Kategori
blog

Smart Home, Smarter than you ? writing for Baccarat Indonesia

Screen Shot 2015-04-30 at 11.34.20 PM

https://instagram.com/p/yPeOt_grb2/?taken-by=realrich82

At the beginning of this month, I wrote one article for Baccarat Indonesia. The idea was to rethink the idea of smart home, is the home smarter than us the people living inside or the other way around. I remember one storey of Ben Copper in movie titled smart home. It was the story of the home who is become smarter than the owner. The owner, Ben Copper asked the house to take care of him, and the result is the house overprotected him.

“Di Tahun 1998, Ben Cooper yang saat itu berumur 13 tahun dan keluarganya mengalami kesulitan untuk mengatur hidup mereka, mengatur rumah, mengatur tugas– tugas sekolah dan mengatur pekerjaannya. Ben remaja tidak memiliki waktu untuk dirinya sendiri seperti anak lainnya, termasuk untuk bermain basket, satu olahraga yang disenanginya. Suatu ketika Ben dan keluarganya memenangkan sebuah rumah pintar yang dinamakan Pat, sekaligus diperkenalkan dengan penciptanya, Sara Barnes. Pat mampu menyelesaikan tugas– tugas yang dilakukan Ben untuk mengatur rumah. Tidak puas dengan program yang dimiliki Pat, Ben memprogram kembali rumah tersebut untuk “seolah-olah” menjadi seorang ibu bagi keluarganya, membuat Pat mengatur kehidupan mereka, termasuk mengatur jadwal dan membuat keputusan! Secara perlahan, Pat mengubah dirinya sendiri dan tidak mengijinkan keluarga tersebut keluar rumah. Di akhir cerita Ben berhasil meyakinkan Pat bahwa dia tidak nyata dan ia bukan manusia. Akhirnya mereka kembali terbebas, dan Pat diprogram ulang untuk kembali ke kondisi awal. Ini adalah satu cerita dari film “Smart Home” yang dirilis tahun 1999. Di era tersebut banyak film bertema kepintaran sebuah rumah, satu kecerdasan buatan, satu lingkungan yang memudahkan manusia yang kemudian manusia itu sendiri terbelenggu dalam teknologi yang diciptakannya. Saya kemudian bertanya–tanya apakah kegiatan memelihara rumah itu sedemikian sulitnya untuk bisa dilakukan sendiri dan dinikmati.”

Then I compared the story with story of Ferdi and Joice, both of them are my clients, creative people who works as graphic designer. I think they are smart people, and become smarter living in their home

“Teringat juga dalam satu saat, kira–kira dua tahun yang lalu, saya bertemu dengan Ferdi dan Joice, mereka meminta saya menjadi arsitek rumah impian mereka di atas lahan 150 meter persegi yang kemudian diberi nama Istakagrha. Pasangan ini kreatif dan keduanya berprofesi sebagai desainer grafis. Ferdi dan Joice menginginkan rumah yang natural, memandang ke alam dengan suasana vila di Bali, tempat mereka mungkin menghabiskan waktu terbaik bersama. Rumah ini memiliki ruang–ruang lapang yang berbeda dengan rumah yang ditempati sebelumnya yang terkesan sempit karena tersekat-sekat akibat pengaturan rumah yang tidak efisien.

Saya pun mendesain konsep teknologi sederhana Smart Home di mana rumah tersebut memiliki konsep teknologi penghawaan alami dengan sirkulasi udara silang dan air stacking effect yang menghadap ke arah Timur dan memberikan sisinya yang tertutup untuk menghadap ke arah Barat. Di sisi Timur terdapat taman sebesar satu pertiga tanah mereka yang seluas 50 meter persegi merangkap garasi luar. Di taman ini diberikan satu latar belakang dengan teknologi konstruksi tumpuk, bata ringan yang disusun dengan lubang sebesar 5 cm dan berselang–seling untuk menjaga privasi. Di taman ini dibingkailah sebuah ruang keluarga, tempat mereka menghabiskan waktu bersama. Di area ruang keluarga terdapat dapur bersih dengan desain yang fungsional, mudah dirawat, dan terlihat mewah namun sederhana untuk memasak dengan kompor gas karena mereka biasa menghabiskan waktu untuk masak sendiri dan makan bersama. Mereka kemudian bercerita bahwa sejak rumah ini selesai dibangun dan ditempati, mereka menghabiskan waktu lebih lama di rumah tersebut dibandingkan dengan berpergian ke mal. Mereka mulai mengundang teman–teman untuk menghabiskan waktu bersama, sehingga ada nilai kebersamaan yang dibangun. Mereka pun menjadi lebih peka bahwa sisi matahari yang menghadap Barat itu akan memberikan panas yang
terik di jam 3 sore. Teknologi yang dipakai di sini adalah teknologi yang sederhana dengan penerapan fisika bangunan untuk mengembalikan hunian yang dekat ke alam dengan seminimal mungkin menggunakan mesin untuk mengatur kehidupan manusia. Ferdi dan Joice adalah pengatur kehidupan mereka di Istakagrha.”

Then the result was

“Saya kemudian bertanya–tanya mengenai apa itu Smart Home? Apa yang sebenarnya dibangun di dalamnya? Sebuah keluarga yang berproses untuk menguasai teknologi ataukah teknologi yang lebih pintar daripada manusia yang kemudian menguasai keluarga tersebut? Dari situlah mungkin kita mendapatkan cerita–cerita yang mendalam mengenai bagaimana kita tinggal dan hidup di rumah tersebut. Cerita yang unik ketika si penghuni dimudahkan dan belajar tanpa henti di dalam runtutan teknologi di dalam rumah yang indah.”

Then I was thinking, technology could be integrated with system, structure, to recall what we think science in architecture, I think the book by Heinrio Eingels, one of my favourite about building structure system, might be useful to determine how structure address the space in wide span, tall building, or functional model. I remember last time I had lectured in University of Petra about the importance of knowing this science of making form and space, science of architecture

1] the quoted section in the article was published in Baccarat Indonesia, this month edition.

Screen Shot 2015-04-30 at 11.15.54 PM

https://instagram.com/p/yr6QE0greD/?taken-by=realrich82

Oleh Realrich Sjarief

Founder of RAW Architecture

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s