Amanda Karina Dwipayana Soft cover | Monochrome | English | 14,8cm × 21cm | 47 halaman | Release Date: (coming soon) ISBN: dalam proses pengajuan ISBN
Synopsis
Imagine the anatomy of early-adulthood dissected through ink—and now you have it. A diary-ish. The mise-en-scene of this manuscript dissects the silent voices of, Thank You’s, I Love You’s, I Miss You’s, I’m Sorry’s– orchestrated by the questionings of being and becoming. And they are YOURS too. Find yourselves mapped along the pages and in 3, 2, 1….exhale.
Renhata Katili Soft cover | Monochrome | Bahasa Indonesia | 14,8cm × 21cm | 218 halaman | Release Date: (coming soon) ISBN: dalam proses pengajuan ISBN
Synopsis
Hidup jarang berjalan lurus. Begitu juga kisah Armand P., seorang arsitek yang menempuh jalan berliku-liku: mulai dari salah jurusan di Bandung, pindah ke Arsitektur, menyimpan rasa pada sahabatnya Bunga, hingga melewati masa Reformasi 1998 yang ikut membentuk jalan hidupnya. Perjalanannya berlanjut ke Munich dan Stuttgart, tempat ia belajar arsitektur tropis sambil beradaptasi di negeri asing. Kembalinya ke Indonesia, ia menghadapi krisis ekonomi, bekerja serabutan, lalu perlahan menemukan kembali jati dirinya lewat media sosial dan karya yang membuatnya terkenal.
Namun di balik sorot kamera dan keberhasilan, Armand masih menyimpan ruang kosong—kenangan cinta yang tak pernah terucap, serta pertanyaan tentang arti keluarga, pilihan, dan waktu yang terus berjalan.
Bugaru bercerita tentang cinta, persahabatan, mimpi, dan perjuangan. Sebuah potret generasi 90-an yang berjuang melewati krisis, lalu belajar menerima bahwa hidup tak selalu lurus, tapi justru menarik karena liku-likunya.
Yuswadi Saliya, Realrich Sjarief, Abidin Kusno, Undi Gunawan, Anas Hidayat, I Nyoman Gede Mahaputra, Johannes Adiyanto, M. Nanda Widyarta, M. Cahyo Novianto, Altrerosje A. Ngastowo, Eka Swadiansa, Revianto B. Santosa, Indah Widiastuti Soft cover | Monochrome | Bilingual (English & Bahasa Indonesia) | 14,8cm × 21cm | 369 halaman | Release Date: (coming soon) ISBN: dalam proses pengajuan ISBN
Synopsis
Oleh senyap dingin pun rebah ke pangkuan, kemudian seperti kekasih sesuatu pun mengendap ke haribaan, mencari pegangan saling menghangatkan. Jalan sudah lengang, menggamang: semakin menghampiri sifat tepiannya samar oleh ketidakpastian
Alam semesta sudah uzur luruh tertidur waktu pun mengendur membebaskan rentangnya melarutkan penat siang hari perlahan-lahan ke dalam berbagai sifat temaram perbatasan. Daun-daun pun merunduk menganggukkan wajah tua, berkerisik pelan oleh tiupan angin purba, melagukan madah perjalanan yang volumetrik. Daging satai yang terlepas dari tusuknya semakin menyodorkan sifat bangkainya bergeletakan mendekati sifat-sifat tanah; bungkah arang pun kian enggan membara kawahnya keriput oleh susut semangatnya terselaput abu malam mengaburkan bentuk.
Masih adakah yang terjaga saat ini? saat kata-kata mulai terlepas dari tangkainya: saat gelap lebur ke dalam suasana: saat gerak menghablur membentuk tamasya: saat bunyi berubah menjadi suara: saat desir angin menaburkan bunga-bunga. ………….. Semenjak temaram mulai membangkitkan perangkat indra menyambut pencerahan apa pun di ufuk mana pun, iqra Dengar!
Ya Allah, Rupanya kisi-kisi jendela pun mulai berbisik bahwa usia memang berjalan pada malam hari.
