Kategori
blog

Susunan Batu Kali yang Lembut di Mekarwangi

“Di dalam pembentukan kultur studio, kedekatan antar-personal menjadi penting, kejutan – kejutan, ritual – ritual, perlakuan – perlakuan yang baik berdasarkan keinginan untuk memperhatikan, apresiasi dari yang tua ke yang muda, dari yang muda ke yang tua, dari yang muda ke yang muda, dari yang tua ke yang tua. Bergandengan tangan menjadi rumpun dan maju bersama. Rumusnya ternyata sederhana, seperti Pengrajin Bambu yang menukang batu di atas membentuk batu yang keras menjadi lembut mengalir dengan artistik…”

Terlihat dari depan Piyandeling menggunakan struktur yang melayang untuk menjaga kelembapan dari struktur bambu sekaligus memanfaatkan ruang di bawah sebagai area garasi terbuka. Di daerah ini dimanfaatkan juga untuk kamar mandi komunal. Secara alami sebenarnya daerah ini memiliki tanah yang lebih tinggi yang diakibatkan pengurugan dari lahan sekitar, namun seiring jalan lahan ini rawan longsor. Oleh karena itu tahap pertama adalah memperkuat konstruksi turap yang berfungsi sebagai dinding lahan.

Pengrajin – pengrajin yang terlibat disini juga pernah terlibat di dalam pembangunan sekolah Alfa Omega dan Guha Bambu, ada Mang Amud, Mang Saniin, Mang Rojak, Mang Uyu, Mang Deden, dan lain – lain.

Area yang terlihat di dalam gambar ini adalah kolong dari bagian dari bangunan yang dinamakan Sumarah. Material yang digunakan untuk lantai adalah batu kali yang merupakan batu yang didapatkan di dasar sungai ketika kita berjalan ke dasar lembah. Batu itu keras, namun kita bisa belajar mengenai bagaimana kekerasan itu dilembutkan dan mengalir dari daya adaptasi ketukangan yang muncul dari pengrajin bambu.

Area yang terlihat di dalam gambar ini adalah kolong dari bagian dari bangunan yang dinamakan Sumarah. Material yang digunakan untuk lantai adalah batu kali yang merupakan batu yang didapatkan di dasar sungai ketika kita berjalan ke dasar lembah. Batu itu keras, namun kita bisa belajar mengenai bagaimana kekerasan itu dilembutkan dan mengalir dari daya adaptasi ketukangan yang muncul dari pengrajin bambu. Di daerah ini dulunya juga sering mati lampu, dan juga air bisa mendadak mati, karena masih menggunakan pipa air berbentuk selang yang terbuka (tidak tertanam). Sehingga proses menemukan batuan tersebut adalah ketika tukang- tukang perlu mengambil air pada waktu itu, dan tiba – tiba mereka memberitahukan,

bagaimana kalau kita menggunakan batu – batu dari kali pak ?

Tahap pertama adalah menyelesaikan dinding turap, umpak, penggalian resapan dengan artistik. Dari tukang – tukang ini saya belajar mengenai membentuk karakter yang lembut dengan teknik yang matang, dan prosesnya membutuhkan waktu dan dialog yang terjadi.

Para pengrajin ini berubah dari mengetahui bambu, menjadi merangkai apapun, termasuk bebatuan yang keras, bebatuan tersebut kemudian membentuk bentuk daun yang disusun berbentuk daun dengan didesain dengan mempertimbangkan aliran air yang meresap perlu untuk ke tanah. Patut diingat di daerah ini tidak ada infrastruktur pembuangan saluran air. Jadi tahap pertama adalah menyelesaikan dinding turap, umpak, penggalian resapan dengan artistik. Dari mereka saya belajar mengenai membentuk karakter yang lembut dengan teknik yang matang, dan prosesnya membutuhkan waktu dan dialog yang terjadi.

Para pengrajin ini berubah dari mengetahui bambu, menjadi merangkai apapun, termasuk bebatuan yang keras, bebatuan tersebut kemudian membentuk bentuk daun yang disusun berbentuk daun dengan didesain dengan mempertimbangkan aliran air yang meresap perlu untuk ke tanah.

Lama saya tidak menulis di postingan IG yang saya gunakan untuk tempat menyampaikan perlunya merefleksikan diri dan mengapresiasi arsitekturini, saya terus berpikir kadang, mau menulis apa, terkadang kesibukan membuat saya tidak terlalu meluangkan waktu mengupdate postingan. Namun kali ini dan ke depan saya mencoba mengapresiasi dan menggali relasi antar orang – orang luar biasa di sekitar saya ya. Karena Indonesia itu seperti bambu, tumbuh bersama – sama dengan rumpun dan tidak sendirian. Terus pakai masker dan saya doakan supaya sehat selalu.

Indonesia itu seperti bambu, tumbuh bersama – sama dengan rumpun dan tidak sendirian.Lama saya tidak menulis di postingan IG yang saya gunakan untuk tempat menyampaikan perlunya merefleksikan diri dan mengapresiasi arsitekturini, saya terus berpikir kadang, mau menulis apa, terkadang kesibukan membuat saya tidak terlalu meluangkan waktu mengupdate postingan. Namun kali ini dan ke depan saya mencoba mengapresiasi dan menggali relasi antar orang – orang luar biasa di sekitar saya ya.

