then enjoying the learning outcomes until the graph decreases again. The key for a person to continue growing is getting the next S curve from a declining chart. It’s a process to incline up likewise from one angle to another to bring continuous improvement—this improvement leaps the system from the life around architects. In reflecting on that S curve break, there is a moment of celebration of the closeness, personal, and network that makeup life.

This Film made by the production, director and all of the amazing team featured in Apple Tv shows multiple S curves in a short time, and on every upside of the curve, there will be a scene of Miracle smiling and running. That opens up self to treat architecture and its people like a family through tears in heaven. A hope to bring miracles and heaven to others through architecture. Big Thank you to all of you below, you meant so much to my heart and Laurensia as family. Look at the big team below !

Traces of Miracle’s foot

Credit

Executive Producer :
Matthew Weaver
Kim Rozenfeld
Ian Orefice
Alyse Walsh
Collin Urcutt
Ben Cotner
Emily Q.Osborne
Sarba Das,

Co-Executivue Produce :
Nick Stern

Series Line Producer :
Aude Temel

Director :
Sami Khan

Directors of Photography :
Patrick Lavaud
Denny Chrisna
Charlie Balch

Editors
Erin Nordstorm
Aaron Vandenbroucke
Mari Keiko Gonzalez
Derek Kicker

Producer
Nick Stern

Field Producer
Courtney Crockett

Post Producer
Mark Newton

Production Manager
Courtney Crockett

Production Coordinators
Anna Keegan
Lindsey Steer

Post Production Manager
Audrey Schuberg

Clearance Manager
Mary Sheibani

Associate Producer
Tanner Jarman

Clearance Coordinator
Sam Cirilio

Local Production Consultant
Joe Yaggi

Associate Producers
Aldrian
Maya Lubis

Production Coordinator
Bintarti “Bince” Aquarti

Production Assistants
Yudi Gunawan
Hardianto
Dodi Irawan
Cici Sucik Sri Rahayu

1st Assistanst Camera
Nasir “Acing” Libria Hardi
Tezar Samara
Lucky Agus Setiawan

Steadicam Operator
Dedi Buaksono

Stadicam Assist
Samsul Arifin

Jib Operator
Sukirmo

Asistant Jib Operator
Chepy Jaya Kelana

Media Managers
Rizko Heru Angga
Muhamad Wahyu

Sound Mixers
Ikabl Wahyudin
Sri Wahyuni Retnowati

Gaffers
Nelson Erikiswanto
Arif Bina Yuana Pribadi

Grips
Asrul Alamsyah
Yudo Inarno

Drone Operator
Ody Putera

Covid Compliance Officers
Dr. Theresia Simbolon
Dr. Patricia Stephanie
Robin Limbong

Camera Guard
Hadi Prayitno
Siswanto
Jhon Ekoidu Simbolon

Lens Guard
Sumedi Hendro
Erwin Yuniarko
Sopican Syah

Ronin Guard
Moh. Fajar

Light Guard
Indra Rizky P. Matara

Video Assist
Zul Fadhil

Drivers
Agus
Ali Sokib
Dede
Iping Ariping
Latif Ponco Romadhon
Mujiarto
Mujiono
Naidi
Ngatimin
Nurrohmad
Pardomuan Simanjuntak
Rudiansyah S
Setiawan

Lead Assistant Editor
Anabel Rodriguez
Assistant Editors
Taylor Stoaks
Araceli Rodriguez
Kathy Hinh

Development Producer
Sara O’ Reilly

Series Consultant
Dung Ngo

Consultants
Sarah Williams Goldhagen
Allison Arieff
Germance Barnes
Suzy Annetta
Hugh Merwin
Jennifer Porter
Mimi Zeiger

Research PA
Keehup Yong

Production counsel
Donaldson Callif Perez, LL
Julie M. Phillips, Esq
Katy Alimohammadi, Esq

Clerance Counsel
David Wright Treamaine, Llp
Jonathan Segal
Rachel Gold

Production Accountants
R.C Baral & Company, Inc.
Lea Holmes & Melina Garay

Original Music Composed by
Aska Matsumiya
Cali Wang

Main Title Design and Motion Picture Graphics
The Other House

Dailies and Post Production Services
Banana Post

Visual Effects Artist
Miles Smith

Colorist
Chad mumford

Re-recording Mixer
Colin Moran

Online Editor
Stepehen Dickman

Transciption Services
Wordfactory

Translation Services
Strommen Inc.

