Saya ingat dulu anak – anak universitas Gunadarma pertama kali mengadakan acara di taman samping rumah orang tua saya, ada 60 orang, mereka mempersiapkan acara dengan riang gembira hanya ingin mendengar satu kuliah dari Mas Barani. Beberapa saat kemudian bersama David Hutama, kami menggagas kuliah seri Omah pertama dan ide How to Think Like an Architect muncul. Acara pertama lancar, kedua lancar, ketiga lancar, keempat hadir hanya 10 orang, acara kelima sukses hadir hanya 3 orang, bahkan satu saat staff kamk saya sms untuk datang ke studio dan ikut acaranya. Hal ini kontras dengan 5 tahun kemudian acara webinar yang bisa sampai mengundang ratusan orang. Pertanyaannya, apakah meledaknya partisipan itu yang dicari ? mungkin itu barometernya. Seperti ketika orang bertanya, berapa jumlah orang di studio kamu ? yang sebenarnya untuk mengukur barometer pendapatan, kapabilitas studio juga. Satu saat saya disadarkan oleh paman saya.
“Terus gali apa yang kamu cari, passion, keluarga, ilmu dan jangan terlena dengan harta, publikasi, ataupun tahta.” (Mungkin ada kemiripan dengan harta, tahta, Renatta yang sedang viral, lol)
Meskipun terlihat riuh rendah, dunia ini sepi kawanku, bagaimana bisa berkontemplasi begitu dunia begitu riuh. Mata – mata saling melihat, kuping – kuping terus mendengar. Inilah Lawang Kala (pintu waktu) yang baru, kita sudah memasuki jaman baru. Dan herannya saya baru sadar, kok ya baru sadar. Untung ada paman saya mengingatkan,
Saya baru menyadari, saat ini saya rindu akan kehangatan kawan – kawan yang dulu saya rasakan ketika menghabiskan waktu di Goldiers Green, Hampsted Heath dan juga saat – saat yang berkesan adalah saat saya dan Laurensia berkunjung ke negara Finlandia salah satu negara yang memiliiki ekosistem desain mengandalkan bermain – main di dalam fase mendidik anak, hal ini di dasarkan common sense bahwa ada relasi yang patut untuk dijaga, relasi akan mimpi.
Di dalam 5000 teman maksimal yang ada di Facebook, berapa orang teman kamu sesungguhnya ? dan beribu atau berjuta orang yang mengikutimu di Instagram, berapa yang benar – benar perhatian kepadamu ? Salah satu tujuan menjalin relasi adalah sisi bisnis, atau memperkenalkan diri untuk menggapai eksistensi. Selain ada juga yang bertujuan untuk bersilahturahmi dengan sahabat lama, tertawa, bersenda gurau dimana lingkaran pertemanan masih kecil. Di saat – saat ini, begitu banyak pertanyaan, apa masih berguna presensi social media kita ? Jadi seberapa mau saya mengubah hidup saya ? Baru hari ini saya bertemu dengan Airin Efferin dan Setiadi Sopandi, dan mereka bercerita tentang proses pembuatan buku Sketches and Regrets. Saya melihat kekuatan proses, memberi dan menerima, tanpa melupakan jejak jiwa. Menariknya hal ini yang saya lihat langka, menjadi personal sekaligus professional. Cerita Airin dan Setiadi Sopandi adalah cerita mengenai sepatu orang lain, dimensi efek arsitektur terhadap kehidupan orang lain, bukan hanya ajang promosi diri. Di karya tulisnya ada kejujuran yang menohok belakang kepala saya untuk bisa terus berefleksi bahwa relasi menjadi penting.

Setelah itu saya memposting dua postingan di facebook satu untuk berterima kasih akan acara Design United dengan beberapa kawan lain termasuk Anna Herringer, Wendy Teo dan lainnya, setelah itu ada lagi postingan untuk Airin dan Cung. Setelah itu ada permintaan memasukkan email dan password, saya refresh screen facebook saya error, email saya berubah, password saya berubah, beberapa permintaan teman terkirim untuk orang – orang yang saya tidak ketahui, saya mengirim email ke facebook untuk mendeaktifasi acc facebook saya. Anggap saja ini jalan semesta, ha ha ha, toh sudah lama saya malas untuk mengupdate facebook, sambil nungguin recovery, ada – ada aja, lucu sekali dunia ini.
.

HP saya ambil dan saya memanggil sahabat lama saya,
“Bro, apa kabar?”
di satu sisi ia terdengar setengah tertawa dan saya pun tertawa kembali.
“eh kampret katanya, lo kemana aja”
Disitulah kita tertawa tergelak – gelak sambil bernostalgia, atau tepatnya bernostalgila, sambil di sebelah saya, anak saya Miraclerich yang berusia 5 tahun sedang membuka game Mobile Legend dan terdengarlah suara
“Enemy Defeated !”
“anak umur 5 tahun ini ^^ iso2ne”
One reply on “Serendipity after Sketches and Regrets”
[…] we got married in August 2020 (yes, a Covid wedding). The book? It happened, with the support of Realrich from OMAH […]