Bu Titin mengkontak saya untuk mengisi kuliah di Universitas Tarumanagara, bagian sejarah dan pemugaran. Saya menggunakan literasi untuk mengkontekstualkan apa yang sedang saya baca, mengerti dan berguna untuk praktik dan refleksi. Sejarah berguna sebagai kompas dan referensi kreatifitas di dalam berkarya.
Saya menulis prolog di bawah untuk acara kuliah tersebut.
“Architecture is sometimes interpreted as buildings or space in between, or body of theory. It’s a phantom, an unseen object of something apparent to sense but with no substantial existence. The Phantom actually greets and haunts us as traditions and technology. The sharing in here will focus on the paradoxes that creates bricolages of Architecture Fantasy in post modern era. It’s a way to use history for re-contextualizing the practice to be grounded or being radical to open unlimited possibilities of ideas.”
Saya terinspirasi dari bayangan yang dibentuk oleh matahari. Setiap orang di dalam melangkah akan menghasilkan jejak dan bayangan. Sejarah sendiri adalah bayang – bayang yang terus ada ketika melangkah. seakang – akan kita semua di dalam hidup ada di dalam perjalanan untuk menemukan matahari kita sendiri, berteduh dari bayang – bayang pepohonan, ataupun melindungi anak – anak kita dengan bayang – bayang. Saya akan memulai kuliah dengan kejadian – kejadian traumatis yang mempengaruhi arsitektur, bagaimana menarik diri untuk merekonsiliasikan trauma tersebut menjadikan lompatan untuk majunya peradaban, dan hal itu ditandai oleh arsitektur. Dibalik seluruh bayangan yang diciptakan dari trauma masa lalu, potensi untuk membuka kemungkinan baru masih terbentang dan hal tersebut bisa dimulai dari satu hal yang sederhana yaitu jujur kepada diri sendiri.
Phantom of Architecture
15 April 14:00, on thursday.