Realrich Sjarief, Anas Hidayat, Johannes Adiyanto, Jolanda Atmadjaja Soft cover | Monochrome | Bilingual (English & Bahasa Indonesia) | 14,8cm × 21cm | 410 halaman | Release Date: (coming soon) ISBN: dalam proses pengajuan ISBN
Synopsis
The process leading up to the formation of RAW, DOT, and OMAH was like a game of blending various aspects of personal identity and skills as an architect to reach a single point. This process involves an effort to balance the right and left sides of the brain. It includes long periods of practice and intense interaction with the team in the studio.
The presence of Bare Minimalist as our first completed project marked the beginning of enriching this process with the involvement of clients, engineers, and craftsmen, further complementing the existing network of relationships. Formulating a genesis that underlies an established practice pattern is certainly not an easy task. This explains the lengthy time required to publish Bare Minimalist in the form of a book. Proyek Pertama – First Project : RAW DOT OMAH could perhaps serve as a reference for newly-founded studios in experiencing the journey of a project for the first time, which also acts as an initial prototype, with the note that this reference needs to be refined to suit the most appropriate context for the reader.
Yoris Mangenda, Alef Essperancio X. Dasilelo, Andi Ilham Badawi, Axel Tobias Imat Gamaliel, Bani Noor Muchamad, Indrabakti Sangalang, Mandarin Guntur, Noor Hamidah, Tari Budayanti Usop, Hardiyanti, Syahrozi, Sheila Nurfajrina, Susanto, Tatu Wijaya, Yunitha Soft cover | Monochrome | English| 14,8cm × 21cm | 286 page | Release Date: (coming soon) ISBN: dalam proses pengajuan ISBN
Synopsis
This book aims to showcase the diverse architectural heritage of the Dayak people in Kalimantan. Compiled through a collaborative effort of 14 authors from various backgrounds, this book serves a simple purpose: to fill the gap in comprehensive archival and documentation of the diverse Dayak architecture that still stands today. I believe that with a solid foundation of documented knowledge from the past, we can certainly strengthen efforts to develop knowledge for the future.
This book is organized into 14 chapters. The first chapter serves as a prologue, providing a brief overview of the historical implications of the diversity of Dayak architecture. The second chapter presents a concise historical mapping of the Dayak people. The subsequent 11 chapters delve into 11 categories of architectural objects drawn from 64 case studies. The final chapter, an epilogue, summarizes the diversity of architectural objects inventoried in this book. Each architectural object is written using a standardized format that balances textual and visual elements. Furthermore, the writing structure of each object extends beyond architectural aspects to include historical and cultural dimensions, aiming to provide a comprehensive and encyclopedic overview.
Yoris Mangenda, Alef Essperancio X. Dasilelo, Andi Ilham Badawi, Axel Tobias Imat Gamaliel, Bani Noor Muchamad, Indrabakti Sangalang, Mandarin Guntur, Noor Hamidah, Tari Budayanti Usop, Hardiyanti, Syahrozi, Sheila Nurfajrina, Susanto, Tatu Wijaya, Yunitha Soft cover | Monochrome | Bahasa Indonesia | 14,8cm × 21cm | 286 page | Release Date: (coming soon) ISBN: dalam proses pengajuan ISBN
Sinopsis
Buku ini hendak menampilkan keberagaman khazanah arsitektur yang dimiliki oleh masyarakat Suku Dayak di Kalimantan. Disusun dengan semangat kolegia oleh 14 penulis dengan latar belakang berbeda, buku ini hadir dengan mengemban tujuan yang sederhana yaitu untuk mengisi celah kekosongan arsip dan pendokumentasian yang komprehensif terhadap keberagaman arsitektur Suku Dayak yang masih berdiri saat ini. Karena saya percaya, dengan adanya fondasi pendokumentasian pengetahuan yang baik dari masa lalu, tentu akan dapat memperkukuh upaya-upaya pengembangan pengetahuan untuk masa depan.