Additional Footage & Images
Andhang Trihamdhani
Javier Ariadi
Mario Wibowo
Starlite Photography

For A24 Films

Coordinator, Documentaries
Chris Bowyer

Production Accountant
Anthony Putvinski

Media Weaver, Half Full studios

and , to our closest one as well Thank you to all of the contributors

Cast other than our family : David Hutama, Lisa Sanusi, and all of the

RAW Architeture team
Omah Library Team
Administration Team
Guha Craftsmen Team
Clients who supports us
Other Contributors
Brothers Sisters Friends

An Architect’s passion for experimentation transforms a bioclimatic house into a microcosm of his world and playground for his imagination


on Apple Tv to see Guha here

Kategori
blog

Happy birthday my dear, most beautiful wife in the world. laurensia Yudith

Today my wife is having her birthday. Birthday is a big L(love) day of rebirth and reflection on our lives. A soulmate fulfills a purpose in life with kindness, compassion, and love. Thirty-two years ago, when I moved to Jakarta with my family when I was ten years old, we sat at the same benches in the elementary classroom. We have been a usual friend to the best friends since that time. Best friends are never apart, maybe in the distance but never by heart.”

We have been a usual friend to the best friends since that time. Best friends are never apart, maybe in the distance but never by heart.”


I said “I love you” for the first time 14 years ago, and I found my soulmate. When Laurensia agreed to pre-wed in our home, garage office, and neighborhood to stay modest, we learned that this experience brings creativity beyond our limitations. Giving calm and humble life brings more happiness than success with restlessness.
.
Every day, She arranged our family daily life in our family life the pattern so I could have a proper purpose, rest appropriately, and have an excellent work phase. She is the fundamental principle of my life. She can smell when we need to limit our lives, stay safe, and be secured even in Covid.
.
She is the angel, a blessing from God to our family. She is the mother of two cute sons, Miracle and Heaven. They can’t be far from her, and me as well. She hears and speaks softly and touches my heart gently behind all imperfections. Thank you for your love, dear Laurensia. Thank you, God, Who has given us magnificent love, Love You to the Moon, Earth, Pluto, and Nebula.

I said “I love you” for the first time 14 years ago, and I found my soulmate. When Laurensia agreed to pre-wed in our home, garage office, and neighborhood to stay modest, we learned that this experience brings creativity beyond our limitations. Giving calm and humble life brings more happiness than success with restlessness… Thank you for your love, dear Laurensia. Thank you, God, Who has given us magnificent love, Love You to the Moon, Earth, Pluto, and Nebula.
Kategori
blog lecture

Pengembangan Keprofesian Arsitek

I will share compexity on managing the firm

How to define success, how to have sustained practice, and how to be happy because the fundamental of the firm.

Kategori
blog lecture

What’s Next After Surviving and Adapting to the New Life ? – IAI Jakarta

Andhi Priatmoko, currently He is director of Ong and Ong Indonesia, and the committee inside IAI (Indonesian Institute of Architects Jakarta Chapter) contacted me to contribute to sharing views about the next design approach after the pandemic. I summarized it into 5 cores which are vernacular, connectivity, design by research, informal economic sector, and materiality.

here is some view about the sharing inside

Forum Group Discussion (FGD): Pendekatan Desain Arsitektur yang Nyaman dan Sehat di Era Pasca Pandemi:

What’s Next After Surviving and Adapting to the New Life?”

(sebagai rangkaian kegiatan dengan webinar sebelumnya)

Masa pandemi merupakan masa sulit terutama dalam aspek kesehatan, tetapi dalam hal kenyamanan tipologi bangunan juga dipertanyakan akhir akhir ini. Lalu ruang tinggal seperti apa yang dapat mengakomodasi rasa aman dan nyaman bagi penggunanya dari sisi termal, visual, audial dan dari sisi ruang gerak yang leluasa?

Bagaimana tindak peningkatan kualitas udara yang harus dilakukan untuk ruang dalam dan lingkungan tempat tinggal?

Mari kita simak pada Forum Diskusi Grup Pendekatan Desain Arsitektur yang Nyaman dan Sehat di Era Pasca Pandemi.

Sabtu 16 April 2022 pukul 13.30 WIB.

