Kategori
Arsitek dan Arsitektur dalam Ruang dan Waktu? blog tulisan-wacana

Overbudget, Kritis, dan Tumbuh

Ini adalah cerita soal satu dari 3 strategi desain yang mempertanyakan fenomena over-budget, Kritis, dan tumbuh dari diskusi sekitar kami, yang dikembangkan di Guha oleh Realrich Sjarief + Hanifah Sausan

Refleksi singkat dari beberapa cerita di sekitar kami: sebuah karya arsitektur milik kawan kami yang bisa sampai over-budget berkali-kali lipat misalnya, merupakan hal yang jadi catatan. Mungkin saja ada hal yang berubah karena program misal belum sempurna, belum dipikirkan matang, atau ada deviasi karena kurangnya ahli dalam eksekusi. Atau bisa saja itu merupakan strategi dari seorang arsitek untuk mempengaruhi klien, mendapatkan persetujuan.

Cerita terkenal tentang desain Fallingwater oleh Frank Lloyd Wright mengisahkan bagaimana ide proyek tersebut “mengalir begitu saja dari Wright” dalam ledakan inspirasi selama tiga jam. Dan memang ada benarnya.

Pada pagi hari tanggal 22 September 1935, Wright menerima panggilan telepon mendadak dari E.J. Kaufmann yang mengatakan bahwa ia akan tiba di Taliesin dalam beberapa jam dan ingin melihat perkembangan desain yang telah dibuat Wright.

“Wright berkata, ‘Tentu, kita akan bertemu nanti,’ padahal sebenarnya ia belum memiliki desain sama sekali,” kata Catherine Zipf, seorang penulis yang fokus pada karya-karya Wright. “Jadi Wright duduk bersama para murid di Taliesin dan mulai menggambar.”

Meskipun Wright memang membuat sketsa awal Fallingwater dalam tiga jam tersebut, ide-ide arsitektur radikal di baliknya sebenarnya telah berkembang dalam pikirannya selama berbulan-bulan.

Faktanya, menurut Zipf, Wright telah bereksperimen dengan prinsip-prinsip rekayasa di balik Fallingwater selama beberapa dekade. Beton, konstruksi kantilever, integrasi air yang mengalir, bahkan membangun di atas lokasi alami—semua konsep tersebut telah ia eksplorasi sejak tahun 1920-an, dan kini semuanya menyatu dalam sebuah proyek ambisius.

Ketika E.J. tiba di Taliesin, Wright menunjukkan sketsa yang baru saja dibuat lengkap dengan nama, “Fallingwater.”

E.J. berkata kepada Wright, “Saya kira Anda akan meletakkan rumah di dekat air terjun, bukan di atasnya.” Dan Wright menjawab, “E.J., saya ingin Anda hidup bersama air terjun, bukan hanya melihatnya, tetapi agar ia menjadi bagian integral dari hidup Anda.”

Fallingwater pun kini dianggap sebagai mahakarya arsitektur modern dan karya terbesar Frank Lloyd Wright. Namun, egonya yang besar dan sering kali mengabaikan saran dari para insinyur menyebabkan beberapa kompromi pada stabilitas struktural, yang akhirnya menjadi masalah serius di kemudian hari.

Struktur kantilevernya yang ikonik itu bermasalah. Balok beton utamanya mulai melengkung tak lama setelah selesai dibangun karena Wright mengabaikan rekomendasi dari para insinyur untuk memperkuat struktur dengan baja yang cukup. Akhirnya pada tahun 2000-an, bangunan ini memerlukan perbaikan besar untuk mencegah kegagalan struktural total, yang menghabiskan biaya jutaan dolar. Perawatan rutinnya juga memakan biaya yang tidak sedikit.

Selain itu, karena rumah dibangun di atas air terjun, tingkat kelembapan di dalam rumah sangat tinggi, menyebabkan masalah seperti jamur dan kerusakan material interior. Sekaligus Suara air terjun yang konstan bisa sangat bising, mengganggu kenyamanan penghuni.

Meskipun visualnya mengesankan, beberapa ruang di dalam rumah tergolong sempit, dengan langit-langit rendah yang bisa membuat beberapa orang merasa klaustrofobik. Beberapa ruangan memiliki pencahayaan alami yang terbatas karena desain overhang (atap yang menjorok keluar) yang ekstrem.

Meskipun ada berbagai kritik tersebut, Fallingwater tetap menjadi ikon desain arsitektur organik dan sering dipuji karena keberaniannya dalam mengintegrasikan alam dengan ruang hidup.

Dari sini kita bisa kembali belajar bahwa di balik bentuk yang mencengangkan, ego seorang arsitek seharusnya menjadi jembatannya untuk mempermudah kehidupan banyak orang. Dari kegagalan struktur, kelembapan, dan sulitnya akses, refleksi menjadi satu poin strategis yang penting dalam arsitektur. Selain pendekatan pertama di atas, ada dua strategi lain nanti kita bahas dalam utas selanjutnya.

Ada strategi lain juga yang erat berkaitan dengan resource, biaya, metode konstruksi, dan desain itu sendiri, sehingga luas bangunan menjadi efisien. Ini teknik yang digunakan Frank Gehry dalam Bilbao Museum, dan Alvaro Siza, Eduardo Souto de Moura dalam beberapa desainnya sehingga melahirkan arsitektur yang serba putih. Resources yang minimal dikerjakan dalam sekali jalan.

Pendekatan yang ketiga bisa dilihat dari arsitektur yang tumbuh dan dikerjakan dalam waktu tidak sebentar. Detail yang diulang dan dielaborasi dengan tangan-tangan terampil. Kadang-kadang tidak semua resource dimiliki di awal perencanaan. Di sinilah desainer Carlo Scarpa dengan Castelvecchio ataupun Gaudi dengan Sagrada Familia jadi satu contoh bagaimana seseorang yang bisa mendorong dengan segenap asa dan keringatnya. Budget itu tumbuh, desain itu tumbuh.

Peran arsitek dalam berkomunikasi jadi penting untuk menjembatani ekspektasi dan juga bersikap proaktif dalam memecahkan masalah. Setiap titik membutuhkan komunikasi yang matang, di situlah sikap diri untuk tidak hanya ahli, tapi memiliki tujuan yang fokus pada klien dan masalah proyek yang banyak sekali. Namun, bukan hanya komunikasi yang menjanjikan, tetapi juga ujian untuk terus fokus dan konsisten menjadi proaktif, menghindar dari menjadi arogan, dan mendefinisikan kesederhanaan dari rendah diri menjadi rendah hati. Ini 3 titik yang tidak perlu dipilih karena bisa saja ada arsitek yang menjalaninya sekaligus, meskipun bisa batuk-batuk karena namanya integrasi tidak akan mudah.

avatar Realrich Sjarief

Oleh Realrich Sjarief

Founder of RAW Architecture

Tinggalkan komentar