Buku ini tersusun atas 14 bab, dengan komposisi 1 bab awal sebagai prolog yang mengulas secara singkat mengenai implikasi sejarah dengan keberagaman arsitektur Suku Dayak, bab ke 2 mengulas pemetaan kesejarahaan Suku Dayak secara singkat, 11 bab berikutnya mengulas 11 kategori objek arsitektur Suku Dayak yang di inkorporasi dari 64 objek atau studi kasus, dan 1 bab terakhir yaitu epilog yang coba merangkum keragaman objek-objek arsitektur yang diinventarisasi pada buku ini. Setiap objek arsitektur pada buku dibahas menggunakan format seragam dengan mengutamakan keberimbangan antara aspek tekstual maupun visual. Selain itu, struktur ulasan setiap objek juga tidak hanya terbatas pada aspek arsitektural saja, tetapi juga mencakup aspek kesejarahan maupun kebudayaan. Hal ini dilakukan agar ulasan setiap objek atau pendokumentasian yang dilakukan ini dapat bersifat akseptabel dan memiliki spektrum yang lebih ensiklopedis.
Kata “nusantara” cukup populer. Tidak asing juga bagi dunia arsitektur. Ia pernah menjadi topik yang hangat dalam upaya “mencari” arsitektur Indonesia. Ada yang bilang arsitektur tradisional itu bagian dari arsitektur nusantara. Ada juga yang bilang “arsitektur tradisional nusantara” itu salah kaprah, karena tidak ada arsitektur semacam itu.” Meskipun suka dipakai dan sering diperdebatkan di dunia arsitektur, asal dan arti nusantara itu belum banyak kita ketahui, terutama penggunaannya di bidang ilmu di luar arsitektur. Dalam diskusi ini kita akan mencoba memperluas wawasan sambil mencari posisi yang baik untuk meletakkan “nusantara” dalam perdebatan arsitektur. Kita akan menelusuri pengertian dan penggunaan “nusantara” dalam lima posisi: sebagi ruang 1) Periferi; 2) Geo-body; 3) Bahari; 4) Hibrida; dan 5) Resistensi.
Kata “nusantara” cukup populer. Tidak asing juga bagi dunia arsitektur. Ia pernah menjadi topik yang hangat dalam upaya “mencari” arsitektur Indonesia. Ada yang bilang arsitektur tradisional itu bagian dari arsitektur nusantara. Ada juga yang bilang “arsitektur tradisional nusantara” itu salah kaprah, karena tidak ada arsitektur semacam itu.” Meskipun suka dipakai dan sering diperdebatkan di dunia arsitektur, asal dan arti nusantara itu belum banyak kita ketahui, terutama penggunaannya di bidang ilmu di luar arsitektur. Dalam diskusi ini kita akan mencoba memperluas wawasan sambil mencari posisi yang baik untuk meletakkan “nusantara” dalam perdebatan arsitektur. Kita akan menelusuri pengertian dan penggunaan “nusantara” dalam lima posisi: sebagi ruang 1) Periferi; 2) Geo-body; 3) Bahari; 4) Hibrida; dan 5) Resistensi.
Buku Alvar Aalto adalah hasil riset OMAH Library tentang karya beliau dengan kunjungan langsung di 13 karya beliau beserta 300+ foto dengan analisa eksperensial dan metode yang beliau kerjakan. Keajaiban Alvar Aalto menjadi contoh pandemi dalam dunia desain dalam artian positif. Dimana kerja kerasnya telah menyebar di seluruh dunia dari arsitektur hingga desain produk bersama Arteknya.
Masa pandemi ini menjadi perenungan panjang dalam penyelesaian buku ini. Sehingga kami melengkapinya dengan investigasi terhadap pandemi itu sendiri, dan bagaimana proses kreatif melampaui pandemi-pandemi yang sudah pernah ada hingga yang dilakukan saat ini di pandemi COVID-19.
Buku ini adalah buku desain. Semacam ‘reporting from the front’ dari ‘Ziarah Ando’ yang dilakukan hampir 12 tahun yang lalu ketika penulis memenangkan 2009 OFIX-Ando Programme. Namun sebagai buku desain, buku ini tidak beroperasi seperti layaknya monograf arsitektur pada umumnya.
Badan tubuh buku ini ditulis dalam 10 bab, untuk membahas 7 karya yang meliputi: Galleria Akka, The Time’s I & II, Church of the Light (and Sunday School), Honpuku-Ji (atau Water Temple), Chikatsu Asuka Museum, Sayamaike Museum dan Awaji Yumebutai. Bersama beberapa karya lainnya, ketujuh proyek tersebut seringkali diidentifikasi sebagai proyek-proyek ‘klasik Ando’ – yakni proyek-proyek yang dibangun ‘di era sekitar penerimaan Pritzker Architecture Prize (1995)’ antara akhir dekade 80an hingga awal 2000an.