Kategori
blog lecture

Tracing The Dots

See the video in facebook

Taylor University graduates invited me to share experience with dots in Realrich Architecture Workshop (RAW Architecture). I thought this presentation would be about not myself but the students and how they can trace their dots looking at the sharing. So I planned my presentation is about the unseen pathway and how to reconcile yourself if you face fear, failure, success, and further trauma. This presentation was the first time I tried to reconcile my experience, things that made me come back to Indonesia after working in London and studying in Sydney. My reason was my loved one, the willingness to make a family, and sacrifice by calculating the pros and cons. 1st that, obtaining an architect’s license for my with my b arch degree was not possible, I needed to extend my studies, took three different tests, and it cost five digits GBP. And it’s crossed with my ego. In the end, we discussed that Laurensia’s dentist license not be sacrificed. I can be more robust by practicing in Indonesia by winning competitions, and having a few projects run by developers and close relatives.

For me, architecture is very personal, which creates vital radiance to others as echoes, and the echoes represent other voices that might support and distract. The pathway to reconciling our own creates a more vital radiance that leads to the reality of our dream. By then, to build more vital radiance, I need to improve my resiliency by experiencing and maintaining my passion.

Ee Von tried to engage in discussions, which make deep talk in session and project the reality in our relationship with the client, not by saying yes or no, but by asking more profound questions that make me appreciate the options and ask the relevancy of the questions. In our journey in 2014, as a family, we got helped by Dhisti and Mirza as clients. They introduced some of the diagnoses and anticipation for my wife. By having that, Miracle was born 1.5 years after, and Heaven was born in 2020.

Life is unimaginable and an unexplored forest when I look back 20 years ago. Like many students will experience, but if I imagine now, I think everyone has their orbit and their rotation to get their purpose, contributing to others. My family is getting bigger, from Laurensia to Miracle, to Heaven, reconcile with my father, mother, brother and sisters, designers, librarians, colleagues, students, and clients. I am fulfilled and grateful for all of the blessings.

Kategori
blog lecture

Practicing Design Philosophy

I was invited by Altrerosje Asri to share some how to practice philosophy in architecture. There are several questions that we can discuss in the class such as : What is the current crisis in architecture students and academia, and practitioners ? What is the problem ? Is there any correlation to understanding philosophy ?

I tried to digest this over and over in my practice, there are several possibilities in this hybrid world, digital which is in hyper speed and our offline world which is slow pace like our heart beat. Maybe the question of what your purpose is , become quite fundamental to reorient ourselves in both world.

The session includes the discussion with students in the middle of presentation. My presentation is quite fortunate to be able to see the lecturers : Altre, Joyce, and Wira stood back and let the students explored their purposes. I felt that everybody was rough, including my self, and we are finding ourselves sharpen our thought, words, and feeling to be better person.

After the session I felt that this kind of sharing and discussion including presentation is more fulfilling as it provides not only one way or top – down, but allowing guidance and unpredictable sequence for the students to tell their own story.

At the end, what’s the meaning of our life ?

For myself, it’s the contribution for our memories, not sentimental, but building a deeper conversations that brings memories.

.

My tears drop and I felt touch of heaven.

.

Info from the event :

Kuliah Umum: “practicing design philosophy”
Realrich Sjarief, S.T., MUDD, IAI
Studio Merancang 6 & Teori Arsitektur Universitas Petra
Thursday, March 10 · 9:00 – 11:00am

Kategori
blog

Diproteksi: notes on lecture

Konten berikut dilindungi dengan kata sandi. Untuk melihatnya silakan masukkan kata sandi Anda di bawah ini:

Kategori
blog

Diproteksi: Metode Desain : Bahasa

Konten berikut dilindungi dengan kata sandi. Untuk melihatnya silakan masukkan kata sandi Anda di bawah ini:

Kategori
blog

Diproteksi: Kritik Arsitektur : Piyandeling

Konten berikut dilindungi dengan kata sandi. Untuk melihatnya silakan masukkan kata sandi Anda di bawah ini:

Kategori
blog lecture

Meeting Craftsmanship Hermit – A Tactical Architecture Design

I will give workshop and sharing in Taylor University Malaysia. It’s first session for my being adjunct associate professor in there. I received invitation by Veronica Ng for the vision to share similar / contextual inspirations in South East Asia Region to redefine our own asian heritage.

Here is the explanation for the session.

