Michael kamu, anak muda jaman sekarang, berbisnis, tanpa etika, tanpa nilai …
Kalimat ini terlontar dari nada bicara diri ini yang meninggi di suatu malam jam 11 di minggu pertama di bulan agustus tahun ini. Klinik gigi laurensia sedang ada masalah.
Ibaratnya…
ada seorang tukang mie, ia merintis dari awal, di daerah yang kosong tanpa ada tukang mie sedikitpun. Ia mengurus ijin dengan preman setempat kemudian meracik mie khas buatannya sendiri. Resep diolahnya dari pengalaman bertahun – tahun dengan keringat dan resiko. Setelah beberapa tahun, lapak mie itu menuntut untuk diperbesar ia pun menambah orang dan menambah stok bahan dasar mienya tanpa mengurangi kualitasnya. Namanya pun mulai tersebar kemana – mana dan klinik itu pun semakin ramai. Ia pun bersyukur, sama seperti tukang mie tersebut laurensia pun bersyukur.
Lapak mie semakin besar, permintaan pun bertambah, kemudian tukang mie tersebut memutuskan untuk mendidik satu anak muda. Ia tertarik mendidiknya karena kejujuran anak muda ini. Setidaknya tukang mie tersebut mendapatkan impresi tersebut dari anak muda ini. Beberapa bulan berlangsung seperti biasa, anak muda ini semakin ahli dan tukang mie tersebut bangga dengan anak muda ini. Ia pun dididik bagaimana berhubungan dengan preman – preman setempat. Namun suatu waktu tukang mie tersebut memutuskan untuk membuka cabang baru, anak muda ini menolak untuk ditempatkan di cabang yang baru. Tanpa disangka – sangka anak muda ini mendapatkan investor kemudian mencoba menggusur tukang mie tersebut dengan melobi preman lapangan parkir tempat tukang mie tersebut berada. Ada satu pertanyaan
“kenapa harus menggusur tukang mie tersebut ? bukan di tempat lain.“ ada 1000 tempat baru di seluruh kota ini… kenapa harus di lapak ini.
Ahh ini saya berpikir, mungkin karena peluh keringat yang dihindarinya, resiko yang diminimalkannya, uang yang jadi prioritasnya dan hubungannya dengan tukang mie tersebut yang tidak lagi dianggap penting. Saya kita anak muda tersebut hilang arah.
Saya rasa ini sama seperti diri ini membuka biro konsultan arsitek pertama kali. Dulu diri ini pernah berkerja di Urbane selama satu tahun kemudian selama hanya 3 bulan menjadi kembali untuk membantu disana. Diri ini juga pernah berkerja di DP Architects Singapore, tempat satu perusahaan tersebut banyak mendesain mall – mallnya di Indonesia. Diri ini juga pernah berkerja untuk Norman Foster di inggris.
Saya sendiri pernah merasakan pedihnya mencari – cari pekerjaan semasa pulang dari luar negeri, ataupun masa2 selepas keluar dari Urbane beberapa bulan kemarin. Laurensia menemani untuk ke bogor pada suatu ketika, dimasa itu proyek yang ditangani di kantor hanya hitungan 1 sampai 3 jari dengan keuntungan yang sangat rendah, saya sendiri tidak digaji pada waktu itu malah berhutang kesana kemari. Dari bogor kita tidak mendapatkan apa – apa. Kita menghubungi relasi – relasi berpuluh – puluh kali dan kita juga tidak mendapatkan apa – apa. Dengan pengalaman berkerja dari Bandung, Jakarta, Singapore, Inggris, australia tidak pernah diajarkan bagaimana mulai membuka usaha. Dan semua berbuah nol.
Pencerahan datang justru dari teman – teman lama dan developer2 lama yang bertemu mendadak di jalan, tidak memiliki kepentingan apa – apa. Satu demi satu relasi bisnis terbentuk melalui good will dan good quality sampai dengan 100 lebih pekerjaan ditangani dari titik nol dalam jangka waktu kurang dari 10 bulan sejak awal terbentuk. Melihat perjalanan dari titik nol tidak pernah saya mendatangi klien – klien dari perusahaan tempat saya berkerja dahulu untuk menggusur pekerjaan urbane, dp architect ataupun foster and partners. Saya percaya setiap orang sudah ada rejekinya, sudah ada hubungannya tersendiri, dan memiliki caranya tersendiri. Wajib hukumnya ketika bertemu satu pekerjaan, kita bertanya, apakah sudah ada arsiteknya ? sama seperti dokter, yang memiliki kode etik, harus menghormati dan menghargai kolega kita sendiri berdasar satu kode etik yang sama. apabila sudah memiliki arsitek, selesaikan dulu perjanjian anda dengan arsitek sebelumnya, baru kita bicara kerja sama. Sebaiknya tidak pernah sedikitpun kita berbisnis tanpa etika. Hubungan dengan perusahan – perusahaan tempat kita bekerja dahulu pun berlangsung dengan baik.
Di masa sekarang ini dimana manusia sudah hilang nilai dan terbutakan oleh mata uang, kita kehilangan nilai – nilai moral yang menjunjung tinggi penghargaan atas sesama, mimpi untuk kebersamaan yang indah dengan sesama.
“Orang harus punya etika.” Dari situ ia bisa dipercaya ketulusannya, “orang harus punya integritas.” Dari situ ia bisa memiliki nilai diantara sesamanya. Saya rasa banyak hal seperti ini terjadi dimana – mana. Hanya saja kebetulan peristiwa ini yang terjadi pada laurensia, pada akhirnya aku pun tertunduk sedih melihat satu orang di hadapanku satu malam itu, michael, dokter gigi yang dihadapi laurensia.
Diri pun angkat berbicara, setelah beberapa saat diam. Aku berbicara kepada anak muda di hadapanku
“mungkin hubungan kita sedang ada dipersimpangan dimana memang saatnya kamu harus memilih, hubungan yang tulus, teman setulusnya atau hubungan yang didasarkan pada untung rugi. Dan pada akhirnya. Michael kamu anak muda, baru lulus, mau berbisnis, tanpa etika, tanpa nilai.. sampah.
Dua malam setelah itu, setelah tangisan demi tangisan, laurensia bilang ke diri ini, “sayang aku kasihan liat dia, apa ya isi pikirannya. Dia ngga punya ayah, mungkin dia butuh bimbingan.” Dalam hati aku menghela nafas, “benar juga” namun,.. aku bersyukur sekali punya malaikat kecil satu ini, laurensia.
Malaikat yang akan mewarnai hari – hari ke depan diri ini, sepenuhnya. Puji Tuhan. … terima kasih Tuhan…
ketika manusia menghargai keindahan, ketulusan dan kebaikan dengan penuh kesabaran dan usaha, kita semua percaya pasti akan ada jalannya..dengan doa dan penuh pengharapan…