Satu waktu saya bertemu dengan Pak Daniel dan Bu Lany untuk mendengarkan rencana mereka membangun satu galeri baru di Kemang. Pak Daniel pun mengundang saya untuk bertemu di Modena Experience Center di Kuningan. Saya kenal pak Daniel dari klien kami Pak Danny dan Pak Edhie. Dan, ternyata Bu Lany juga kenal dengan Pak Budiman, salah satu arsitek yang saya kagumi karena dedikasinya yang tulus dan mengingatkan satu saat di presentasinya di Omah. Hal itu saya masih ingat sampai sekarang,
Saya bertanya ke Pak Budiman, “Pak apa rahasianya, … untuk tidak pernah takut ?”
Ia menjawab “Realrich hidup itu cuma sekali, jalanilah kenapa takut ? … ” dan Pak Budiman mengingatkan.
“jangan lupa sembahyang…”
Dari perbincangan Pak Daniel , terlihat ada bangunan lama yang sudah ada di lokasi. Saya berpikir bahwa perlu untuk melihat apa yang sudah ada dan kemudian menggunakannya dengan cermat untuk melakukan penghematan. Saya membuat janji untuk berkunjung melihat lapangan jam 11 di hari Jumat, kebetulan hari itu hari libur, jadi saya kesana sendirian. Kami berdiskusi di lapangan. Setelah mengecek lokasi yang bebas dari banjir, melihat ketinggian bangunan, kemungkinan layout ruang, saya mengusulkan untuk mengecek struktur bangunan. Prosedur pertama adalah pengecekan material apa yang bisa dipertahankan, posisi kolom yang menjadi batasan, dan kualitas struktur yang bisa dilihat secara visual. Saya mengirimkan pesan ke beliau,
“Hallo pagi Pak Daniel,Pak Daniel masih ada data existing yang saya masih belum dapetin data eksisting kuda – kuda atap, saya memerlukan data tersebut untuk bisa membuat konsep dengan pertimbangan yang lebih terukur. Apa saya bisa melakukan pengecekan lokasi kembali untuk melihat kondisi kuda – kuda atap ? Kalau tidak bisa hari ini tidak apa – apa, mungkin juga saya perlu buka langit-langitnya untuk cek keadaan kuda – kuda.”

Satu minggu kemudian kami bertemu kembali dan saya memberikan sketsa beserta analisa ruang dan sirkulasi. Ceritanya adalah bagaimana mengembalikan memori akan kemang yang intim, bersahaja dengan mengakomodasi fungsi galeri yang baru , menggunakan pencahayaan alami.

Saya ingat meminta tim untuk melakukan beberapa percobaan untuk merubah atap dari yang paling eksperimental dengan membuka pertimbangan sudut utara selatan, dan menggunakan bentuk – bentuk platonis dan kurvilinear. Pembuatan maket dimaksudkan untuk mendapatkan komposisi yang berbeda – beda dengan mempertimbangkan komposisi, sudut matahari, program ruang di bawahnya, dan metafora bentuk (literal ataupun esensial).



Di dalam membenahi layout ruang, konsep desain disusun dengan logika bangunan core disisi belakang berbentuk tubular dan memiliki ramp di belakang, meskipun pada akhirnya berubah fungsi menjadi ruang serba guna karena dinilai mereka membutuhkan fleksibilitas ruang yang tertutup.

Eksplorasi kulit bangunan pun dilakukan dari sudut pandang ekonomis, artistik, dan kemungkinan – kemungkinan inovasi yang baru.
Ada kemungkinan – kemungkinan perbincangan sejauh mana, Galeri bisa berkelanjutan dari sudut pandang ekonomi dengan melakukan perbandingan studi, ataupun fungsi ruang yang fleksibel yang terkait dengan Galeri dari Modena yang melibatkan interior desain. Dan kemudian riset sejarah pun dilakukan untuk mengetahui sejauh mana galeri ini relevan terhadap kehidupan Kemang.
Setelah itu , tender pun dilakukan untuk memilih kontraktor. Dan puji Tuhan proses konstruksi sudah dimulai. Inilah hasilnya, dan perjalanan pun masih panjang. Tunggu ya cerita selanjutnya. Ini foto bersama tim, minus pak Daniel dan bu Lany, semoga suatu saat kita bisa berfoto bersama untuk mengenang proses desain, dan bangunan yang didesain dan dibangun bersama – sama dengan kolaboratif.