Craftsmanship is the art of making, which involves traditional and industrial techniques. It is implemented and synthesized by people from multidisciplinary fields such as makers, engineers, design specialists, or even master artisans. The boundary between what architects did and what the other discipline is precise. The next question is, Is the implementation of craftsmanship that clear? The presentation will share an unorthodox view about making architecture from the importance of the craftsman guild, a workshop area for experimenting, extending to an ecosystem of builders that support the architect. The guild in the project also has memories that became grammar. It’s designed for the experimentation itself and, last but not least, for the clients that support you.

For the executions, some preparations are needed, such as grammar, drawing, critical thinking, creativity on-site to achieve a healthy ecosystem for making architecture. It’s about know-how on joineries and deconstructing dimensional mind that using the available material and adaptive technique is the forefront runner for architecture ecosystems that create the diversity of architecture.

The sharing sesion will be 25th October 2021 at 02.30 pm

Kategori
blog tulisan-wacana

Batas itu dimana ?

Saya seringkali berpikir, di dalam segala hal yang di sekitar kita yang penuh batasan. Bagaimana caranya mengetahui titik kelemahan diri kita sendiri ? Segala sesuatu yang jadi kekuatan biasanya adalah kelemahannya sendiri. Segala sesuatu yang jadi kekuatan bisa jadi kekuatannya. Lalu bagaimana caranya mengetahui kekuatan dan kelemahan, supaya keduanya bisa saling berdialog.

Saya akan mulai dengan preposisi :

If you care about only your name, the limit is in the name itself.

If you care only about other people’s name the limit is in the other’s people name in your mind.

If you care about only your workshop, the limit is in the workshop itself

If you care about only your progress in Guha, the limit is in the Guha itself

If you care about introversion of yourself, the limit is in the introversion of yourself.

Saya sering bilang,

“saya tidak peduli, kalau…”

lalu kemudian saya menimpali kalimat selanjutnya dengan,

“Kak Rich minta maaf kalau tidak peduli. Kita perlu sadar bahwa…”

Yang membuat saya tersenyum adalah seringkali asisten saya, tidak mendengarkan sampai selesai, jadi dia mengambil kesimpulan kalau saya benar – benar tidak peduli, padahal saya menunjukkan kepedulian saya dengan mengatakan saya tidak peduli supaya munculnya kesadaran kolektif. Barulah mereka kasak – kusuk, berdesas – desus, dan apalagi sampai berdiskusi akan kejadian tersebut. Ditambah lagi seringkali, saya menimpalinya lagi dengan kenapa saya menjelaskan saya tidak peduli adalah sisi emosional manusia yang sedang keluar untuk mengharapkan adanya perubahan dengan lebih cepat.

Dan kenapa kita perlu berubah dengan cepat, dan perlu tidak perlunya merubah dengan cepat. Kemudian saya menjelaskan bahwa saya perlu meminta maaf karena kecepatan itu saya anggap begitu karena hidup ini hanya satu kali, namun hal itu juga menjadi batasan yang baru, pertanyaannya, kalau memang hidup hanya sekali, lalu kenapa harus cepat – cepat atau terbirit – birit ?

Pada akhirnya saya belajar bahwa melambatkan ritme itu penting, mempercepat ritme juga penting. Terkadang sisi lontaran emosi unutk tidak peduli itu penting bukan menunjukkan ketidak pedulian, namun justru sebaliknya, dan juga lontaran emosi menjadi peduli itu penting. Keduanya adalah cerminan emosional sesaat yang terkadang menjadi tidak emosional juga tidak kalah pentingnya.

Yang menjadi menarik adalah bagaimana caranya mengintegrasikan berbagai macam hal ? yang juga menarik adalah juga bagaimana menjalani kedua kutub kiri dan kanan, positif dan negatif, bisnis dan berbagi, diri sendiri dan orang lain, personal juga komunal secara bersamaan. Dan pergulatan sisi – sisi kontradiktif tersebut menghasilkan rekonsiliasi pemikiran yang mencengangkan, dan maha dahsyat, ledakan kreatifitas dengan mengetahui batas diri.

Namun sebelum kita masuk kesitu, saya ingin berbagi satu cerita mengenai latar belakang kontradiksi tersebut.

