Proses untuk percaya membutuhkan proses yang tidak sebentar, dari situ pun juga terjadi di dalam studio kami, bagaimana berinteraksi dengan dialog dengan tukang.
“Pak setelah ini kita kerja apa ?”, pak Amud bertanya ke saya ketika satu saat saya berkunjung ke Alfa Omega untuk finalisasi pengecekkan kualitas pekerjaan. Saya sebenarnya sudah menyiapkan beberapa proyek yang menggunakan material bambu. Hanya saja terkendala beberapa hal, yang pertama : tipe klien yang saya prediksi tidak akan cocok menggunakan material bambu karena ketidaksiapan R +D yang dilakukan di studio, kedua : proyek tersebut hanya mengharapkan bambu sebagai material murah. Saya pun menjawab “Ada pak nanti saya kabari ya.”
Di dalam pikiran saya, saya tidak memiliki kesempatan apapun untuk tukang – tukang ini bekerja. Tetapi masakah relasi yang sudah dimulai di pembangunan sekolah Alfa Omega tidak bisa berlanjut. Lalu saya berpikir, bagaimana kalau kita persiapkan infrastruktur untuk studio, dimana tim pengrajin bambu ini bisa mendapatkan pekerjaan dan studio bisa mendapatkan manfaat.
Kebetulan kami memiliki sebidang lahan kosong di samping the guild yang selesai di tahun 2016 (lihat proyek The Guild).

Dari situ saya merencanakan sebuah kerangka kerja untuk studio 10 tahun ke depan, yang relevan ke dalam apa yang kami akan hadapi di keluarga juga proyek terhadap tim ke depannya. Intinya, bahwa untuk dalam jangka waktu 6 bulan, infrastruktur studio perlu siap untuk mengorganisasikan tim menjawab beberapa tantangan ke depan seperti desain, manajemen, struktur, dan desain mekanikal elektrikal dan pemipaan. Untuk itu kita perlu studio yang baik dimana satu sama lain bisa berkomunikasi antar tingkat, memiliki fleksibilitas untuk bisa berubah – ubah, dan tidak mengganggu tetangga dengan apa yang saya rencanakan.
Pada waktu tim bambu ini pindah dari Alfa Omega, barulah saya mengetahui secara detil bagaimana tim ini bekerja. Tim ini bangun pagi di saat subuh untuk berdoa, kemudian mereka menghabiskan waktu untuk mempersiapkan diri, mengasah pisau. Selepas selesai bekerja mereka menghabiskan waktu untuk membuat lampu – lampu, saya merencanakan pada waktu itu untuk mendesain sebuah lampu bambu yang saya beri nama Amud. Selepas jam studio, baru biasanya saya berkesempatan untuk berkunjung ke lokasi proyek ditemani pak Amud.
Ada 3 struktur tukang yang ada di proyek ini , sama seperti proyek Alfa Omega : 1. Kepala Tukang, 2. Tukang, 3. Asisten. Asisten biasanya terdiri dari orang – orang yang masih keluarga atau teman dekat dari tukang yang lebih muda. Desain dari Guha Bambu tidak menggunakan gambar yang semestinya. Desain dibuat dari kesepakatan – kesepakatan yang menggunakan bahasa tubuh, bahasa verbal, dan peragaan langsung. Yang digambar secara langsung hanya grid berjarak 3m dan 3.6 buang sisi barat dan timur

Disinilah evolusi dari rumah bambu tersebut, seakan -akan tradisi itu terimplantkan di dalam tubuh The Guild, ia berusaha masuk seperti Rhizoma, namun masih ada di perimeter. Ia berusaha membayangi, langkah – langkah prosedural yang taktis, dan statik di The Guild. Di dalam bangunan Guha setiap harinya adalah ketidak pastian. Saya bisa mengira – ngira seperti apa, seperti membentuk sesuatu yang primitif berdasarkan kepercayaan. Saya harus percaya ke pak Amud juga timnya.
Desain sendiri berada di bawah atap existing yang terbuat dari plastik transparan. Dimana ini adalah bangunan sementara tempat untuk merakit besi yang ditujukan untuk satu proyek di Permata Buana dan di Meruya. Oleh karena itu logika dari bangunan ni adalah logika peneduh. Buat dulu peneduhnya baru selesaikan bawahnya. Jadi tahap pertama adalah menyelesaikan atap bangunan, baru pondasi di buat belakangan, dan sebagainya.
Ada beberapa elemen yang dipertahankan seperti daerah kamar mandi, pipa pembuangan, termasuk hasil – hasil sisa tanah dari The Guild. Hal ini termasuk juga menggunakan hasil – hasil bongkaran perancah untuk dijadikan struktur bangunan baru. Berbeda dengan bangunan Hall Alfa Omega yang menggunakan maket sebagai gambar kerja, asisten saya saja bingung ini gimana bikin maketnya, Adik saya Mondrich juga bingung, “ini gimana bikin denahnya ko.”
Yang menarik adalah proses membuat tangga, saya iseng bicara ke pak Amud. Pak tau buntut Merak, kan itu anggun sekali, lambang cinta. Kita buat seperti itu ya, juga bentuknya mirip daun, sambil saya memperagakan dengan bambu – bambu bekas dan coretan garis yang ada di triplek. Besoknya jadilah bentuk bambu yang intutif.
Asihjenie’s Ig account Asihjenie’s Ig account Asihjenie’s Ig account
Yang menarik adalah studio kami baru mendapatkan suplier lem konstruksi dimana lem tersebut bisa menyatukan kedua material yang berbeda menjadi satu. Kami coba menyambung bambu tersebut dengan lem, barulah ditutup dengan anyaman. Memang proses ini adalah proses yang hibrida, campuran, adaptasi. Di dalam proses ini juga ditemukan bagaimana screeding semen menggunakan serbuk kayu bekas dari workshop dicampur dengan lem konstruksi untuk menjaga retak.
pelapis anti air yang dikembangkan Albert Pramono, Agus Pramono dari Pramindo Screed dari serbuk kayu
Beberapa eksperimen ini baru dipakai di proyek ini, perasaannya seperti terjun dari ketinggian, masuk ke lautan, ditarik oleh gaya gravitasi membuat kita turun dengan kecepatan konstan, mau tidak mau akan masuk ke lautan. Dari situ munculah perasaan – perasaan yang tidak terduga. Hari berikutnya saya melihat mereka melompat – lompat ada sekitar 10 orang untuk menguji kekuatan struktur tersebut. Pada akhirnya saya akan menatap ke pak Amud. Beliau akan menjawab “Tenang aja pak, sudah saya perhitungkan.”