
Apa konsekuensi dari pengesahan undang – undang arsitek ? ada 3 ketakutan publik yang terutama bahwa, pertama fee arsitek menjadi meningkat, kedua, paradigma,arsitek menjadi mahal, ketiga, arsitek menjadi tidak sosialis. Fee adalah kesepakatan atas kepercayaan orang yang menyewa arsitek tersebut, dan kemauan sang arsitek untuk berapa ia layak untuk dibayar. Yang dibicarakan ini adalah soal standarisasi yang tercipta apabila ada undang – undang arsitek. Standarisasi ini sifatnya hanya batas bawah, dimana ada alokasi yang layak untuk seorang arsitek bekerja demi keamanan, kenyamanan, keindahan bangunan yang didesain dan akan ada proyek – proyek sosial untuk orang yang membutuhkan dari arsitek. Sebagai ilustrasi di IAI menerapkan batas berdasarkan nilai bangunan, dari 6.5 % – 8 % untuk bangunan kecil di bawah 200 juta, dimana misal rumah dengan nilai bangunan 200 jt, seorang arsitek layak untuk diberikan biaya jasa antara 13.5 juta – 16 juta. Ini sudah termasuk biaya untuk ide – ide, transportasi, dan biaya operasional lainnya. Nilai ini mengecil sampai 1% – 1.5 % ketika proyeknya membesar dan dibeda – bedakan per kesulitan bangunan dari rumah tinggal, bangunan komersial, sekolah, sampai rumah sakit. Nilai ini tidaklah besar, atau kecil sekali dari standar yang ada di Inggris dan Amerika , dimana terdapat standar umum dari 5%, 8 % ,12 % sampai 15 % dari nilai bangunan. Disinilah kesepakatan ini muncul, dan nilai yang diminta oleh IAI kecil sekali dibandingkan dengan contoh yang ada. Mahal itu relatif, namun disinilah pembanding perlu diadakan apabila kita ingin menjadi negara maju, pemikiran logis perlu ada, setidaknya berpikir lebih kritis, seberapa ketertinggalan kita dengan negara lain.
Soal arsitek menjadi tidak sosialis, adalah sebuah kesalahpahaman, ada 3 hal yang mendasari profesionalitas dan tanggung jawab, adanya produk yang dihasilkan, rentang waktu pengerjaan, dan kompesansi biaya yang disepakati. Menjadi seorang arsitek yang sosialis sudah dicanangkan IAI dengan program untuk mendekatkan diri ke masyarakat, ataupun beberapa arsitek sudah mencoba menjadi sosialis dengan caranya sendiri – sendiri. Ada yang menjadi penggiat arsitektur komunitas, ada yang kemudian berkarya dalam pengabdian seperti Y.B. Mangunwijaya. Bahwa memikirkan untuk bangunan yang akan berfungsi dengan baik sudah sangat kompleks, dan untuk menjadi seseoarang yang sosialis adalah panggilan jiwa setiap orang dan merupakan keputusan tiap – tiap orang.