Rumah Jawa adalah tempat untuk membina, mengembangkan, dan mentransformasikan budaya melalui praktik berkehidupan yang diselenggarakan di dalamnya. Buku ini memaparkan secara rinci rumah sebagai tempat untuk aktivitas keseharian, untuk pelaksanaan upacara dan perhelatan, serta untuk panggung seni pertunjukan. Dalam ketiga praktik tersebut rumah dimaknai dan dihayati oleh warganya. Berusaha untuk menyajikan spektrum yang luar, buku in mengkaji empat rumah Jawa di Yogyakarta dalam berbagai skala, dari bangunan tunggal yang kecil, hingga rumah pengusaha, dalem pangeran, dan Kraton yang terdiri atas lebih dari seratus bangunan. Melibatkan diri pada sejumlah peristiwa di rumah-rumah tersebut, penulis sangat akrab dengan kehidupan didalamnya sehingga mampu menyajikan rinci kehidupan dan praktik di dalamnya untuk kemudian diangkat dalam wacana budaya meruang yang luas. Diterbitkan pertama kali hampir 20 tahun yang lalu, Omah adalah referensi yang tersaji sederhana namun mampu mengungkapkan kekayaan makna dalam hidup meruang.
AKI dan OMAH Library kembali meluncurkan sebuah buku serial yang bertajuk “Antologi Kota Indonesia” seri 1 dan 2.
Kota-kota terus tumbuh sebagai fenomena karya manusia. Pertumbuhan ini terus melahirkan pemikiran-pemikiran baru dan tindakan-tindakan baru. Pemikiran dan tindakan akan terus menghasilkan kajian-kajian perkotaan terintegrasi sehingga studi tentang perkotaan akan terus dikembangkan dengan diskursus intelektual yang lebih dalam. Buku ini adalah upaya untuk terus menghadirkan kajian-kajian perkotaan dengan latar belakang multi-disiplin dan multi-perspektif.
AKI dan OMAH Library kembali meluncurkan sebuah buku serial yang bertajuk “Antologi Kota Indonesia” seri 1 dan 2.
Kota-kota terus tumbuh sebagai fenomena karya manusia. Pertumbuhan ini terus melahirkan pemikiran-pemikiran baru dan tindakan-tindakan baru. Pemikiran dan tindakan akan terus menghasilkan kajian-kajian perkotaan terintegrasi sehingga studi tentang perkotaan akan terus dikembangkan dengan diskursus intelektual yang lebih dalam. Buku ini adalah upaya untuk terus menghadirkan kajian-kajian perkotaan dengan latar belakang multi-disiplin dan multi-perspektif.
Buku ini memaparkan bagaimana pengaruh perkembangan budaya kehidupan komunal masyarakat Dayak Kanayatn, Desa Saham, terhadap morfologi bentuk dan ruang hunian mereka yang masih eksis hingga sekarang. Studi dan dokumentasi Radakng desa Saham mengkaji sisi arsitektural terkait tatanan ruang, filosofi, bentuk, struktur, dan konstruksi yang merupakan kemewahan warisan arsitektur leluhur Dayak Kanayatn, masih berdiri kokoh dan senantiasa dijaga serta dilestarikan hingga kini. Radakng sejatinya adalah sebuah wadah komunal tempat mereka bernaung, berlindung, membangun peradaban, dan melepaskan jubah individualisme untuk membangun sebuah antusiasme yang menjadi landasan utama budaya hidup komunal yang mereka jalani.
Arsitektur Lobo Melintas Waktu seri kesatu berjudul “Lobo Ngata Toro” bekerjasama dengan JAAI (Jaringan Arsip Arsitektur Indonesia) yang ditulis oleh Komunitas Tadulako Tradisional. Di Ngata Toro, adat tumbuh dari tempat (mungki). Arsitektur Lobo adalah hasil dari pemikiran orang tua dan tetua adat untuk mendirikan tempat bermusyawarah. Dengan demikian maka Lobo merupakan bagian dari sarana dan prasarana dadat untuk menemukan, merembugkan, dan meutuskan ketentuan-ketentuan yang menjadi dasar hidup manusia, sebagai pembimbing, sebagai pembina dalam berkehidupan.
