Kategori
99 percent blog

Ruang Benteng Arsitek yang Berbagi by Levin Sebastian

DINDING. Dinding tinggi, massif, tertutup pemisah yang kuat dan jelas. Seolah tak ingin bergaul dengan lingkungannya. Seolah terpisah dengan dunia di sekitarnya. Seperti berada di dimensi lain, dinding itu seolah menghalangi apapun yang hendak menginvasi, memberi rasa aman bagi apapun yang ada di dalamnya.

BATAS. Terbayang ruang ruang dengan hirarki yang kuat dan keras setelah melihat tegasnya batas antara wilayah desain dan lingkungannya, seperti kota kota benteng dimana yang empunya kekuasaan duduk di tempat paling tinggi memantau semua yang ada dalam teritorinya. Namun ruang tercipta justru sebaliknya, tidak ada titik henti ataupun ujung dalam hirarki. Seluruhnya membentuk lingkaran seolah menyiratkan sailing ketergantungannya yang ada di atas dan di bawah, yang terpelajar dan masi belajar, yang sudah bijaksana dan yang masih mencari tempatnya di dunia.

KUIL. Mungkin ruang benteng yang tercipta malah menciptakan nuansa kuil. Rasa aman dan nyaman membuat semua orang merasa tidak takut untuk berekspresi dan bertidak. Dibalik dinding itu, kita seperti berada di dalam perasingan, dimana kita dapat melupakan apa yang terjadi di luar dan focus dengan apa yang ingin kita gapai. Selayaknya biksu dalam masa semedinya, pergi ke kuil jauh di atas gunung, terisolasi dari dunia, mungkin seperti inilah hasil ruang benteng yang tercipta. Dan mungkin itu juga harapan yang ingin terjadi, manusia yang masuk “benteng” dapat melupakan sementara apa yang terjadi di luar, focus dengan pencariannya, namun seperti biksu biksu, mereka akan kembali ke masyarakat dan berbakti melayani masyarakat.

TERITORI. Ruang yang saling berbagi dan mau berinteraksi, namun hanya dalam lingkungan tertentu, seperti Gated Community, bersifat eksklusif terhadap yang lain namun sangat inklusif terhadap sesamanya. Penciptaan suasana Defensible Space yang sangat pun terjadi pada ruang yang teritorinya jelas. Menjadi hal yang menarik bagaimana penghunsi “benteng” nantinya akan berinteraksi dengan sesamanya, dengan lingkungannya, dan dengan penciptanya. Apakah akan bersifat tidak peduli dengan keindahan lingkungan sekitarnya, tidak terlihat juga dari dalam “benteng”? Apakah malah menjadi kuil yang dihormati oleh lingkungan sekitarnya ?

Oleh Realrich Sjarief

Founder of RAW Architecture

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s