Saya punya cerita, dulu waktu di Surabaya saya sering pulang sekolah bersama ibu saya naik becak. Hal yang saya damba – dambakan adalah perjalanan naik becak itu, karena saya bisa melihat lebih lambat bagaimana orang berinteraksi. Kami melewati pasar, jalan – jalan tanah, dan rumah – rumah petak. Biasanya kami naik becak berdua, adik saya kalau tidak salah masih kecil dan saya masih TK pada saat itu.

Perjalanan itu memiliki beberapa kemungkinan. Saya tidak pernah bilang apapun ke ibu saya bahwa yang saya inginkan dan saya suka adalah perjalanan melalui kuburan Kembang Kuning.

Kami melintas area kuburan itu untuk mendapatkan jalan pintas. Saya ingat, melintasi kuburan itu adalah perjalanan sekitar 5 menit. Dari kejauhan, saya merasakan udara menjadi dingin, wewangian bunga mulai semerbak, dan warna – warni tanaman mulai muncul. Saya melihat pedestal kuburan yang kokoh, repetitif, beraneka rupa, dan indah – indah. Ada yang terbuat dari granit, ataupun marmer, ada juga yang dari kayu. Lebar jalan kuburan itu hanya sekitar 2.5 m, dan ada saja yang tidak rata. Kadang – kadang kepala saya terantuk kepala ibu saya ataupun besi becak, tapi selalu saya berdiri kembali untuk melihat suasana kuburan, menghirup udara yang wangi, dan merasakan dinginnya kuburan tersebut. Saya melihat bunga – bunga bougenville , dan wanginya harum, saya suka sekali dengan bunga kenanga. Padahal banyak orang bilang itu bunga orang mati.

Kelewat senangnya kalau lewat kuburan, saya selalu ada di depan becak sedepan – depannya untuk menghirup udara wangi kuburan. Ibu saya suka bilang “Kamu ngapain sih ? kaya anak kampung aja.” Belum lagi beliau kadang – kadang geli sendiri, kalau melihat saya suka makan pakai tangan, ataupun jalan tidak memakai sandal. Saya suka dengan hal – hal yang langsung, karena dari situ saya merasakan sentuhan, kehangatan, wewangian meskipun lucunya hal itu dianggap aneh oleh ibu saya.

Perjalanan saya praktik juga sama, ada hal yang saya suka, selalu saya ulang – ulang. Hal tersebut muncul karena saya merasakan keterhubungan langsung, emosional, dan personal. Saya mencoba membayangkan apa jadinya ya kalau bentuk ini begini dan begitu. Lebih lanjut lagi saya membayangkan apa jadinya ya, kalau orang ini merasakan ini dan itu. Ini dan itu, begini dan begitu, menjadi reka ruka, olah bentuk, berdasarkan pertimbangan – pertimbangan yang menerus. Inti dasarnya adalah kejujuran dalam berproses, membuka telinga tanpa harus terbawa arus juga. Begitu banyak kata – kata positif yang membangun kita, dan juga banyak juga kata – kata negatif yang bisa juga membangun kita asalkan pikiran kita bisa merubah yang negatif tersebut menjadi positif. Dan hal tersebut adalah sebuah proses untuk memahami diri kita sendiri. Dan satu hal yang terpenting yang saya pelajari adalah bagaimana menjadi satu kata

“Jujur akan diri sendiri.” kata – kata ibu saya adalah doa, ia tertawa melihat saya yang sungguh aneh, dan hal tersebut adalah pemaknaan tersendiri. Namun perasaan jujur tersebut adalah titik tengah sebelum pikiran kita bisa bermain dengan kutub – kutub ekstrim selanjutnya.

Di dalam arsitektur hal ini disebut juxtaposition, memperbandingkan dan mengintegrasikan kedua hal dengan ekstrim. Hal ini menghasilkan hasil yang hibrida. Pemikiran hal – hal seperti tidak ada yang baru di dunia ini, juga tidaklah benar seluruhnya, dan pemikiran bahwa ide dasar itu selalu orisinal juga tidaklah benar seluruhnya. Dan pertanyaan lebih mendasar, apa sih yang benar itu ? ataukah bukan masalah kebenaran ? tapi bagaimana saya paham mengenai batasan diri saya sendiri.