Sehingga dapat dikatakan tujuan pertama kali berdirinya Lobo adalah sebagai wadah berlangsunganya adat dan untuk merumuskan adat, fungsinya saat ini merupakan bagian dari adat itu sendiri. Selain daripada itu, Lobo yang berada disini merupakan salah satu kekayaan masyarakat adat Ngata Toro yang bertahan dan berkesinambungan hingga saat ini.
Meski sistem strata sosial sudah ditinggalkan, jejak cara hidup warga Mamasa zaman dulu masih tercermin pada perbedaan wujud fisik Banua seperti pada warna, ornamen, elemen struktur, dan ukuran bangunan. 5 jenis banua berdasarkan tingkat strata sosial tinggi-rendah suku To Mamasa masa lampau yaitu: Banua Layuk, Banua Sura, Banua Bolong, Banua Rapa, Banua Longkarin. Pembangunannya adalah hasil runtutan trial-eror yang panjang, menggunakan material alam lokal, proses membangunnya sarat makna, gotong royong dan telah menjadi tradisi antar generasi.
Dalam buku ini, kami ajak pembaca menikmati keindahan arsitektur Mamasa melalui beragam sketsa, foto, dan penggambaran observasi yang menyentuh hati. Buku ini menggarisbawahi pentingnya mengalami berbagai macam khasanah akar budaya Indonesia sebagai sumber inspirasi yang maha dahsyat.
SPIRIT_45 is numerous sessions of dialogue, expansive moments of discourses, and odes to past architectural marvels. Andy Rahman, Eka Swadiansa, and Realrich Sjarief -3 young Indonesian architects- gathered and collided, drowned in endless discussions, to continuously reflect the Indonesian architecture scenery in the perspective of their daily practices. Of concepts and reality, of abstracts and details, of scale and magnitude, of time and space, of simplicity and complexity, of design visions and construction strategies –of all the oxymoron culminated within the limitation of their young practices- SPIRIT_45 is an attempt to understand the spirit of our time. To go beyond the mainstream popular cults, and be freed from hegemonic status quo of ‘formal’ history. A struggle to define new informality, a paradigm shift possibly of the spirits from the distant past. A journey among friends in search of collective identities.
Buku Soul of Borobudur, Filosofi Mandala Chakravartin bercerita mengenai nilai-nilai atau esensi dari Candi Borobudur, bahwa ia bukanlah sekadar monumen mati, melainkan monumen hidup yang relevan dengan kehidupan bangsa Indonesia. Di dalam buku ini, penulis berusaha menyadarkan pembaca mengenai betapa hebatnya bangsa Indonesia. Pada era pembangunan Candi Borobudur, peradaban Nusantara banyak dibawa jauh ke Jepang, Cina, Korea, dan negara-negara Asia Tenggara lainnya, bahkan hingga ke Tibet. Penyebaran peradaban tersebut kemudian memantik munculnya peradaban-peradaban baru di negara-negara tersebut.
Bagi penulis, Borobudur bukan sekadar cerita perjalanan masa lampau. Borobudur menjadi mandala dalam diri setiap manusia yang direpresentasikan secara monumental. Borobudur menggambarkan kehidupan keseharian yang mengajak kita untuk lebih mengenal dan menggali diri sendiri.
Harapannya, dengan menghayati isi dari buku ini, pembaca juga dapat terinspirasi untuk lebih mencintai Indonesia dan turut berkontribusi membawa Indonesia maju ke depan dengan menengok kisah dari masa lalu.
Pembuatan buku ini didukung oleh banyak sekali mandala yang membantu penulis. Di antaranya ada Ivan Chen dan Ninoi Kiling, CEO dan kepala pengembang dari studio yang membuat game moba pertama di Indonesia. Merekalah yang membantu penulis menetapkan Borobudur sebagai titik awal sudut pandang buku ini. Setelah naskah selesai ditulis, tantangan belum berhenti. Di sanalah dukungan OMAH Library masuk dengan segala naik-turun, suka-duka, yang membuat penulis masih merasa menjadi manusia di dalam prosesnya.
