Tulisan ini dipublikasikan untuk Baccarat Indonesia edisi pertama November 2013
Satu saat saya ingat beberapa tahun lalu saya berjalan – jalan ke satu rumah tinggal milik kenalan saya, dulunya dinding itu penuh dengan pot – pot tanaman yang ditempel di dinding setinggi 6 meter, pot – pot itu disusun selang seling menyerupai pola bata, dengan teknologi penyiram air berupa selang – selang kecil yang melilit pot – pot tersebut, bahan pot tanaman itu sendiri terdiri dari kayu yang disebut kayu bengkirai dari Kalimantan, atau sering disebut kayu damar laut dari Sumatra, kayu itu termasuk kayu golongan kayu keras. Namun Sekarang pot – pot itu hilang, kayunya pun sudah berubah warna, dinding yang yang tadinya rimbun penuh pohon, kini hilang tanpa bekas. katanya sulit untuk merawatnya meski sudah didesain dengan teknologi penyiraman yang baik.
Peter Blanc, seorang arsitek lansekap dari perancis dikenal sebagai desainer yang memainkan elemen tanaman yang disusun vertical atau dalam bahasa perancis disebut mur vegetal. Ia dikenal di tahun 2009 sebagai salah satu orang yang memodernisasi tanaman vertical, sehingga mendapatkan gelar satu dari 50 inovasi terbaik di dunia keluaran dari Time Magazine. Ia berpendapat Desain yang hijau itu tidak hanya berhenti dari penampakannya saja yang hijau dengan tren vertical garden, satu museum di kota Madrid yang bernama Musee Du Quai Branly hasil dari kolaborasi desain dengan arsitek Jean Nouvel menjadi salah satu icon keberhasilannya, bagaimana kita mengapresiasi alam dengan dinding vertical garden menciptakan efek visual yang menarik mata. Lebih lanjut lagi Peter, menarik esensi dari vertical garden melalui pemilihan tanaman – tanaman yang sesuai dengan lokasi, dan iklim, sehingga tanaman tersebut bisa hidup secara natural, tidak hanya manis dipandang mata namun mudah dalam perawatannya.
Kembali ke kenalan saya, setelah saya lihat – lihat, memang dinding yang tingginya 6 m itu merepotkan karena membutuhkan usaha ekstra untuk merawatnya, ditambah lagi kesibukan kenalan saya ini yang merupakan seorang pengusaha, Mungkin pada waktu dinding itu didesain sedang ada tren / lifestyle / design style untuk menutupi wajah dinding dengan tanaman. Namun setelah saya lihat lebih lanjut memang, tanaman yang dipakai yaitu srigading adalah tanaman yang membutuhkan cahaya matahari langsung sedangkan tempatnya adalah cenderung tertutup di void bangunan dimana di atasnya terdapat skylight kaca, juga ditambah lagi kenalan saya itu yang memang tidak bisa merawat tanaman dan ia tidak mencintai tanaman, namun ia ingin dilihat sebagai pencinta tanaman, seseorang yang mengikuti trend. Kita perlu bertanya jujur, apakah kita benar – benar membutuhkan itu ? kalau seorang pencinta taman akan berkata lain. Saya berpikir memang desain itu sesuai dengan individu – individunya, sejujur apa kita dalam menginginkan sesuatu.
Konsep Desain yang hijau / green adalah desain yang bisa hidup senatural mungkin, ia berbicara menurut fungsinya yang sejujur-jujurnya, menurut saya desain pun demikian, ia pun harus peka terhadap esensi dasar bahwa segala sesuatu pada dasarnya harus berjalan secara natural. Satu arsitek dari Australia, Glenn Murcutt , ia memulis bahwa arsitek hanya membuat sebuah wadah, dengan alam sebagai inspirasinya, matahari, aliran udara segar, dan keinginan manusia untuk selaras dengan alam. Saya pikir begitupun dalam rumah tinggal. Sebagai manusia kita perlu bernafas, pentingnya sirkulasi udara yang masuk ke bangunan upaya udara tidak lembab, saya sendiri pernah mendesain satu rumah dengan satu cerobong angin di tengah rumah itu, tempat dimana udara segar bisa masuk secara terus menerus 24 jam. Semuanya dimulai dari kebutuhan dasar yang memang dibutuhkan oleh manusia yakni kita sendiri.
Kayu jati yang terbaik adalah kayu jati yang tua, berumur panjang, bukan jati muda hasil dari hutan produksi. Dari situ jati tua dihargai karena urat kayunya yang indah, kekerasanya dan ketahannya terhadap waktu, juga warnanya yang muda, urat kayunya mengalir seperti air. Dari situlah kita tahu bahwa kayu jati itu adalah kayu yang mahal dan memiliki nilai seni tinggi dengan alam sebagai pembentuknya. Hidup pun begitu, Tisna Sanjaya, memberikan pesan supaya hiduplah seperti pohon, jangan hidup tergesa – gesa. Ini mungkin salah satu pemikiran yang membuat kita perlu merenung sejenak untuk kemudian menjalani hidup kita sehari – hari dan senatural mungkin.