Dan kemudian, barulah kita bisa mengambil kesimpulan,

“saya cukup”

Di tengah – tengah Plato dan Aristoteles ada anak – anak dengan wujud kecil, berbaju putih yang menengahi mereka berdua ketika berdialog. Wujudnya lebih kecil dari lubang telinga, lubang hidung, dan lubang- lubang yang lain. Ia menyapa,

“hallo, namaku Kronos, sang penjaga semesta aku penjaga waktu, jembatan alfa dan omega ! cukup atau tidak cukup waktumu, kita cukupkan.”

Kategori
award blog

Guha by RAW architecture has been shortlisted in the business building category of Dezeen Awards 2021

Guha is shortlisted in the Dezeen Awards 2021 in business category ^^ Guha is a craftsman organic laboratory. It’s a building based on the transformation of experimentation of multiple materials.

Thank you for Dezeen, and we are together with Sanya Farm Lab by CLOUD Architects, FRizz23 by Deadline Architects, Imatra Electricity Substation by Virkkunen & Co. Architects, and Nodi by White Akitekter. They are great architects that we admire and learn from (their framework, design approach, detail, and many more).

After this, it’s a public vote ^^. Hopefully the process of transformation in Guha will always bring in-depth learning for us that can be shared to other people.

Guha by RAW architecture has been shortlisted in the business building category of Dezeen Awards 2021. RAW Architecture has designed Guha to accommodate offices, architecture studios, and dental clinics.

RAW Architecture implements a sustainable design approach in an effort to contribute to human and environmental sustainability by reducing carbon footprints. Departing from the context of the tropical climate in Indonesia with high rainfall and sunlight intensity, the space is designed to be responsive to the climate.

This is manifested in the layout of mass and space-oriented to the path of the sun, while the skin plays a role in reducing sunlight as well as air circulation. It is also supported by details through craftsmanship-making processes.

This project has been shortlisted in the business building category of Dezeen Awards 2021.

My team and I are really pleased to get the news :) hoping the architecture in Indonesia can spread to the world. Congrats to @guhatheguild @realricharchitectureworkshop @omahlibrary and all of the team, clients, including craftsmen, and friends. #formingbricolage

Vote for this project! www.dezeen.com/awards/vote
Voting closes on 11 October.

dezeenawards #rawarchitecture #guha #guhatheguilde #office #architecturefirm #architectureoffice #library #dentalclinic #indonesia #indonesianarchitecture

Kategori
blog blog - loving years - context before loving Laurensia blog-formative years

Surabaya – In Father’s Workshop

Looking back, I was born in Surabaya, near the poor slum area where there were crazy people, prostitutes, and the gap between rich and poor. Our family lived on Jalan Dukuh Kupang Timur gang 13 no. 75. I grew up and played in several alleys adjacent to Dolly’s Gang, which signifies the gap between a paradoxical iceberg phenomenon related to the necessities of life and the city’s identity.

I met one kid named Hamid every day, and he is a crazy toddler. Every time I pass him, I look at his genuine behavior such as running while showing arm-pit, laughing a lot unpretentiously, and always half-naked, walking without clothes. I asked my mother, who is Hamid. I found out that he came from a low-income family, his father and mother had many children, and his home is beside my grandmother’s home. I enjoyed it when I saw him, and it looked like he found his inner joy even though other people couldn’t understand him. He has a smile on his face, and I smile because of that. His smile is contagious, and my mother used to say,

“are you crazy? stop smiling and daydreaming.”

My father worked in Jakarta, and my mother, me, and three brothers were in Surabaya.

My father comes home once a week. The trip to pick up my father at the airport along with my mother is a lasting memory. We made The journey to Juanda airport at night. Usually, my father lands at 19:30, my mother drives, and we pass Waru, where rice fields stretch on the dark horizon. The journey was quiet, and we listened to the only sound of church songs set in a red civic car.

This red civic car is quite an impression because this is my father’s first car where he gave this car to my mother in Surabaya, while my father himself used a green used Kijang in Jakarta. It’s a pickup car. The pickup often gets hit and crashes because the driver is also a beginner or an impromptu driver, my father’s handyman. Uniquely, the green deer has an air conditioner that is colder than my mother’s honda civic. As if some futuristic junk, my dad didn’t have enough of one. He had two.

Our house in Dukuh Kupang consists of two plots, and each property has its access road. The left lot has garage door access with doors made of stainless steel pipes. At the same time, the right plot has one height with a canopy of thin iron plates, which is the entrance to the main house, while on the left, there is a small building plan field on the perimeter of the building. On this side, there is a small workshop, in which there is a chicken coop, craftsmanship tools such as saws, chisels, hammers, nails, or used plywood boards.

