Proses saya mengenal Omah Library mungkin tidak berbeda dengan kebanyakan manusia lain, melalui kelas, buku, dan perpustakaan uniknya. Saya pikir mengetahui eksistensinya sudah cukup bagi saya, ternyata satu situasi di akhir masa studi membuat saya memiliki cerita dengan Omah Library. Memutuskan untuk mengerjakan tugas akhir saya dengan bermagang di Omah Library cukup menjadi tantangan bagi saya, mahasiswa Desain Interior dari institusi seni yang jauh dari tempat ini. Riset, menulis, dan berpikir kritis bukan hal biasa bagi generasi saya. Namun entah, saya menikmati momen ketika menulis jurnal untuk tugas mingguan selama studi. Saya mengunjungi beberapa karya desain interior dan arsitektur yang jauh hanya untuk merasakan pengalaman seutuhnya, dan ingat ini untuk jurnal mingguan yang biasa. Mendapat keleluasaan untuk memutuskan memilih tempat bermagang, saya memberi kesempatan kepada diri saya sendiri untuk mencoba yang sudah saya ketahui tapi tidak pernah mendalaminya. Mengirimkan surat lamaran magang dan menunggu adalah perasaan terburuk tapi menyenangkan bagi saya. Mendapat kabar baik dan bisa segera memulai magang di Omah Library rasanya kabar terbaik pada saat itu.
17 minggu tepatnya saya di Omah Library. Pada beberapa minggu pertama cukup membuat saya bingung, mengerjakan hal yang pernah saya kerjakan namun dengan sudut yang berbeda. Terbiasa mengikuti ‘aturan’ dan diajak untuk lebih berekspresi. ‘Beyond’ kata kunci yang selalu saya gumamkan ketika tulisan saya ‘mentok’ dan menulis menjadi hal yang sempat saya takutkan. Namun beberapa waktu ini, ketika saya mulai beradaptasi dengan pola ‘bersenang-senang’ Omah Library dan bagaimana setiap manusia berperan di dalamnya, sangat membantu saya dalam menempatkan diri. Bertemu dengan Eric Dinardi, satu fotografer arsitektur yang saya sukai karyanya, mewawancarai para arsitek mumpuni yang saya bahkan tidak
bermimpi untuk dapat berbicara dengan Pak Gunawan Tjahjono, Pak Danang Priatmodjo, Yonav Partana, Patrisius Marvin, Bu Nelly dan Pak Deddy dari LABO. Dibandingkan dengan saya pada hari pertama ketika di Omah Library, saat ini tentu sangat berbeda. Saya hanya menikmati proses ‘bersenang-senang’ disini, bagaimana hal kecil dan biasa selalu dianggap dari satu hal yang besar. Bagaimana setiap ide dieksekusi bersama tanpa ekspektasi yang membebani, hanya ‘bersenang-senang’.
Terima kasih Omah Library untuk waktu dan ceritanya, untuk Kak Rich, Kak Ufi, Kak Nirma, Kak Lulu, Kak Farhan, Aul, dan Maria rekan magang meski hanya sebulan.
Best Regards,
Aryo Phramudhito