Kategori
blog lecture

Kebudayaan dan Masa Depan: Merancang Arsitektur Rumah Panggung Masa Depan?

Pada tanggal 9 Maret 2023 kemarin, kami berbagi mengenai pendekatan desain dengan tema “Kebudayaan dan Masa Depan – Merancang Arsitektur Rumah Panggung pada Masa Depan” bersama moderator Kumbang Bernaung yang merupakan lulusan @kampusbudiluhur @arsitektur_ubl didalam rangkaian acara @kanvas_ubl. Kumbang adalah lulusan @omahlibrary yang kami banggakan dan senang sekali kami bertemu dengan dia kembali.

Didalam tema ini saya mencoba memberikan cerita tentang bagaimana saya mencoba melihat Indonesia dari hal yang sangat personal dan juga hal yang sangat publik. Jadi mencoba untuk mempertanyakan banyak hal. Kalau melihat Indoensia terdapat beberapa signery, kalau kita melihat postur badan, setiap orang punya idealnya masing-masing, di dunia juga ada beberapa postur badan. Kenapa hal ini penting? Karena ini kaitannya ke Rumah Panggung, kita tau ada Vitrivius yang gerakannya seperti huruf “V”, kalau kita membentuk huruf “V” yang kita tarik kebelakang kemudian punggung kita sakit, itu berarti kita forward neck.

Jadi problematik tulang belakang seperti rumah panggung, bukanlah tulang itu sendiri, tapi adalah otot yang menyangga tulang tersebut. Kita melihat Vitruvius seperti Architype Yunani Kuno. Kita lihat di India atau China, dimana kebudayaan Indonesia berasal dari migrasi dari laut China selatan. orang yang sedang berlutut memberikan mudra seperti yoga, bersila dan belakangnya rata, nafasnya melalui perut, diam dan perutnya kencang barulah muncul postur yang ideal. Mulai rata dan ada sebuah pelatihan kuda-kuda. Di Indonesia ini, kalau ada foto-foto budaya banyak orang yang jongkok dibawah, mendekatkan posisinya ketanah supaya tidak jatuh. Kalau jatuh pada bangunan iyu adalah fatalitas. Jadi postur itu sendiri ada berbagai macam rupa, tapi pernah tidak kita lihat apakah kita sudah punya postur yang sangat baik atau belum?.

Mempertanyakan kontek Indonesia berarti kita melihat bahwa Indonesia adalah budaya dan iklim yang ada dua musim. Sudut mataharinyapun berbeda, dia ada dari utara dan selatan, beda dengan Paris, Norwegia, ataupun Finlandia ya matahari itu kan dari selatan. Oleh karena itu Hagia Sophia sangat panjang dan tinggi suapaya matahari bisa masuk kedalam inti dari bangunan, makanya ada banyak lubang cahaya. Nah hal-hal seperti ini menjadi penting.

Jadi rumah panggung ada kaitannya dengan cara hidup dan budaya yang ada komunitas didalamnya. Tapi tidak sesimple itu, kamu lihat rumah panggung didalam konteks keadaan kota yang sekarang. Karena kalau semuanya dibikin rumah panggung 1 lantai dengan teman-tema arsitektur vernakular, tidak cukup lahan kita. Jadi pertanyaannya bagaimana?. Saya masih meyakini bahwa konsep rumah panggung adalah salah satu konsep terbaik yang kita punya, yang perlu di kontekstualisasikan dengan arsitektur masa depan. Masuknya buday luar ke Indonesia itu dilihat dari lautan dan dari daratan, karena kita dikelilingi oleh lautan. Tapi rumah panggung yang di daratan dan lautan itu memiliki problematika yang berbeda-beda, dan materialnya juga berbeda-beda, dari pemakain kayu besi, kayu biasa, kayu kecil dsb, itu berarti ada intervensi dari sesuatu yang tidak pada akar kita unutk masuk pada akar kita dan mempengaruhi secara langsung.

Hal tersebut memunculkan beberapa pertanyaan, apakah arsitektur Indonesia lebih baik daripada arsitektur barat? atau sebaliknya. Dan bagaimana posisi Indonesia didalam konstelasi arsitektur timur?. Aslinya Indonesia adalah sebuah negara yang sangat beragam, hibrida, yang akan menjadikan relasi, bagaimana ketakutan-ketakutan kita sebagai bangsa perlu untuk dihindari dan kita menghadapi, apa sih yang kita sedang cari?.