I was lucky because my mother was super busy at that time. She was active in the catholic group. When I was six years old, she cooked cookies to sell and loved to go to prayer groups. She is a busy person.
My mother likes to bake cakes to give or sell to people. She is pretty independent and firm in educating us, four sons. I know that our mother and father are always busy. I always like to accompany my mother for prayers or gatherings with church gatherings. While my mother was super busy, I had my own time in the workshop. I adored my father’s trace in the workshop, not because I saw his work or how he was working but simply because of the experiments he allowed me to do, and he always encouraged us to build our stuff. This workshop is where I make my wooden sword. One time, I created my sword using plywood. I used a saw to cut the plywood and make my toy. I get a feeling that we can make things by ourselves, even though it’s probably not perfect if seen by others, but it was perfect for me. I was proud of my toy.

Our residence is also adjacent to the carpenter’s house. From the front, you can see people passing by, and the workshop is always busy. Every time I pass the carpenter, I see piles of doors and wood – used wood. I just found out that Mr. Pardi, the head of the workshop, is a confidant of my father, who helped him make the doors for his project. Every year my mother and father always held a big meal celebration. All the chief craftsmen and their deputies will be present. The event was about chatting until the morning, including drinking events that have become their tradition. It’s an act of gratefulness celebrating the spirit of togetherness. It’s started by my grand father.

One time my father invited us to Jakarta, we stopped at my father’s boarding house. The room was small but warm. There my mother decided to help my father. From there, we plan to move to Jakarta. Leaving Surabaya was not easy. I had fallen in love with my freedom to play in my father’s workshop, chasing chickens, but seeing my father’s face when he landed and showing his face at the arrival gate made me miss. Maybe my mother wanted us to grow up together. I am in 3rd grade, and my little brother is going to kindergarten, my second big brother is in 6th grade, and my first big brother is going to 1st grade of high school. At that time, I was pretty sad that I had a feeling to move, where I already had my comfort zone in Surabaya. I didn’t know what would happen in Jakarta. I missed my playground, workshop, our fantastic house, and activity in praying groups. But I was excited to experience life with my father. I can see him every day, and It must be exciting.

In my father’s legacy

Surabaya

Looking back, I was born in Surabaya, near the poor slum area where there were crazy people, prostitutes, and the gap between rich and poor. Our family lived on Jalan Dukuh Kupang Timur gang 13 no. 75. I grew up and played in several alleys adjacent to Dolly’s Gang, which signifies the gap between a paradoxical iceberg phenomenon related to the necessities of life and the city’s identity.

One time my father invited us to Jakarta, we stopped at my father’s boarding house. The room was small but warm. There my mother decided to help my father. From there, we plan to move to Jakarta. Leaving Surabaya was not easy. I had fallen in love with my freedom to play in my father’s workshop, chasing chickens, but seeing my father’s face when he landed and showing his face at the arrival gate made me miss. Maybe my mother wanted us to grow up together. I am in 3rd grade, and my little brother is going to kindergarten, my second big brother is in 6th grade, and my first big brother is going to 1st grade of high school. At that time, I was pretty sad that I had a feeling to move, where I already had my comfort zone in Surabaya. I didn’t know what would happen in Jakarta. I missed my playground, workshop, our fantastic house, and activity in praying groups. But I was excited to experience life with my father. I can see him every day, and It must be exciting.

on site, playing in beach with family
me drawing in my father’s table
My mom, me, Mondrich, and my dad
My dad and his craftsmen
me and my little brother Mondrich.

I write this to show how I am thankful to my parents that have nurtured me and inspired me. They helped me grow, showing an example and encouraging me always to show my best, focus, be happy, and respect people without expecting somebody to listen while singing and dancing.

Up front, an educator must set a good example. In the middle or among students, the teacher must create initiatives and ideas. From behind, a teacher must provide encouragement and direction“,

Ing ngarsa sung tulada, Ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani.”
― Ki Hajar Dewantara

Kategori
blog

Redefine Role

It took years to redefine the role and responsibility of people in the studio Realrich Architecture Workshop. Below, I have written 4 roles to simplify how we work as a team and my responsibility as principal. These 4 roles are 4 different worlds, the associate designer is a world of techne, a world of architecture methodology grammar. That is the world of a design methodology. The second world is administration which is the world of matters, currency, and reality. It consists of archives and a way to survive. On the other hand, The Librarian and researcher in the world of episteme. It involves theorizing reality and fantasy. And, the last one in the world of phronesis is practical knowledge, which is called the craftsmen world. Below are the pictures of the dream team – Best Office in the World.