Kalau dilihat – lihat masa pandemi ini saya belajar mengenai kedekatan. Kali ini saya mau bercerita mengenai pak Singgih Suryanto, beliau sudah ikut kerja dengan ayah saya puluhan tahun dan sudah berkerja bersama saya dari tahun 2011 ketika rumah Bare Minimalist dikonstruksi. Beliau pada saat itu menjadi pengawas. Saya mendapatkan banyak cerita mengenai anak – anak studio desain dari beliau, kami berdiskusi pagi – pagi kadang dimana anak – anak belum datang ke studio.

“Real, ini anak lagi kena sakit Maag.”

“Real, kayanya anak ini kos – kosannya di belakang kampung kurang baik, katanya banyak kecoak.”

“Real , kayanya anak ini keteteran kerjaannya, mungkin perlu dibantu.”

Dari perjalanannya pulang dari proyek , ia kadang mampir ke tukang gorengan ataupun martabak. Kejutan – kejutan tersebut membuat suasana studio lebih cair, mengalir dalam senda gurau, tawa. Baginya anak – anak studio seperti keponakannya sendiri.

Beliau dulu tinggal di Rawa Mangun, untuk ke-studio kami perlu sedikitnya 2 jam perjalanan. Ketika satu saat beliau sakit dia sempat berkata, saya sudah selesai, dan jantung saya berdegub keras pada saat itu. Saya tidak boleh kehilangan beliau, Pada waktu itu saya ingat, saya mengumpulkan beberapa orang di studio pada saat itu, termasuk pak Jatmiko, Pak Misnu, Bonari, Rudi, dan lain – lainnya. Saya menekankan bahwa Pak Singgih perlu dirawat bergantian sampai sembuh, tolong kabari saya setiap harinya. Mungkin kalau ada saya keinginan yang belum terpenuhi untuk beliau adalah bagaimana saya meluangkan lebih banyak waktu, uang, dan tenaga untuk lebih perhatian akan kecintaan beliau di dalam mengayomi anak – anaknya.

Ayah saya selalu berkata, susun prioritas terutama, hal – hal yang penting didahulukan terutama masalah relasi, keuangan, nama baik, seperti ayah saya kadang beliau tidak mau menjadi pemberat di dalam hidup saya. Ia diam, kadang ia tahu saya perlu fokus di dalam bekerja, ia tahu bahwa mungkin dia pikir saya tidak memerlukannya dan memilih tidak mengganggu meskipun dia rindu. Terkadang ayah saya hanya minta diantar oleh Pak Misnu ke The Guild, kadang ia melihat dari luar dari luar mobil saja, dia bilang, ngga usah repot – repot kalau lagi sibuk. Saya selalu bilang apaan sih, ayo masuk, atau saya keluar rumah menyambutnya . Dia tahu bahwa dia sendiri sudah sulit berjalan. Sepanjang hidup saya, nafas saya, darah saya dibentuk oleh beliau, termasuk oleh Pak Singgih dan orang – orang yang sedermikian penting untuk saya. Saya sungguh bersyukur dikelilingi oleh ayah saya, pak Singgih, dan orang – orang baik di sekeliling saya.

Terkadang ayah saya hanya minta diantar oleh Pak Misnu ke The Guild, kadang ia melihat dari luar dari luar mobil saja, dia bilang, ngga usah repot – repot kalau lagi sibuk.Saya selalu bilang apaan sih, ayo masuk, atau saya keluar rumah menyambutnya . Dia tahu bahwa dia sendiri sudah sulit berjalan.
Ayah saya selalu berkata, susun prioritas terutama, hal – hal yang penting didahulukan terutama masalah relasi, keuangan, nama baik, seperti ayah saya kadang beliau tidak mau menjadi pemberat di dalam hidup saya. Ia diam, kadang ia tahu saya perlu fokus di dalam bekerja, ia tahu bahwa mungkin dia pikir saya tidak memerlukannya dan memilih tidak mengganggu meskipun dia rindu…Sepanjang hidup saya, nafas saya, darah saya dibentuk oleh beliau, termasuk oleh Pak Singgih dan orang – orang yang sedermikian penting untuk saya. Saya sungguh bersyukur dikelilingi oleh ayah saya, pak Singgih, dan orang – orang baik di sekeliling saya.

Di dalam pembentukan kultur studio, kedekatan antar-personal menjadi penting, kejutan – kejutan, ritual – ritual, perlakuan – perlakuan yang baik berdasarkan keinginan untuk memperhatikan, apresiasi dari yang tua ke yang muda, dari yang muda ke yang tua, dari yang muda ke yang muda, dari yang tua ke yang tua. Bergandengan tangan menjadi rumpun dan maju bersama. Rumusnya ternyata sederhana, seperti Pengrajin Bambu yang menukang batu di atas membentuk batu yang keras menjadi lembut mengalir dengan artistik, menjadi “Pengrajin Kasih”.

[1] Catatan : Ini postingan link ke IG pertama saya setelah beberapa lama. Saya berdoa Tuhan semoga postingan ini membawa berkat, dan jauhkanlah saya dari hal – hal buruk. Berkati orang – orang yang sudah membawa begitu banyak hal baik di dalam kehidupan saya.

Oleh Realrich Sjarief

Founder of RAW Architecture

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s