Pada akhirnya, walaupun buku ini lebih banyak menekankan kecintaan kepada Indonesia, ia tetap membebaskan pembaca untuk menyukai sesuatu yang berasal dari luar. Namun, sama halnya dengan mandala diri, kita perlu mencintai diri sendiri terlebih dahulu untuk dapat mencintai orang lain.
Dengan demikian, kita akan menjadi mandala yang utuh dan kaya.
Realrich Sjarief, Hanifah Sausan N., Imega Reski, Jocelyn Emilia, Arlyn Keizia, Lu’luil Ma’nun, M. Nanda Widyarta Soft cover | Monochrome | Bahasa | 14,8cm × 21cm | 243 page | Release Date: (coming soon) ISBN: dalam proses pengajuan ISBN
Sinopsis
Setelah terbitnya #1 Alpha: Never-ending Dialogue in the Strange Architecture Library pada tahun 2016, OMAH Library kembali mempublikasikan Pamflet: Gerak dan Sentuhan Tari Arsitektur Berkelanjutan. Volume ini diterbitkan dalam bentuk pamphlet sebagai alat berdiskusi bagi kami. Dalam ranah global, ide mengenai pamflet ini kami dapatkan dari publikasi Pamphlet Architecture yang diprakarsai oleh Steven Holl dan William Stout pada tahun 1977. Dalam ranah Indonesia, publikasi semacam ini juga pernah dilakukan oleh AMI (Arsitek Muda Indonesia) melalui pameran dan publikasi yang bertajuk “Penjelajahan 1990-1995”. Menurut kami, pamflet menjadi media yang menyuarakan sudut pandang berbagai individu terhadap isu yang sedang berkembang. Mereka menggunakan pamflet untuk membuat anak-anak muda sadar, mempertanyakan banyak hal, dan membuat perubahan.
Di dalam pamflet kali ini, OMAH Library menyajikan berbagai realitas mengenai permasalahan lingkungan yang sedang kita hadapi bersama. Kita hidup di satu dunia yang sama dengan bentangan geografis dan dinamika di dalamnya. Pandemi COVID-19 dan krisis udara bersih telah menyadarkan kita untuk lebih peduli terhadap lingkungan. Kami memulai dengan hipotesis bahwa ide arsitektur yang dibangun di atas pemikiran yang kritis akan berkelanjutan, menerus, dan dapat diturunkan hingga ke generasi selanjutnya, serta menjadi cerminan kegeniusan lokal masa kini untuk masa depan.
Beberapa contoh penerapan arsitektur yang demikian dibahas di pamflet ini, mulai dari teknologi vernakular perkotaan Iran dengan bentuknya yang memukau hingga ide pembuatan brise soleil oleh Le Corbusier di Perancis yang terinspirasi dari India dengan pola-pola dinding, seperti kerawang, kisi-kisi, dan berbagai macam ornamen tampak lainnya. Hal tersebut juga muncul di Indonesia, seperti di Masjid Turen dengan karakteristik humanistiknya dan pandangan Silaban dalam praktiknya di Jakarta ataupun di kota-kota besar lainnya yang merujuk ke arah modernisme dengan tetap memperhatikan konteks.
Artikel-artikel pada pampflet ini kami lengkapi dengan materi kelas yang pernah disampaikan oleh Andhang R. Trihamdani, tulisan M. Nanda Widyarta, dan narasi wawancara dengan tokoh arsitek mumpuni seperti Eko Prawoto, serta kontributor-kontributor lainnya: Eka Swadiansa, Rezki Dikaputera, M. Cahyo Novianto, Eko S. Darmansyah, I Nyoman Gede Mahaputra, Prasetyoadi, Dian Fitria, Doti Windajani, Adli Nadia, Mitu M. Prie, Hugo Diba. Meskipun dengan latar belakang yang beragam, para kontributor ini dan teman-teman OMAH Library bergerak menuju satu visi yang sama, menuju ekosistem arsitektur Indonesia yang lebih baik. Pamflet ini kami tutup dengan semangat untuk tidak pernah menyerah dalam menyongsong harapan di tengah dinamika kondisi lingkungan di masa kini dan masa depan.
Normal Price: Rp400.000,- Student Price: Rp200.000,-