Principal Architect

As a principal, I am responsible for designing the vision and implementing the studio’s mission, making initial sketches, or discussing our experiments with the design team and clients. Our studio can develop from detail, materiality, and context understanding because the design is a collaborative process. This is possible in direct coordination with the design team, the associate designers, therefore.

The process of appointing us as an architectural firm is not easy to require. The relative compatibility is shown through a shared vision, a common goal, or simply a common approach. Once the client entrusts the results and process to us, it is the most valuable thing in the world of architecture.

From details to design concepts, the whole work shows how consistent we are with the richness of a multi-perspective, multi-disciplinary, multi-interest architectural approach. The entire procedure is evaluated in the form of architectural theory and is widely published.
It aims to jointly support the appreciation of architecture and the architectural profession in Indonesia. I believe that architecture, when thought out, is a powerful force that can improve the lives of many people.

Associate Designer

Associate designers at RAW Architecture have 1 year to 5 years of experience. The designers will be trained to reach the level of becoming a registered architects. They are connected in a studio where practical case studies are discussed to become a comprehensive grammar studio. In general, in some studios, the associate designer is called a junior architect or architectural assistant part 2 for ARB (Architect Registration Board) standardization. The name about this is related to habits and the meaning you want to aim for. I think there is a fundamental concept that is our studio culture about interpersonal relationships. I answered it with the idea of associate or associated with a collaborative, personal, and multi-personal design process. The associate is a concept that connects people’s social relationships with one another. A designer is someone who tries to solve design problems.

The learning process to become an associate designer at our studio has two paths. The first path is learning at the conceptual stage, then understanding how to draw technically well. The second path is to learn directly in the field, know the construction details, and then dismantle the knowledge of architectural concepts. Associate designers are people who have creative and critical power in answering architectural problems. The architectural design process faced by associate designers starts from reading the situation and context, dialogue with the principal for formulating design steps, managing project management, and carrying out forensic engineering with the integration of multi-disciplinary knowledge.

The association’s conception experiences a shift in meaning and reality every time due to the complexity of ethics, capabilities, and professional facts that the Indonesian Architects Association constantly updates.

Administration

The people in the administration department are responsible for documenting project archives, studios, libraries, including keeping the discipline of the large team as simple as possible regarding the neatness of bookkeeping related to taxes, accounting, finance, taxes, public relations, and personnel. Administrative tasks are carried out by recording chronologically according to job categories with an integrated system. The administration team led by Drg. Laurensia Yudith maintains client relations and reports with the principal to maintain the studio’s accountability and credibility.

Librarians and Researchers

The people involved in this division work in the Omah library. They are librarians who catalog and archive books. Librarians also have duties as researchers who carry out writing and production of knowledge through architectural literacy. Furthermore, the activity at Omah Library is to dialogue about relevant thought discourses with individuals who have critical thinking about everyday problems. At Omah Library, librarians and researchers also help develop architectural theory and archive case studies to form the basis for further architectural discourse. Librarians and researchers generally have 1 – 5 years of experience with multi-perspective thinking and comprehensive literacy skills. There are times when I invite them to develop architectural theories that are useful for our practice.

Craft Leader

The Craft Leader here means the leader of the builder who dedicates his time to the art, passion, and ability to not only build but make building art with taste and become a focus for subordinates indirect work or provide direction. The educational process to become a craftsman leader starts from the assitant, 1/2 craftsman, craftsman, executive craftsman, master craftsman. They are people who have 25-35 years of experience starting from before our studio was founded, during the time of my grandfather and parents. They have 10-25 years of practical experience who have had at least 3 built projects. In the next stage, the chief craftsman transforms into an advisor of art in building. They have worked from Sumatra, Kalimantan, Java, to Sulawesi.

Epilogue

Documentation of how we work, my interpretation of the ecosystem. The practical craftsmanship of RAW Architecture in Indonesia is being compiled in a manuscript on the philosophy of thinking about the roots of our craft school as a small, mutually supportive ecosystem.