Permasalahan kota itu benar adanya sehingga perlu menempatkan arsitektur panggung pada tempatnya menurut analisis saya pribadi. Jadi permasalahan kota ini tidak bisa dianggap remeh karena sehar-sehari kita menghadapi permasalahan tanah, budget, gempa, banjir. Dan kita butuh justifikasi, apa itu arsitektur panggung?.

Jadi di lecture ini kita akan mencoba menelisik akar-akar arsitektur Indonesia kita. Didalam teori arsitektur oleh dowin numerik, belum tentu arsitektur itu terbentuk dari sebuah proses yang sangat sederhana. Proses untuk menopang siku-siku tenda membentuk segitiga-segitiga yang membentuk sebuah bangunan, dan kemudian bentuk itu bertransformasi, kemudian direvisi lagi menjadi sebuah tren. Tren itu punya sebuah persepsi juga dari publik tentang ekspektasi sebuah arsitektur. Tetapi didalam proses sebenarnya kita perlu merenungkan kembali dari proses menuju satu, menuju kebawa. Dari situlah persepsi kita semua terhadap rumah panggung. Apakah kita malihat rumah panggung hanya sebuah sebagai sebuah tren saja, sebuah bentuk saja, ataukah kita merunut satusatu mana yang penting sebenarnya untuk kita ambil hari ini.

Olah karena itu saya akan membicarakan bagaimana sebuah imaginasi itu mencul melalui hal-hal yang cukup popular dan membawakan nilai yang positif bagi kita. Seperti film-film disney seperti Marvel of united, membawa beberapa inspirasi nusantara kedalam bermacam-macam dunianya dan akhirnya memiliki banyak dunia, banyak tempat, sitsuasi dan kondisi. Dan itu adalah alam imaginasi. Dan sebenarnya pendekatan kita adalah akar kita. Banyak ilustrator dari Marvel of united itu muncul dari Indonesia dengan semua peradabannya. Kita punya 9 kebudayaan besar yang sudah mengakar sampai sekarang, dan terpecah dibanyak pulau. Dan beberapa budaya vernakular itu masih aktif sampai sekarang. Dibeberapa negara di eropa itu sudah tidak aktif lagi.

Di Indoensia, diranah ketertinggalan dan kemajuan kita mendapatkan sebuah referensi budaya-budaya yang masih aktif, masih mengakar, masih diajalankan, dan itu bisa kita rasakan secara langsung. Dan inilah alam imaginasi bersama. Sehingga begitu kita berbicara tentang geografis yang dilaut ataupun didaratan, itupun jadi tidak menjadi persoalan.

Mempertanyakan Rumah Panggung sebagai Masa depan Arsitektur Kita?

Lirik lagi “Panggung Sandiwara – Nike Ardilla”:

Dunia ini panggung sandiwara
Ceritanya mudah berubah
Kisah Mahabrata
Atau tragedi dari Yunani
Setiap kita dapat satu peranan
Yang harus kita mainkan
Ada peran wajar
Dan ada peran berpura-pura
Mengapa kita bersandiwara?
Mengapa kita bersandiwara?
Peran yang kocak bikin kita terbahak-bahak
Peran bercinta bikin orang mabuk kepayang
Dunia ini penuh peranan
Dunia ini bagaikan jembatan kehidupan

Disana Kami belajar bahwa kebudayaan dan masa depan adalah bagaimana menjembatani dan fokus ke hal-hal yang terus mengakar membawa nilai budaya yang semakin kuat, dimulai dari keseharian di dalam berpraktik dan mampu membuat ketakutan dan nilai di dalam diri seseorang menjadi sumber untuk jiwa bertumbuh dan beregenerasi. Rumah panggung di dalam konteks ini hanyalah sebagian cerita dari jembatan – jembatan kehidupan yang kami jalani di dalam waktu yang terbatas.

1001 cerita
Sejuta rasa
Di dalam 99 persen
proses yang tidak pernah selesai

Oleh Realrich Sjarief

Founder of RAW Architecture

Tinggalkan komentar