Kategori
blog blog - marriage years - Family

2014 – Garis Tangan, sepinya hari – hari tanpa kehadiran anak yang kami dambakan

Teman terbaik membaca garis tangan, ia bergumam, “berat, perjalanan ke depan akanlah berat, suatu saat akan bisa mencapai mimpi tapi jalannya tidak akan mudah.” Satu saat itu adalah satu saat sore – sore di Bandung. “baiklah kalau begitu, mau bagaimana lagi.”

Berpetak – petak sawah terbentang begitu indahnya lengkap dengan arsitektur rumah – rumah yang terbuat dari bata. Sekelebat siluet semak semak itu berlalu dalam perjalanan ke Pekalongan sebegitu cepatnya, suara derap kereta terdengar jelas dengan pintu yang terbuka dan tertutup dengan hilir mudik orang yang lalu lalang dalam perjalanan kali ini. Badan ini terasa penat sekali, capai dengan perjalanan kemarin  yang baru dilakukan ke daerah Bedugul, Bali. Ritual bangun pagi – pagi  dan tidur malam – malam  seakan – akan menjadi makanan sehari – hari setelah beberapa tahun berpraktek di ibukota ini. “Semua tindakan yang dilakukan dengan hati, pasti akan menghasilkan.” satu teman terbaikku mengingatkan lagi diri ini satu saat ketika rasa capek ini menerpa. Teringat beberapa saat yang lalu, satu persimpangan pernah ada dahulu per satu tahun pengalaman, per dua tahun pengalaman dan kini di tiga tahun pengalaman, dalam hampir satu dekade pengalaman persimpangan itu datang kembali.

Pertanyaannya selalu untuk apa ? untuk siapa ? berjuang, berkarir dalam hidup ini. Apakah untuk hidup yang lebih baik ? Apabila dikaitkan ke jawaban yang terjujur, tentu saja iya seperti itu yang terjadi.

Selama 2 tahun dari 25 september 2012, kami masih berdua, belum juga dikaruniai anak, meski istri sudah sempat mengandung beberapa kali, namun kesempatan untuk mendapatkan buah hati belum terbuka jalannya. Ada yang bilang, mungkin itu karena diri ini yang terlalu capai bekerja ataupun karena Toxoplasma yang titernya masih positif, ataupun kelainan darah yang ada ataupun mungkin saja memang belum jodohnya kami mendapatkan momongan.

Dalam setiap perjalanan hidup, diri ini berpikir bahwa setiap orang memiliki garis tangannya garis kegembiraan dan garis kesedihan. Di balik sepinya hari – hari tanpa kehadiran anak yang kami dambakan, masih saja ada keramaian yang ditimbulkan dari keluarga, adik – adik firma ataupun klinik yang dijalani setiap hari dengan pasien yang datang dan pergi. Lambat laun janji pun diucapkan bahwa akan punya banyak anak, banyak orang yang bisa diperhatikan, tua dan muda, dengan keunikannya masing – masing. Hidup yang sebentar ini di dunia terlalu sedikit untuk bisa disia – siakan. Uban ini mulai nampak, perut ini mulai membesar, dan lalupun Chairil Anwar kemudian menyahuti, ingin hidup seribu tahun lagi.

Pengabdian pada semesta, satu kalimat itu berarti menyingkirkan kemauan, nafsu, keinginan diri pribadi untuk kepentingan yang lebih luas. Memberikan hidup kepada semesta berarti bersiap untuk memberikan waktu terutama untuk orang lain. Asalkan masih bisa hidup kita sudah perlu bersyukur, mungkin itulah arti mengakar, memiliki tujuan dalam berbuat. Satu persimpangan ini, seakan – akan membuat satu batas yang jelas, antara diri dan orang lain. Dari sejuta inspirasi yang diberikan oleh Pak Tata Soemardi akan keinginannya untuk membagikan waktu terhadap anak – anak didiknya, saya mendapatkan contoh. Untuk itulah generasi selanjutnya harus bisa berbuat lebih baik lagi. Dari setiap kesempatan yang ada, pecahkan, dan raih kesempatan itu.

Langit ini pun membiru, menjanjikan satu impian, memperlihatkan satu batas yang sebenarnya tidak berbatas. Hanya persepsi manusia yang bisa menghentikan. Setelah mengabdi pada semesta, kemudian apa ? Semesta itu tidak berbatas, Tuhan pun tidak berbatas, ini adalah satu perjalanan penuh dosa untuk mencari Tuhan yang dimana dia, apakah ada di titik suka cita atau kah titik duka cita. Namun mungkin Tuhan sudah menyediakan jalan untuk kita jalani, dengan usaha kita masing – masing, garis tangan kita masing – masing. Kalaupun memang garis tangan itu sedemikian beratnya, saatnya kita jalani dengan puji syukur. Melihat dua puluh orang dari segala penjuru tanah air dan luar negeri untuk ikut belajar , merasakan keceriaan, kebahagiaan, merasakan kehidupan. Mungkin semesta akan menjawab dengan segala kemungkinan yang baru, sebuah pengabdian untuk yang muda.

Semoga hidup akan semakin baik untuk dijalani, mengabdi kepada semesta sehingga mungkin permintaan Laurensia bisa terjawab yang membuat diri ini menangis dalam ritual bangun pagi dan tidur malam. Laurensia berkata “Ya Tuhan, kalau boleh pinjamkan satu saja malaikat pembawa kebahagiaanmu, tidak banyak – banyak, untuk menemani hidup kami berdua.” Bibir pun tersenyum simpul, dan percaya bahwa suatu saat nanti akan tibadan kemudian bersyukur untuk bisa mendapatkan istri terbaik di dunia. Terima kasih Tuhan.

Oleh Realrich Sjarief

Founder of RAW Architecture

Tinggalkan komentar