Sebenarnya proyek ini memiliki rentang waktu yang panjang, lebih panjang dari kontraknya sendiri. Di dalam prosesnya, untuk tipe proyek seperti ini komposisi tim disesuaikan dengan kebutuhan proyek, dan momentum yang baik untuk arsitek-arsitek muda untuk belajar, setiap proyek adalah sebuah kesempatan untuk belajar, seperti dokter yang berhadapan dengan pasien baru, dan kasus baru.
Kemarin saya meminta anak – anak saya untuk menulis satu atau dua kesan, untuk mendapatkan kenangan bersama.
Alifian Kharisma Syahziar (Kepala Studio Desain) menulis “kesan saya untuk proyek kemang sejauh ini: pengalaman yg baru dengan realitas proyek yang seperti nya lebih komplit dr yang pernah sy jalani di studio dari segi stages. mulai site analysis, skematik, DD, tender drawing, for con drawing, perijinan, meeting mingguan, MoM. saya bisa bertemu banyak stakeholder seperti proyek manajer, qs, kontraktor, konsultan2 lain. …. menurut sy portfolio bagus untuk kita sebagai studio dan individu mengingat proses nya yg komplit dan proyek nya adalah proyek bangunan publik,….proyek semacam ini adalah kesempatan yg baik bagi siapapun untuk bisa merealisasikan apa yg direncanakan dengan banyak pelajaran. proses desain yang cukup dalam, interaksi dgn orang luar lingkup raw, mensinkronkan pikiran, professionalitas, menguji kesabaran. 😁”
Dini Aghnia (Designer in charge) menulis ” … proyek ini memberikan pengalaman dan pembelajaran yg banyak sekali terutama dari aspek koordinasi dgn pihak luar krn berkesempatan untuk turun langsung bertemu stakeholder2 dan menjalani proses meeting rutin. … terlibat di dalam proyek ini adalah pengalaman yg menyenangkan walau harus bersabar cukup panjang untuk menikmati hasilnya, seperti membesarkan bayi sedikit demi sedikit. Selama perjalanan di RAW sampai saat ini selalu membuahkan kesan tersendiri untuk saya pribadi ketika didelegasikan untuk meeting/mengawas ke lapangan … selalu menjadi satu satunya perempuan di lapangan dan yg paling muda di antara semua stakeholder lain 😅 ini menjadi tantangan tersendiri juga karena harus bisa bersosialisasi dengan bapak2, tukang2, bahkan saya sampai menjadi akrab dengan security di plaza indonesia dan menara global krn sering ke lapangan saat itu… Thank you atas kesempatan berceritanya semoga bisa memberi insight baru dan membawa manfaat kedepannya 🙏 u “
Cerita di dalam rapat – rapat selalu berkesan, mulai dari bertemu Pak Daniel pertama kali, dan juga Bu Lany beliau bertanya, bahwa apakah saya mengajar ? karena cara presentasi dan cara melihat permasalahan berbeda dari arsitek yang sering beliau temui. Sebenarnya melihat showroom beliau dan interior ataupun arsitekturnya saya sungguh tersanjung studio kami diberi kesempatan untuk mengerjakan desain Artspace ini. Satu waktu saya rapat dengan Pak Daniel, saat itu kami membawa maket – maket studi yang ada di penjelasan sebelum. Dan terus terang saya sudah kehabisan tenaga hari itu karena tidak tidur semalaman. Ketika baru saja rapat ditutup dan selesai setelah kita rapat beberapa jam. Bu Lany masuk dan beliau minta diceritakan hasil desainnya, kemudian saya mengulang kembali presentasi dan mencatat perubahan – perubahan, untuk mengkalibrasi keinginan beliau yang dituangkan ke dalam kebutuhan ruang. Meeting berlanjut kembali kira – kira 1.5 jam setelahnya. Lidah saya sebenarnya kelu, dan keringat dingin mulai menetes, saya pun gemetar karena energi saya sudah mulai habis. Saya mengerti bekerja memang membutuhkan ketekunan dan kesungguhan, memang hal ini yang membuat berkesan, sebuah proses untuk melakukan yang terbaik.
Saya teringat satu saat Bu Lany bercerita, saya mau pakai kitchen designer yang ini bukan yang itu. Saya tanya “kenapa bu ? “
Untuk saya pertanyaan ini penting karena saya bisa mengetahui cara pandang klien di dalam menilai desainer atau pun arsiteknya.
Ia pun bercerita bahwa ada sebuah proses yang panjang untuk menata ruang, mencocokkan pernik – pernik, berdialog dengan orang – orang misal siapa yang akan mengoperasikan bangunan, ini senua adalah detil – detil yang kompleks. Ia sering berkata “Ini bagus tapi belum maksimal.” Ia memiliki standar yang cukup mencengangkan di dalam penataan pernik – pernik. Bu Lany bilang,
proses ini panjang dan saya tidak mudah memilih orang, saya akan berjalan bersama orang yang bisa punya nafas panjang bukan pendek,…”
Dalam hati saya berpikir, “lalu apa ya”
Ia menambahkan “so, the sky is the limit, seperti kami memilih kamu Realrich.”
Saya kembali ke judul tulisan ini. “Jadi batas langit itu dimana ? ” pertanyaan itu yang menjadi judul tulisan diatas, mungkin hal itu dimulai dengan membentuk hubungan relasi yang sehat, dan itu dimulai dari kepercayaan dan apresiasi yang baik. Dari situ saya menutup laptop, bersyukur mengenai proses di studio yang panjang dan berkesan.
Seketika saya melihat Whatsapp terus berbunyi. Wanitaku tercintaku, Laurensia memanggil,
“Sudah makan belum yang ?”






Terima kasih Alifian Kharisma dan Dini Aghnia Lukman yang masih Work from Home untuk kerja kerasnya yang masih mau menemani di proses – proses panjang dari rubah, rubah dan rubah, dan juga ke beberapa orang yang terlibat sebelumnya. Bambang Ardi, Eko Nuryanto, Kencana Sewu, Tanto , Rizal, Gunawan, Yudhanarta, Yudha, Nathan. Juga Pak Daniel dan Bu Lany.
Visualisasi 3d tampak depan: Enomu Visual